Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah : memetik anugerah

5 tahun yang lalu
baca 6 menit

Memetik Anugerah

Kisah : Memetik Anugerah
Kisah : Memetik Anugerah
Hidayah itu serasa mahal harganya ketika kita harus berpisah dengan orang yang kita cintai. Dan kesabaran itu manis rasanya ketika doa yang kita panjatkan dikabulkan oleh-Nya Dzat Yang Maha Pemurah.

Inilah kisahku, Aku adalah seorang wanita yang sudah mempunyai suami dengan dua orang anak. Kehidupan kami bahagia secara duniawi. Tapi tidak dari sisi rohani. Aku merasakan kegersangan. Hari-hari yang kujalani berlalu begitu-begitu saja. Memasak, nonton TV, mendengarkan musik, jalan-jalan, makan dan tidur. Terasa hampa. Apalagi yang kucari semua sudah kurasakan, demikian gumamku dalam hati.

Suatu ketika, datanglah kakak lelakiku mengunjungngiku, semoga Allah menjaga beliau. Dalam kunjungan itu, beliau memberikan untukku CD ceramah agama dan buku-buku agama. Dari sinilah aku mulai mengenal dakwah salafiyah. Subhanallah ketika kuputar, kudengar, kusimak, ceramah ustadz ini segala apa yang disampaikan sungguh sangat mengena di hati. Semuanya menggunakan dalil. Hatiku sangat tertarik dan selanjutnya aku sering membeli buku-buku dan majalah salafiyah.

Respon suami ketika kuajak mendengarkan ceramah ini, dia enggan. Menolak. Tidak! Namun aku tetap belajar sendiri. Aku selalu berangan-angan ingin seperti mereka wanita yang cantik itu. Wanita yang mengenakan hijab sempurna. Betapa anggun dan cantiknya mereka.

Semakin aku belajar, semakin menancap kuat dan kokoh di sanubariku untuk memondokkan anak-anakku sedari kecil agar mereka mengerti agama sedini mungkin. Kurayu suamiku, kunasehati tiap hari, akhirnya luluh juga dan membangunkanku rumah ala kadarnya di dekat Ma'had untuk aku tinggal di lingkungan Ma'had bersama anak-anak. Namun sejalan dengan itu, justru di sinilah ujian hidupku dimulai.

Hari demi hari berganti dan aku asyik dengan kehidupanku di Ma'had. Kehidupan yang memang aku inginkan. Tentram dan damai. Jauh dari kemaksiatan. Ketika ingin belajar, mudah. Tapi tidak dengan suamiku.

Ia merasa hidupnya terkekang dengan banyak aturan. Nonton TV tidak boleh, merokok tidak boleh, mendengarkan musik tidak boleh, serba tidak boleh. "Aku tidak suka dan tidak betah tinggal di sini! Bagaimana mau betah kalau tidak ada hiburannya?" Demikian selalu ia menggerutu. "Membaca Al Quran itu hiburan, mendengarkan ceramah itu hiburan," demikian jawabku. "Itu buatmu, bukan buatku!" bentaknya. Sedih rasanya orang yang kucintai seperti ini.

Jarak antara Ma'hhad dan rumah kami yang di kota sekitar 20 menit. Kehidupan rumah tangga kami semakin tidak harmonis karena perbedaan prinsip. Suamiku mulai jarang pulang ke rumah yang di ma'had. Kadang 3 hari sekali baru datang, kadang 5 hari sekali. Itupun setiap bertemu selalu bertengkar. "Ayo kita kembali ke kota hidup seperti dulu." Pintanya. Aku hanya diam membisu. Aku bingung apa yang harus aku lakukan.

Pada puncaknya suamiku mempunyai wanita idaman lain, intensitas pertengkaran kami semakin bertambah. Pemukulan, kekerasan, kata-kata kasar kurasakan sudah. Akhirnya dia memberikan pilihan. "Aku akan meninggalkan wanita itu, kalau kau mau kembali bersamaku tinggal di kota, hidup bahagia seperti dulu. Tidak di ma'had ini. Namun jika kau tetap memilih tinggal di sini, kau bukan istriku lagi." Aku menangis sejadi-jadinya mendengar semua itu.

Haruskah kami berpisah karena agama ini? Meskipun jiwa kami sudah tidak sama lagi, namun aku masih mencintainya kala itu. Berat rasanya harus memilih salah satu dari keduanya. Akan tetapi jika mengingat bagaimana nikmatnya hidayah ini, sesak dadaku jika harus kembali lagi ke kota. Sudah panas telingaku jika harus mendengarkan musik kembali. Sudah sesak dadaku jika harus menonton TV lagi. Banyaknya kemaksiatan di sana dan pastinya agamaku akan menjadi taruhannya.

Setelah salat istikharah aku memilih berpisah dengan suami dengan segala resikonya. Ya Allah Yang Mahasuci Suci dan Mahatinggi, berikan pahala dari musibahku ini dan berikan pengganti yang lebih baik dari ini. Doa ini yang aku panjatkan terus waktu itu. Doa yang Rasulullah ajarkan ketika tertimpa musibah.

Hari-hari berikutnya kujalani menjadi seorang janda. Semua serba sendiri. Sungguh tidak mudah menjadi seorang janda, terasa berat sekali. Ketika musim hujan rumah kami kebanjiran. Kami tidur dengan kasur yang basah bersama anak-anak, ular masuk ke rumah, listrik mati, sungguh terasa berat sekali ujian ini. Untuk meneruskan hidup, aku hanya bekerja serabutan di rumah ummahat di ma'had ini.

Kalau bukan karena pertolongan Allah mungkin aku sudah tidak kuat hidup lagi. Namun kemudian sadar. Bukankah Allah Yang Maha Mengetahui akan menolong hamba-Nya ketika dalam kesulitan.

Ya Allah, tolonglah aku dalam setiap keadaanku. Janganlah engkau beri beban yang aku tidak sanggup memikulnya. Ya Allah, Engkau melihatku dan juga keadaanku, aku tidak bisa hidup sendiri seperti ini. Gerakanlah hati laki-laki yang saleh yang Engkau ridai agamanya untuk menikahiku, membantuku dalam urusan dunia dan akhiratku. dan aku juga cenderung kepadanya wahai Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kabulkan permohonanku.

Itulah doa yang selalu kuulang-ulang dan selalu kupanjatkan ketika aku merasa sudah tidak mampu lagi hidup sendiri. Setahun lebih kujalani hidup tanpa suami. Butuh kesabaran ekstra menjadi seorang janda.

"Kring... kring... kring..." telepon genggamku berbunyi. "Assalamualaikum," suara kakak laki-lakiku di seberang sana menyapa. "Wa'alaikumsalam," jawabku. Beliau tanya kabar dan bla.. bla.. bla.. bla.. kemudian beliau bertanya, "Anti maukah menikah lagi? Ada yang menanyakan anti tapi di ta'adud." Aku pun kembali salat istikharah dan menerima pinangannya.

Proses pernikahan kami begitu cepat. Alhamdulillah aku banyak-banyak mengucapkan rasa syukur. Alhamdulillah betapa baiknya Allah kepadaku. Kesabaranku berbuah manis. Aku menikah dengan lelaki yang saleh insyaAllah. Lembut tutur katanya, bagus akhlaknya. Lelaki terbaik idaman wanita, dan aku mencintainya karena Allah Insya Allah.

Ya Rabb, Engkau lebih tahu apa yang terbaik untukku dari pada diriku sendiri. Setiap orang mempunyai kisah masing-masing menuju hidayah. Pasti akan datang ujian dan kita harus melaluinya dengan sabar dan salat. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua untuk senantiasa berdoa. Dan yakinlah seyakin- yakinnya bahwasanya Allah pasti akan mengabulkan segala doa kita. Dan Allah lebih tahu kapan waktu yang tepat doa-doa itu akan dikabulkan.

Sumber : majalah Qudwah edisi 73 vol. 07 tahun 1441 H. hal 28
Oleh:
Atsar ID