Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

akhirnya ku temukan manhaj salaf

8 tahun yang lalu
baca 12 menit

Akhirnya Ku Temukan Manhaj Salaf *)


Ditulis oleh al-akh Abdullah (tidak ingin diketahui nama aslinya)
dari Rubrik "Kisah Inspiratif Awal Mula Mengenal Salaf"
www.rujukanmuslim.com


“Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.” (Adh Dhuha: 3)

“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.” (Adh Dhuha: 7)

“Hari yang paling terbaik dan paling afdhal bagi seorang hamba secara mutlak adalah hari ketika dia bertaubat kepada Allah.” (Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad, jilid 3 halaman 585)

akhirnya ku temukan manhaj salaf
Gambar hanya ilustrasi - Sumber: https://pixabay.com/en/fountain-pen-notebook-paper-pen-1854169/

Bismillah.

Minimal seminggu sekali. Bahkan kadang seminggu tidak sama sekali. Menghabiskan waktu seakan bumi akan berputar selamanya. Agama di KTP jelas, namun realitanya: blur, alias kabur-kabur. Saya tidak menafikan bahwa akhirat itu ada, tapi… “Haruskah aku memotong celana ku sekarang? Mungkin nanti lah kalau sudah agak tua. Mungkin.” Kurang lebih seperti itu pembelaan semu di dalam pikiran saya sebelum dipertemukan dengan jalan yang cerah ini, manhaj salaf.

Dakwah atau manhaj salaf bukanlah jalan pertama yang saya temui dan saya tempuh dalam beragama. Atau bisa dibilang, sebelumnya saya kira bahwa jalan yang telah saya tempuh adalah jalan para salafush shaleh, namun sayangnya tidak.

Dulunya –qadarullah– saya termasuk dari sekian milyar manusia yang tertipu oleh dunia. Kita berlindung kepada Allah azza wajalla dari kejelekannya. Menurut saya cukuplah dengan mengucapkan syahadat dan jannah will be yours. Surga akan menjadi milik mu. Lalu bagaimana dengan kemaksiatan yang pernah kita perbuat? Saat itu saya berpendapat bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni setiap kemaksiatan kita. Sungguh tanpa sadar saya termakan syubhat kelompok Murji’ah yang bahkan saya tidak pernah mendengar nama kelompok ini kecuali setelah mengenal manhaj salaf.

Berteman dan bergaul dengan teman-teman yang notabenenya adalah awam tentang agama membuat saya begitu jahil. Percakapan ketika nongkrong yang tidak jauh-jauh dari musik, lifestyle, sarkasme, lawan jenis, candaan berunsur menghina atau kemaksiatan lainnya yang tidak ada faedahnya sama sekali. Tidak jarang melakukan hal-hal yang seharusnya tidak patut dilakukan oleh seorang pelajar namun sebenarnya menjadi hal biasa bagi pelajar lainnya hari ini seperti merokok sepulang sekolah atau sekedar lompat pagar agar tidak dihukum guru. Hingga seiring berjalannya waktu, hati ini pun semakin keras dan sakit. Layaknya air di dalam gelas yang naik dan tumpah terdorong oleh minyak yang mengisi gelas tersebut. Agama tak pernah disinggung lagi kecuali hanya saat kelas atau ujian pelajaran Pendidikan Agama Islam saja di sekolah. Miris. Belajar agama hanya untuk lulus kelas. Yah, kenyataanya saya hampir mengadopsi paham atheis dalam pikiran saya. Dimana kita pada hakikatnya muncul dengan sendirinya dan hari akhir merupakan suatu kemustahilan. Astaghfirullah. Ana berlindung kepada Allah dari kembalinya ana kepada umur-umur ana yang jelek.

Selang beberapa lama kemudian, tepat beberapa bulan sebelum tamat SMA, seorang teman tiba-tiba menjadi berubah. Dulunya barengan dalam kejahilan, tiba-tiba langsung memotong celananya agar tidak isbal. Setelah berdiskusi yang berujung perdebatan kecil karena saya yang dibantu oleh beberapa teman yang jujur saja masih belum mengenal sunnah, akhirnya entah mengapa malah meminta agar bisa ikut belajar agama bareng dia. Diajaklah saya dengan beberapa teman lainnya untuk ikut belajar setiap Jum’at nya. Yang belakangan saya ketahui bahwa ustadz-nya (murabbi) adalah seorang anggota dari sebuah organisasi hizbi, organisasi yang berkulitkan ahlussunnah namun hakikatnya berpemahaman Ikhwanul Muslimin. Pada waktu itu saya belum mengetahui penyimpangan organisasi ini dan saya terus mengikuti tarbiyah dengan sangat antusias. Singkatnya, hati saya tidak tergerak untuk menghidupkan sunnah dalam diri saya setelah selama beberapa minggu tarbiyah. Ada sedikit ketertarikan untuk mencari kebenaran, namun tidak ada semangat untuk mepraktekkannya. Alhasil, tidak ada perubahan kecuali hanya mengenal sedikit antara mana yang termasuk sunnah, dan mana yang termasuk bid’ah. Hanya sebatas itu saja.

Setelah merantau sebagai mahasiswa, saya semakin terfitnah oleh dunia. Rutinitas sehari-hari yang tidak jauh-jauh dari benda-benda yang merusak tubuh, terlalu bergampang-gampangan dalam berinteraksi dan bersosialisai dengan wanita ajnabiyah, menakut-nakuti, menghina dan merendahkan orang, dan lain sebagainya, membuat qalbu saya semakin tertutupi dari kebenaran. Kuliah yang berantakan, beberapa masalah dengan teman, dan merasa selalu kekurangan pada urusan dompet menimbulkan prasangka buruk kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Menganggap bahwa Allah tak lagi melihat, memperdulikan, dan menolong saya.  Dan mengapa orang-orang kafir di sekitar saya diberikan kemudahan dan kenikmatan dalam setiap urusannya? “Allah sudah tak adil”, pikir saya ketika itu, dan semangat untuk bermaksiat sebagai ekspresi atas kekecewaan kepada Allah semakin menggebu-gebu. Puncaknya adalah ketika saya mulai membantah dan tidak mendengarkan kedua orang tua saya sehingga membuat mereka menangis. Sungguh saya merasa ini adalah puncak kejatuhan saya. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa hamba dan dosa-dosa kedua orang tua hamba, dan berikanlah kepada hamba dan kedua orang tua hamba akan hidayah dan taufik Mu.

Beberapa tahun berikutnya saya mulai memperbaiki hubungan dengan kedua orang tua saya, namun sayangnya tidak dengan kebodohan-kebodohan lainnya. Hingga suatu sore yang mendung, saya hendak menuju suatu tempat dengan menggunakan sebuah sepeda motor. Memacunya dengan kecepatan sedang karena khawatir dengan aspal yang licin dan basah. Namun lancarnya alur lalu lintas membuat saya terpancing untuk mengikuti cepatnya irama suasana jalan raya waktu itu dan qadarullah, beberapa saat kemudian saya tersadar bahwa saya sudah terbaring di aspal. Terlihat seorang supir angkutan umum menghentikan mobilnya dan dengan sigap memberi sinyal kepada pengendara lain di belakang saya untuk berhenti agar saya tidak terlindas oleh mereka. Keadaan sekitar mendadak menjadi sedikit ramai. Saya berdiri dan sempat merasa tak bisa bernapas sekitar hampir 1-2 detik lamanya. Belakangan saya pun diberitahu bahwa hal itu adalah trauma yang umumnya dialami oleh seseorang saat mengalami benturan atau semacamnya. Allahua’lam.

Kurang lebih seminggu setelahnya, saya pun menjalani operasi akibat fraktur (patahan) di tulang selangka (clavicula) bahu kanan saya karena adanya patahan dan retakan yang bisa memicu kanker tulang disebabkan oleh kecelakaan tersebut. Saya terpaksa harus memakai arm sling (semacam penumpu tangan) dalam segala aktifitas saya hingga kurang lebih selama sebulan. Tidak bisa buang air sendiri, tidak bisa makan sendiri, bahkan tidak bisa bangun dan baring sendiri. Saat itu yang saya lakukan hanya berbaring hingga tertidur, lalu terbangun, dan begitu seterusnya. Saya mulai bosan dan mulai menghitung-hitung kenikmatan-kenikmatan yang telah hilang dari diri saya dan mulai merasa takut bagaimana jika waktu itu saya terlindas oleh mobil dan meninggal seketika? Atau bagaimana jika operasi yang selanjutnya saya akan dibius dan bisa saja saya tidak akan bangun lagi? Apa yang akan saya lakukan di saat malam pertama saya di alam kubur dengan amalan saya selama ini? Apakah saya akan sanggup menahan sakitnya hantaman palu yang bahkan gunung pun menjadi debu saat dihantamkan padanya? Sungguh hal-hal tersebut tidak lucu lagi jika sudah terjadi.

Kekhawatiran akan kematian tiba-tiba dan bayang-bayang akan siksa kubur menggerakkan saya untuk mulai pelan-pelan mengerjakan shalat-shalat  wajib. Saya berpikir tak mengapa meskipun harus sambil duduk daripada tidak ada amal shaleh sama sekali.

Hari berganti hari, hingga tiba bahu saya pun mulai sedikit pulih dan sudah bisa digerakkan. Walhamdulillah. Sungguh ketika kenikmatan telah dicabut dari mu, maka hal-hal yang kecil pun akan terasa begitu berarti. Hal ini semakin mempertegas bahwa kita tak memiliki apa-apa dan hanya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Saya sangat menikmati pekerjaan-pekerjaan yang mengandalkan tangan kanan saya seperti mengangkat tas atau bahkan sekedar cuci piring. Terasa sangat begitu menyenangkan.

Setelahnya saya memutuskan untuk lebih memperhatikan akhirat dan mulai menjauhi hal-hal yang diharamkan dan merusak tubuh. Bermodalkan ilmu saat tarbiyah dahulu membuat saya memperhatikan ilmu agama yang saya terima dari dunia maya (karena waktu itu saya belum tahu ke mana harus menimba ilmu). Saat itu sedang marak-maraknya artis-artis dan eks personil-personil band yang hijrah. Slogan yang intinya back to sunnah wa laa bid’ah pun bergema seantero sosmed ketika itu. Facebook, Twitter, dan Instagram banjir postingan fawaid tentang sunnah dari ustadz-ustadz atau ikhwa wa akhwat, baik berupa artikel, gambar, atau video. Saya pun mulai memotong celana agar tak isbal, membaca artikel-artikel tentang sunnah, dan menonton video-video ceramah di situs berbagi video Youtube atau menonton streaming di sebuah stasiun tv islami yang sebelumnya berdakwah melalui radio. Saya kira antumna pasti tahu nama stasiun tv dan radio ini. Hehehe…

Saat itu saya begitu bersemangat. Apalagi setelah menyimak video ceramah ustadz-ustadz lulusan universitas di Arab Saudi di Youtube, atau pun ustadz-ustadz lainnya yang bersama mereka. Bagaimana pembawaan mereka ketika menyampaikan ceramah dan bagaimana bantahan-bantahan ilmiah mereka terhadap da’i-da’i ahli bid’ah dari kalangan sufi, membuat saya sangat merasa kagum kepada mereka. Saya berpikir bahwa mereka adalah ahlussunnah wal jama’ah yang sebenarnya dan saya bertekad akan menempuh jalannya. Saya berusaha mencari di mana saya bisa mengikuti kajian mereka (yang semanhaj dengan ustadz-ustadz di Youtube tersebut) di kota tempat saya kuliah. Hingga saya mem-follow seorang yang saya lihat mencirikan seorang ahlussunnah wal jama’ah. Saya pun bertanya kepadanya tentang lokasi ta’lim ahlussunnah di kota saya dan dia mengarahkan saya (melalui postingannya) pada jadwal ta’lim seorang Ustadz B. Saya pun berniat untuk datang ke ta’lim Ustadz B tersebut minggu selanjutnya, yang tidak pernah terjadi hingga saat ini. Apakah itu karena waktu yang bertabrakan dengan agenda lainnya yang tidak dapat ditinggalkan atau karena kemalasan yang datang tiba-tiba. Lalu setelah mengenal manhaj salaf, saya pun mengetahui bahwa si Ustadz B bersama dengan seorang ustadz yang telah di-tahdzir oleh Syaikh Robi’ hafizhahullah karena sifat makir, la’ab, dan mutalawwin-nya yang telah kita ketahui bersama. Walhamdulillah.

Beberapa minggu kemudian saya mendapati ternyata masjid di dekat kosan saya sering diadakan ta’lim tiap pekannya. Saya tidak tahu diadakan oleh siapa tapi saya tetap mencoba untuk rutin mengikutinya. Namun yang saya dapati berbeda dengan apa yang saya saksikan pada kajian islam ilmiah yang biasa saya tonton di Youtube. Di sini para ikhwahnya memakai jubah, atau enggak, mereka memakai sarung dengan celana/sirwal di dalamnya. Sampai sempat bertanya-tanya dalam hati: “Ini kelompok khawarij apa bukan?” Sedangkan keadaan ikhwah yang saya nonton di Youtube macam-macam pakaiannya. Ada yang pakai jubah, ada yang pakai sarung atau sirwal, atau hanya pakai celana toh. Ini yang pertama.

Kemudian yang kedua, kelompok ta’lim di dekat masjid kosan saya (yang kemudian akan saya sebut sebagai Kempok 2) menghimbau agar tidak mengambil gambar baik berupa video atau pun foto untuk dokumentasi. Tentu saja ini jelas sangat berbeda sekali dengan (yang selanjutnya akan saya sebut sebagai Kelompok 1) video kajian yang saya nonton di Youtube.

Dan yang ketiga dan yang menyebabkan saya sedikit tidak nyaman dan mulai mencari tahu adalah mengapa tidak terdapat situs-situs website Kelompok 1 pada selembaran informasi yang saya dapatkan dari Kelompok 2 yang berisikan daftar website salafy di Indonesia. Jika Kelompok 2 memiliki www.rujukanmuslim.com sebagai mesin pencarinya dan Kelompok 1 memiliki www.y***d.com sebagai mesin pencarinya padahal mereka sama-sama mengaku sebagai salafy, di pihak manakah kebenaran berada? Jujur saja ini membuat saya merasa tidak nyaman dan terus bertanya.

Melakukan observasi dengan menyusuri beberapa alamat website yang dimiliki masing-masing kedua kelompok ini selama beberapa bulan membuat saya menemukan pihak mana yang menurut saya kebenaran berada. Dalam hal ini saya harus menilai berdasarkan kebenaran, bukan pada orangnya. Menentukan bahwa “kelompok ini” benar karena mereka yang mencocoki kebenaran, bukan menentukan bahwa ini adalah kebenaran karena “kelompok ini” yang melakukannya. Saya harus membuang jauh taklid saya kepada suatu pribadi atau sosok yang saya kagumi sebelumnya dari kedua kelompok ini dalam menilai hal ini.

Dan –walhamdulillah- saya meyakini dengan pasti bahwa Kelompok 2 adalah pihak yang mencocoki manhaj salaf, pihak yang memahami Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafus shaleh yang sebenarnya. Siapa pun yang berakal dan jujur di dalam hatinya untuk mencari kebenaran, maka dia pasti akan melihatnya dengan terang benderang di pihak manakah al haq berada. Biidznillah.

Akhirnya saya merutinkan diri untuk mengikuti ta’lim rutin salafy baik di kota tempat saya kuliah maupun di kota tempat kedua orang tua saya berada. Dan ma syaa Allah, selama meniti jalan di manhaj ini, thalabul ilmi dan mengaplikasikan sunnah terasa selalu dimudahkan, walhamdulillah. Ditambah dengan ikhwah-ikhwah yang senantiasa selalu ta’awun dalam kebaikan, ramah, serta menebarkan senyum dan salam.

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang telah menunjukkan kepada kami jalan yang lurus.

Segala puji bagi Allah, yang terus memberikan rahmat dan karunia Nya sedang dahulunya kami termaksud dari yang senantiasa bersuudzan dan bermaksiat kepada Nya.

Segala puji bagi Allah, yang membawa kami kepada cahaya yang terang benderang menuju al haq di saat kami bingung oleh banyaknya fitnah (syubhat) yang menyambar-nyambar.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami dan janganlah Engkau siksa kami karena diakibatkan oleh kelalaian kami.

Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah kami di atas agama Mu. Aamiin.


https://www.atsar.id/2017/02/akhirnya-ku-temukan-manhaj-salaf.html (dg hormat, mohon cantumkan sumber)

=========

*) Judul dari kami, tanpa melakukan perubahan pada konten (karena sudah bagus .red)
**) Konten ini hanya dipublikasikan di www.atsar.id

NB. Bila antum pemilik tulisan ini, senang rasanya bila kita saling kenal. Kami tunggu disini (klik) atau via email happyislamcom@gmail.com

Bagi yang belum mengirimkan tulisan, kami tunggu ya

Barakallahu fiikum
Oleh:
Atsar ID