Cerita

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

membentangkan layar dakwah di selayar

 .Membentangkan Layar Dakwah di Selayar Pulau Selayar berada di bawah pulau Sulawesi, ke arah selatan. Sebagai pusat kegiatan, pulau Selayar bersama 131 pulau lainnya berdiri menjadi satu kabupaten bernama kabupaten kepulauan Selayar. Sejarahnya lumayan panjang. Peradabannya sangat tua. Dari berbagai peninggalan benda dan literatur kuno berbentuk lontar, pulau Selayar termasuk titik rute perdagangan di masa kuno. Pulau Selayar diposisikan sebagai pelabuhan transit dalam rute ke barat maupun ke timur. Wilayah lautnya sangat luas sampai berbatasan dengan selat Makassar, teluk Bone dan perairan Flores. Keindahan alam pulau Selayar masih terjaga dan natural. Bentangan bukit-bukit mensejajar dari ujung ke ujung. Rumah-rumah panggung bertiang tinggi adalah ciri khasnya. Lautnya luar biasa. Subhanallah! Gugusan pantai-pantai indah dengan airnya berwarna hijau kebiruan begitu menyenangkan. Sebagian pasir pantai berwarna merah hingga nampak bersinar pink. "Seperti berada dalam aquascape raksasa", ujar saya kepada rombongan. Kami dibawa menggunakan kapal motor ke perairan Bahuluang. Pada kedalaman variatif antara 5 - 30 meter, dengan alat sederhana, kami berenang dan menyelam. Subhanallah! Terumbu karang terbentang .Biota lautnya begitu indah. Tumbuhan dan rerumputannya. Ikan dengan macam-macam ukuran dan warnanya. Ikan pari yang berdiam di dasarnya. Bahkan sempat kami dibawa ke Sumur Penyu ; sebuah titik kehidupan penyu di tengah laut.Harus berenang dengan meninggalkan kapal motor supaya bisa menikmati puluhan penyu yang berada di dasar laut. Sebab,suara mesin kapal membuat penyu-penyu itu berlarian. Namun, semua itu belumlah seberapa dibanding surga. Sebab keindahan surga, tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbayang di pikiran. Oleh sebab itu, setiap keindahan yang kita lihat di dunia fana, semestinya memacu semangat untuk berjuang meraih surga yang di dalamnya ada puncak keindahan. **** Prosesnya begitu singkat. Hanya dalam hitungan menit.Tidak ada rencana.Tidak ada agenda sebelumnya. Pagi itu, Kapolres Selayar menghubungi via telpon meminta saya berkunjung ke sana.Langsung saya iyakan sebab Kapolres termasuk gugus tugas kabupaten. Pasti protokoler. Alhamdulillah kegiatan dakwah Ahlussunah semakin bergeliat di Selayar.Masjid Polres dijadikan sebagai pusat dan titik kumpulnya. Imam rawatib dan kajian-kajian ilmu disampaikan oleh 2 Ustadz yang rencana awalnya hanya beberapa waktu namun akhirnya justru bertahan hampir setahun karena kondisi pandemi Corona. Berkah buat ikhwan-ikhwan Selayar. Selayar yang dahulu mesti menyeberang ke pulau Sulawesi , Bulukumba sampai Makassar dan sekitarnya, kini Ahlussunnah dapat menikmati majlis ilmu di Selayar sendiri. Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan, kajian-kajian ilmu diselenggarakan di masjid Polres oleh kedua ustadz,yaitu Ustadz Abu Muqbil (alumni pondok Al Bayyinah Gresik asal Kendari) dan Ustadz Abdullah (murid Ust Sarbini asal Magelang) Di situ kita mesti bersyukur dengan majlis ilmu yang dekat berada di sekitar kita.Yang jarak tempuhnya dekat. Yang waktu tempuhnya dalam hitungan menit. Bukankah sekarang bisa kita rasakan, berapa nikmatnya majlis ilmu? Saat majlis ilmu tidak kita hadiri berbulan-bulan karena kondisi yang tidak memungkinkan. Semoga setelah status pandemi berakhir, setelah majlis-majlis ilmu kembali aktif,kita jaga dan syukuri nikmat itu dengan hadir dan memakmurkan majlis-majlis ilmu. * Potensi dakwah Ahlussunnah di Selayar termasuk besar.Prospek ke depan sangat menggembirakan. Dengan wilayah yang terbatas.Titik keluar masuknya hanya beberapa saja.Penduduknya pun kaum muslimin dengan latar belakang suku Bugis,Makassar dan lain-lainnya. Dengan kultur keamanan yang terwujud hingga beberapa anggota Polres menyampaikan nol laporan pencurian.Benar juga! Motor-motor diparkir di pinggir jalan,sebagiannya dengan kunci dibiarkan menggantung.Sebab,akses keluar masuk pulau sangat terbatas. Saya melihat potensi dakwah justru disasarkan pada anak-anak kaum muslimin yang tersebar di kepulauan Selayar.Banyak dari mereka yang tidak berpendidikan dan putus sekolah. Andaikan sebuah pesantren Ahlussunah berdiri lantas merekrut anak-anak itu,dengan bebas biaya pendidikan,itu akan luar biasa,insya Allah. Toh untuk logistik dan operasional di sini biayanya terbilang rendah.Mencukupkan dengan hasil laut dan hasil kebun.Apalagi anak-anak itu memang terbiasa hidup apa adanya. Anak-anak itu adalah kader-kader dakwah.Diajarkan untuk mereka materi aqidah,manhaj,akhlak dan lain-lainnya.Sebelumnya ajari baca tulis arab dan latin. Harapannya mereka menjadi pejuang dakwah di kampung mereka.Di pulau-pulau yang tersebar. Mas....bagaimana dengan dirimu? Engkau yang sudah Allah pilih menjadi santri-santri di pondok Ahlussunnah.Engkau yang telah belajar Al Quran dan Sunnah. Jaga semangatmu! Jangan jenuh.Jangan futur.Lahan dakwah menunggumu.Baarakallahu fiik Pagi ini kami akan meninjau sebuah lokasi calon pesantren di sini.Semoga Allah mudahkan dan segera terwujud. Masjid Polres Selayar. Jumat pagi 27 Nov 2020
4 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah : goresan rindu di ujung mata pena

Goresan Rindu di Ujung Mata Pena Tak jarang memori ini terpelanting jauh kebelakang . Menapaki seberkas demi seberkas jalan yang pernah kutelusuri  Goresan ini bukan tentang rintihan luka yang berbicara  Adalah deretan rindu yang terangkai di ujung mata pena  Aku sulung dari 3 bersaudara. Berlatar belakang dari keluarga sederhana yang selalu ternaungi oleh limpahan kasih sayang-Nya. Tumbuh di kalangan keluarga agamis bernuansa tradisional. Ya, aku tidak terlahir dari kedua orang tua yang berjalan di atas manhaj salafi. Beberapa ritual kebid'ahan pun sempat aku lakoni kala aku masih berstatus kanak-kanak. Itu karena dorongan dari nenek dan bude (kakak ayah) yang berusaha menjadikanku seorang yang taat beragama dan gemar beribadah. Hingga akhirnya, Allah berkehendak memancarkan semburat cahaya salafi di tengah perjalanan hidup ini- Alhamdulillah-. Sejak usia 19 tahun ayahku terdiagnosa memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi). Seiring berjalan waktu pergantian usia demi usia menambah beban dan tanggung jawab ayahku sebagai seorang suami dan ayah, kian berat. Muncullah kekhawatiran dari ayahku tentang kesehatan dirinya. Hingga terdengar kabar bahwa ada satu pengobatan alternatif yang 'katanya' bisa menyembuhkan hipertensi. Namanya 'reki', salah satu jenis pengobatan yang dilakukan dengan cara mentransfer 'tenaga dalam' yang tampaknya dengan bantuan jin.  Untuk lebih meyakinkan ibu pun membantu untuk mencari informasi demi informasi tentang jenis pengobatan ini. Dan ternyata, banyak orang yang berpendapat bahwa reki benar bisa menyembuhkan hipertensi. Akhirnya ayahku mengikuti ritual ini untuk memperoleh kesembuhan -semoga Allah mengampuni keduanya karena minimnya ilmu agama saat itu-.  Pengobatan alternatif ini sempat berjalan beberapa bulan dan dari situ berefek pada diri ayah. Bahkan saat itu ayah sampai bisa menyembuhkan orang-orang sakit. Kami mengira itu karena banyaknya jin yang ada dalam tubuh ayah. 'Katanya', jin-jin itu masuk ke dalam tubuh ayah melewati 'pintu cakra' yang dibuka oleh 'dokter reki'. Entahlah!  Berjalan 3 atau 4 bulan dari rutinitas 'reki', qadarullah wa ma syaa fa'ala, ayah terserang stroke yang menyebabkan setengah saraf tubuhnya tidak dapat di gunakan dengan maksimal. Akhirnya, ayah dilarikan ke Rumah Sakit Daerah yang berada dekat rumahku. Namun karena peralatan kedokteran yang terbatas ayah dirujuk ke rumah sakit yang agak jauh dari tempat kami.  Sementara itu, ibu berinisiatif untuk memberi kabar kepada 'dokter reki' tentang kondisi ayah. Sang 'dokter' pun mengatakan bahwa ayah akan 'ditransfer' lagi dalam waktu dekat. Dan benar, setelah pen'transfer'an usai keadaan ayah jauh lebih baik, hingga pihak rumah sakit mengizinkan ayah untuk pulang keesokan harinya. Namun, malam hari sebelum kepulangannya 'katanya' ayah di'transfer' lagi. Malam itu terjadilah apa yang terjadi. Ayah tiba-tiba tak sadarkan diri (koma). Sekujur tubuhnya membiru, tekanan darahnya sangat tinggi. Meskipun matanya terbuka, namun pandangannya sayu tak bercahaya seakan tak ada harapan lagi. Seakan gelap akan membumihanguskan kehidupan kami.  Namun Allah berkehendak lain. Beberapa hari kemudian, kondisi ayah semakin pulih dan membaik, meskipun masih harus melanjutkan rawat inap. Hingga akhirnya ayah diizinkan pulang kerumah.  MasyaAllah betapa senang hati ini, bisa berjumpa dengan beliau lagi setelah sekian lama tidak berjumpa; meskipun beliau masih harus dibantu dengan kursi roda. Akan tetapi rupanya ujian belum berakhir. sejak kepulangannya dari rumah sakit, ibu merasakan ada yang aneh pada diri ayah. Tatapan dan tingkah laku beliau agak aneh. Ibu merasakan pada diri ayah ada pribadi yang lain.  Hal ini ternyata juga dirasakan paman ayah (adik nenek). Paman ayah yang juga teman sepermainan ayah sejak kecil merasakan ada yang berubah pada diri ayah. Usut punya usut ternyata dalam tubuh ayah bersemayam makhluk lain (jin). Menurut pengakuannya, ia jin perempuan putri bangsawan Cina. Entahlah. Yang jelas jin yang terkadang merasuki tubuh ayah ini sungguh mengganggu dan memudaratkan kami.  Karena gangguan jin inilah, kemudian ibu dan keluarga ayah menghentikan rutinitas 'reki' dan berkeinginan untuk mengeluarkan jin yang merasuki tubuh ayah. Beberapa 'orang pintar' (dukun) pun sempat diundang ke rumah untuk mengusir jin (yang ternyata banyak) yang ada dalam tubuh ayah. Allahu musta'an kesyirikan dibalas kesyirikan. Semoga Allah mengampuni mereka karena minimnya ilmu pada saat itu. Namun, tidak semua jin bisa dikeluarkan termasuk 'sang putri Cina' yang masih bertahan dalam tubuh ayah.  Di tengah kegalauan masalah jin yang ada dalam tubuh ayah, dengan karunia Allah, teman ayah semasa SMP datang menjenguk dan menyarankan agar ayah di ruqyah. Nah, di situlah awal perkenalan kami dengan salafi. Meskipun pihak keluarga sempat meragukan ruqyah, namun saran ruqyah ini tetap dilakukan. Beberapa ikhwah dari manhaj ahlussunnah terdekat dimintai ta'awun untuk membantu untuk meruqyah ayah. Dan alhamdulillah, dengan izin Allah, jin-jin dalam tubuh ayah pun pergi termasuk 'sang putri Cina' yang yang paling sulit keluar.  Setelah prosesi ruqyah selesai, ikhwah menyarankan agar foto-foto, patung, dan semua gambar makhluk bernyawa dihilangkan. Ayah melaksanakan saran mereka meskipun ada pertentangan keras dari pihak keluarga besar. Namun alhamdulillah, lambat laun mereka pun menerimanya. Selanjutnya ayah juga meminta untuk ikut tinggal sementara di pondok ahlussunnah tersebut dengan tujuan untuk membentengi diri. Sehingga selama beberapa waktu ayah tinggal di pondok itu melakukan aktivitas bersama santri walaupun dengan susah payah. Efek dari stroke, ayah harus kembali belajar menyeimbangkan tubuh lagi. Belajar berjalan, belajar menulis, bahkan belajar berbicara. Sedangkan ibu, setelah musibah yang menimpa ayah, beliau memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya.  Maha sempurna hikmah Allah, hikmah yang selalu membanjiri alur hidup para hamba-Nya. Meskipun kondisi ayah tak sekekar sebelumnya, meskipun ibu kehilangan pekerjaannya, namun karena semua itulah kami mulai belajar menggenggam manhaj salafi. Allah memberi yang kita butuhkan. Manhaj yang shahih inilah semua yang kita butuhkan. Meskipun fananya kemewahan dunia terluputkan. Kejadian di atas terjadi sekitar tahun 2005, ketika aku berusia 5 tahunan. Hanya dari rekaman ingatan dan serpihan memori sederhana dan bantuan penuturan ibu, terangkailah yang akhirnya terbaca. Alhamdulillah.  * * * Pertengahan 2012. Memori ini berhenti di sini. Saat aku memulai kehidupan baru di alam thalibatul ilmi. Tepatnya tanggal 27 Juli 2012. Sebuah ma'had yang awalnya adalah pelarian dari aturan rumah yang begitu mengekang. 'Adat' menjadi 'sulung' yang terbiasa disalahkan membuatku lebih memilih mondok, walau sebenarnya ingin melanjutkan jenjang pendidikan di sekolah negeri. Sebuah ma'had yang terletak sekitar 4 jam perjalanan dari rumahku adalah pondok pertamaku. Ma'had yang telah tergelincir ke jalan yang salah. Karena minimnya ensiklopedia agama ayah dan ibu, aku dimasukkan ke sana. Lagi-lagi pertentangan keluarga, terutama nenek, tentang keputusan orang tua yang akan memasukkan ke pondok. Ketidaksetujuan nenek yang memperjuangkan pendidikan formal, yang memprioritaskan duniawi- sekolah, kuliah, sarjana, dan bekerja-. Namun pondok yang aku masuki ini ternyata mengeluarkan ijazah negara. Nah, inilah yang membuat nenek akhirnya menyetujui aku mondok di situ.  Masuknya diriku ke ma'had tersebut akhirnya tersebar ke ikhwah salafiyin rekan-rekan ayah. Nasehat demi nasehat ayah dapatkan dari ikhwah, agar aku ditarik darinya. Masya allah betapa perhatiannya mereka dalam menjaga agama saudaranya. Namun karena beberapa faktor ayah mempertimbangkan agar aku bertahan disana. Empat setengah tahun kemudian, saat aku sudah mulai menyukai segala jenis yang ada di sana, saat itu pula suratan takdir aku harus menutup kisah di ma'had pertama. Tak bisa berbuat banyak, saat keinginan dan keharusan di jalan takdir yang sama. Hati yang masih merindu dan menginginkan hanya bisa membuahkan tetesan air mata. Pada saat seperti ini ayah bersemangat mencarikan ma'had baru untukku. Beliau tidak ingin aku 'futur'.  Ma'had demi ma'had ahlussunnah ayah telusuri informasinya. Namun berhubung saat itu adalah pertengahan tahun ajaran, agak sulit mendapatkan kesempatan untuk mencari ma'had yang menerima santri baru. Semua itu membuat kami hampir putus asa. Terkecuali ayah, beliau masih sangat bersemangat mencarikan ma'had untukku. Sampai akhirnya ayah mengajakku ke sebuah tempat yang belum pernah kupijak sebelumnya. Ternyata ayah sengaja menemui pengurus sebuah ma'had untuk membicarakan perihalku agar bisa diterima meskipun di tengah tahun ajaran. Kesungguhan ayah membuahkan hasil yang menggembirakan beliau. Aku diterima di ma'had itu. Segala puji hanya milik Allah semata.  * * * Ahad 12 Februari 2017, di tanggal itulah kisah baru mulai terangkai. Ditempat baru bersama tokoh-tokoh kehidupan yang baru. Sebuah tempat yang semoga Allah limpahkan keistiqomahan di atas kebenaran-Amin-. Berawal dari detik yang terus berdetak tanpa kenal lelah. Pergi meninggalkan menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Terangkailah kisah demi kisah yang tersimpan dalam ingatan. Hingga akhirnya waktu bergilir di tanggal 4 Juli 2018. Jatuh pada hari Rabu, hari pemberangkatan tahun ajaran baru yang kedua yang ku jelajahi masa tarbiyah di sana. Seperti biasa, aku dan adik berangkat ke ma'had diantar ayah. Mengendarai bis umum, menyusuri kota demi kota menuju ma'had. Alhamdulillah saat mentari semakin meninggi kami sampai ke tujuan. Setelah istirahat sejenak di warung dekat ma'had ayah segera ingin bergegas pulang dengan alasan mengejar jadwal kepulangan bis ke kota asal.  Sebelum pulang beliau sempat berpesan kepadaku, "Ubahlah rumahmu dengan ilmu yang telah engkau pelajari. Penuhi ia dengan ilmu. Yang rukun sama adik, saling menjaga... Dan yang terakhir, besok hari jumat sudah boleh telepon kan? Abi telepon Insya Allah." Ayah pun pulang kembali ke rumah. Tak ada kata yang bisa kuucapkan saat itu. Hanya diam menatap langkah kepergiannya dengan berat hati. Entahlah saat itu aku merasa seakan tak kan pernah melihatnya lagi.  Dua hari setelah pengantaran, aktivitas belajar mengajar belum terlaksana dengan maksimal. Sore ini, Jumat, selepas salat Asar, segera kulangkahkan kaki menuju asrama. Kuraih Al Quran dan segera kubaca surat Al Kahfi. Baru beberapa ayat terbaca, seorang musyrifah mencariku dan mengatakan aku akan dijenguk. Sontak saja aku heran, "Baru dua hari datang, kok sudah ditengok?" gumamku. Untuk memastikan aku pun segera menemui 'tamu' yang mencariku. Saat kulihat dari kejauhan, kukatakan padamu musyrifah, "Afwan, Mah, ana nggak kenal sama orang itu, mungkin salah nyari..." "Tapi tadi bilangnya mencari anti," kata muysrifah tersebut. "Mungkin salah dengar...? Ada yang namanya mirip ana." Musyrifah tersebut akhirnya percaya. Setelah yakin, aku segera kembali ke asrama melanjutkan aktivitas yang tertunda. Namun baru beberapa menit, lagi-lagi aku dipanggil dan diminta segera menemui tamu tadi. Dengan perasaan aneh, aku pun segera menemuinya.  Sampai di ruang tamu, tampak adikku sedang mengobrol akrab dengannya. Adikku bilang, "Mbak, ini adeknya Pakde, mbak emang belum pernah ketemu." Aku hanya mengangguk sembari tanpa basa-basi aku bertanya mengapa beliau sampai bisa menjenguk kami. Betapa terkejutnya aku, ketika beliau menyampaikan bahwa aku harus segera pulang. Beliau bermaksud menjemput aku dan adik. Aku terdiam, hanya firasat yang kala itu berbicara. Bahkan aku tak berani bertanya mengapa. Tak menunggu lama, aku dan adikku segera bersiap-siap untuk pulang. Perasaan campur aduk tak ada kejelasan. Rasanya ingin menangis tapi segera aku tahan, meskipun akhirnya menetes juga air mataku. Setelah persiapan selesai, aku segera berpamitan dengan teman-teman. Mereka pun bertanya-tanya mengapa aku harus pulang. Aku hanya menjawab singkat, "Aku nggak tahu." Salah seorang temanku yang bersalaman denganku berkata, "Apapun yang terjadi nanti kamu harus bersabar." Kata-kata itu senantiasa mengiang di telingaku selama dalam perjalanan. Dan satu firman Allah yang selalu kubaca dan kucoba maknai artinya, "Laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha."  Kulihat mata adikku memerah selama perjalanan. Dengan berusaha tenang, aku mengatakan, "Dek, jangan menangis dulu. Kita nggak tahu apa yang terjadi. Husnudzan, minta yang terbaik sama Allah." Adik hanya mengangguk. Subhanallah. Betapa kacaunya perasaan kami saat itu. Hanya ada satu nama yang terbentuk dalam dadaku, "Abi." Azan Maghrib berkumandang saat kami masih di perjalanan. Mobil segera berhenti di SPBU agar kami semua bisa menunaikan salat Maghrib dan Isya' dijamak. Pada saat sujud itulah aku berdoa, "Ya Allah, kalau memang Abi meninggal, dengan menyebut nama-Mu aku ikhlas. Mudahkan Abi di sana. Ampunilah dosa-dosanya. Lapangkan dan terangi kuburnya. Bantu hatiku untuk kuat Ya Allah..." Seusai salat perjalanan dilanjutkan.  Akhirnya kami pun tiba di kota tercinta. Mobil diparkir di lapangan, sedang rumah masih agak berjarak dari lapangan. Dengan diantar pakdhe yang sudah menunggu kami di lapangan, segera saja kami menuju rumah. Dari kejauhan, tenda biru berdiri tegak menaungi halaman rumah. Kursi-kursi berjajar rapi, lampu neon 25 watt menerangi halaman rumah kami. Dugaanku bertambah pasti. Harapan agar yang menyambutku adalah Ayah, kini benar-benar sirna. Aku tak lagi mencarinya, walau aku belum tahu pasti siapa yang tiada. Namun hatiku berkata, "Abi."  Kakak-kakak sepupuku datang menghampiri aku dan adik kemudian menuntun kami ke ruang tengah. Tampak di sana, ibu duduk dengan pandangan kosong. Bude-bude (kakak-kakak ayah) langsung mendekat dan memeluk aku dan adik, seraya berkata, "...Yang sabar ya, Nduk... Abinya didoakan. Nangis boleh, ngga pa pa, tapi inget jangan kebablasan," katanya. Kulempar pandanganku kearah Ibu. Aku ingin kuat..., namun..., air mata ini akhirnya tak kuasa tertahan..., pecah.  Ayah..., sosok yang selalu kurindu hadirnya kini telah pergi menemui Rabbnya... Figur yang selalu kubanggakan, kini tak ada lagi kisah tentangnya, suaranya, candanya, nasehatnya. Ayah meninggal di hari Jumat itu waktu dhuha, tanpa sakit sebelumnya. Bahkan ceritanya ayah sudah bersiap untuk berangkat bekerja. Menurut teori kesehatan, katanya, ada kemungkinan terkena serangan jantung.  Dada terasa sakit dan keringat mengucur deras. Dimakamkan bakda Asar, dan kami tiba di rumah sudah pukul setengah sembilan malam. Tokoh besar dalam sejarah kehidupanku kini telah tiada. Figur yang selalu kubanggakan kini tiada lagi kisah tentangnya. Entah sampai kapan rindu ini akan terurai.  Rabb, inilah ketetapan-Mu  Kepada takdir aku tak kan lancang menyalahkan-Mu Tak akan kulampirkan surat gugatan di hadapan-Mu  Hanya harap yang selalu melesat  Agar akhir ucapannya adalah nama-Mu Aamiin Ya Mujibassailin  Rabb..., air mata yang menetes saat aku mengingatnya...  Bukankah air mata tak terima...  Hanya saja rindu ini masih saja bersuara...  Saudaraku sekalian,  Orang tua adalah salah satu yang berarti bagi kehidupanmu  Salah satu pintu surga untukmu  Jangan sia-siakan keberadaan mereka  Berbaktilah selagi bisa  Kita tak pernah tahu tentang ajal  Dan jika kalian tahu, 'kehilangan' mereka adalah sesuatu yang sangat berat  Yang butuh proses untuk menata hati dalam menghadapi kenyataan  Wamaa tadrii nafsun maa dza taksibu ghadan wamaa tadrii nafsun bi ayyi ardhin tamuut  Semoga bermanfaat Baca Juga : Kisah Perjalananan Seseorang dari Nasrani sampai menjadi Salafy Sumber Majalah Qudwah Edisi 74 Vol. 07 1441 H Baca juga kisah inspiratif lainnya disini
5 tahun yang lalu
baca 14 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah ma'had yang diserang bangsa jin

 .“MEREKA” ITU ADA – Dinukil dari Majalah Qudwah Edisi 20 Volume 02 Tahun 2014 dalam rubrik “Kisahku” halaman 86 dengan sedikit pengeditan tulisan dan ejaan tanpa merubah makna- Kisah ini adalah tentang pondok pesantren Kami. Kisah yang sangat berkesan dan sulit dilupakan bagi yang mengalaminya. Kami adalah pengurus sebuah pondok pesantren. Awal perintisan pondok pesantren Kami kurang lebih 12 tahun yang lalu. Ketika itu, jangankan sebuah bangunan milik sendiri, tanah untuk mendirikan bangunan saja Kami tidak punya. Namun, Kami mencoba merintis sebuah pondok pesantren, awalnya hanya pondok pesantren putri, sekedar untuk mencari amalan kebaikan di jalan Allah, menyibukkan diri dengan belajar dan mengajar karena Allah, serta berharap dapat menyebarkan dakwah salaf di daerah Kami. Suatu keinginan yang tidak muluk-muluk. Kami memilih sebuah desa di dekat tempat tinggal Kami dengan beberapa pertimbangan. Desa itu adalah desa dengan penduduk Nasrani terbanyak di kecamatan Kami. Padanya terdapat gereja terbesar se-kecamatan. Misionarisme nampak jelas terlihat. Mungkin itu adalah salah satu alasan yang menyebabkan masyarakat di daerah itu antusias terhadap rencana Kami membangun sebuah pondok pesantren di sana. Beberapa kelompok organisasi Islam di sana yang biasanya berseteru, tiba-tiba sepakat mendukung rencana Kami tersebut. Mungkin dirasakan pendirian salah satu lembaga pendidikan Islam dapat menambah semangat mereka dalam menghadapi kaum misionaris, wallahu a’lam. Antusias penduduknya yang begitu besar terhadap rencana Kami itulah yang membuat Kami memilih desa tersebut. Sementara desa yang lain mayoritasnya masih terkungkung dengan adat istiadat yang begitu kental. Alhamdulillah, Kami dimudahkan oleh Allah untuk menggalang dana. Walau jumlahnya tidak begitu besar, tapi cukup untuk merenovasi sebuah rumah yang diserahkan oleh salah seorang warga desa untuk Kami pergunakan. Sebuah rumah kuno yang sudah lama tidak ditempati, tapi cukup luas untuk dijadikan tempat tinggal sementara sebelum pondok pesantren Kami memiliki bangunan sendiri. Tahun-tahun pertama, alhamdulillah, dapat Kami hadapi sekalipun bukan tanpa rintangan. Tapi dengan izin Allah, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan sebagaimana yang Kami harapkan. Kami memulainya hanya dengan beberapa orang anak saja. Ketika masuk tahun ke-3, para santriwati hampir mencapai jumlah 60 orang. Di tahun ke-4, Allah berkenan untuk menguji Kami dengan suatu peristiwa, yaitu masa-masa di mana diganggunya Kami dengan serangan jin. Sebetulnya kejadian ini bukan yang pertama kali. Telah ada sebelumnya kejadian serupa beberapa kali, namun biasanya kejadiannya hanya sebentar dan hanya mengenai 1-2 orang tertentu saja. Tapi kejadian di waktu itu adalah kejadian yang terbesar dan paling berkesan yang pernah Kami alami. Padanya terdapat banyak pelajaran yang dapat Kami ambil, insya Allah. Kejadian itu bermula ketika salah seorang santriwati yang berusia kurang lebih 10 tahun seringkali menyendiri dan bermain sendirian di lahan jemuran belakang pondok. Para pengurus pondok pun melaporkan kejadian tersebut kepada ustadz/ustadzah pengurus. Maka untuk mengantisipasi kejadian tersebut diberlakukanlah jam sore, yaitu sebelum jam 5 sore anak-anak sudah tidak ada yang keluar rumah. Ketika aturan tersebut diberlakukan, maka anak tersebut pun berontak. Dia katakan bahwa dia harus ke tempat yang biasanya ia datangi karena seseorang telah menunggunya. Tapi tidak ada seorang anakpun yang pernah melihatnya bersama dengan orang lain. Ketika itu anak tersebut Kami tahan di dalam rumah. Lalu dia berkata bahwa ada yang memanggil-manggilnya dari luar rumah sehingga dia terus berusaha untuk bisa keluar rumah. Akhirnya Kami terpaksa meruqyahnya denga ayat-ayat Al Qur’an dan anak tersebut semakin menunjukkan tanda-tanda kerasukan jin. Ketika diruqyah, sang anak tersebut mulai meracau, dan terkadang di dalam racauannya tersebut jin yang merasukinya mengatakan bahwa aktifitas belajar mengajar yang Kami lakukan telah mengganggu tempat tinggal dan ketentraman mereka. Untuk itulah mereka mengancam akan membalas perbuatan Kami. Awalnya Kami tidak terlalu menanggapi serius ancaman tersebut. Kami mengira bahwa kejadian itu hanyalah sebagaimana gangguan jin biasa yang terjadi pada sebagian orang. Akan tetapi ternyata yang terjadi ketika itu adalah sebaliknya. Ancaman tersebut mereka buktikan. Beberapa hari berselang, banyak santriwati yang terkena serangan jin. Bukan hanya 2 atau 3 orang, tapi menyerang sekitar 12-13 orang. Setiap terjadinya serangan tersebut, yang terganggu secara bersamaan bisa mencapai 7 orang. Tingkat gangguan yang mereka alami berbeda-beda. Ada yang hanya merasa diganggu dari luar berupa disakiti beberapa bagian tubuhnya, akan tetapi masih dapat menguasai kesadaran dirinya. Dan ada pula yang sampai kehilangan kesadaran diri. Tidak jarang pula serangan tersebut terjadi di malam hari. Dari kejadian tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat Kami ambil, bahwasanya dunia jin itu adalah benar adanya sesuai dengan apa yang terdapat dalam Al Qur’an. Mereka berada di sekitar kita. Mereka dapat melihat kita dalam keadaan kita tidak bisa melihat mereka. Hanya saja, Allah bukakan sebagian tabir alam ghoib tersebut kepada sebagian manusia dan Allah tutupkan hal tersebut bagi sebagian yang lainnya yang Allah kehendaki. Karenanya, sebagian anak-anak ada yang bisa melihat para jin beraktifitas, dan sebagian anak lainnya sama sekali tidak bisa melihatnya. Oleh karena itulah, Kami tekankan kepada anak-anak agar tidak terpengaruh oleh tipu daya syaithon dari bangsa jin yang terkadang berusaha mengajak anak-anak berkomunikasi. Sebab, kabar dari bangsa jin tidak bisa serta merta kita percayai dikarenakan memang sulit bagi kita untuk mencari bukti dari setiap ucapan mereka. Kabar dari mereka hanya bisa kita percayai jika kita mendapatkan bukti nyata dari apa yang mereka beritakan. Ketika itu, banyak keguncangan terjadi pada anak-anak didik Kami dan begitu pula kepada para orang tua mereka. Mereka yang sebagian besarnya baru mengenal dakwah ahlussnnah seakan-akan telah dibuat menjadi ragu : “Bukankah kita ini menuntut ilmu agama yang benar? Lantas mengapa justru kita diuji dengan perkara seperti ini?” Allahul Musta’an, hanya Allah saja lah tempat Kami memohon pertolongan. Kami lalu mencoba untuk menjelaskan kepada mereka para orang tua bahwasanya Allah Ta’ala teah mengkabarkan di dalam Al Qur’an bahwa setiap nabi dan pewaris para nabi pasti akan dijadikan padanya musuh-musuh berupa syaithon dari bangsa jin dan manusia sebagai salah satu bentuk ujian. Allah Ta’ala berfirman : وَكَذَٲلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّ۬ا شَيَـٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ يُوحِى بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٍ۬ زُخۡرُفَ ٱلۡقَوۡلِ غُرُورً۬ا‌ۚ وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ‌ۖ فَذَرۡهُمۡ وَمَا يَفۡتَرُونَ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithon-syaithon [dari jenis] manusia dan [dari jenis] jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu [manusia]. Jika Robb mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. [Surat ke-6 Al An’am ayat 112] Dan bukankah iblis la’natullahi ‘alaih sebagai cikal bakal bangsa jin itu sendiri telah bersumpah akan menyesatkan manusia semuanya? Akan tetapi dia sendiri mengakui bahwasanya dia tidak memiliki daya dan upaya untuk menyesatkan dan memudhorotkan hamba-hamba Allah yang ikhlash dan bertauhid dengan benar kepada-Nya. Hal ini sebagaiman firman Allah : قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغۡوَيۡتَنِى لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَأُغۡوِيَنَّہُمۡ أَجۡمَعِينَ  إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡہُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ Iblis berkata: “Wahai Robb ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat maka pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik [perbuatan maksiat] di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, (39) kecuali hamba-hamba Mu yang ikhlash di antara mereka”. (40) [surat ke-15 Al Hijr ayat 39-40] Selain berintropeksi dan memohon pertolongan Allah, Kami pun berusaha memeriksa keadaan rumah yang ditempati para santriwati karena tidaklah menutup kemungkinan rumah kuno yang Kami ttempati tersebut telah diberi penjagaan mistis (jimat) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang di desa Kami. Tapi saat itu Kami tidak menemukan sesuatu apapun. Ustadz Kami pun memiliki prasangka yang kuat bahwa kemungkinan jimat tersebut ditanam di bawah pondasi rumah, dan tentu saja Kami berbuat apapun jika keadaannya demikian. Maka Kami mencoba menghadapi cobaan tersebut dengan meruqyah anak-anak yang terkena gangguan jin. Masing-masing anak mempraktekkan ruqyah tersebut karena Kami sangat membutuhkan tenaga mereka secara bergantian untuk mengobati teman-temannya dengan ruqyah. Sekalipun demikian, Kami tetap mencoba agar proses belajar mengajar bisa terus berjalan semampu Kami. Karena Kami pun tidak ingin apa yang dikehendaki oleh musuh Allah dari kalangan jin dan manusia berupa menghambat dakwah dapat tercapai. Lagipula, Kami merasa perlu untuk semakin mempertebal keyakinan dan pemahaman para santriwati terhadap agama Islam ini terutama dalam masalah tauhid, sehingga diharapkan semakin baik Kami mengamalkan tauhid tersebut maka Allah akan semakin menolong Kami dan memberikan kemudahan dan penjagaan dari gangguan syaithon. Tidak lupa pula Kami berusaha memberikan penjelasan yang mudah dipahami kepada para orang tua dan warga sekitar agar mereka tidak merasa takut terhadap kejadian ini, yang mana terkadang warga sekitar pun ikut mendengar aktifitas ruqyah yang Kami lakukan. Walhamdulillah, mereka bisa memahami hal ini. Bahkan sebagian warga pun ada yang memberitahukan bahwasanya rumah yang Kami tempati dahulunya pernah dipergunakan untuk aktifitas perdukunan, sehingga sebagian warga justru ada yang bersimpati dengan keadaan Kami dan turut memberikan bantuan berupa makanan atau minuman untuk Kami yang sering kelelahan ketika meruqyah. Dan masya Allah, berkat pertolongan Allah pula kemudian usaha santriwati dan bantuan sebagian ikhwah sekitar setelah waktu kurang lebih 2 pekan, gangguan tersebut hilang. Dan mayoritas anak yang awalnya terganggu oleh jin kemudian sembuh, meskipun pula sebagian anak-anak tersebut ada yang bisa menyaksikan sebagian kehidupan bangsa jin di sekitarnya. Di antara anak-anak ada yang menyaksikan bahwa ada sekelompok jin yang ikut ta’lim bersama Kami di pondok. Yang dari bangsa jin wanita nya ada yang duduk-duduk berdampingan dengan para santriwati, dan yang dari bangsa jin laki-laki nya ada yang duduk-duduk di atas palang pintu ikut mendengarkan ta’lim. Akan tetapi bangsa jin tersebut tidak memperdulikan anak-anak yang bisa menyaksikan aktifitas mereka tersebut. Kalaulah benar apa yang disaksikan oleh sebagian anak-anak tersebut -dan Allah yang paling mengetahui- maka apa yang anak-anak saksikan tersebut semakin menambah keyakinan Kami terhadap apa yang telah Allah Ta’ala firmankan dalam surat Al Jinn tentang kehidupan bangsa jin yang mendapatkan hidayah ketika mendengarkan bacaan Al Qur’an. Maka tentunya Kami bersyukur kepada Allah dengan hal tersebut. Kami meyakini bahwasanya Allah Ta’ala akan meninggikan agama-Nya baik itu di kalangan manusia maupun di kalangan bangsa jin. Kami pun tetap bersyukur bahwa sekalipun pada saat serangan bangsa jin yang terakhir tetap ada ancaman serangan berikutnya, akan tetapi Kami tidak memperdulikannya dan tetap bertawakkal kepada Allah Ta’ala. Bagi Kami, hilangnya serangan jin tersebut adalah sebuah nikmat besar yang harus disyukuri. Kalaupun kelak Allah dengan hikmah-Nya berkehendak akan menguji Kami dengan hal serupa, maka Kami meyakini bahwa itulah yang terbaik bagi Kami dan insya Allah Kami dapat menghadapinya dengan pertolongan Allah Ta’ala. Qodarullah, dengan kehendak Allah, memang itulah yang terjadi. Selang kurang lebih 1 bulan berikutnya, peristiwa serangan bangsa jin terjadi lagi. Kali ini anak-anak santriwati yang terkena serangan sekitar 8 orang dan terkadang terjadi secara bersamaan. Jika pada serangan sebelumnya anak-anak yang terkena gangguan jin tersebut mengaku diganggu oleh jin berwujud manusia dengan berbagai bentuk menyeramkan, maka kali ini mereka mengaku diganggu oleh sekelompok jin yang mayoritasnya berwujud binatang. Akan tetapi walau bagaimanapun Kami tetap bersyukur kepada Allah dikarenakan pada saat kejadian tersebut ternyata ada anak-anak yang sebelumnya terkenan gangguan, tapi pada serangankali ini mereka justru dapat turut membantu meruqyah temannya yang terkena gangguan jin. Dan anehnya, kali ini serangan bangsa jin tersebut seakan-akan mengenal karakteristik Kami. Jika Kami para ustadz/ustadzah pengurus pondok sedang datang ke pondok, maka serangan jin itu berhenti. Akan tetapi jika Kami pulang ke rumah kediaman Kami yang berjarak kurang lebih 15 menit berkendaraan bermotor, maka mereka kembali menganggu. Kami memang diharuskan untuk pulang ke rumah kediaman Kami dikarenakan masih mempunyai tanggungan orang tua yang tinggal bersama Kami dan ketika itu mereka belum berkenan untuk Kami ajak pindah mendekati pondok. Dengan kondisi ini, maka Kami terpaksa pulang pergi untuk mengurusi pondok dan orang tua Kami. Akhirnya Kami kembali meruqyah anak-anak yang terkena gangguan jin, sambil terus berdo’a kepada Allah memohon pertolongan atas musibah yang kembali terjadi ini. Terus menerus ujian ini datang selama 2 pekan, dan mayoritasnya terjadi di saat Kami tidak ada di pondok. Apabila Kami datang ke pondok -dengan izin Allah- gangguan jin tersebut berhenti. Akan tetapi baru saja baru saja Kami menginjakkan kaki ke rumah kediaman, telepon berdering dan memberitahukan bahwa terjadi gangguan jin lagi. Allahul Musta’an. Akhirnya Kami berkesimpulan bahwasanya ada isyarat yang hendak Allah tunjukkan kepada Kami dan juga santriwati bahwa ujian ini seakan khusus bagi mereka. Karena terkadang Kami menjumpai bahwa sebagian anak yang terganggu tersebut masih ada yang memanggil-manggil nama Kami atau nama-nama temannya yang dia harapkan dapat menyembuhkannya. Kami lalu memberikan pemahaman kepada anak-anak yang terkena gangguan jin tersebut bahwasanya satu-satunya pertolongan adalah dari Allah Ta’ala saja. Adapun bantuan yang Kami berikan hanyalah sebatas perantara yang Allah jadikan sebagai turunnya pertolongan. Sehingga janganlah tertipu dengan tipu daya syaithon yang ingin memalingkan manusia dari memohon pertolongan kepada Allah semata menjadi memohon pertolongan kepada selain Allah dalam perkara yang hanya Allah saja yang mampu menolongnya. Untuk memberikan semangat kepada mereka, salah satu pengurus pondok melantunkan talbiyah sebagai bentuk penyerahan diri dan kepasrahan kepada Allah Ta’ala. Sungguh alunan talbiyah itu begitu menggugah hati dan keimanan Kami. Ketika itu Kami pasrah dan menyerahkan sepenuhnya perkara ini kepada Allah Ta’ala karena hanya Allah saja lah yang menguasai segala urusan. Kami pun tetap memuji dan bersyukur kepada-Nya dengan apapun keadaan Kami, dan tiada sekutu bagi-Nya dalam segala bentuk peribadatan. لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَ النِّعْمَةَ لَكَ وَ الْمُلْكَ ، لَا شَرِيْكَ لَكَ Kami datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Kami datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Kami datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian dan kenikmatan adalah milik-Mu semata. Tiada sekutu bagi-Mu. Maka ketika Kami pulang dari pondok dan telepon kembali berdering mengabarkan gangguan yang terjadi lagi, Kami memutuskan untuk tidak kembali ke pondok. Kami ingin agar anak-anak menghadapi perkara tersebut dengan memohon pertolongan dari Allah Ta’ala saja, tanpa tergantung kepada Kami atau siapapun. Sementara itu, bimbingan tetap Kami berikan melalui telepon seraya terus memohon pertolongan Allah. Alhamdulillah, mereka para santriwati mengerti maksud Kami tersebut. Maka mereka pun berusaha membantu memberikan pertolongan kepada teman-temannya yang terganggu dengan bimbingan Kami melalui telepon. Lantunan ayat-ayat Al Qur’an terus diperdengarkan untuk meruqyah teman mereka yang terganggu, sambil terus memohon pertolongan Allah Ta’ala. Setelah beberapa waktu berselang, tiba-tiba dikabarkan bahwa anak-anak yang terganggu serentak terdiam padahal sebelumnya mereka menjerit kesakitan. Bahkan yang cukup mengherankan, salah seorang anak yang terganggu tersebut ada yang melantunkan talbiyah sebagaimana yang pernah dilantunkan oleh salah seorang pengurus pondok, padahal anak tersebut belum pernah mendengar ucapan talbiyah tersebut. Di antara mereka ada pula yang terdiam sambil menangis, kemudian mengangguk-angguk seakan-akan sedang mendengarkan suatu perkataan seseorang lalu membenarkannya. Pengurus pondok (musyrifah) meminta bimbingan Kami apa yang harus dilakukan terhadap anak-anak tersebut. Kami lalu meminta mereka untuk tetap meneruskan ruqyahnya sambil terus memohon pertolongan Allah Ta’ala. Setelah beberapa waktu kemudian satu per satu anak-anak yang terganggu pun mulai tersadarkan. Allahu Akbar. Sekitar 7-8 anak yang terganggu itu pun kemudian menceritakan perkara yang satu sama lainnya tidak jauh berbeda. Mereka bercerita bahwa ketika mereka sedang terganggu, Allah mentaqdirkan mereka untuk bisa melihat sebagian alam bangsa jin yang ada di sekitar mereka. Penglihatan mereka tentang perkara tersebut tidak sama persis satu sama lainnya sesuai kadar sakit yang dideritanya, akan tetapi satu sama lainnya saling melengkapi. Anak-anak itu menceritakan bahwa terlihat sekelompok pasukan datang membantu mereka untuk melawan sekelompok jin yang mayoritasnya berwujud binatang tersebut. Kedua pasukan itu bertempur dengan dahsyatnya. Pasukan yang membantu itu berpenampilan sebagaimana manusia dengan pakaian layaknya laki-laki yang berpenampilan syar’i, lalu di antara mereka ada yang bertempur sambil bertalbiyah sebagaimana yang pernah dilantunkan oleh salah satu pengurus pondok. Itulah sebabnya anak yang sedang terganggu, alam bawah sadarnya sanggup menirukan apa yang dia lihat, akan tetapi ketika sudah sadar ternyata ia tidak mampu mengulanginya. Di antara pasukan yang membantu tersebut ada yang terluka atau terbunuh lalu ditarik mundur ke belakang pasukan oleh temannya, sementara yang lainnya terus bertempur hingga kemenangan dapat mereka peroleh dengan izin Allah Ta’ala. Setelah itu salah seorang pemimpin pasukan yang membantu tersebut mengajak bicara anak-anak yang terganggu tadi dan menyampaikan nasihat untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan As Sunnah, memperbaiki tauhid, memperhatikan syari’at-syari’at Allah, dan tidak lupa pula menitipkan salam kepada Kami. Allahu Akbar. Kami pun tidak merasa perlu untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi, sekalipun sulit rasanya bagi 7 orang anak-anak untuk berdusta tanpa berdiskusi dulu satu sama lain di waktu yang bersamaan. Akan tetapi Kami serahkan ta’wil perkara tersebut kepada Allah Ta’ala. Bagi Kami, pertolongan Allah kepada mereka hingga akhirnya sadar dan tidak pernah lagi terulang peristiwa tersebut sudah merupakan nikmat besar yang sangat Kami syukuri. Terlebih lagi, Kami bisa melihat perkembangan anak-anak yang pernah diganggu tersebut ternyata pemahaman mereka tentang perkara tauhid semakin mantap setelah terjadinya peristiwa tersebut dengan izin Allah. Walhamdulillah. Setelah anak-anak angkatan ke-2 tersebut lulus, Kami pun mendapati bahwa nilai mereka rata-rata sangat memuaskan. Bahkan hal ini tidak Kami dapati pada angkatan-angkatan selanjutnya. Kami pun mendapati kenyataan bahwasanya banyak dari anak-anak tersebut yang kemudian di masa dewasanya diberi amanah oleh Allah Ta’ala untuk menjadi istri dari para da’i atau ustadz di berbagai daerah guna membantu suami-suami mereka dalam medan dakwah. Adapun pondok Kami, setelah kejadian tersebut mendapatkan sebidang tanah waqof yang cukup luas untuk dapat Kami dirikan pondok pesantren beserta kelengkapannya. Dan dalam waktu yang relatif singkat (kurang lebih 3 tahun) Kami sudah bisa menempati tanah tersebut beserta perlengkapannya dan seiring berjalannya waktu semakin berkembang, alhamdulillah. Apa yang Kami alami berupa peristiwa tersebut semakin membuat Kami yakin bahwasanya tidaklah Allah Ta’ala menguji kecuali sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Dan ujian dari Allah adalah sarana untuk memberikan pelajaran dan mempersiapkan diri-diri kita untuk mengemban amanah yang lebih besar di waktu mendatang. Dan yang lebih menakjubkan lagi, 6 tahun setelah peristiwa tersebut ternyata ada salah seorang ikhwan yang berniat membeli rumah yang dahulu Kami tempati itu. Pemiliknya memang menjualnya dengan harga cukup murah dikarenakan setelah Kami tinggalkan ternyata tidak ada yang berani memakai rumah itu apalagi membelinya. Maka ustadz Kami pun memberikan saran kepada ikhwan tersebut agar sebelum mendirikan bangunan baru, hendaknya ia menggali ke dalam pondasi rumah sekitar kedalaman 1 meter untuk mencari kemungkinan adanya rajah atau jimat yang ditanam di sana sebagaimana kebiasaan warga di desa tersebut dan juga berdasarkan dugaan kuat ustadz Kami tersebut. Maka saran ini pun dilakukan. Allahu Akbar, ternyata setelah digali ditemukanlah 3 buah rajah di beberapa sudut pondasi rumah berupa botol tertutup dan di dalamnya terdapat lembaran-lembaran kertas berisi tulisan aksara Jawa kuno. Dan yang lebih mengherankan adalah ditemukannya seekor ular besar melingkar di tengah-tengah pondasi rumah. Anehnya, ular tersebut berdiam diri tanpa berusaha membuat jalan keluar.Besar ular tersebut sekitar seukuran paha laki-laki dewasa dengan panjang sekitar 5 meter. Ular itu memiliki tanduk kecil di kepalanya. Warga desa pun turut menyaksikannya. Maka warga pun memanggil pawang ular untuk mengambil ular tersebut. Ketika diambil, ular tersebut tidak berontak sama sekali. Akan tetapi, beberapa waktu kemudian terdengar kabar dari si pawang bahwa ular tersebut menghilang dari rumahnya tanpa diketahui penyebabnya. Allahu A’lam. Semua peristiwa yang terjadi tersebut padanya terdapat hikmah yang sangat besar bagi kita semua, bahwasanya segala yang didapat oleh seseorang adalah murni berkat karunia dari Allah Ta’ala. Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan-Nya. Dakwah itu milik Allah, maka Dia pula yang akan menjaganya. Allah akan memberikan hasil yang baik jika kita melakukan hal yang baik pula. Maka hal tersebut memperingatkan kepada Kami untuk senantiasa memperbaiki niat, memperbaiki tauhid, dan memperbaiki segala langkah yang ditempuh dalam medan dakwah ini. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kemudahan dan pertolongan-Nya kepada Kami, terkhusus para pengampu dakwah di mana pun mereka berada. Aamiin. Allahu A’lam. Baca juga : KISAH KETUA LDK MENEMUKAN MANHAJ SALAF Sumber : https://pentasatriya.wordpress.com/2014/09/30/mereka-itu-ada/
5 tahun yang lalu
baca 18 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah : ya allah, rahmatilah beliau

Ya Allah, Rahmatilah Beliau kisah nyata seorang anak yatim Saat itu aku berusia 9 tahun. Aku tinggal bersama ayah, ibu, dan seorang adik yang usianya baru menginjak 2 tahun. Kami hidup bahagia di sebuah rumah sederhana. Ayah dan ibu menyayangi dan mengasihi kami. Hidup terasa indah di dalam sebuah rumah tangga yang penuh kedamaian dan kerukunan. Namun, dengan takdir-Nya keindahan itu tampak tak lestari kurasakan. Suatu hari, awal dari segala kesedihan itupun menghampiri keluarga kami. Saat itu Ayah mengeluh sakit di bagian betis kaki sebelah kanan. Sampai sekarang aku tak tahu penyakit apa yang menimpa beliau ketika itu. Aku hanya bisa berdoa demi kesembuhannya. Yang aku banggakan pada diri beliau adalah kesabarannya dalam menerima musibah tersebut. Selama sakitnya yang pertama selama kurang 8 hari itu, beliau tetap melaksanakan salat lima waktu di masjid. Sekarang aku baru tahu, semestinya waktu itu ada keringanan bagi seorang yang sakit seperti ayah untuk tidak menghadiri salat berjamaah di masjid. Tapi begitulah, karena kesabarannya dalam menerima musibah, menjadikan beliau lebih memilih salat di masjid dengan menahan sakit. Wallahu a'lam. Alhamdulillah, setelah 8 hari berlalu, beliau tampak lebih sehat. Ayah pun tampak gembira mengabarkan kepada kami betapa rasa sakit pada kakinya telah sirna. Betapa akupun merasakan kegembiraan itu. Benakku yang masih sederhana waktu itu merasa lapang cukup dengan hanya melihat keadaan ayah dan ibuku sehat wal afiat. Melihat mereka tersenyum, bercengkrama, berbincang-bincang santai sungguh nyaman perasaan ini. Namun sekali lagi, tampaknya saat itu aku memang sedang mendapatkan giliran untuk merasakan ujian dari-Nya seiring dengan ujian yang menimpa ayahku. Baru saja kemarin merasakan perkembangan yang membaik, pada hari ke-9 sejak sakitnya, menjelang subuh hari itu, Ayah merasakan sakit kembali. Kali ini beliau mengeluhkan rasa sakit di dada sebelah kiri. Pagi itu sedang turun hujan, sehingga kami melaksanakan salat berjamaah di rumah. Setelah salat usai, Ayah beranjak ke kamar untuk istirahat dikarenakan rasa sakit yang sangat. Aku, adik, dan ibu merasa sedih dan cemas. Melihat tubuh Ayah mulai menggigil, ibu dengan tergopoh-gopoh segera mengenakan pada beliau jaket, kaos dan imamah. Aku dan adik hanya bisa berdoa. Kami merasa semakin bersedih dan khawatir. . Tidak berapa lama, Ayah tampak tertidur. Kira-kira waktu menunjukkan pukul 07.00, akupun berkemas-kemas untuk berangkat sekolah. (Kejadian selanjutnya dikisahkan kepadaku oleh ibu, karena aku berada di sekolah). Ibu bertutur, ketika waktu menunjukkan pukul 08.00, beliau membangunkan ayah sambil menyampaikan, "Bi, bengkelnya mau di buka apa nggak? Udah jam 08.00." Iya, jam 08.00 adalah waktu bukanya bengkel Ayah.  Waktu itu bengkel Ayah sedang jaya-jayanya, sampai-sampai karyawan beliau waktu itu berjumlah belasan orang. Bahkan sebagian dari mereka menginap di rumahku karena jauhnya tempat tinggal mereka. "Iya, buka aja. Itu suruh aja anak bengkel membukanya. Ini badan saya juga udah enakan. Sebentar lagi insya Allah nyusul. Mau salat dulu," demikianlah jawab ayah. Mendengar Ayah sudah merasa lebih sehat, ibu sangat bersyukur dan senang.  Masih ibuku yang berkisah, beberapa saat kemudian, Ayah bangkit dari pembaringannya menuju kamar mandi. Tidak disangka, sudah setengah jam berada di dalam kamar mandi, Ayah belum keluar. Maka di ketuklah pintu kamar mandi oleh nenek yang kebetulan juga ingin masuk kamar mandi. Akan tetapi tidak ada jawaban. Yang terdengar hanya suara air yang mengalir deras dari keran dan suara nafas terengah-engah. Di tengah kepanikannya, nenek pun segera memanggil ibu dan beberapa karyawan bengkel. Maka mereka pun segera berusaha mengetahui apa yang terjadi. Ternyata mereka melihat di lubang jendela, Ayah tergeletak di bawah kran yang mengalir deras. Salah seorang karyawan Ayahku bersegera masuk ke kamar mandi melalui jendela sehingga berhasil membawa keluar ayah dan membawanya ke puskesmas terdekat.  Sesampainya di puskesmas, dokter dan para perawat segera bertindak cepat untuk melakukan pertolongan pertama dengan berusaha mencoba memasang infus dan oksigen. Namun, qadarullah wa masyaafa'ala, takdir seluruhnya di tangan Allah, manusia hanya bisa berusaha dan berdoa. Ketika hendak dipasang di tubuh Ayah, alat-alat tersebut tidak bisa masuk. Melihat ini, dokter pun segera merujuk ayah untuk ditangani rumah sakit di kota terdekat. Jarak Rumah Sakit kota terdekat dari puskesmas sekitar satu jam perjalanan dengan menggunakan mobil.  Mobil ambulans milik puskesmas segera keluar dari garasi, kemudian Ayah segera dimasukkan ke dalamnya dan mobil pun melaju kencang. Ddi dalam mobil, kondisi ayah semakin memburuk. Masih setengah perjalanan, nafas ayah tampak tersengal-sengal. Beberapa pengiring yang ikut menyertai ayah dalam mobil ambulans pun segera menalqinnya. Begitulah, takdir-Nya ternyata menetapkan nyawa Ayah harus dicabut di dalam mobil itu. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, malaikat maut menjemput nyawa Ayahku.  Akhirnya mobil ambulans pun segera putar balik menuju ke rumah. Pukul 10.00 wib mobil ambulans tiba di rumah. Mengetahui Ayah meninggal, Ibu seketika itu jatuh pingsan. Sedangkan, aku waktu itu masih di sekolah. Di hari berkabung itu, aku tidak merasakan ada sesuatu yang aneh. Ketika aku berangkat sekolah hari itu, yang kuketahui Ayah sedang tidur di kamar. Sehingga hari itu aku masuk sekolah seperti biasa.  Akan tetapi kembali secercah harapan yang muncul kandas oleh kesedihan yang lebih mendalam. Di tengah pelajaran masuklah salah satu guruku ke kelas untuk memanggilku. Beliau mengatakan bahwa seseorang telah menunggu di luar. Setelah aku keluar, ternyata yang menungguku adalah salah seorang karyawan Ayah.  Aku pun segera bertanya kepadanya untuk apa ia menemuiku. Ia pun kemudian menjawab dengan gugup dalam raut wajah kesedihan, "Sabar ya, tadi sekitar pukul setengah sepuluh, ayahmu meninggal." Seketika itu air mataku pun menetes. Tak bisa kusampaikan gambaran perasaanku saat itu. Antara kaget, sedih, galau, cemas, entah tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Seolah tak percaya. Segera saja aku bergegas pulang ke rumah sampai tak sempat berpamitan dengan teman-teman dan guru-guruku. Sesampainya di rumah, aku melihat bendera putih telah menancap di depan rumahku. Melihat itu, hatiku semakin bersedih, dan tak terasa air mataku pun mengucur dengan deras, tak kuasa aku menahan kesedihan.  Memasuki rumah, di sebuah ruangan aku melihat beberapa orang berkerumun. Ternyata di situ jenazah Ayah sedang dimandikan. Tiba-tiba dari belakang ada yang memelukku, oh, ternyata bibiku. Segera aku dituntun menuju kamar. Aku melihat ibu tengah pingsan di atas ranjangnya. Aku pun segera menghampirinya. Disana telah berkumpul kerabat-kerabatku dari ayah dan ibu, juga adikku.  Adikku ketika itu masih kecil, belum memahami apa yang terjadi sebenarnya. Akan tetapi ia terus menangis, mungkin karena melihat diriku dan ibu menangis setelah siuman. Alhamdulillah waktu itu aku sudah mulai sedikit mengerti tentang makna kesabaran. Ya, aku hanya bisa bersabar. Aku yakin Allah akan menggantikan untukku sesuatu yang lebih baik.Aku yakin bahwa Allah tidak menyia-nyiakan anak yatim seperti diriku. Ya, kusadari, mulai saat itu aku dan adikku telah menjadi yatim. Selamat jalan Ayah! Semoga Allah mempertemukan kita kembali di jannah-Nya.  Waktu terus berjalan, setelah masa iddah selesai, Ibu memutuskan untuk menikah lagi. Semua itu beliau lakukan karena melihatku dan adik yang masih kanak-kanak yang tentu masih banyak membutuhkan bimbingan seorang ayah. Dan juga beliau menginginkan seorang suami yang bisa meneruskan usaha bengkel Ayah. Di masa-masa berikutnya kami harus melanjutkan kehidupan yang itu semua tentu membutuhkan finansial. Alhamdulillah, tidak berapa lama aku pun memiliki seorang ayah baru yang dengan sebab itu aku pun kembali merasakan kasih sayang seorang ayah. Sebulan setelah pernikahan ibu dan dengan ayah baruku,  aku ditawari untuk mondok di sebuah pondok pesantren. Akan tetapi karena nenek menginginkan aku tamat SD terlebih dahulu baru kemudian mondok, aku pun urung mondok saat itu. Ayah dan ibu pun akhirnya setuju. Hari-hariku berikutnya pun berjalan seperti sediakala. Sampai akhirnya tiba saatnya aku lulus dari SD. Sehingga aku ingin merealisasikan keinginan kedua orang tuaku agar aku mondok. Sejurus kemudian aku jadi teringat, dulu mendiang ayah pun sangat berharap agar aku menjadi thalabul ilmi di pondok pondok ahlussunnah.  Dengan tekad yang kuat dan keinginan yang sangat aku pun mendaftar di sebuah pondok pesantren tahfidzul qur'an. Alhamdulillah aku pun diterima. Maka sejak itu aku memulai kehidupan baru di pondok pesantren. Sejak saat itu aku merasakan kehidupan yang berbeda. Jika sebelumnya keseharianku banyak di tolong Ibu, kini harus kukerjakan sendiri. Mencuci pakaian, merapikan tempat tidur dan kegiatan lain yang sebelumnya ketika di rumah ibu yang mengerjakannya. Kulalui kehidupanku di pondok tahfidz ini selama kurang lebih 4 tahun. Di akhir tahun keempat, di akhir tahun ajaran, seiring dengan bertambahnya usiaku, tampaknya cita-citaku pun berkembang. Aku mulai menginginkan untuk mempelajari ilmu-ilmu syariat yang lainnya, tidak sekedar menghafal Al-Qur'an yang selama ini kukerjakan. Aku mengerti, bukan berarti apa yang aku lakukan selama ini kurang mulia, bahkan aku sangat yakin menghafal kitabullah salah satu amalan yang termulia. Namun begitulah, pada saat itu mulai tumbuh keinginanku untuk menuntut ilmu syariat yang lain. Maka kemudian aku utarakan kepada orang tuaku tentang keinginanku itu. Aku ingin pindah pondok yang lebih memadai untuk mewujudkan keinginanku itu. Alhamdulillah merekapun setuju. Setelah aku meminta izin kepada pengurus pondok, alhamdulillah Allah memudahkan urusanku, sehingga aku diizinkan pindah pondok. Singkat cerita, aku pun pindah pondok. Aku sangat bersyukur dapat melanjutkan menuntut ilmu di pondokku yang baru ini. Aku sangat senang dengan suasana pondok baruku ini. Berada di tengah sawah, sejuk dengan angin pegunungan. Jauh dari kota, terletak ditengah-tengah lembah yang dikelilingi gunung-gunung yang tinggi menjulang. Yang terdekat adalah gunung Sumbing dan Sindoro. Duh, indah nian pondokku yang kedua ini, seindah ilmu syariat yang diajarkannya.  Tahun demi tahun aku lalui masa belajar di pondok pesantren di lembah Sindoro Sumbing dengan penuh semangat. Di sini aku ditempa dengan berbagai ilmu alat (bahasa arab, ilmu usul fiqih, ilmu hadis, dan lain-lain) dan juga ilmu akidah, fikih, manhaj, dan tak lupa tentang akhlak dan adab.  Menggali ilmu salafush shalih sungguh sangat indah. Duhai jika aku bisa mengamalkan ilmu itu semuanya, tentu aku akan menjadi manusia yang mulia. Mulai dari jenjang yang paling awal aku belajar ilmu ad din dibimbing para ustadz yang bermanhaj lurus. Sedikit demi sedikit ilmuku bertambah seiring dengan semakin banyaknya ilmu yang ku pelajari. Di pondokku yang indah ini, selain ilmu syariat, aku juga mempelajari banyak hal lainnya. Aku diajak berorganisasi untuk saling bekerjasama agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung lancar. Ya, kami santri di pondok ini tidak melulu mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas, namun juga dituntut peduli dengan kondisi di sekitar, terutama yang harus dihadapi dalam keseharian.  Menyiapkan logistik untuk teman-teman, menjaga kebersihan pondok, menyediakan kebutuhan air untuk minum, mandi, dan cuci, ronda malam, menegur teman yang melanggar, dan banyak kegiatan lainnya. Kami, para santri dibagi dalam tugas-tugas tertentu, yang diatur dalam sebuah organisasi santri. Di sela-sela waktu belajar, aku pun sering melakukan kegiatan sampingan untuk menambah uang saku dan biaya membeli kitab-kitab. Ya, disebabkan ekonomi keluarga yang pas-pasan, aku pun berusaha mencari sendiri tambahan uang saku dari berjualan memelihara lele, dan lain-lain pernah kulakukan.  Bahkan karena kondisi keuangan yang boleh dibilang kurang, aku pun mendapat keringanan biaya dari pondok. Tentu aku sangat bersyukur dengan ini semua. Hikmah dari ini semua, aku menjadi merasa lebih dewasa dan terus tak terasa menambah juga keterampilanku. Karena berbagai kegiatan pembangunan dan perawatan gedung pondok pun aku kini sedikit-sedikit mengerti masalah bangunan, listrik, dan mengelas. Alhamdulillah wa bini'matihi tatimus shalihat.  Menjelang akhir tahun ke-5 di pondokku yang indah ini, entah mengapa tiba-tiba aku ingat mendiang ayahku. Entah mengapa serasa ada rasa rinduku padanya. Meskipun kini aku telah memiliki ayah sambung, namun tak bisa dimungkiri kerinduan pada ayah kandung serasa meruyak ke dalam dada. Oleh karena itu kutulis kisahku ini, untuk sekedar mengurangi dari rasa rinduku. Jika kusebut jati diriku mungkin saja di antara pembaca ada yang mengenal mendiang ayahku, terutama yang mungkin dulu pernah bergaul dengannya. Ya Allah, rahmatilah ia! Wahai saudara-saudaraku seiman, para penuntut ilmu dan selainnya, bersyukurlah kalian semua yang masih memiliki ayah dan ibu kandung yang menyayangi kalian. Aku hanya ingin berpesan kepada kalian semua, dan tentu ini terkena pada diriku juga, berbaktilah kalian kepada kedua orangtua.  Jangan terluputkan untuk senantiasa mendoakan mereka di setiap waktu, dan terlebih di waktu-waktu mustajabah (terkabulnya doa). Balaslah kebaikan mereka selama ini, yang meskipun kecil niscaya kita tidak akan mampu membalas yang setimpal dengannya. Namun, minimalnya kita bisa menjalankan perintah Allah untuk berbakti kepada keduanya. Dan mintalah kepada Allah agar kita bisa berkumpul dengan mereka kembali di jannah-Nya yang luas dan penuh nikmat. Masa akan berlalu, kita semua akan menuju kepada-Nya. Setelah kurang lebih 5 tahun menuntut ilmu di pondok pesantren yang kedua ini, karena sesuatu hal aku memutuskan untuk pulang. Di kampungku aku di minta membantu mengajari anak-anak membaca al Quran. InsyaAllah akan kutempuh perjalanan hidupku selanjutnya. Semoga Allah selalu memberiku hidayah hingga akhir hayat. Atas tulisan ini kurang lebihnya aku mohon maaf, semoga bermanfaat. Selamat tinggal pondokku tercinta, aku ingin melanjutkan perjalanan. Namamu insyaAllah selalu ada dalam hatiku. Sumber: Majalah Qudwah Edisi 51 vol 05 2017M/1438H hal.65
5 tahun yang lalu
baca 12 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah : terimakasih telah mengembalikan ibuku

"Terimakasih Telah Mengembalikan Ibuku" Dulu, aku tak mengerti kasih sayang ibuku. Kasih sayang itu aku rasakan di setiap nada bicara Ibu sebagai bentuk kecerewetan. Tapi itulah ibuku. Kini aku tahu, ibu selalu mengajarkan kami kemandirian dan segera adalah melakukan segala sesuatu. Kesannya, Ibu terkadang terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu hal. Hal ini mungkin karena Ibu ingin cepat segera menyelesaikannya. Ibu... Dialah wanita perkasa dalam hidupku. Segala hal, berusaha beliau lakukan sendiri untuk keluarga ini. Apapun beliau lakukan demi melihat aku, kakak, dan adikku tersenyum. Dari kecil sampai dewasa, kasih sayang ibu selalu mengiringi langkah hidupku. Ibu orangnya kuat. Sakit-sakit yang pernah dideritanya selama ini seperti demam, atau yang lainnya, tak pernah Ibu rasakan sebagai suatu penyakit berat yang dapat menghambat pekerjaan beliau sebagai ibu rumah tangga sekaligus guru. Aku teringat pada peristiwa besar yang mengguncang langkah hidupku tahun 2011 lalu. Ini mungkin ujian untuk kami, untuk keluargaku. Karena sejatinya Allah tak pernah meninggalkan hamba-hamba-Nya dalam keadaan kesulitan. Berawal dari pernikahan kakakku di bulan maret 2010. Di tengah acara pernikahan kakakku, muka ibu pucat dan tubuhnya lemas. Berkali-kali bapak tanyakan tentang keadaan ibu. Tapi ibu selalu menjawab, "Nggak apa-apa Pak, mungkin kecapekan." Mendengar jawaban dari Ibu, bapak agak sedikit tenang meskipun mungkin dalam hatinya ada rasa khawatir tentang keadaan ibu. Kebahagiaan datang kepada keluarga kami lagi, dengan diberikan bayi mungil yang lahir dari rahim kakakku pada tanggal 25 November 2010. Senang, karena nanti aku akan di panggil 'Ammah'. Panggilan bahasa Arab yang artinya "Tante". Mungkin ini yang Allah maukan dari kita. Di sela-sela kebahagiaan yang di berikan-Nya, Allah memberikan ujian di tengah-tengah kelurgaku. Di antara hikmahnya, Allah mengingatkan hamba-Nya agar tidak lupa dengan nikmat-nikmat yang di rasakannya. Tepat tanggal 23 November 2010, ibu merasakan sakit yang luar biasa. Tapi ibu menahan rasa sakit itu, demi kakakku yang pada saat itu mengalamai proses melahirkan. Barulah menginjak bulan Desember 2010, bapak memaksa ibu untuk periksa di rumah sakit Surabaya. Hasilnya mengejutkan. Ibu mengidap tumor ganas. Kanker ibu sudah mencapai stadium 4, kata dokter. Bak tersambar petir, hatiku langsung panas mendengar berita itu. Air mata juga langsung mengucur deras di pipiku ketika kakakku menceritakan hal ini melalui telepon. Selang beberapa waktu, dokter mengatakan pertumbuhan kanker ibu yang semakin merajalela di dalam tubuh ibu, yang membuat ibu harus mejalankan sekian terapi yang dia anjurkan oleh dokter. Kanker itu berada di dekat payudara ibuku. Ukurannya kira-kira sebesar telur ayam. Benjolan itu keras. Ngeri. Aku sampai tidak tega saat memegang benjolan itu. Aku hanya ingin ibu sembuh dari penyakit itu. Penyakit yang mengerikan yang selalu membuat orang takut mendengarnya. Penyakit yang telah mengakibatkan sekian banyak orang meninggal dunia. Membuat aku tak berdaya dengan semua itu. Kuat! Kuat! Aku harus bisa kuat! Aku harus bisa menguatkan Ibuku. Aku harus ada disisi ibu. Ibu butuh dukungan kami semua. Kami akan selalu menemani Ibu. Berkali-kali aku panjatkan doa sambil menangis, "Ya Allah, jangan panggil Ibuku sekarang, aku masih butuh Ibu. Aku butuh Ibu sebagai penguat langkah hidupku. Aku butuh Ibu, karena aku ingin belajar memasak, menjahit, dan lainnya. Jangan ambil Ibuku Ya Allah. Aku belum sempat membalas kebaikan yang telah dilakukannya." Hampir setiap langkah aku selalu mengurai air mata saat tahu ibu yang selama ini sering aku bantah perintahnya terkena penyakit kanker. Ibu yang panggilannya sering aku abaikan saat dia membutuhkan, kini rapuh tidak berdaya di kasur. Ibu yang selalu berkata dengan nada yang tinggi untuk membangunkan aku pada pagi hari, kini tak terdengar lagi suaranya. Sepi tanpa Ibu, aku rasakan penuh kehampaan di rumah selama tahun 2011. Bapak yang menggantikan pekerjaan ibu, selama ibu menjalankan paket terapi dari dokter itu. Paket terapi dari dokter tersebut berisi 6 kali kemoterapi dan 1 kali operasi. Kemoterapi? Aku tidak tahu istilah asing dalam kedokteran itu. Apa yang akan dilakukan dokter untuk mematikan kanker yang ada di dalam tubuh ibu? Apa? Ternyata, kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker. Terapi ini diperlukan untuk memperlambat perluasan sel kanker. Sel kanker adalah sel hidup. Sel ini dapat meluas ke bagian tubuh lainnya. Karena itu, sel kanker ini harus segera dibunuh. Sebelum menjalani enam kali kemoterapi, ibu harus menjalani scan di semua bagian-bagian yang ada dalam tubuh Ibuku. jantung, hati, dan paru-paru. Awal pemeriksaan, hasilnya tidak baik. Dokter mengatakan bahwa kemungkinan Ibuku bertahan hidup hanya 4 bulan, kemungkinan hidup tinggal 40%. Banyak kerusakan yang terjadi dalam organ-organ vital Ibu. Hati ibu sudah ditumbuhi sel kanker. Jantung Ibu sudah berwarna kuning. Ibu harus segera melakukan perawatan secepatnya. Kemoterapi-kemoterapi yang dijalani Ibuku selama tahun 2011, membuat aku merasa kasihan dengan keadaan fisiknya. Kepala yang sudah mulai menggundul, alis mata yang rontok, dan tubuh yang kurus membuat tak sampai hati aku melihat itu semua. Tapi itu semua memang merupakan efek samping dari kemoterapi. Kemoterapi tidak hanya membunuh sel-sel kanker yang jahat saja, namun beberapa sel baik yang cepat membelah juga ikut terbunuh. Karena itu, orang yang menjalani kemoterapi akan mengalami kerontokan rambut, sariawan, serta muntah-muntah. Meski demikian, kemoterapi merupakan cara yang paling efektif -sementara ini- digunakan untuk menyembuhkan kanker. Di sela-sela kemoterapi, bapak juga selalu membantu proses pemulihan ibu dengan membuat jus sehat (jambu, wortel, apel, tomat), rebusan daun sirsak, susu, dan makanan yang harus dimakan Ibu setiap harinya. Kuat! Kuat! Itu yang aku katakan dalam hatiku. Selalu aku panjatkan doa kepada Allah untuk meminta kesembuhan ibuku yang berujung dengan tangisan deras yang mengguyur pipiku. Ya Allah, sembuhkan sakit ibuku. Aku tidak peduli dengan kata-kata dokter itu. Aku hanya percaya dengan ketentuan Allah saja. Karena manusia hanya bisa berikhtiar semaksimal mungkin, tetapi Allah yang menentukan segalanya. Sampai pada kemoterapi yang ke-6. Alhamdulillah, organ-organ vital ibu semakin membaik secara perlahan. Kondisi jantung, hati, dan paru-paru ibu membaik sejalannya waktu. Setelah menjalani kemoterapi, Ibu menjalani operasi pengangkatan kanker. Operasi yang dilakukan selama 10 jam, membuat aku merasa takut kehilangan Ibu. Alhamdulillah, ketika pintu kamar operasi itu dibuka, aku, adik dan bapak langsung lari mendekat kearah ibu. "Ibu..." teriakku kencang bersamaan dengan kasur ibu yang dibawa keluar dari kamar oleh beberapa perawat. Terima kasih Ya Rabb.. Terima kasih. Wajah tenang dan senyuman dari ibu membuat aku banyak bersyukur kepada Allah atas apa yang Allah berikan dibalik ujian-Nya. Sungguh terasa indah. Dari hari ke hari berikutnya Ibu semakin membaik hingga hari ini. Rambut ibu sudah mulai tumbuh dan tubuhnya sudah tidak kurus lagi. Mungkin Allah mengingatkanku karena aku sering membantah perintah ibu. Mungkin Allah mengingatkan agar aku senantiasa mengingat nikmat Allah dalam setiap hari-hariku. Dan kini, Allah berikan kepadaku kesempatan lagi agar aku bisa berbuat baik kepada Ibuku. Karena itu pembaca, jagalah orang tua kalian sebelum nikmat itu pergi dari kalian. Sungguh, kita akan merasa sangat menyesal saat nikmat itu telah hilang. Jangan tunggu penyesalan. Mulailah berbakti kepada orang tua. Terima kasih ya Rabb, terima kasih karena Engkau telah mengembalikan kesehatan Ibuku. Terima kasih telah mengembalikan ibu untuk kami, aku, adik dan kakakku. Sumber: Majalah Qudwah edisi 19 | vol 02 | tahun 2014 | hal. 103
6 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

catatan selepas dauroh di ma'had al manshuroh kendari

Catatan Selepas Dauroh di Ma'had Al Manshuroh Kendari Pagi Senin, 29 April 2019 (bertepatan 23 Sya'ban 1440 H) di Al Manshuroh Pagi . yang indah hari ini, Alhamdulillah, suasana penuh canda dengan minuman hangat dan gorengan yang rasanya Masya Allah masih tersaji di angkringan. Aromah kopi hitam ndak bisa dipungkiri menggoda  para peminum kopi dan sarabbah yang begitu kental dan rasanya sangat memanjakan lidah...betapa besar nikmat ini.. subhanallah Hati juga rasanya senang sebab dauroh sudah selesai, sejak Jumat sampai subuh pagi ini sudah terlaksana, Al ustadz Abu Hamzah Yusuf telah memberikan faedah ilmu yang begitu besar yang tentunya semua dengan izin Allah, dauroh yang tiga hari rasanya sangat cepat. Sejak Kamis pagi begitu sibuknya kegiatan di Al Manshuroh, bahu membahu antara Ikhwan  tidak mengenal lelah, bahkan jauh sebelum hari Kamis itupun semua sibuk, semua bekerja tanpa pamrih insya Allah. Siang dan bahkan malam pun masih sibuk bekerja, hujan yang sekali kali turun membasahi bumi yang meninggalkan air menjadi genangan dan bauh tanah yang tersiram air. Sama sekali tidak mengahalangi dan tidak ada keluhan yang menganggu. Semua semangat karena Allah insya Allah, menyiapkan segalanya untuk kegiatan dauroh ini agar semua peserta nyaman dengan kondisi yang terbatas. Semoga Allah mencatat sebagai pahala yang besar dan menggantinya dengan surga. Aamiin Masjid yang sederhana, tidak ada gambaran  kemewahan yang nampak di bangunannya, semua itu tidak mengecilkan hati untuk salafy kendari, bukan itu yang dibanggakan, namun ucapan ucapan indah di majelis ilmu dari Alquran dan Sunnah mengalir begitu kuat menyejukkan hati dan juga petuah petuah para ulama Sunnah memberikan kekuatan sendiri di dada. Rasanya hati ini terbang, melihat kesejukan ahlussunah duduk bersimpuh dalam keadaan terbatas. Para ahli Sunnah datang dari dataran negeri tenggara ini dan ada yang jauh dari pulau, semua dengan satu tujuan untuk hadir di majlis ilmu. Menembus jalan yang jauh, melewati laut dan guyuran hujan diperjalanan bukan menjadi halangan untuk hadir di masjid yang sederhana Al manshuroh, mereka sebagian datang bersama istri dan anak anak mereka dan tanpa keluhan insya Allah. Namun pagi ini, rasa sedih juga menganggu hati ini, hadir dan tidak mau pergi. Saudara saudara kami satu persatu kami melihat punggung punggung mereka pulang ke negeri mereka masing masing, rasanya terlalu cepat bahagia ini hilang. Kumpul bersama ahlussunah adalah sebuah kenikmatan. Pelukan dan jabatan yang erat hanya sebagai pertanda perpisahan, namun hati ini selalu mencintai mereka karena Allah insyaallah, merekalah saudara saudara sejati, saudara seaqidah dan semanhaj, saudara karena Allah. Dan semoga suatu hari nanti kami diberikan lagi waktu untuk berkumpul di masjid yang sederhana ini untuk kembali duduk bermajlis ilmu. Aamiin Sumber : Telegram Salafy Kendari Al Manshuroh t.me/salafy_kendari
6 tahun yang lalu
baca 3 menit