Cerita

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah pemuda yang terkena sihir

"Akhir Dari Penculikan, Awal Dari Keterasingan" Suatu kehendak Allah, memberikan hidayah kepada orang-orang yang dikehendaki dan menyesatkan orang-orang yang Ia kehendaki. Dialah Dzat yang Maha Suci lagi Sempurna. Dia berkuasa membolak-balikkan kalbu seorang insan dengan sangat mudah. Hidayah dan taufik hanya milik Allah semata. Aku seorang pemuda berasal dari kota metropolitan. Di sana tampak dan sangat jelas kesibukan duniawi untuk mencari harta dan kedudukan di sisi manusia. Para pemuda baik laki-laki maupun wanita memakai pakaian yang jelas melanggar syariat Islam. Handphone android selalu ada di saku mereka, bercampur-baur di sekolah, kantor, jalanan, bus, bahkan di masjid. Jakarta, ya itulah kampung halamanku hingga saat ini. Kota yang penuh dengan keramaian dan fitnah. Di sanalah aku dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang kusayangi. Usiaku menginjak 13 tahun saat aku harus kehilangan orang yang paling kusayangi yaitu Ibuku. Pukulan yang sangat luar biasa saat itu. Depresi hanya itu yang aku rasakan. Namun, roda kehidupan terus berjalan. Hingga ayahku memasukkanku ke sebuah SMP Negeri di Jakarta. Di situlah aku mulai mengenal dunia luar, khususnya dunia remaja yang buta akan agama. Kelas satu SMP aku jalani bersama teman-teman sebayaku saat itu, penuh dengan kegembiraan dan canda tawa. Tidak ada beban pikiran sedikitpun tentang kewajiban seorang muslim yang sudah baligh dan berakal yaitu kewajiban untuk melaksanakan salat lima waktu. Kami waktu itu mayoritas tak melaksanakan kewajiban itu. Menginjak kelas 2 SMP, aku semakin jauh dari ajaran agama. Tidak tahu mana yang halal dan mana yang haram. tidak tahu apa yang dilarang oleh Allah dan apa yang diperintahkan oleh Rabb semesta alam. Semakin jauh aku berjalan hingga aku berkenalan dengan seorang pemuda yang mengajakku untuk ikut menjadi penonton bayaran di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta. Tawaran itu aku sanggupi untuk mencari uang sendiri, walaupun ayahku masih mampu untuk membiayai kebutuhanku. Setiap pulang sekolah aku langsung ke lokasi syuting dengan masih menggunakan seragam sekolah, berlarut hingga kenaikan kelas tiga aku makin terhanyut dengan pekerjaan tersebut. Dan masuklah aku sebagai karyawan stasiun televisi swasta. Aku mendapat tugas untuk membawa pemuda-pemudi untuk menjadi figuran di setiap FTV & sinetron yang aku terlibat di dalamnya. Kehidupan yang penuh hura-hura dan bergaul dengan para artis yang saat itu akan aku menyangka mereka sangat luar biasa? Kehidupan seperti itu aku jalani hingga aku masuk kelas 2 SMA. Selama itu juga aku tidak pernah mempelajari agama kecuali hanya satu jam sekali dalam seminggu. Itu pun tampaknya tak berbekas di dalam jiwaku. Begitu hampa hatiku tanpa siraman ilmu agama. Hingga pada saat itu Allah menakdirkan sesuatu yang sangat pahit dalam kehidupanku, sebuah kejadian yang membuatku terhinakan dan merasa bersalah kepada keluargaku. Yaitu pada saat aku berkenalan dengan seorang laki-laki yang berasal dari Medan yang tinggal di Jakarta. Berawal dari sosmed (media sosial), dia menyapaku terlebih dahulu. Aku pun menyapanya dengan hangat, hingga 2 hari kemudian walau hanya lewat sosmed tiba-tiba dia meminta izin padaku untuk bisa main ke rumahku. Pada saat hari yang ditentukan dia pun datang, seharian dia di rumahku bercerita tentang kehidupan yang penuh dengan kesedihan dan cobaan. Aku mulai merasa kasihan dan iba terhadapnya sampai ketika malam tiba. Dia meminta agar bisa menginap di rumahku. Akupun mengizinkannya untuk tinggal di rumahku bersama ayah. Pada hari kedua entah apa yang terjadi padaku, seolah-olah akalku tertutup. Hati dan pikiran pun entah kemana perginya. Aku merasa tidak mau kehilangan laki-laki itu. Sebulan penuh dia tinggal di rumahku. Keluarga dan sahabat-sahabatku merasa aneh pada sikapku terhadap laki-laki itu. Pada saat itu pula aku menjadi malas sekolah, tidak bekerja, dan tidak bergaul lagi dengan sahabat- sahabatku. Bahkan aku malah diajak ke gereja bersamanya. Entah pada saat itu aku benar-benar tidak sadar dengan apa yang aku lakukan.  Sebulan penuh aku mengikuti kegiatan gereja. Keluarga dan sahabat-sahabatku pun mengetahuinya dan mengambil tindakan. Pada suatu hari ketika aku dan dia ingin ke gereja, ayahku memanggil semua keluargaku dan sebagian dari sahabatku yang sudah curiga terhadap kami.  Pada saat itulah keributan terjadi di rumahku. Laki-laki itu hanya diam sambil duduk bersila sedangkan aku membela dia sampai berani melawan ayah dan keluargaku, entah aku benar-benar tidak sadar atas semua itu?  Akhirnya mereka berhasil memisahkan kami. Paman dan semua sepupuku memegangi tangan dan badanku hingga laki-laki itu keluar dan diusir oleh pamanku. Dua hari kemudian pertepatan dengan pemilu walikota di Jakarta, dan aku menjadi salah satu petugasnya, siang hari pukul 12:30, Ketika aku keluar kompleks perumahan untuk mencari makan siang, tiba-tiba aku melihat laki-laki itu kembali hingga dia menghampiriku.  Seperti disihir? ya memang disihir! Sekejap mata, aku luluh lagi terhadapnya. Dia memintaku untuk ikut dengannya, aku pun mengikutinya. Sampailah aku di sebuah rumah yang kecil, sangat kumuh!  Ternyata itu rumahnya laki-laki itu. Tinggallah aku di situ dengannya tanpa membawa pakaian satupun. Semua keluarga dan sahabat-sahabatku tidak tahu keberadaanku. Sebulan tinggal bersamanya penuh kesengsaraan! Makan susah! Minum susah! Uang pun tidak ada!  Penculik? Itulah yang pantas disandarkan pada laki-laki itu! Yang membawaku jauh dari keluarga dan lupa akan segalanya, pada saat itu aku tidak sadar apa yang telah terjadi. Di sihir? Itulah yang tepat. Hingga laki-laki itu berhasil membawaku semakin jauh dari keluarga.  Ia membawaku ke kota Medan, kota yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu dan Kristen. Di situ, laki-laki itu menampakan jati dirinya. Dia membawaku ke sebuah rumah di belakang kilang padi dan ternyata itu rumah ibunya.  Ya satu kebohongan yang membuatku terdiam. Hingga esok harinya, aku diajak laki-laki itu ke gereja. Kemudian aku pun dibaptis. Jadilah aku seorang pemuda yang beragama Kristen Protestan. Yang jauh dari keluarga.  Setiap tiga hari dalam seminggu aku hanya menghabiskan waktuku untuk kegiatan di gereja. Untuk masalah pekerjaan, laki-laki itu menyuruhku mencari uang dengan cara meminta-minta dari masjid ke masjid yang lain dengan menggunakan sertifikat mualaf yang dia punya.  Sertifikatnya asli tapi penuh dengan kedustaan. Seiring berjalannya waktu semakin lama laki-laki itu semakin kasar dan sangat bengis. Sesekali kalau aku melakukan kesalahan walaupun hanya sedikit, tangan dan kakinya tidak segan-segan diarahkan ke mukaku atau kebagian tubuh yang lain. Tidak jarang pula keluar darah di beberapa bagian dari tubuhku seperti bibir dan hidung.  Penuh siksa dan derita bagaikan budak yang harus melayani hawa nafsu majikannya.  Hingga suatu ketika kami mendapatkan pekerjaan di rumah makan. Aku kira dengan itu dia bisa berubah. Eh, ternyata tidak sama sekali. Bahkan dia semakin kasar pada diriku. Tidak begitu lama bekerja, kami memutuskan untuk keluar, dan kembali beralih ke pekerjaan mengemis.  Setiap hari kami mendatangi 2 atau 3 masjid yang sudah kami bohongi. Tidak jarang uang 200 ribu dikantungi laki-laki itu. Sedangkan aku hanya menjadi budak yang harus mengikuti perintahnya. Seakan-akan kendali diriku ada di tangannya.  Sesak dan terasa sempit! Kehidupan yang gelap gulita, penuh dengan darah dan air mata. Pada saat itu aku sama sekali tidak mengingat keluargaku. Hanya saja pernah suatu kali aku mengingat ayah. Aku pun segera ingin pulang ke Jakarta dan menemui keluarga yang kurindukan. Tetapi itu hanyalah khayalan semata. Karena laki-laki itu menghalangiku, mencegahku dan menangis di hadapanku. Entah air mata apa itu?  Tetapi pada saat aku memaksa dan mendorong badan laki-laki itu, tak ayal aku pun dihajar dengan kedua tangannya bertubi-tubi. Rambutku dijambak sekeras mungkin sampai aku tergeletak lemas dan terjatuh ke lantai.  Hampir 1 tahun di Medan menjalankan kehidupan yang penuh sesak di dada. Tidak berselang lama laki-laki itu mengajakku kembali ke Jakarta. Entah apa yang dia rencanakan. Kembali ke Jakarta, kegiatan hari pertama adalah mencari pekerjaan dengan menggunakan ijazah yang laki-laki itu telah mengubahnya sedemikian rupa.  Hingga kami pun mendapatkan pekerjaan dan kehidupan mulai membaik. Kegiatan yang aku jalani selain bekerja adalah kegiatan ibadah gereja. Aku dilibatkan menjadi Quwayear yaitu menyanyikan lagu-lagu gereja pada saat ibadah.  Aku pun mempunyai 1 lagu single yang aku nyanyikan sendiri dan dimasukkan ke album artis gereja yang lain. Kehidupan seperti itu harus aku jalani di tengah-tengah sekelompok kaum yang menyembah dan beribadah kepada selain Allah, hidup penuh hingar-bingar kemewahan yang penuh kesombongan dan keangkuhan.  Hingga takdir datang, aku dan laki-laki itu dikeluarkan dari pekerjaan, juga dari gereja. Pengangguran? Ya kami menjadi pengangguran yang tidak tahu ingin kemana lagi mencari sesuap nasi dan membayar kontrakan yang sudah nunggak 2 bulan. Namun laki-laki tersebut mempunyai ide yang sangat picik.  Dia berkata, "Bagaimana kalau kita masuk Islam lagi di salah satu masjid?" Aku hanya diam dan berkata, "Di mana?" Laki-laki itu menjawabnya dengan pede, di sana dan di sana. Seperti yang aku katakan pada pertengahan cerita ini, aku seperti disihir. Ya memang disihir!  Aku diam saja dan mengikuti apa maunya tanpa ada pemberontakan sama sekali. Hari yang disepakati pun tiba. Sore pukul 17:00 aku dan laki-laki itu berangkat ke kota Bogor. Malam sudah tiba ketika kami melangkahkan kaki dan mendapatkan sebuah masjid yang lumayan besar.  Baca juga : Renungan, Sudahkah Kita Bersyukur? Setelah sampai dan mendatangi salah satu pengurus masjid itu, aku menjelaskan apa maksud kedatangan kami. Alhasil diterima maksud kami. Sehari kemudian akan syahadat pun dilaksanakan di masjid itu dihadiri para pengurus dan satu saksi.  Jadilah aku dan laki-laki itu seorang muslim, dibimbing dengan bimbingan yang sederhana, pada saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun 2015. Terjebak? Ya laki-laki itu terjebak, termasuk aku. Setelah itu, kami merasa terjebak di masjid itu.  Rencana yang semula ingin menggunakan sertifikat baru itu untuk meminta-minta dari masjid ke masjid hancur begitu saja. Allah berkehendak lain. Aku dan laki-laki itu tinggal di Bogor selama bulan puasa. Dengan kehendak Allah, ada salah satu pengurus masjid yang kemudian ingin memasukkan kami ke pondok. Dengan informasi dan perantara keponakan imam masjid yang sudah lama menjadi santri di sebuah pesantren, kami meminta izin kepada semua pengurus. Kami pun diizinkan.  Esok paginya kami berangkat dengan menggunakan bus. Kurang lebih 13 jam kami di perjalanan. Kemudian kami sampai di sebuah pondok ahlussunnah. Kehidupan baru nan agamis, setiap hari memakai sarung, koko, dan peci. Teman-teman baru kutemani, walau aku merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka. Sekuat tenaga aku mulai membiasakan diri dengan hidupku yang baru ini bersama laki-laki itu. Hingga pelajaran dimulai aku masih sibuk dengan apa yang ustadz ajarkan. Tidak ada kesedihan, air mata, dan tumpahnya darah. Laki-laki itupun sikapnya mulai membaik. Tidak ada kata-kata kasar keluar dari mulutnya.  Tidak terasa sudah 2 bulan aku dan laki-laki itu mengenal dakwah ahlussunnah yang penuh dengan kebenaran! Hingga ada suatu kejadian yang membuatku terlepas dari laki-laki itu dan sihir jahatnya. Tiga hari sebelum Idul Adha dengan tatapan dan raut wajah yang seakan akan membenciku, laki-laki itu memarahiku tanpa sebab.  Di belakang para santri yang lain, terjadilah pertengkaran yang sangat memalukan. Di saat itu sepertinya aku yang salah, sehingga ada salah seorang yang melihat dan memisahkan kami berdua.  Setelah kejadian itu, sungguh sangat luar biasa dan aku sangat bersyukur, karena sedikit demi sedikit aku mulai mengingat siapa diriku yang sebenarnya. Keesokan paginya aku langsung menceritakan apa yang sebenarnya aku alami dan siapa sebenarnya laki-laki itu.  Setelah aku menceritakan pada salah satu santri, beritanya sangat cepat menyebar pada para Ustadz. Bersamaan dengan itu, guna-guna laki-laki itupun sedikit demi sedikit mulai menghilang di dalam tubuhku.  Dan satu keputusan dari pihak pondok telah membuatku terlepas dari semua siksa yang laki-laki itu berikan selama 3 tahun ini. Akhirnya laki-laki itu dikeluarkan dari pondok meskipun ia merengek dan menangis. Ia memohon agar tetap dipertahankan di pondok ini atau aku ikut dikeluarkan juga bersamanya.  Namun keputusan sudah bulat untuk mengeluarkannya. Berikutnya kedustaannya pun mulai terkuak satu persatu. Namun ada yang aneh yang aku rasakan di dalam hatiku. Aku menangis tetapi tidak tahu mengapa menangis? Terkecamuk di dalam hatiku sesuatu yang kurasakan sangat tidak wajar. Teman-temanku di sakan (asrama) yang menenangkan dan mengajakku bermain agar pikiran pada si laki-laki itu hilang.  Sehari setelah laki-laki itu diusir, aku masih merasa ada yang aneh dalam diriku. Seakan ada sesuatu yang mengganjal, sampai pada saat teman-teman di sakan dan dua orang musyrif mengambil tindakan untuk meruqyah (membacakan Al Quran untuk menghilangkan gangguan jin) diriku. Hampir satu minggu di ruqyah, aku merasa ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam tubuhku.  Aku merasakan sakit yang sangat di bagian dada, dan panas yang bergelora di sekujur tubuhku. Hingga pada akhirnya Allah mengizinkan agar setan dan guna-guna yang laki-laki itu berikan untukku selama 3 tahun ini hilang lenyap tidak ada yang tersisa.  Alhamdulillah, segala puji bagi-Nya, sekarang aku sudah terbebas dari semua siksa yang aku jalani bersama laki-laki itu. Tidak terasa pula sudah 1 tahun 1 bulan aku di pesantren ini dan mengenal dakwah ahlussunnah yang penuh dengan kebenaran. Tinggal dan beraktivitas di lingkungan orang-orang yang memegang sunnah Rasulullah.  Sungguh Allah telah menolong dan menyelamatkan diriku dari azab yang pedih untuk kembali ke jalan yang Ia ridhai. Walaupun terasa sangat asing dimanapun aku berada, karena mengikuti sunnah Rasulullah tetapi inilah jalan yang terbaik yang Allah berikan padaku.  Hidayah yang sangat agung ini aku syukuri dan akan aku juga jaga sebaik-baiknya. Dengan izin Allah, aku akan berusaha istiqamah tetap berada di jalan yang benar lagi dibenarkan ini. Dengan mempelajari ilmu syar'i, keterangan, dan petunjuk yang diturunkan Allah kepada Rasulullah ini aku berharap bisa kokoh di atas jalan ini.  Cerita ini aku buat di sela-sela kesibukanku menjadi seorang thalabul ilmi (penuntut ilmu) di pondok ahlussunnah wal jamaah. Ya.. inilah jalan yang terbaik yang diberikan Allah padaku. Semoga dapat menjadi ibrah bagi para pembaca khususnya para syabab (pemuda) ahlussunnah wal jamaah untuk berhati-hati akan jahatnya social media dan pergaulan bebas di luar sana. wassallammualaikum Baca juga : Kisah Santri yang Wafat Tenggelam Sumber : Majalah Qudwah edisi 43/2016 hal.32 
6 tahun yang lalu
baca 14 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah : "tak kecewa dalam doa"

Tak Kecewa dalam Doa Pernah saya menyesal, kenapa saya tidak mengenal salafy sejak dulu. Sehingga saya bisa menggunakan waktu muda saya di pondok salafy. Ketika hidayah itu datang saya sudah berumur, baru lulus kuliah dari salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja. Alhamdulillah, Allah tunjukkan jalan kepada saya untuk menebus penyesalan dan mengejar ketertinggalan dalam belajar ilmu syar'i dengan diterimanya saya sebagai pengurus di sebuah mahad salafy. Tak lama kemudian, saya menikah dengan seseorang yang sangat saya harapkan ilmunya bisa membimbing dunia dan akhirat saya. Sekarang bapak dan ibu mau berangkat umroh. Namun tak disangka, inilah awal ujian yang begitu berat dalam keluarga ini. Ketika check up kesehatan di rumah sakit internasional di Jogja, bapak divonis batu ginjal, sehingga batunya harus dikeluarkan. Biidznillah, telah sembuh. Ketika mau pulang, diagnosa baru keluar vonis bahwa bapak saya divonis gagal ginjal, strok, hipertensi, dan epilepsi. Seakan saya tidak percaya dengan ini semua. Bapak yang secara fisik sehat, bisa makan, bisa jalan, bisa bicara dan bercanda, sekarang terkapar tak berdaya berdaya di ruangan ICU dalam kondisi tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan sekedar untuk membuka matanya, bapak tidaklah sanggup. Ketika saya melihatnya, tak terasa air mata ini jatuh dan badanku terasa lemas karena tidak tega melihat bapak dengan kondisi kaki dan tangannya diikat, kabel-kabel menempel di dada, infuse, oksigen, dan sebagainya. Yang bisa dilakukan bapak hanyalah meronta dengan tangan dan kakinya. Namun tidak bisa bicara dan membuka matanya. Kejadian ini berlangsung cukup lama, selama 16 hari. Biasanya saya menjenguk bapak sehari sekali. Namun saya kurangi menjadi seminggu 2 kali karena ada salah satu petugas fisioterapi kaget ketika tahu saya sedang hamil tua. Beliau mengkhawatirkan kalau saya sering masuk ke ICU menjadi Keracunan Kehamilan. 26 hari kami sekeluarga menunggu apa sebenarnya keputusan Allah terhadap bapak. Kami pun berdoa "Ya Allah, jika Engkau mau mengambilnya, jadikanlah kalimat terakhirnya adalah kalimat tauhid." Namun aku pun berharap, panjangkanlah umurnya agar aku bisa berdakwah kepadanya dan berilah beliau kesempatan untuk memperbaiki amalannya sesuai sunnah Rasul-Mu. Hari ke 27 ayahku sadar dan boleh keluar dari ruang ICU. Lalu kami pun membawa pulang secara paksa. Namun kesedihan juga masih kami rasakan karena bapak sekarang tidak bisa berjalan, berat badannya turun 16 kg. Tidak hanya itu, bapak juga sempat hilang ingatan, sehingga tidak mengenal keluarganya. Biaya bapak berobat sekitar 130 juta. Namun bukan kondisi yang lebih baik yang kami dapatkan. Tapi sakit yang bertambah parah. Tidak lama setelah kejadian itu, kepala saya terasa pusing sekali seperti di belah-belah, terutama ketika jam 12.00 malam. Selama sepekan saya menahan rasa sakit ini, akhirnya suami memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua dan lahirkan di sana. Dengan harapan, ibu bisa membantu saya dalam urusan rumah tangga, terutama merawat anak pertama saya yang baru berumur 16 bulan yang saat itu belum bisa berjalan. Dua hari di rumah orang tua, rasa pusing yang sangat masih tetap ada. Terutama ketika jam 12 malam. Entah apa sebabnya, saya selalu menahan rasa sakit ini seperti sakit biasa. Alhamdulillah, di rumah ada alat tensi sehingga saya bisa memanfaatkannya. Begitu kagetnya saya ketika di ukur tensi ternyata hasilnya 210/120. Pengukuran pun diulangi lagi dan hasilnya tetap sama. Saya berbaik sangka mungkin alat yang salah atau salah dalam pengukuran. Namun tidaklah ada yang salah, karena keesokan harinya saya periksa ke bidan terdekat, begitu kagetnya saya ketika tahu tensinya 210/120, dan beliau merujuk ke dokter. . Dokter pun tidak sanggup menangani dan akhirnya saya harus opname di rumah sakit selama 3 hari. Diagnosa dokter, bahwa saya "Keracunan Kehamilan". Akibatnya, janin yang saya kandung kecil. Selain itu, keselamatan ibu dan bayi sangat dikhawatirkan. Karena dikhawatirkan ibunya kejang dan tidak mampu mengejan sehingga harus Caesar. Penyesalan pun datang kenapa saya harus periksa medis, sehingga jadinya seperti ini, menambah beban pikiran saya semakin berat. Tiga hari di rumah sakit terasa begitu lama tanpa ditemani buah hati tercinta. Tiga hari pun sudah berlalu, kini saatnya saya pulang dan bertemu kembali dengan buah hati. Baru sehari di rumah, ternyata Allah memang berkehendak saya harus kembali ke rumah sakit, karena mengalami pendarahan. Saya pergi ke rumah sakit dengan menggunakan becak. Qaddarullah, dompet suami saya hilang. Lagi-lagi ini adalah ujian. Setelah diperiksa janin saya sudah tidak bisa dipertahankan, sehingga detik-detik persalinan pun harus saya hadapi, Alhamdulillah semua berjalan lancar dengan persalinan normal. Namun apa boleh dikata, untuk kali keduanya saya melahirkan bayi kecil. Sedih rasanya, namun ini semua sudah menjadi ketentuan-Nya. Dan sungguh Allah lebih tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Saya pun bertawakal. Saat ini saya harus menerima kenyataan bahwa aku harus merawat anakku ini sendiri. Karena saat ini ibuku sedang tidak di rumah, sedang mengantar kakek operasi kencing batu di Jogja, dan suami saya pun sedang bekerja diluar kota. Anakku, ketik 'ku melihatnya, air mata pun jatuh tak tertahan. Ketika mau menyentuhnya, tangan ini gemetaran, setelah sebelumnya bayiku ini masuk incubator selama 15 hari. Batin ku berkata, "mampukah saya ya Allah, merawat titipan-Mu ini? Tolonglah hamba ya Allah, sungguh aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu". Seminggu kemudian, tibalah kakek saya pulang dari operasi. Sehingga kami berkumpul kembali dalam satu rumah. Rumah yang imut bak rumah sakit kecil di sebuah pedesaan, tanpa dokter dan perawat, yang ada hanyalah orang-orang lemah. Satu kamar untuk bapak yang gagal ginjal, satu kamar lagi untuk kakek tua yang baru operasi yang tidak mampu berjalan, dan satu kamar lagi untuk bayi kecil bersama ibunya yang hipertensi dan anak sulungnya yang belum bisa berjalan juga. Ibu saya berusaha menjadi dokter yang selalu mengingatkan kami bertiga (saya, bapak, dan kakek) minum obat, minum susu, dan makan. Pilu rasanya hati ini melihat kenyataan di depan mata. Namun, saya yakin dibalik semua ini terdapat hikmah dari Yang maha Kuasa. Karena setiap kisah di dunia ini, baik sedih ataupun senang, di baliknya terdapat hikmah. Saya pun berharap kepada Allah, semoga kesabaran terlimpah kepada kami, dan kami dikumpulkan di jannah-Nya, saya berharap Al Firdaus-Nya. Amiin. Catatan Redaksi: Ujian adalah kepastian bagi mereka yang menyatakan beriman. Dengan ujian itu, Allah s Subhanahu wa ta'ala persiapkan hikmah agung yang tak terbilang dengan angka, tidak pula tersifati dengan kata-kata. Bahkan, hikmah adalah sifat-Nya yang maha sempurna, tidak cacat maupun cela. Hikmah yang luas tak terbatas. Peneguh keimanan, sebab hidayah, dihapuskan dosa, diangkat derajat, adalah sebagian kecil hikmah dari musibah. Sungguh benar sabda rasul shallallahu alaihi wasallam yang mulia (artinya), " Senantiasa bala (musibah) menimpa seorang mukmin dan mukminah, pada jasadnya, keluarganya, dan hartanya, sampai ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih dari kesalahan (dosa)." [ H.R Al-Bukhari , dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu Anhu, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrad ]. Maka, kita pun harus selalu memohon kekuatan dan kesabaran kepada-Nya. Apalagi, memang kita tidak boleh putus asa apa lagi kecewa dalam berdoa. Ya Allah, berikanlah kesabaran kepada kami semua termasuk shahibul qishah. Dan masukkanlah kami ke dalam firdaus-Mu yang tinggi. Amin ya Rabbal'alamin . Sumber : Majalah Qudwah Edisi 11 Hal 97 tahun 2013 M Kisah : "Tak Kecewa dalam Doa"
6 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

rihlah ke jakarta | dauroh nasional jic

BISMILLAH. Rihlah Ke Jakarta Kata seorang teman, biaya yang dikeluarkan untuk Daurah Nasional ke Jakarta lumayan tinggi. Ia menyoroti bekal perjalanan, terutama makan dan minum. Pengalaman tahun lalu membuatnya terkaget-kaget. Semangkuk mie ayam atau bakso sampai menyentuh angka 40 ribu. Masya Allah! Saya hanya mencoba mendengarkan detail perkiraannya. Setelah itu, saya mengajaknya berpikir lebih luas. Sesempit pikiran yang saya anggap luas. Membaca sejarah rihlah yang dilakukan Salaf, rasa-rasanya makan minum bukanlah faktor yang dijadikan alasan penghalang. Bahkan sebaliknya, ada cerita-cerita yang menakjubkan tentang mereka. Lapar dan haus adalah teman perjalanan mereka. Banyak dari mereka memilih berpuasa. Serba terbatas bahkan serba tidak ada. Namun, hal itu bukan jurang yang mampu memisahkan mereka dari rihlah thalabul Ilmi. Ada ulama yang sampai kencing darah. Ada pula yang jatuh pingsan karena lapar. Ada yang tak sempat mengolah dan memasak. Banyak dari mereka yang membawa roti kering sebagai bekal. Roti kering itu harus dicelupkan ke air supaya bisa dikonsumsi. Subhaanallah! Ingat, hal itu dilakukan bukan hanya berbulan. Bertahun-tahun mereka jalani. Allah memberkahi mereka juga memberkahi ilmu yang dimilikinya. Bagaimana dengan kita yang akan rihlah ke Jakarta? Bukankah hanya beberapa hari saja? Bukannya kita menyatakan diri sebagai pengikut Salaf? Nah, mengikuti Salaf juga diwujudkan dengan meneladani mereka dalam rihlah thalabul Ilmi. Dalam obrolan dengan sejumlah teman, biaya untuk bekal perjalanan ke Jakarta memang tinggi. Kita mesti berpikir, bagaimana caranya agar ekonomis dan hemat? Akhirnya, kita pun sepakat. Ayo dikoordinir untuk membuat ketupat. Lauk kering dimaksimalkan. Bisa abon, ikan asin, sambel pecel dan kerupuk keripik. Air minum tidak perlu dianggarkan untuk dibeli. Cukup bawa dari rumah sebanyak mungkin. Bukankah bagasi bis lebih dari cukup? Kompor gas ikut dipersiapkan untuk membuat minuman panas. Mie instan jangan dilupakan. Minuman sachet yang sehat perlu dibawa. Intinya biaya perjalanan dibuat irit. Sehingga tidak perlu bingung untuk singgah di warung makan atau restoran mana. Selain harga tinggi, kita sendiri tentu ingin lebih tenang dengan membawa bekal makanan dan minuman sendiri. Semoga menjadi rihlah yang diberkahi. Menjadi jalan memudahkan masuk surga. Menjadi keberkahan untuk keluarga yang ditinggalkan. Menjadi pembuka pintu-pintu rezeki. Menenangkan hati. Dan masih banyak manfaat rihlah yang dapat diharapkan. Bukan hanya manfaat akhirat, manfaat keduniaan pun bisa didapat. Selamat ber-rihlah, saudaraku! Semoga Allah meridhoi. Dan jangan lupa . ikhlaskan niatmu. Baarakallahu fiik * Abu Nasiim Mukhtar Iben Rifai Rihlah Ke Jakarta | Dauroh Nasional JIC
6 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisahku : "secercah suka, tertimpa duka"

SECERCAH SUKA TERTIMPA DUKA "Ada yang punya air minum gak ?" "abang punya" "mana bang?" " tuh ambil di tungku, banyaak, hehe" Itu kurang lebih percakapan akhirku dengannya sebelum ia menutup usianya di hari itu Namanya Fajri, pribadinya sederhana, baik hati, murah senyum, keceriaan selalu terpasang di wajahnya. Ia masih memiliki hubungan darah denganku, masih tergolong sepupu abi.Berarti tepatnya ia adalah pamanku, namun karena usia terpauttidak terlalu jauh sehingga aku akrab memanggilnya "abang". Saat hari ketiga setelah hari raya Idul Fitri1431 Hijriyyah, pondok pesantren kumengeluakan SK tidak ada libur hari raya bagi santri. Sedih? memang! . kecewa? jelas! Namun Alhamdulillah kami sedikit terhibur dengan aktivitas yang diprogram pihak pondok pesanten. Di antara kegiatan yang diadakan pihak pondok pesantren pada saat itu adalah pergi berkunjung ke rumah rumah teman dipusa kota dalam rangka mempererat ukhuwwah. Hari ke 3 saat itu santri syabbab ( remaja ) mendapat jadwal untuk pergi. Pihak pondok pesantren menyediakan sebuah mobil pick up untuk lebih bisa menampung santri syabab yang jumlahnya banyak. Saat itu aku barulah menginjak kelas tahfidz, sehingga tidak diperkenankan ikut. Blaa...blaa... singkat cerita, mereka pun mengagendakan nanti sepulang berkunjung kerumah teman, akan singgah melepas penat disebuah kolam renang....Berenang merupakan salah satu olahraga yang paling digemari santri saat itu. Waktu yg dipilih untuk berenang pada malam hari, untuk menghindari ikhtilath ( bercampur baur lakilaki perempuan yang bukan mahram?, katanya. Allah memang mengatur semuanya, manusia hanya menjalaninya. Sebuah peristiwa aneh beberapa saat sebelum melaju ke kolam renang. Saat itu lewat seorang tak diundang dan tak dikenal dihadapan santri syabab saat itu dan berkata:  " Nanti pulang jangan sedih ya !" Siapa sih orang ini? Kok ngomong seperti itu? Gak jelas blas ! Saat itu mereka tidak terlalu menanggapi ucapan lelaki antah berantah tersebut. Mobil pun akhirnya melaju ke kolam renang yang dimaksud. Tanpa disadari mereka mengantar salah seorang teman mereka menuju detik penentuannya ! Kami pun para santri tahfidz dari pondok pesantren menyusul ke kolam renang tersebut seusai sholat isya. Baju ganti, sabun mandi, dan tak lupa gayung pun kami sudah siapkan agar menambah keseruan di permandian nantinya. Tak sadar , kalau sesungguhannya kami sedang digiring oleh suratan takdir menuku sebuah ketetapan, melihat salah seorang teman kami nantinya dipanggil oleh Allah Rabb yang hanya kepada Nya  lah kita semua akan kembali. "jangan ada yang berenang dulu sampai ustadz datang"  kata ustadz kami mewanti wanti santri syabab saat itu. Ustadz saat itu tengah menemani kami dari pondok pesantren menuju kolam renang. Kami ditemani seorang musyrif dibelakang untuk mengawasi, sebut saja namanya Ami Utsman. Sesampai nya santri syabab disana merekapun berhamburan turun dari mobil dan langsung menceburkan diri ke kolam renang. Tak sabar, lupa akan pesan Ustadz. Salah seorang pengurus mereka yang sedang terhambat karena ada sebagian biaya administrasi yang luput pun belum sempat masuk, ia kembali keluar mencari uang yang kurang. Setelah ditemukan kemudian di bayarkan. "Keluar dari kolam renang kalian semua! Itu ada bayangan hitam dibawah kolam renang , seperti bayangan orang" Semuanya sontak kaget tak karuan "Sepertinya ada yang tenggelam, siapa yang tidak ada ?" Namun anehnya tidak ada satupun yang bisa menerka dengan tepat sosok misterius di dasar kolam tersebut. " Ada apa ini? " tanya ami yang baru saja melunasi administrasi, melihat semua santri berkumpul di pinggir kolam.  " itu mi, ada seperti bayangan orang tenggelam." Dengan segera pemilik kolam renang pun diberi tahu.  " Loh tadi siang kan mayatnya sudah diambil". Wih...wih...wih..., ternyata tepat di siang harinya juga ada yang tenggelam. Akhirnya diketahui setelah itu, bahwa kolam renang itu menyimpan berbagai cerita yang membuat bulu kuduk ini merinding mendengarnya. "Iya, ada orangnya dibawah.", Kata sorang santri asal Sulawesi, setelah ia menyelam dan berhasil memegang telinga sosok tersebut. Mendengar berita tersebut sang pemilik kolam renang pun langsung. "Bismillah, Allahu Akbar." Jebuur.. Ia pun menyelam dikedalaman 2 meter tersebut disusul santri asal Sulawesi tadi. Akhirnya jasad pemilik bayangan tersebut berhasil diangkat naik dan dikeluarkan. Saat itu sirwal yang ia kenakan tersingkap hingga lututnya terboran__ "Oh.. orang awwam mungkin ( pakai celana pendek, lututnya kelihatan)." Akan tetapi ternyata.... Seorang fajri adalah sosok  pemilik bayangan tersebut.! Ia sudah terbujur kaku, walaupun saat itu jantungnya masih berdetak ringan. Semua santri terdiam larut dalam kesedihan, sebagian menangis tak kuasa membendung air mata...Sebagian mencoba memberi nafas buatan. Mereka semua panik tak karuan, hingga diputuskan untuk segera dilarikan dirumah sakit terdekat guna mendapatkan pertolongan pertama. Ustadz pun ditelepon , dan tak pelak mereka semua dihujani kata kata pedas dari beliau. "Sudah saya katakan, jangan ada yang mandi dulu sebelum saya datang." Ustadz marah besar. Banyak misteri kejadian tersebut yang hingga saat ini yang belum terpecahkan. Jika melihat kemampuan beliau dalam hal renang, Fajri adalah jagonya. Bahkan rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari danau Maninjau Namun semua kelihaian manusia tiada arti jikalau dihadapkan dengan suratan takdir yang telah Allah tetapkan. Misteri kedua, disaat tenggelam pun tiada yang mengetahuinya seorangpun . Tiba tiba hilang tenggelam di dasar kolam. Jasadnya pun tidak mengapung orang yang tenggelam pada umumnya. Lebih anehnya lagi tidak ada satu santri pun yang melihat Fajri meminta tolong dan bantuan saat tenggelam. Misteri ketiga disaat jasadnya dikeluarkan dari kolam terdapat dua garis biru seperti bekas cakaran di bagian pinggang. Wallahu a'lam, hanya  Allah lah yang mengetahui tentang mengapa dan bagaimananya. Saat perjalanan tidak seperti biasanya. Sehingga tatkala sampai dipertigaan menuju kolam renang mobil justru melaju lurus.__  "Loh, mi gang kolam nya kelewatan?"** Ujar kami polos.  "Diam ! Diam!" Balas ustadz yang saat itu duduk disamping sopir. "Mungkin kita mau ke kolam renang yang lain, atau mungkin kita bisa mandi di rumah sakit jiwa aja." Ujar ami Utsman setengah bercanda karena mobil ketika itu akan melewati rumah sakit jiwa. Dan ternyata mobil pun belok kiri dan memasuki area rumah sakit jiwa. "Loh siapa ikhwan yang gila?", Kata ami Utsman kebingungan yang sedari tadi tidak tahu menahu apa yang terjadi. Jin, sebagaimana manusia ada yang taat dan banyak pula yang jahat. Mengganggu manusia, menyakiti, memisahkan antara suami dan istri, bahkan membunuh....Namun Allah telah memberikan senjata untuk melawan mereka. Yaitu zikir zikir, terutama zikir pagi dan sore. Dengannya Allah akan menjaga dan memberikan perlindungan Nya. Disana telah berkumpul santri syabab, tertunduk malu, merasa basah kuyup semua. "Pulang kalian semua ke pondok!" Ustadz marah besar kepada  mereka. **"Fajri meninggal.." Hah? Aku pun langsung menelan ludah saat mendengarnya, semoga bukan Fajri pamanku karena pemilik nama Fajri ada tiga saat itu. Kaki ini pun ku seret, langkah demi langkah menuju ruang UGD. Tek..tek.. detak jantung ini berdegup kencang. Dan hampir tak kuasa mata ini menahan tangis yang membanjir, saat melihat ternyata memanglah pamanku. Aku harus menerima, ini takdir Allah, batinku. Saat kusentuh badannya begitu dingin terbujur kaku, detak jantung nya tak lagi kurasakan. Aku hampir tak percaya,` Inikah sosok Fajri yang tadi pagi masih sempat mencandaiku sebelum berangkat? Inikah sosok Fajri yang tadi pagi masih mencerminkan senyuman di wajah cerianya? Aku saat itu diam terpaku membisu tak sanggup tuk berkata kata. Kawan...., hidup dan umur itu sangat singkat, sesingkat kita membolak balik telapak tangan ini, dan sesingkat mata ini berkedip di setiap detiknya. Yang dulu ada menjadi tiada, yang sulu kecil menjadi besar. Anak anak menjadi besar dan dewasa, menjadi suami atau istri, menjadi bapak atau ibu, menjadi mertua, dan menjadi kakek atau nenek...Yang dulu ada menjadi tiada saat badannya terbungkus kain kafan, ia harus pamit untuk selamanya dari dunia fana ini guna melanjutkan hari hari di kehidupan berikutnya. Malam itu juga abi ditelepon ustadz. Mendengar berita tersebut abi langsung mengontak pihak keluarga Fajri yang notabenenya masih awwam. Malam itu juga dua mobil meluncur menuju pondok pesantren membawa keluarga yang sedang duka tersebut dengan rute perjalanan sekitar tujuh jam. Malam itu juga, fajri dibawa pulang ke pondok pesantren menggunakan mobil ambulan rumah sakit. Di sepanjang jalan hanya kami lewati dengan tatapan hampa. Hanya bisa termenung dalam lamunan, hanyut dalam duka yang baru saja menimpa, tidak ada yang berani berbicara angkat suara , apalagi bercerita dan bercanda. Baju ganti masih tersedia, peralatan mandi belumlah terpakai tiada yang tersentuh, semuanya masih utuh. Di keesokan pagi, datanglah rombongan keluargaku ke pondok pesantren. Saat mobil berhenti, serta merta keluar kakaknya tanpa alas kaki. Matanya sudah bengkak banjir air mata, disusul dengan keluarga lainnya. Semuanya segera memasuki rumah kecil yang tergeletak didalamnya jasad Fajri yang telah terbungkus kain kafan, semuanya menangis bahkan ada yang histeris tak kuasa menahan keadaan. Maklum mereka masih banyak yang awwam belum mengerti, semoga Allah mengampuni mereka. Abi berusaha tegar menyabarkan mereka, menabahkan, menghibur, dan membesarkan hati mereka. Disiang hari itu juga , hari keempat setelah Idul Fitri 1431 Hijriyyah , jenazah Fajri dikebumikan, belasan mobil mengantarnya ke pemakaman, rohimahullah. Beberapa hari setelah kejadian tersebut ayah Fajri bermimpi melihat anaknya,  "Pak, jangan sedih ya! Fajri baik baik saja kok disini." Kalau melihat dari apa yang terjadi maka tak heran bila ayahnya bermimpi seperti itu....Dikarenakan Fajri baru saja menyelesaikan puasa Ramadhan, meninggal dikarenakan tenggelam pun termasuk syuhadal akhirah.... sebagaimana dalam sebuah hadits yang shohih.  Jasadnya pun di sholatkan sekitar 200 ikhwan yang semuanya mendoakan ampunan dan kebaikan  untuknya. Fajri, nama itu sekarang tinggal kenangan, ia sudah lembar hidupnya di usia 17 tahun, semoga Allah melimpahkan  dan rahmat untuknya. Sementara kita  ? Kesempatan bernafas masih Allah berikan, kesempatan menambah bekal takwa masih bisa dikejar, kesempatan bertobat dari segala dosa pun masih bisa kita genggam.  Pertanyaannya, sudah maksimalkah kita menumpuk dan memupuk amal takwa kita?  Sudah siapkah kita tatkala suatu saat Allah memanggil kita? Tanyakan kepada dirimu setelah tafakkur dan jujur ! Ini hanyalah sebatang sirih atau setetes embun dari ribuan bahkan jutaan hikayat perjalanan manusia di muka bumi Allah.      Semoga kita bisa mengambil ibrah serta pelajaran dari ini semua. إِنَّ فِيْ ذَالِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبُ أَوْ أَلْقَى السَمْعَ وَ هُوَ شَهِيْدٌ. "Padanya terdapat pelajaran dan peringatan bagi siapa saja yang memiliki hati yang bersih ( diatas fitrah), memfokuskan pendengaran sementara ia menyaksikan." Wallahu a'lam.. selesai Dikutip dari majalah Qudwah Edisi 53 VOL. 05 1439 H. | 19 Shofar 1439 H Sumber : WA Pemuda Islam Bridge via Pixabay
7 tahun yang lalu
baca 10 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

bertemu dengan saudara2 yang luar biasa (momen dauroh bantul)

BERTEMU SAUDARA-SAUDARA YANG LUAR BIASA Sumber: daurahnasional.com Bila dalam seragam resmi, kita pasti bisa menilai kepangkatan dan dari kesatuan mana mereka berasal. Sebab, di seragam yang dikenakan, terpasang badge pangkat dan kesatuan. Seragam yang sebenarnya dipakai untuk memudahkan koordinasi dan penugasan. Seragam yang jika dikenakan, tidak sedikit orang yang segan. Badan mereka tegap, kekar dan itu tidak bisa diingkari karena mereka memang dituntut seperti itu. Fisik mereka sangat ideal. Cara mereka duduk, berdiri dan berbicara terlihat tertata dan berwibawa. Siang ini, hari Ahad yang cerah, saya dipertemukan dengan mereka di sebuah rumah Allah, di masjid Agung Manunggal Bantul. Siapakah mereka? Jika tidak mengenal mereka sebelumnya, siapapun akan sulit menerka bahkan susah menilai. Dengan pakaian yang rata-rata putih dalam bentuk jubah atau gamis, mereka nampak lebih berwibawa. Kami sudah saling kenal melalui media sosial. Siapakah mereka? Mereka adalah saudara-saudara saya. Bukan hanya berstatus saudara biasa. Bahkan bagi saya, mereka adalah saudara-saudara yang sangat luar biasa. Belasan orang, yang duduk melingkar dengan saya, adalah para prajurit TNI/Polri yang mempunyai komitmen beragama. Mereka mempunyai semangat dan tekad untuk memperdalam agama Islam, seperti Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallohu'alaihi wasallam. Pakaian mereka siang tadi bukan seragam yang membedakan jenjang kepangkatan. Jubah dan gamis mereka telah menghilangkan kesan senior dan yunior, menghapus level atasan dan bawahan. Siang tadi, sebagaimana sebelum dan sesudahnya nanti, semua sama-sama meyakini bahwa mereka adalah hamba yang sejajar dihadapan Alloh. Apa yang membedakan, hanyalah keimanan dan ketaqwaan. Saya sungguh bahagia. Dengan kebahagiaan yang tiada ternilai. Kebahagiaan itu tidak bisa dibeli. Walaupun sekian banyak biaya dan usaha dilakukan untuk bisa meraih “sedikit” saja kebahagiaan, tetap saja sia-sia jika Alloh tidak menganugerahkan. Namun, perasaan bahagia itu telah Allah berikan untuk saya siang tadi. Bahagia karena dapat bertemu dengan saudara-saudara yang luar biasa. Daurah Bantul kali ini telah Alloh pilih sebagai moment pertemuan untuk kita. Sebuah pertemuan yang Insya Alloh akan berlanjut dibanyak pertemuan berikutnya. Kita berharap, selagi ada kesempatan bertemu dan berkumpul, maka kesempatan itu tidak akan dilewatkan begitu saja. Sebab, setiap pertemuan yang terjadi atas dasar cinta karena Allah, kelak akan berbuah nauangan disaat tidak ada naungan selain naungan-Nya. Untuk saudara-saudaraku, yang malam ini kita dipisahkan oleh waktu dan tempat (setelah beberapa menit berjumpa), saya berdoa : “Semoga Allah senantiasa mengkaruniakan istiqomah untuk kita semua. Anda yang bertugas sebagai aparat keamanan, baik dari unsur TNI maupun Polri, laksanakanlah tugas dengan niatan memberi keamanan dan kenyamanan, untuk Umat Islam yang mayoritas di Indonesia ini. Semoga setiap usaha Anda di dalam menyebarkan dakwah Salaf di lingkungan tugas, selalu dimudahkan Allah Ta'ala". Terakhir, ”Semoga kelak kita dikumpulkan di dalam Jannah. Di kampung abadi yang penuh kenikmatan dan kelezatan. Berkumpul bersama Nabi Muhammad dan para sahabatnya". Bersabarlah diatas Sunnah! Gigitlah dengan gigi geraham! Jangan lepaskan nikmat sunnah ini walaupun panasnya seperti menggenggam bara api! Saudaramu di jalan Allah Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz Selepas adzan Isya Di sebuah sudut bagian dalam Masjid Agung Manunggal Bantul 03 April 2016 https://telegram/kajianislamlendah
9 tahun yang lalu
baca 3 menit