“MEREKA” ITU ADA
– Dinukil dari Majalah Qudwah Edisi 20 Volume 02 Tahun 2014 dalam rubrik “Kisahku” halaman 86 dengan sedikit pengeditan tulisan dan ejaan tanpa merubah makna-
Kisah ini adalah tentang pondok pesantren Kami. Kisah yang sangat berkesan dan sulit dilupakan bagi yang mengalaminya.
Kami adalah pengurus sebuah pondok pesantren. Awal perintisan pondok pesantren Kami kurang lebih 12 tahun yang lalu. Ketika itu, jangankan sebuah bangunan milik sendiri, tanah untuk mendirikan bangunan saja Kami tidak punya. Namun, Kami mencoba merintis sebuah pondok pesantren, awalnya hanya pondok pesantren putri, sekedar untuk mencari amalan kebaikan di jalan Allah, menyibukkan diri dengan belajar dan mengajar karena Allah, serta berharap dapat menyebarkan dakwah salaf di daerah Kami. Suatu keinginan yang tidak muluk-muluk.
Kami memilih sebuah desa di dekat tempat tinggal Kami dengan beberapa pertimbangan. Desa itu adalah desa dengan penduduk Nasrani terbanyak di kecamatan Kami. Padanya terdapat gereja terbesar se-kecamatan. Misionarisme nampak jelas terlihat. Mungkin itu adalah salah satu alasan yang menyebabkan masyarakat di daerah itu antusias terhadap rencana Kami membangun sebuah pondok pesantren di sana. Beberapa kelompok organisasi Islam di sana yang biasanya berseteru, tiba-tiba sepakat mendukung rencana Kami tersebut. Mungkin dirasakan pendirian salah satu lembaga pendidikan Islam dapat menambah semangat mereka dalam menghadapi kaum misionaris, wallahu a’lam. Antusias penduduknya yang begitu besar terhadap rencana Kami itulah yang membuat Kami memilih desa tersebut. Sementara desa yang lain mayoritasnya masih terkungkung dengan adat istiadat yang begitu kental.
Alhamdulillah, Kami dimudahkan oleh Allah untuk menggalang dana. Walau jumlahnya tidak begitu besar, tapi cukup untuk merenovasi sebuah rumah yang diserahkan oleh salah seorang warga desa untuk Kami pergunakan. Sebuah rumah kuno yang sudah lama tidak ditempati, tapi cukup luas untuk dijadikan tempat tinggal sementara sebelum pondok pesantren Kami memiliki bangunan sendiri.
Tahun-tahun pertama, alhamdulillah, dapat Kami hadapi sekalipun bukan tanpa rintangan. Tapi dengan izin Allah, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan sebagaimana yang Kami harapkan. Kami memulainya hanya dengan beberapa orang anak saja. Ketika masuk tahun ke-3, para santriwati hampir mencapai jumlah 60 orang.
Di tahun ke-4, Allah berkenan untuk menguji Kami dengan suatu peristiwa, yaitu masa-masa di mana diganggunya Kami dengan serangan jin. Sebetulnya kejadian ini bukan yang pertama kali. Telah ada sebelumnya kejadian serupa beberapa kali, namun biasanya kejadiannya hanya sebentar dan hanya mengenai 1-2 orang tertentu saja. Tapi kejadian di waktu itu adalah kejadian yang terbesar dan paling berkesan yang pernah Kami alami. Padanya terdapat banyak pelajaran yang dapat Kami ambil, insya Allah.
Kejadian itu bermula ketika salah seorang santriwati yang berusia kurang lebih 10 tahun seringkali menyendiri dan bermain sendirian di lahan jemuran belakang pondok. Para pengurus pondok pun melaporkan kejadian tersebut kepada ustadz/ustadzah pengurus. Maka untuk mengantisipasi kejadian tersebut diberlakukanlah jam sore, yaitu sebelum jam 5 sore anak-anak sudah tidak ada yang keluar rumah. Ketika aturan tersebut diberlakukan, maka anak tersebut pun berontak. Dia katakan bahwa dia harus ke tempat yang biasanya ia datangi karena seseorang telah menunggunya. Tapi tidak ada seorang anakpun yang pernah melihatnya bersama dengan orang lain. Ketika itu anak tersebut Kami tahan di dalam rumah. Lalu dia berkata bahwa ada yang memanggil-manggilnya dari luar rumah sehingga dia terus berusaha untuk bisa keluar rumah. Akhirnya Kami terpaksa meruqyahnya denga ayat-ayat Al Qur’an dan anak tersebut semakin menunjukkan tanda-tanda kerasukan jin. Ketika diruqyah, sang anak tersebut mulai meracau, dan terkadang di dalam racauannya tersebut jin yang merasukinya mengatakan bahwa aktifitas belajar mengajar yang Kami lakukan telah mengganggu tempat tinggal dan ketentraman mereka. Untuk itulah mereka mengancam akan membalas perbuatan Kami.
Awalnya Kami tidak terlalu menanggapi serius ancaman tersebut. Kami mengira bahwa kejadian itu hanyalah sebagaimana gangguan jin biasa yang terjadi pada sebagian orang. Akan tetapi ternyata yang terjadi ketika itu adalah sebaliknya. Ancaman tersebut mereka buktikan. Beberapa hari berselang, banyak santriwati yang terkena serangan jin. Bukan hanya 2 atau 3 orang, tapi menyerang sekitar 12-13 orang. Setiap terjadinya serangan tersebut, yang terganggu secara bersamaan bisa mencapai 7 orang. Tingkat gangguan yang mereka alami berbeda-beda. Ada yang hanya merasa diganggu dari luar berupa disakiti beberapa bagian tubuhnya, akan tetapi masih dapat menguasai kesadaran dirinya. Dan ada pula yang sampai kehilangan kesadaran diri. Tidak jarang pula serangan tersebut terjadi di malam hari.
Dari kejadian tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat Kami ambil, bahwasanya dunia jin itu adalah benar adanya sesuai dengan apa yang terdapat dalam Al Qur’an. Mereka berada di sekitar kita. Mereka dapat melihat kita dalam keadaan kita tidak bisa melihat mereka. Hanya saja, Allah bukakan sebagian tabir alam ghoib tersebut kepada sebagian manusia dan Allah tutupkan hal tersebut bagi sebagian yang lainnya yang Allah kehendaki. Karenanya, sebagian anak-anak ada yang bisa melihat para jin beraktifitas, dan sebagian anak lainnya sama sekali tidak bisa melihatnya.
Oleh karena itulah, Kami tekankan kepada anak-anak agar tidak terpengaruh oleh tipu daya syaithon dari bangsa jin yang terkadang berusaha mengajak anak-anak berkomunikasi. Sebab, kabar dari bangsa jin tidak bisa serta merta kita percayai dikarenakan memang sulit bagi kita untuk mencari bukti dari setiap ucapan mereka. Kabar dari mereka hanya bisa kita percayai jika kita mendapatkan bukti nyata dari apa yang mereka beritakan.
Ketika itu, banyak keguncangan terjadi pada anak-anak didik Kami dan begitu pula kepada para orang tua mereka. Mereka yang sebagian besarnya baru mengenal dakwah ahlussnnah seakan-akan telah dibuat menjadi ragu : “Bukankah kita ini menuntut ilmu agama yang benar? Lantas mengapa justru kita diuji dengan perkara seperti ini?” Allahul Musta’an, hanya Allah saja lah tempat Kami memohon pertolongan.
Kami lalu mencoba untuk menjelaskan kepada mereka para orang tua bahwasanya Allah Ta’ala teah mengkabarkan di dalam Al Qur’an bahwa setiap nabi dan pewaris para nabi pasti akan dijadikan padanya musuh-musuh berupa syaithon dari bangsa jin dan manusia sebagai salah satu bentuk ujian. Allah Ta’ala berfirman :
وَكَذَٲلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّ۬ا شَيَـٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ يُوحِى بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٍ۬ زُخۡرُفَ ٱلۡقَوۡلِ غُرُورً۬اۚ وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُۖ فَذَرۡهُمۡ وَمَا يَفۡتَرُونَ
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithon-syaithon [dari jenis] manusia dan [dari jenis] jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu [manusia]. Jika Robb mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. [Surat ke-6 Al An’am ayat 112]
Dan bukankah iblis la’natullahi ‘alaih sebagai cikal bakal bangsa jin itu sendiri telah bersumpah akan menyesatkan manusia semuanya? Akan tetapi dia sendiri mengakui bahwasanya dia tidak memiliki daya dan upaya untuk menyesatkan dan memudhorotkan hamba-hamba Allah yang ikhlash dan bertauhid dengan benar kepada-Nya. Hal ini sebagaiman firman Allah :
قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغۡوَيۡتَنِى لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَأُغۡوِيَنَّہُمۡ أَجۡمَعِينَ إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡہُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ
Iblis berkata: “Wahai Robb ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat maka pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik [perbuatan maksiat] di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, (39) kecuali hamba-hamba Mu yang ikhlash di antara mereka”. (40) [surat ke-15 Al Hijr ayat 39-40]
Selain berintropeksi dan memohon pertolongan Allah, Kami pun berusaha memeriksa keadaan rumah yang ditempati para santriwati karena tidaklah menutup kemungkinan rumah kuno yang Kami ttempati tersebut telah diberi penjagaan mistis (jimat) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang di desa Kami. Tapi saat itu Kami tidak menemukan sesuatu apapun. Ustadz Kami pun memiliki prasangka yang kuat bahwa kemungkinan jimat tersebut ditanam di bawah pondasi rumah, dan tentu saja Kami berbuat apapun jika keadaannya demikian.
Maka Kami mencoba menghadapi cobaan tersebut dengan meruqyah anak-anak yang terkena gangguan jin. Masing-masing anak mempraktekkan ruqyah tersebut karena Kami sangat membutuhkan tenaga mereka secara bergantian untuk mengobati teman-temannya dengan ruqyah. Sekalipun demikian, Kami tetap mencoba agar proses belajar mengajar bisa terus berjalan semampu Kami. Karena Kami pun tidak ingin apa yang dikehendaki oleh musuh Allah dari kalangan jin dan manusia berupa menghambat dakwah dapat tercapai. Lagipula, Kami merasa perlu untuk semakin mempertebal keyakinan dan pemahaman para santriwati terhadap agama Islam ini terutama dalam masalah tauhid, sehingga diharapkan semakin baik Kami mengamalkan tauhid tersebut maka Allah akan semakin menolong Kami dan memberikan kemudahan dan penjagaan dari gangguan syaithon.
Tidak lupa pula Kami berusaha memberikan penjelasan yang mudah dipahami kepada para orang tua dan warga sekitar agar mereka tidak merasa takut terhadap kejadian ini, yang mana terkadang warga sekitar pun ikut mendengar aktifitas ruqyah yang Kami lakukan. Walhamdulillah, mereka bisa memahami hal ini. Bahkan sebagian warga pun ada yang memberitahukan bahwasanya rumah yang Kami tempati dahulunya pernah dipergunakan untuk aktifitas perdukunan, sehingga sebagian warga justru ada yang bersimpati dengan keadaan Kami dan turut memberikan bantuan berupa makanan atau minuman untuk Kami yang sering kelelahan ketika meruqyah.
Dan masya Allah, berkat pertolongan Allah pula kemudian usaha santriwati dan bantuan sebagian ikhwah sekitar setelah waktu kurang lebih 2 pekan, gangguan tersebut hilang. Dan mayoritas anak yang awalnya terganggu oleh jin kemudian sembuh, meskipun pula sebagian anak-anak tersebut ada yang bisa menyaksikan sebagian kehidupan bangsa jin di sekitarnya. Di antara anak-anak ada yang menyaksikan bahwa ada sekelompok jin yang ikut ta’lim bersama Kami di pondok. Yang dari bangsa jin wanita nya ada yang duduk-duduk berdampingan dengan para santriwati, dan yang dari bangsa jin laki-laki nya ada yang duduk-duduk di atas palang pintu ikut mendengarkan ta’lim. Akan tetapi bangsa jin tersebut tidak memperdulikan anak-anak yang bisa menyaksikan aktifitas mereka tersebut.
Kalaulah benar apa yang disaksikan oleh sebagian anak-anak tersebut -dan Allah yang paling mengetahui- maka apa yang anak-anak saksikan tersebut semakin menambah keyakinan Kami terhadap apa yang telah Allah Ta’ala firmankan dalam surat Al Jinn tentang kehidupan bangsa jin yang mendapatkan hidayah ketika mendengarkan bacaan Al Qur’an. Maka tentunya Kami bersyukur kepada Allah dengan hal tersebut.
Kami meyakini bahwasanya Allah Ta’ala akan meninggikan agama-Nya baik itu di kalangan manusia maupun di kalangan bangsa jin. Kami pun tetap bersyukur bahwa sekalipun pada saat serangan bangsa jin yang terakhir tetap ada ancaman serangan berikutnya, akan tetapi Kami tidak memperdulikannya dan tetap bertawakkal kepada Allah Ta’ala. Bagi Kami, hilangnya serangan jin tersebut adalah sebuah nikmat besar yang harus disyukuri. Kalaupun kelak Allah dengan hikmah-Nya berkehendak akan menguji Kami dengan hal serupa, maka Kami meyakini bahwa itulah yang terbaik bagi Kami dan insya Allah Kami dapat menghadapinya dengan pertolongan Allah Ta’ala.
Qodarullah, dengan kehendak Allah, memang itulah yang terjadi. Selang kurang lebih 1 bulan berikutnya, peristiwa serangan bangsa jin terjadi lagi. Kali ini anak-anak santriwati yang terkena serangan sekitar 8 orang dan terkadang terjadi secara bersamaan. Jika pada serangan sebelumnya anak-anak yang terkena gangguan jin tersebut mengaku diganggu oleh jin berwujud manusia dengan berbagai bentuk menyeramkan, maka kali ini mereka mengaku diganggu oleh sekelompok jin yang mayoritasnya berwujud binatang.
Akan tetapi walau bagaimanapun Kami tetap bersyukur kepada Allah dikarenakan pada saat kejadian tersebut ternyata ada anak-anak yang sebelumnya terkenan gangguan, tapi pada serangankali ini mereka justru dapat turut membantu meruqyah temannya yang terkena gangguan jin. Dan anehnya, kali ini serangan bangsa jin tersebut seakan-akan mengenal karakteristik Kami. Jika Kami para ustadz/ustadzah pengurus pondok sedang datang ke pondok, maka serangan jin itu berhenti. Akan tetapi jika Kami pulang ke rumah kediaman Kami yang berjarak kurang lebih 15 menit berkendaraan bermotor, maka mereka kembali menganggu. Kami memang diharuskan untuk pulang ke rumah kediaman Kami dikarenakan masih mempunyai tanggungan orang tua yang tinggal bersama Kami dan ketika itu mereka belum berkenan untuk Kami ajak pindah mendekati pondok. Dengan kondisi ini, maka Kami terpaksa pulang pergi untuk mengurusi pondok dan orang tua Kami.
Akhirnya Kami kembali meruqyah anak-anak yang terkena gangguan jin, sambil terus berdo’a kepada Allah memohon pertolongan atas musibah yang kembali terjadi ini. Terus menerus ujian ini datang selama 2 pekan, dan mayoritasnya terjadi di saat Kami tidak ada di pondok. Apabila Kami datang ke pondok -dengan izin Allah- gangguan jin tersebut berhenti. Akan tetapi baru saja baru saja Kami menginjakkan kaki ke rumah kediaman, telepon berdering dan memberitahukan bahwa terjadi gangguan jin lagi. Allahul Musta’an.
Akhirnya Kami berkesimpulan bahwasanya ada isyarat yang hendak Allah tunjukkan kepada Kami dan juga santriwati bahwa ujian ini seakan khusus bagi mereka. Karena terkadang Kami menjumpai bahwa sebagian anak yang terganggu tersebut masih ada yang memanggil-manggil nama Kami atau nama-nama temannya yang dia harapkan dapat menyembuhkannya. Kami lalu memberikan pemahaman kepada anak-anak yang terkena gangguan jin tersebut bahwasanya satu-satunya pertolongan adalah dari Allah Ta’ala saja. Adapun bantuan yang Kami berikan hanyalah sebatas perantara yang Allah jadikan sebagai turunnya pertolongan. Sehingga janganlah tertipu dengan tipu daya syaithon yang ingin memalingkan manusia dari memohon pertolongan kepada Allah semata menjadi memohon pertolongan kepada selain Allah dalam perkara yang hanya Allah saja yang mampu menolongnya.
Untuk memberikan semangat kepada mereka, salah satu pengurus pondok melantunkan talbiyah sebagai bentuk penyerahan diri dan kepasrahan kepada Allah Ta’ala. Sungguh alunan talbiyah itu begitu menggugah hati dan keimanan Kami. Ketika itu Kami pasrah dan menyerahkan sepenuhnya perkara ini kepada Allah Ta’ala karena hanya Allah saja lah yang menguasai segala urusan. Kami pun tetap memuji dan bersyukur kepada-Nya dengan apapun keadaan Kami, dan tiada sekutu bagi-Nya dalam segala bentuk peribadatan.
لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ
إِنَّ الْحَمْدَ وَ النِّعْمَةَ لَكَ وَ الْمُلْكَ ، لَا شَرِيْكَ لَكَ
Kami datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Kami datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Kami datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian dan kenikmatan adalah milik-Mu semata. Tiada sekutu bagi-Mu.
Maka ketika Kami pulang dari pondok dan telepon kembali berdering mengabarkan gangguan yang terjadi lagi, Kami memutuskan untuk tidak kembali ke pondok. Kami ingin agar anak-anak menghadapi perkara tersebut dengan memohon pertolongan dari Allah Ta’ala saja, tanpa tergantung kepada Kami atau siapapun. Sementara itu, bimbingan tetap Kami berikan melalui telepon seraya terus memohon pertolongan Allah. Alhamdulillah, mereka para santriwati mengerti maksud Kami tersebut.
Maka mereka pun berusaha membantu memberikan pertolongan kepada teman-temannya yang terganggu dengan bimbingan Kami melalui telepon. Lantunan ayat-ayat Al Qur’an terus diperdengarkan untuk meruqyah teman mereka yang terganggu, sambil terus memohon pertolongan Allah Ta’ala.
Setelah beberapa waktu berselang, tiba-tiba dikabarkan bahwa anak-anak yang terganggu serentak terdiam padahal sebelumnya mereka menjerit kesakitan. Bahkan yang cukup mengherankan, salah seorang anak yang terganggu tersebut ada yang melantunkan talbiyah sebagaimana yang pernah dilantunkan oleh salah seorang pengurus pondok, padahal anak tersebut belum pernah mendengar ucapan talbiyah tersebut.
Di antara mereka ada pula yang terdiam sambil menangis, kemudian mengangguk-angguk seakan-akan sedang mendengarkan suatu perkataan seseorang lalu membenarkannya. Pengurus pondok (musyrifah) meminta bimbingan Kami apa yang harus dilakukan terhadap anak-anak tersebut. Kami lalu meminta mereka untuk tetap meneruskan ruqyahnya sambil terus memohon pertolongan Allah Ta’ala.
Setelah beberapa waktu kemudian satu per satu anak-anak yang terganggu pun mulai tersadarkan. Allahu Akbar. Sekitar 7-8 anak yang terganggu itu pun kemudian menceritakan perkara yang satu sama lainnya tidak jauh berbeda. Mereka bercerita bahwa ketika mereka sedang terganggu, Allah mentaqdirkan mereka untuk bisa melihat sebagian alam bangsa jin yang ada di sekitar mereka. Penglihatan mereka tentang perkara tersebut tidak sama persis satu sama lainnya sesuai kadar sakit yang dideritanya, akan tetapi satu sama lainnya saling melengkapi.
Anak-anak itu menceritakan bahwa terlihat sekelompok pasukan datang membantu mereka untuk melawan sekelompok jin yang mayoritasnya berwujud binatang tersebut. Kedua pasukan itu bertempur dengan dahsyatnya. Pasukan yang membantu itu berpenampilan sebagaimana manusia dengan pakaian layaknya laki-laki yang berpenampilan syar’i, lalu di antara mereka ada yang bertempur sambil bertalbiyah sebagaimana yang pernah dilantunkan oleh salah satu pengurus pondok. Itulah sebabnya anak yang sedang terganggu, alam bawah sadarnya sanggup menirukan apa yang dia lihat, akan tetapi ketika sudah sadar ternyata ia tidak mampu mengulanginya. Di antara pasukan yang membantu tersebut ada yang terluka atau terbunuh lalu ditarik mundur ke belakang pasukan oleh temannya, sementara yang lainnya terus bertempur hingga kemenangan dapat mereka peroleh dengan izin Allah Ta’ala.
Setelah itu salah seorang pemimpin pasukan yang membantu tersebut mengajak bicara anak-anak yang terganggu tadi dan menyampaikan nasihat untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan As Sunnah, memperbaiki tauhid, memperhatikan syari’at-syari’at Allah, dan tidak lupa pula menitipkan salam kepada Kami. Allahu Akbar. Kami pun tidak merasa perlu untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi, sekalipun sulit rasanya bagi 7 orang anak-anak untuk berdusta tanpa berdiskusi dulu satu sama lain di waktu yang bersamaan. Akan tetapi Kami serahkan ta’wil perkara tersebut kepada Allah Ta’ala. Bagi Kami, pertolongan Allah kepada mereka hingga akhirnya sadar dan tidak pernah lagi terulang peristiwa tersebut sudah merupakan nikmat besar yang sangat Kami syukuri. Terlebih lagi, Kami bisa melihat perkembangan anak-anak yang pernah diganggu tersebut ternyata pemahaman mereka tentang perkara tauhid semakin mantap setelah terjadinya peristiwa tersebut dengan izin Allah. Walhamdulillah.
Setelah anak-anak angkatan ke-2 tersebut lulus, Kami pun mendapati bahwa nilai mereka rata-rata sangat memuaskan. Bahkan hal ini tidak Kami dapati pada angkatan-angkatan selanjutnya. Kami pun mendapati kenyataan bahwasanya banyak dari anak-anak tersebut yang kemudian di masa dewasanya diberi amanah oleh Allah Ta’ala untuk menjadi istri dari para da’i atau ustadz di berbagai daerah guna membantu suami-suami mereka dalam medan dakwah.
Adapun pondok Kami, setelah kejadian tersebut mendapatkan sebidang tanah waqof yang cukup luas untuk dapat Kami dirikan pondok pesantren beserta kelengkapannya. Dan dalam waktu yang relatif singkat (kurang lebih 3 tahun) Kami sudah bisa menempati tanah tersebut beserta perlengkapannya dan seiring berjalannya waktu semakin berkembang, alhamdulillah. Apa yang Kami alami berupa peristiwa tersebut semakin membuat Kami yakin bahwasanya tidaklah Allah Ta’ala menguji kecuali sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Dan ujian dari Allah adalah sarana untuk memberikan pelajaran dan mempersiapkan diri-diri kita untuk mengemban amanah yang lebih besar di waktu mendatang.
Dan yang lebih menakjubkan lagi, 6 tahun setelah peristiwa tersebut ternyata ada salah seorang ikhwan yang berniat membeli rumah yang dahulu Kami tempati itu. Pemiliknya memang menjualnya dengan harga cukup murah dikarenakan setelah Kami tinggalkan ternyata tidak ada yang berani memakai rumah itu apalagi membelinya. Maka ustadz Kami pun memberikan saran kepada ikhwan tersebut agar sebelum mendirikan bangunan baru, hendaknya ia menggali ke dalam pondasi rumah sekitar kedalaman 1 meter untuk mencari kemungkinan adanya rajah atau jimat yang ditanam di sana sebagaimana kebiasaan warga di desa tersebut dan juga berdasarkan dugaan kuat ustadz Kami tersebut. Maka saran ini pun dilakukan.
Allahu Akbar, ternyata setelah digali ditemukanlah 3 buah rajah di beberapa sudut pondasi rumah berupa botol tertutup dan di dalamnya terdapat lembaran-lembaran kertas berisi tulisan aksara Jawa kuno. Dan yang lebih mengherankan adalah ditemukannya seekor ular besar melingkar di tengah-tengah pondasi rumah. Anehnya, ular tersebut berdiam diri tanpa berusaha membuat jalan keluar.Besar ular tersebut sekitar seukuran paha laki-laki dewasa dengan panjang sekitar 5 meter. Ular itu memiliki tanduk kecil di kepalanya. Warga desa pun turut menyaksikannya. Maka warga pun memanggil pawang ular untuk mengambil ular tersebut. Ketika diambil, ular tersebut tidak berontak sama sekali. Akan tetapi, beberapa waktu kemudian terdengar kabar dari si pawang bahwa ular tersebut menghilang dari rumahnya tanpa diketahui penyebabnya. Allahu A’lam.
Semua peristiwa yang terjadi tersebut padanya terdapat hikmah yang sangat besar bagi kita semua, bahwasanya segala yang didapat oleh seseorang adalah murni berkat karunia dari Allah Ta’ala. Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan-Nya. Dakwah itu milik Allah, maka Dia pula yang akan menjaganya. Allah akan memberikan hasil yang baik jika kita melakukan hal yang baik pula. Maka hal tersebut memperingatkan kepada Kami untuk senantiasa memperbaiki niat, memperbaiki tauhid, dan memperbaiki segala langkah yang ditempuh dalam medan dakwah ini.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kemudahan dan pertolongan-Nya kepada Kami, terkhusus para pengampu dakwah di mana pun mereka berada. Aamiin.
Sumber : https://pentasatriya.wordpress.com/2014/09/30/mereka-itu-ada/