remaja

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

manifestasi cinta

Manifestasi Cinta Cinta harus terwujud nyata. Tidak hanya kata. Bukan sebatas retorika. Bukan karena terampil berbahasa. Ada bukti, ada aksi. Itulah manifestasi! Duduk di hamparan karpet Masjid Nabawi, langsung hadir dalam benak, bagaimana para sahabat memuliakan dan menghormati Nabi Muhammad ﷺ. Pasti hari-hari dilalui penuh cinta. Tentu mereka tak mau berpisah! Anas bin Malik (Sahih Tirmidzi 2433) memohon Rasulullah untuk memberinya syafaat kelak hari kiamat. Beliau mengabulkan. يا رسولَ اللَّهِ فأينَ أطلبُكَ " Wahai Rasulullah, di manakah esok aku mencari Anda? ", tanya Anas. " Carilah aku pertama kali di Shirat (Jembatan)", Nabi Muhammad menjawab. Anas bertanya lagi, " Bila aku tidak bisa berjumpa Anda di Shirat? ". Nabi Muhammad menjawab, " Carilah aku di Al Mizan (Timbangan Amal)" " Bila aku tidak bisa berjumpa Anda di Al Mizan?", Anas bertanya. Nabi Muhammad bersabda, " Maka, carilah aku di Al Haudh (Telaga). Sungguh, aku tidak akan meninggalkan tiga tempat ini" Di situ, setiap muslim harus berpikir, " Dengan bekal apa yang dibawa jika hendak berjumpa Nabi Muhammad ﷺ ? " Ditanya tentang sejarah hidup Nabi ﷺ , tak bisa menjawab. Apalagi bercerita rinci. Ditanya mengenai sabda-sabda beliau, terdiam seribu bahasa. Tidak tahu, katanya. Bahasa arab sebagai bahasa Nabi ﷺ tidak dikuasai. Justru dihabiskan waktunya untuk belajar bahasa-bahasa lainnya. Praktek beribadahnya masih belum sesuai benar dengan ibadah yang dikerjakan Nabi Muhammad ﷺ, lalu bagaimana? Mana rindunya untuk berziarah ke Masjid Nabawi? . Kenapa dia diam ketika sunnah-sunnahnya dicela? Kenapa tak bersalawat dan bersalam ketika nama beliau disebut? Nabi Muhammad ﷺ yang selalu membaca Al Qur'an, kenapa tidak diteladani? Masalahnya, ia tidak tertarik bahkan tidak terbetik di hati untuk belajar membaca Al Qur'an. Kapan ia berdoa agar mendapat syafaat Nabi Muhammad ﷺ? Ah, hidupnya sangat jauh dari Nabi Muhammad ﷺ. Ia habiskan waktu untuk foya-foya. Ia kuras tenaga demi hawa nafsu. Ia kejar ambisi duniawi hingga habis nafas. Sahabat Rabi'ah bin Ka'ab pernah ditawari permohonan oleh Rasulullah ﷺ, " Mintalah sesuatu!" أسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ في الجَنَّةِ " Aku meminta agar tetap bisa menemani Anda kelak di surga" , pinta Rabi'ah. ( HR Muslim 489) Inilah cita-cita! Inilah masa depan! Bukan jabatan! Bukan puncak karir! Bukan kekayaan! Bukan harta! Bukan status di masyarakat! Bukan titel dan gelar sarjana! Bukan! Cita-cita itu adalah bagaimana agar bisa bersama-sama Nabi Muhammad ﷺ di surga. Caranya? Pelajarilah kehidupan beliau, lalu terapkan. Kota Madinah, 19 November 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

pemuda, sebenarnya ini ujian!

 .(149) Pemuda, Sebenarnya Ini Ujian! Nabi Sulaiman bertanya, siapa yang sanggup mendatangkan singgasana Ratu Saba sebelum tiba. Padahal, jarak dua kerajaan sangatlah jauh. Ribuan kilometer. Jin Ifrit menyatakan mampu sebelum Nabi Sulaiman beranjak berdiri. Ada yang berilmu mengatakan, " Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip ". Singgasana Ratu Saba' benar-benar dipindahkan ke Istana Nabi Sulaiman. Itu sungguh-sungguh luar biasa. Itu nikmat. Itu karunia. Bukannya sombong, tidak juga takabbur. Nabi Sulaiman sadar lalu berkata (An Naml : 40) : هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ " Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya) " Untukmu, Pemuda, renungkanlah! Wajahmu yang tampan. Badanmu yang atletis. Kakimu yang kokoh. Tanganmu yang kuat. Rambutmu yang bagus. Kamu yang pintar bicara. Pandai berperibahasa. Mampu merangkai huruf. Sanggup merayu dengan kata-kata. Kamu yang merasa hebat beretorika. Ingatlah! هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)  Kamu yang cerdas. Kuat mengingat. Cepat menghafal. Sekali lihat susah terlewat. Satu kali membaca sulit dilupa. Kamu yang ber-IQ tinggi, katanya. Orangtuamu masih sehat. Motivasi dan support keluarga terus ada. Dukungan finansial dan dana selalu tersedia. Apapun yang kamu perlukan, orangtuamu katakan, " Iya ". Ingatlah! هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)  Coba bercerminlah! Lihatlah fakta kehidupan lalu berkaca! Pandanglah dunia yang begitu luas itu! Bukankah ada dan masih banyak anak muda yang tidak seberuntung dirimu? Ada yang merundung sedih karena fisiknya yang tak sebaik dirimu. Buruk rupa. Lemah. Ringkih. Mudah sakit. Cacat barangkali. Ada yang minder hingga sering diam. Susah berkomunikasi. Sulit berbicara. Tak pandai berkata-kata. Bicara, baginya, sangat menyiksa. Ada yang susah hati karena merasa bodoh. Gampang lupa. Mengingat itu berat. Belajar, menurutnya, seperti memahat gunung batu. Ada yang sejak kecil kehilangan kasihsayang orangtua. Ia tumbuh sebagai anak yatim, piatu, atau yatim piatu. Atau juga orangtuanya berpisah. Dingin dan kaku, ia rasakan, hidup ini. Ada yang tak mampu secara finansial. Tidak ada biaya. Kurang dana. Ia tak selalu bisa memiliki apa yang diinginkan. Ia merasa tak berhak meraih apa yang diangankan. Ingatlah dirimu, wahai Pemuda! Bukankah engkau jauh lebih baik? هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)  Lalu, wahai Pemuda, kenapa dan kenapa? Kenapa tak kunjung habis hawa nafsumu dipuaskan? Engkau yang menghabiskan waktu dengan bermain game online dan offline. Engkau yang melewatkan hari dengan bermedsos tanpa batasan. Engkau tonton video-video itu tanpa malu. Engkau yang lalui malam dengan nongkrong dan begadang. Engkau yang sia-siakan kesempatan dengan tidur pagi hingga siang, bahkan sepanjang hari hingga gelap. Engkau yang disibukkan dengan perempuan-perempuan yang tidak halal itu. Perempuan asing yang lebih engkau perhatikan dibandingkan ibumu yang melahirkanmu. Engkau yang membuat susah orangtua. Seakan tak ada hati melihat orangtua yang bekerja tanpa engkau bantu. Engkau yang ogah belajar agama. Lari dan menghindar dari majelis ilmu. Katamu, pondok pesantren, adalah penjara tak berkesudahan. Ah, Pemuda, berpikirlah! Sudah banyak nikmat yang Allah titipkan padamu. Engkau gunakan untuk apa itu? Semua yang ada pada dirimu, sebenarnya adalah ujian. Untuk menguji, apakah engkau mau bersyukur atau justru ingkar? هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari nikmat-Nya Lendah, 29 Oktober 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

remaja kabur (fenomena santri kabur dari pondok)

 .(147) Remaja Kabur Kabur yang dimaksud adalah melarikan diri. Selepas kajian Zuhur, siang kemarin, saya bertanya kepada satu per satu siswa, " Pernah kabur dari pondok? ". 80% menjawab pernah. Saya mengajukan beberapa kemungkinan faktor yang membuat mereka kabur.  Urutan pertama yang menjadi alasan kabur adalah pengajar yang galak. Selain itu, kesulitan beradaptasi, kangen orangtua, dan konflik dengan teman, menjadi faktor lain yang menyebabkan mereka kabur. Pengajar galak menjadi momok yang menakutkan bagi santri. Seharusnya disayang, justru santri tertekan. Ia seakan hidup dalam teror, karena pengajarnya yang berpembawaan marah-marah dan mencaci-maki. Itulah fakta pahit pendidikan yang mesti didiskusikan. Kasus santri kabur, mengingatkan kita pada firman Allah Ta'ala : فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (QS Ali Imran 159) Ibnu Katsir dalam At Tafsir, menerangkan,  " Andaikan engkau berbahasa kasar dan berhati kaku terhadap mereka, pasti mereka akan lari menyingkir dan meninggalkanmu " Nabi Muhammad ﷺ adalah pribadi yang lembut, penyayang, dan menyenangkan. Gaya berbicara beliau menyejukkan. Bahasa yang dipilih tidak menyinggung perasaan. Sulit untuk dilupakan kata-kata beliau, saking ademnya. Jangankan kawan, kepada lawan pun Nabi Muhammad ﷺ berbahasa dengan sopan. Musuh sekalipun diperlakukan dengan baik. Betapa penyayangnya beliau kepada kaum penentang, sampai-sampai mendoakan mereka dengan hidayah.  Kepada orang-orang badui yang belum mengerti tata krama, Nabi Muhammad  ﷺ sabarnya luar biasa. Bahasa beliau tetap lembut. Sikap beliau selalu halus. Sebab, kepada orang-orang yang beriman, Nabi Muhammad  ﷺ adalah pribadi yang penyayang. Memang benar Nabi Muhammad ﷺ  jika berkhutbah, kedua mata beliau memerah, suaranya meninggi, dan marahnya bertambah.Sahabat Jabir dalam riwayat Muslim meriwayatkan demikian. Namun, hal itu tidak setiap saat. Bukan selalu tiap waktu. Sebelum dan setelah khutbah, Nabi Muhammad  ﷺ tidak demikian.  Al Utsaimin dalam Syarah nya menjelaskan,  " Nabi Muhammad ﷺ demikian keadaannya karena sebuah maslahat. Sebab, sama-sama diketahui bahwa beliau adalah pribadi yang paling baik akhlaknya dan paling lembut perangainya. Namun, setiap kondisi ada hukumnya tersendiri" Tidak kalah penting diingat bahwa yang dimaksud adalah kemampuan seorang orator. Suaranya tinggi dan lantang, namun menyenangkan. Walau mata memerah dan seperti sedang marah, pendengar merasa nyaman dan tenang. Lain halnya jika pembicara memang membentak-bentak, menghentak-hentak. Pendengar bisa merasakan jika pembicara tengah meluapkan amarah, mengalirkan emosi. "Memberi nasihat atau sedang marah-marah?", pikirnya. Bahasanya tidak indah. Kata-kata tidak tersusun baik. Kalimat-kalimatnya tak beraturan. Tidak karuan. Pendengar kurang simpati. Lagi-lagi, " Ini nasihat atau marah-marah?", pikirnya lagi. Apalagi, hal itu memang identik dengan pribadinya. Sehari-hari seperti itu. Kepada siapa saja demikian. Itulah sifat dan karakternya. Bukan hanya saat khutbah saja! Wajar jika santri-santri berusia remaja itu kabur. Pantas anak-anak belum berusia baligh lebih memilih lari. Sebab, mereka tidak memperoleh kasih sayang yang diinginkan. Mereka selalu ketakutan karena pengajar yang galak, kasar, dan suka marah-marah.  Maka, bagaimana caranya, dengan bijak dan hikmah, pengajar semacam itu diberi pengarahan dan pencerahan. Sebab, mempertahankan pengajar seperti itu hanya akan merugikan lembaga pendidikan. Parahnya lagi, memunculkan stigma negatif dan mencoreng nama baik pesantren.  Lendah, 18 Oktober 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

berharap regenerasi yang serasi

 .(143) Berharap Regenerasi Yang Serasi Subhanallah! Bisa dikata, asal daerah santri telah tersebar merata dari sudut-sudut negeri. Tak terkecuali di Ma'had Darul Hikmah di kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Lebih dari 200 santri putra dan putri menjalani hari-hari mereka dengan thalabul ilmi. Rangkaian kajian yang hanya efektif 2 hari, membawa kami berkeliling hampir separuh pulau Buton.  Dari Bau-Bau ke Kapontori di sebelah utaranya. Lalu ke barat, ke Pasar Wajo. Kemudian ke Sampolawa, lalu pulang menyusuri garis tepi pulau Buton bagian barat; Batauga. Santri-santri ada yang berasal dari kepulauan Wakatobi, pulau Siompu, pulau Kadatua, pulau Kabaena, dan dari pulau Talaga. Tentu pulau Buton dan pulau Muna lah yang paling banyak mengirimkan santri. Problem kita selalu sama. Di mana-mana. Jawa maupun luar Jawa. Pondok yang sudah besar ataupun yang sedang merintis mula-mula.  Apa itu?  Sumber daya manusia yang kurang. Maksudnya; tenaga pengajar. Setiap pondok mengeluhkan hal ini; yaitu kekurangan tenaga pengajar. Namun, apapun alasannya, berdakwah tidak boleh mudah menyerah. Tarbiyah anak mesti terus dijalankan walaupun dalam keterbatasan. Sambil mencari solusi-solusi yang baik. Santri-santri itu datang dari tempat yang jauh. Mereka berpisah dari orangtua. Otomatis, rindu selalu mengganggu. Apalagi baru pertama kali di asrama. Akan terasa asing. Hampa dan sunyi. Harus adaptasi. Maka, tak jarang santri memutuskan pulang. Padahal baru beberapa hari. Tidak betah, alasannya. Sebenarnya, kita semua harus berpartisipasi. Jangan hanya membebankan ke para pengajar. Selain problem kekurangan jumlah, para pengajar itu sudah ekstra sibuk. Apa yang bisa dilakukan? Tentu harus duduk bersama untuk musyawarah. Perhatian. Iya, perhatian. Santri-santri itu harus diberi perhatian. Bukan saja oleh pengajarnya, tetapi perhatian dari kita semua. Nabi Muhammad ﷺ bersabda : تَهادَوا تحابُّوا " Saling berbagi hadiah lah, niscaya kalian saling menyayangi " HR Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no.594 Ibnu Abdil Barr ( At Tamhid 18/21 ) menerangkan manfaat berbagi hadiah, "... menghadirkan cinta dan mengusir permusuhan" Gambarannya seperti ini... Ada santri terlihat rajin. Selalu di shaf depan. Berkelakuan baik. Aktif mencatat pelajaran. Maka, sesekali bolehlah kita beri hadiah untuknya.  Sambil memberikan minyak wangi atau sarung, bolpoint atau sandal jepit, buku tulis atau apa lah, kita bisa memberi motivasi, " Mas, rajin belajar ya. Semoga Antum istiqamah dalam thalabul ilmi " Berikan perhatian kepada santri-santri! Bila tak bisa memberi hadiah, satu dua menit yang kita sisihkan untuk duduk berbincang dengan mereka sudah terhitung luar biasa. Percakapan yang ringan-ringan saja. Menanyakan kabar, mendoakan, bercerita tentang sebuah pengalaman, menyampaikan harapan umat, atau silahkan pilih bahan pembicaraan yang menyenangkan. Abu Dawud meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Dzar : كان رسولُ اللهِ  ﷺ يَجْلِسُ بينَ ظهرَيْ أصحابِه ، فيجيءُ الغريبُ ، فلا يدري أيُّهم هو ، حتى يسألَ " Dahulu, Rasulullah ﷺ sering duduk di tengah-tengah sahabatnya. Jika ada orang asing datang, tidak akan tahu yang manakah beliau, sampai ia bertanya ". Disahihkan Al Albani dalam Sahih Abi Dawud (4698) Bila ada rejeki, ajaklah beberapa santri ke rumah untuk sekedar minum teh atau kopi. Di momen-momen semacam itu, kita bisa membangun komunikasi dan kedekatan.  Bukankah Anda selaku orangtua akan senang, jika anak Anda yang sedang thalabul ilmi nun jauh di sana bercerita saat ditelpon, " Alhamdulillah. Di sini aku sangat diperhatikan. Ikhwan-ikhwan di sini ramah dan penyayang. Aku betah". Betapa santri-santri itu akan bahagia dan nyaman di pesantren. Walau jauh dari orangtua, ia diperhatikan oleh "orangtua-orangtua" di tempat thalabul ilmi nya. Barangkali kita bingung atau tidak tahu harus bagaimana berta'awun di pesantren. Membantu jalannya tarbiyah. Nah, ikutlah dan aktiflah membantu para pengajar dengan turut memperhatikan santri-santri itu. Agar regenerasi berjalan serasi, insya Allah. Makassar, 19 September 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit