Tak Kecewa dalam Doa
Pernah saya menyesal, kenapa saya tidak mengenal salafy sejak dulu. Sehingga saya bisa menggunakan waktu muda saya di pondok salafy. Ketika hidayah itu datang saya sudah berumur, baru lulus kuliah dari salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja.
Alhamdulillah, Allah tunjukkan jalan kepada saya untuk menebus penyesalan dan mengejar ketertinggalan dalam belajar ilmu syar'i dengan diterimanya saya sebagai pengurus di sebuah mahad salafy.
Tak lama kemudian, saya menikah dengan seseorang yang sangat saya harapkan ilmunya bisa membimbing dunia dan akhirat saya.
Sekarang bapak dan ibu mau berangkat umroh. Namun tak disangka, inilah awal ujian yang begitu berat dalam keluarga ini. Ketika check up kesehatan di rumah sakit internasional di Jogja, bapak divonis batu ginjal, sehingga batunya harus dikeluarkan. Biidznillah, telah sembuh.
Ketika mau pulang, diagnosa baru keluar vonis bahwa bapak saya divonis gagal ginjal, strok, hipertensi, dan epilepsi.
Seakan saya tidak percaya dengan ini semua. Bapak yang secara fisik sehat, bisa makan, bisa jalan, bisa bicara dan bercanda, sekarang terkapar tak berdaya berdaya di ruangan ICU dalam kondisi tidak bisa melakukan apa-apa.
Bahkan sekedar untuk membuka matanya, bapak tidaklah sanggup. Ketika saya melihatnya, tak terasa air mata ini jatuh dan badanku terasa lemas karena tidak tega melihat bapak dengan kondisi kaki dan tangannya diikat, kabel-kabel menempel di dada, infuse, oksigen, dan sebagainya.
Yang bisa dilakukan bapak hanyalah meronta dengan tangan dan kakinya. Namun tidak bisa bicara dan membuka matanya. Kejadian ini berlangsung cukup lama, selama 16 hari.
Biasanya saya menjenguk bapak sehari sekali. Namun saya kurangi menjadi seminggu 2 kali karena ada salah satu petugas fisioterapi kaget ketika tahu saya sedang hamil tua. Beliau mengkhawatirkan kalau saya sering masuk ke ICU menjadi Keracunan Kehamilan.
26 hari kami sekeluarga menunggu apa sebenarnya keputusan Allah terhadap bapak. Kami pun berdoa "Ya Allah, jika Engkau mau mengambilnya, jadikanlah kalimat terakhirnya adalah kalimat tauhid."
Namun aku pun berharap, panjangkanlah umurnya agar aku bisa berdakwah kepadanya dan berilah beliau kesempatan untuk memperbaiki amalannya sesuai sunnah Rasul-Mu.
Hari ke 27 ayahku sadar dan boleh keluar dari ruang ICU. Lalu kami pun membawa pulang secara paksa. Namun kesedihan juga masih kami rasakan karena bapak sekarang tidak bisa berjalan, berat badannya turun 16 kg.
Tidak hanya itu, bapak juga sempat hilang ingatan, sehingga tidak mengenal keluarganya. Biaya bapak berobat sekitar 130 juta. Namun bukan kondisi yang lebih baik yang kami dapatkan. Tapi sakit yang bertambah parah.
Tidak lama setelah kejadian itu, kepala saya terasa pusing sekali seperti di belah-belah, terutama ketika jam 12.00 malam. Selama sepekan saya menahan rasa sakit ini, akhirnya suami memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua dan lahirkan di sana.
Dengan harapan, ibu bisa membantu saya dalam urusan rumah tangga, terutama merawat anak pertama saya yang baru berumur 16 bulan yang saat itu belum bisa berjalan.
Dua hari di rumah orang tua, rasa pusing yang sangat masih tetap ada. Terutama ketika jam 12 malam. Entah apa sebabnya, saya selalu menahan rasa sakit ini seperti sakit biasa. Alhamdulillah, di rumah ada alat tensi sehingga saya bisa memanfaatkannya. Begitu kagetnya saya ketika di ukur tensi ternyata hasilnya 210/120.
Pengukuran pun diulangi lagi dan hasilnya tetap sama. Saya berbaik sangka mungkin alat yang salah atau salah dalam pengukuran. Namun tidaklah ada yang salah, karena keesokan harinya saya periksa ke bidan terdekat, begitu kagetnya saya ketika tahu tensinya 210/120, dan beliau merujuk ke dokter. Dokter pun tidak sanggup menangani dan akhirnya saya harus opname di rumah sakit selama 3 hari.
Diagnosa dokter, bahwa saya "Keracunan Kehamilan". Akibatnya, janin yang saya kandung kecil. Selain itu, keselamatan ibu dan bayi sangat dikhawatirkan. Karena dikhawatirkan ibunya kejang dan tidak mampu mengejan sehingga harus Caesar. Penyesalan pun datang kenapa saya harus periksa medis, sehingga jadinya seperti ini, menambah beban pikiran saya semakin berat.
Tiga hari di rumah sakit terasa begitu lama tanpa ditemani buah hati tercinta. Tiga hari pun sudah berlalu, kini saatnya saya pulang dan bertemu kembali dengan buah hati. Baru sehari di rumah, ternyata Allah memang berkehendak saya harus kembali ke rumah sakit, karena mengalami pendarahan.
Saya pergi ke rumah sakit dengan menggunakan becak. Qaddarullah, dompet suami saya hilang. Lagi-lagi ini adalah ujian. Setelah diperiksa janin saya sudah tidak bisa dipertahankan, sehingga detik-detik persalinan pun harus saya hadapi, Alhamdulillah semua berjalan lancar dengan persalinan normal.
Namun apa boleh dikata, untuk kali keduanya saya melahirkan bayi kecil. Sedih rasanya, namun ini semua sudah menjadi ketentuan-Nya. Dan sungguh Allah lebih tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Saya pun bertawakal.
Saat ini saya harus menerima kenyataan bahwa aku harus merawat anakku ini sendiri. Karena saat ini ibuku sedang tidak di rumah, sedang mengantar kakek operasi kencing batu di Jogja, dan suami saya pun sedang bekerja diluar kota. Anakku, ketik 'ku melihatnya, air mata pun jatuh tak tertahan.
Ketika mau menyentuhnya, tangan ini gemetaran, setelah sebelumnya bayiku ini masuk incubator selama 15 hari. Batin ku berkata, "mampukah saya ya Allah, merawat titipan-Mu ini? Tolonglah hamba ya Allah, sungguh aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu".
Seminggu kemudian, tibalah kakek saya pulang dari operasi. Sehingga kami berkumpul kembali dalam satu rumah. Rumah yang imut bak rumah sakit kecil di sebuah pedesaan, tanpa dokter dan perawat, yang ada hanyalah orang-orang lemah.
Satu kamar untuk bapak yang gagal ginjal, satu kamar lagi untuk kakek tua yang baru operasi yang tidak mampu berjalan, dan satu kamar lagi untuk bayi kecil bersama ibunya yang hipertensi dan anak sulungnya yang belum bisa berjalan juga. Ibu saya berusaha menjadi dokter yang selalu mengingatkan kami bertiga (saya, bapak, dan kakek) minum obat, minum susu, dan makan.
Pilu rasanya hati ini melihat kenyataan di depan mata. Namun, saya yakin dibalik semua ini terdapat hikmah dari Yang maha Kuasa. Karena setiap kisah di dunia ini, baik sedih ataupun senang, di baliknya terdapat hikmah. Saya pun berharap kepada Allah, semoga kesabaran terlimpah kepada kami, dan kami dikumpulkan di jannah-Nya, saya berharap Al Firdaus-Nya. Amiin.
Catatan Redaksi:
Ujian adalah kepastian bagi mereka yang menyatakan beriman. Dengan ujian itu, Allah s
Subhanahu wa ta'ala persiapkan hikmah agung yang tak terbilang dengan angka, tidak pula tersifati dengan kata-kata. Bahkan, hikmah adalah sifat-Nya yang maha sempurna, tidak cacat maupun cela.
Hikmah yang luas tak terbatas. Peneguh keimanan, sebab hidayah, dihapuskan dosa, diangkat derajat, adalah sebagian kecil hikmah dari musibah.
Sungguh benar sabda rasul shallallahu alaihi wasallam yang mulia (artinya), "Senantiasa bala (musibah) menimpa seorang mukmin dan mukminah, pada jasadnya, keluarganya, dan hartanya, sampai ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih dari kesalahan (dosa)." [H.R Al-Bukhari, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu Anhu, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrad].
Maka, kita pun harus selalu memohon kekuatan dan kesabaran kepada-Nya. Apalagi, memang kita tidak boleh putus asa apa lagi kecewa dalam berdoa. Ya Allah, berikanlah kesabaran kepada kami semua termasuk shahibul qishah. Dan masukkanlah kami ke dalam firdaus-Mu yang tinggi. Amin ya Rabbal'alamin.
Sumber : Majalah Qudwah Edisi 11 Hal 97 tahun 2013 M
|
Kisah : "Tak Kecewa dalam Doa" |