Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah : terimakasih telah mengembalikan ibuku

6 tahun yang lalu
baca 8 menit

"Terimakasih Telah Mengembalikan Ibuku"

Dulu, aku tak mengerti kasih sayang ibuku. Kasih sayang itu aku rasakan di setiap nada bicara Ibu sebagai bentuk kecerewetan. Tapi itulah ibuku. Kini aku tahu, ibu selalu mengajarkan kami kemandirian dan segera adalah melakukan segala sesuatu. Kesannya, Ibu terkadang terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu hal. Hal ini mungkin karena Ibu ingin cepat segera menyelesaikannya.

Ibu...
Dialah wanita perkasa dalam hidupku. Segala hal, berusaha beliau lakukan sendiri untuk keluarga ini. Apapun beliau lakukan demi melihat aku, kakak, dan adikku tersenyum. Dari kecil sampai dewasa, kasih sayang ibu selalu mengiringi langkah hidupku.

Ibu orangnya kuat. Sakit-sakit yang pernah dideritanya selama ini seperti demam, atau yang lainnya, tak pernah Ibu rasakan sebagai suatu penyakit berat yang dapat menghambat pekerjaan beliau sebagai ibu rumah tangga sekaligus guru.

Aku teringat pada peristiwa besar yang mengguncang langkah hidupku tahun 2011 lalu. Ini mungkin ujian untuk kami, untuk keluargaku. Karena sejatinya Allah tak pernah meninggalkan hamba-hamba-Nya dalam keadaan kesulitan.

Berawal dari pernikahan kakakku di bulan maret 2010. Di tengah acara pernikahan kakakku, muka ibu pucat dan tubuhnya lemas. Berkali-kali bapak tanyakan tentang keadaan ibu. Tapi ibu selalu menjawab, "Nggak apa-apa Pak, mungkin kecapekan."

Mendengar jawaban dari Ibu, bapak agak sedikit tenang meskipun mungkin dalam hatinya ada rasa khawatir tentang keadaan ibu. Kebahagiaan datang kepada keluarga kami lagi, dengan diberikan bayi mungil yang lahir dari rahim kakakku pada tanggal 25 November 2010. Senang, karena nanti aku akan di panggil 'Ammah'. Panggilan bahasa Arab yang artinya "Tante".

Mungkin ini yang Allah maukan dari kita. Di sela-sela kebahagiaan yang di berikan-Nya, Allah memberikan ujian di tengah-tengah kelurgaku. Di antara hikmahnya, Allah mengingatkan hamba-Nya agar tidak lupa dengan nikmat-nikmat yang di rasakannya.

Tepat tanggal 23 November 2010, ibu merasakan sakit yang luar biasa. Tapi ibu menahan rasa sakit itu, demi kakakku yang pada saat itu mengalamai proses melahirkan. Barulah menginjak bulan Desember 2010, bapak memaksa ibu untuk periksa di rumah sakit Surabaya.

Hasilnya mengejutkan. Ibu mengidap tumor ganas. Kanker ibu sudah mencapai stadium 4, kata dokter. Bak tersambar petir, hatiku langsung panas mendengar berita itu. Air mata juga langsung mengucur deras di pipiku ketika kakakku menceritakan hal ini melalui telepon.

Selang beberapa waktu, dokter mengatakan pertumbuhan kanker ibu yang semakin merajalela di dalam tubuh ibu, yang membuat ibu harus mejalankan sekian terapi yang dia anjurkan oleh dokter.
Kanker itu berada di dekat payudara ibuku. Ukurannya kira-kira sebesar telur ayam.

Benjolan itu keras. Ngeri. Aku sampai tidak tega saat memegang benjolan itu. Aku hanya ingin ibu sembuh dari penyakit itu. Penyakit yang mengerikan yang selalu membuat orang takut mendengarnya. Penyakit yang telah mengakibatkan sekian banyak orang meninggal dunia. Membuat aku tak berdaya dengan semua itu.

Kuat! Kuat! Aku harus bisa kuat! Aku harus bisa menguatkan Ibuku. Aku harus ada disisi ibu. Ibu butuh dukungan kami semua. Kami akan selalu menemani Ibu. Berkali-kali aku panjatkan doa sambil menangis, "Ya Allah, jangan panggil Ibuku sekarang, aku masih butuh Ibu. Aku butuh Ibu sebagai penguat langkah hidupku. Aku butuh Ibu, karena aku ingin belajar memasak, menjahit, dan lainnya. Jangan ambil Ibuku Ya Allah. Aku belum sempat membalas kebaikan yang telah dilakukannya."

Hampir setiap langkah aku selalu mengurai air mata saat tahu ibu yang selama ini sering aku bantah perintahnya terkena penyakit kanker. Ibu yang panggilannya sering aku abaikan saat dia membutuhkan, kini rapuh tidak berdaya di kasur. Ibu yang selalu berkata dengan nada yang tinggi untuk membangunkan aku pada pagi hari, kini tak terdengar lagi suaranya.

Sepi tanpa Ibu, aku rasakan penuh kehampaan di rumah selama tahun 2011. Bapak yang menggantikan pekerjaan ibu, selama ibu menjalankan paket terapi dari dokter itu. Paket terapi dari dokter tersebut berisi 6 kali kemoterapi dan 1 kali operasi.

Kemoterapi? Aku tidak tahu istilah asing dalam kedokteran itu. Apa yang akan dilakukan dokter untuk mematikan kanker yang ada di dalam tubuh ibu? Apa? Ternyata, kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel kanker.

Terapi ini diperlukan untuk memperlambat perluasan sel kanker. Sel kanker adalah sel hidup. Sel ini dapat meluas ke bagian tubuh lainnya. Karena itu, sel kanker ini harus segera dibunuh. Sebelum menjalani enam kali kemoterapi, ibu harus menjalani scan di semua bagian-bagian yang ada dalam tubuh Ibuku; jantung, hati, dan paru-paru.

Awal pemeriksaan, hasilnya tidak baik. Dokter mengatakan bahwa kemungkinan Ibuku bertahan hidup hanya 4 bulan, kemungkinan hidup tinggal 40%. Banyak kerusakan yang terjadi dalam organ-organ vital Ibu. Hati ibu sudah ditumbuhi sel kanker. Jantung Ibu sudah berwarna kuning. Ibu harus segera melakukan perawatan secepatnya.

Kemoterapi-kemoterapi yang dijalani Ibuku selama tahun 2011, membuat aku merasa kasihan dengan keadaan fisiknya. Kepala yang sudah mulai menggundul, alis mata yang rontok, dan tubuh yang kurus membuat tak sampai hati aku melihat itu semua.

Tapi itu semua memang merupakan efek samping dari kemoterapi. Kemoterapi tidak hanya membunuh sel-sel kanker yang jahat saja, namun beberapa sel baik yang cepat membelah juga ikut terbunuh. Karena itu, orang yang menjalani kemoterapi akan mengalami kerontokan rambut, sariawan, serta muntah-muntah.

Meski demikian, kemoterapi merupakan cara yang paling efektif -sementara ini- digunakan untuk menyembuhkan kanker. Di sela-sela kemoterapi, bapak juga selalu membantu proses pemulihan ibu dengan membuat jus sehat (jambu, wortel, apel, tomat), rebusan daun sirsak, susu, dan makanan yang harus dimakan Ibu setiap harinya.

Kuat! Kuat! Itu yang aku katakan dalam hatiku. Selalu aku panjatkan doa kepada Allah untuk meminta kesembuhan ibuku yang berujung dengan tangisan deras yang mengguyur pipiku. Ya Allah, sembuhkan sakit ibuku. Aku tidak peduli dengan kata-kata dokter itu. Aku hanya percaya dengan ketentuan Allah saja. Karena manusia hanya bisa berikhtiar semaksimal mungkin, tetapi Allah yang menentukan segalanya.

Sampai pada kemoterapi yang ke-6. Alhamdulillah, organ-organ vital ibu semakin membaik secara perlahan. Kondisi jantung, hati, dan paru-paru ibu membaik sejalannya waktu. Setelah menjalani kemoterapi, Ibu menjalani operasi pengangkatan kanker. Operasi yang dilakukan selama 10 jam, membuat aku merasa takut kehilangan Ibu.

Alhamdulillah, ketika pintu kamar operasi itu dibuka, aku, adik dan bapak langsung lari mendekat kearah ibu. "Ibu..." teriakku kencang bersamaan dengan kasur ibu yang dibawa keluar dari kamar oleh beberapa perawat. Terima kasih Ya Rabb.. Terima kasih.

Wajah tenang dan senyuman dari ibu membuat aku banyak bersyukur kepada Allah atas apa yang Allah berikan dibalik ujian-Nya. Sungguh terasa indah. Dari hari ke hari berikutnya Ibu semakin membaik hingga hari ini. Rambut ibu sudah mulai tumbuh dan tubuhnya sudah tidak kurus lagi.
Mungkin Allah mengingatkanku karena aku sering membantah perintah ibu. Mungkin Allah mengingatkan agar aku senantiasa mengingat nikmat Allah dalam setiap hari-hariku. Dan kini, Allah berikan kepadaku kesempatan lagi agar aku bisa berbuat baik kepada Ibuku.

Karena itu pembaca, jagalah orang tua kalian sebelum nikmat itu pergi dari kalian. Sungguh, kita akan merasa sangat menyesal saat nikmat itu telah hilang. Jangan tunggu penyesalan. Mulailah berbakti kepada orang tua.

Terima kasih ya Rabb, terima kasih karena Engkau telah mengembalikan kesehatan Ibuku. Terima kasih telah mengembalikan ibu untuk kami, aku, adik dan kakakku.

Sumber: Majalah Qudwah edisi 19 | vol 02 | tahun 2014 | hal. 103

Kisah : Terimakasih Telah Mengembalikan Ibuku