Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

bengkelkan hati, selain motormu

9 tahun yang lalu
baca 5 menit
Mengenang Sebuah Nasehat
Sesaat Menjelang Touring Peserta Kajian Islam Lendah
Tujuan Wonosobo dan Dieng
Dua bulan yang lalu....

BENGKELKAN HATI, SELAIN MOTORMU
(Bekal Perjalanan ke Wonosobo)


Perjalanan kita nanti terbilang panjang. Ratusan kilometer harus ditempuh. Ada banyak kemungkinan yang akan dihadapi selama perjalanan. Naik turun itu sudah pasti. Tikungan dan belokan tentunya ada yang ekstrem. Ditambah lagi cuaca dan alam yang tidak ada satu pun dari kita yang  bisa memastikan. Namun, itu semua bukanlah menjadi alasan untuk membatalkan rencana yang telah digadang-gadang sejak semula.
Sebab kita yakin, Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Ingatlah selalu! Untuk apa kita menempuh perjalanan ini? Kenapa kita begitu bersemangat merencanakannya?  Dalam rangka apa kita rela berjauh-jauh sampai ke Wonosobo dan Dieng?

Masih ingatkah kita dengan tanggal 12 Mei 2015? Hari itu adalah hari pertama kita membaca kitab Aisar. Sebuah karya tulis di bidang tajwid dan qira’ah yang sangat mengagumkan. Kita belajar makhraj dan sifat setiap huruf hijaiyah sejak di halaman pertama. Hukum-hukum tajwid tanpa terasa kita habiskan membacanya sampai pembahasan terakhir.

Hari-hari indah pun kita lewati bersama. Kantuk dan lelah bukan lagi musuh yang menakutkan. Bahkan ia menjadi sahabat yang terkadang menemani perjalanan kita di tiap-tiap subuh sampai ke masjid Kepek, Lendah. Suara motor dan cahaya lampu selalu menembus gelapnya akhir malam. Dari utara, barat, timur dan selatan. Semuanya mengarah ke satu masjid, untuk mempelajari kitaabullah.

Lebih dari setengah tahun, subuhnya kita lalui dengan belajar kitab Aisar.
Sampai pada tanggal 09 Desember 2015.

Alhamdulillah, Allah memberi kesempatan untuk kita dapat menyelesaikan kitab Aisar. Banyak benar yang merasakan manfaatnya.

Terharu dan terharu dalam bahagia. Bagaimana tidak terharu, jika lantunan ayat-ayat Al Qur’an kemudian selalu menyemarakkan masjid Kepek di setiap pagi buta. Satu sama lain saling menyimak dan mengkoreksi bacaan. Sebuah pesantren kecil telah lahir di bumi Lendah, pikir saya.

Walaupun masih harus berkembang. Meskipun mesti semakin belajar. Namun lihatlah... satu, dua dan beberapa dari teman-teman kita yang kini lancar membaca dengan alunan irama menyentuh, padahal sebelumnya ia harus terbata-bata. Ada berapa kakek tua yang sangat bersemangat bersama kita. Mbah Widi, Mbah Pomo, Mbah Suraji, Mbah Rusman, Mbah Kamiran dan Mbah Muh bukankah penuh semangat.

Sebagian anak-anak yang kita harapkan menjadi penerus generasi kita juga tak kalah semangatnya.

Setelah itu, kita ingin bertemu langsung dengan penulis dan penyusun kitab Aisar. Beliau Ustadz Abu Hamid Fauzi bin Isnain. Ada tekad dari kita untuk sekali saja bertemu dengan seseorang yang mempunyai sanad dan mata rantai riwayat membaca Al Qur’an sampai kepada baginda Rasulullah Shallallohu'alaihi wasallam.   Kita ingin dipertemukan dengan seorang ahli qur’an di zaman ini. Ingin sekali kita berjumpa beliau.

Inilah tujuan kita! Bertemu dengan seorang ahli qur’an yang mempunyai sanad langsung kepada baginda Rasulullah Shallallohu'alaihi wasallam.
Bukan semata bersenang-senang. Ini bukan hura-hura dan sekadar ingin rame-rame. Ini bukan membuang-buang waktu. Ini bukan naik motor lalu tertawa-tertawa. Di sana, saat bertemu Ustadz Fauzi, kita ingin memperoleh nasehat dan wejangan agar bagaimanakah caranya menjadi ahli Al Qur’an di akhir zaman?

 Tuluskan niat!
 Bersihkan tujuan!
 Sucikan maksud!

Perjalanan panjang ini akan membuka watak dan karakter kita sesungguhnya. Siapakah saya dan masing-masing panjenengan. Kita akan terkuak sedikit demi sedikit dalam perjalanan nanti. Sebab, perjalanan jauh akan membuka jati diri kita.

 Jangan mudah emosi!
 Jangan egois dan hanya berpikir tentang diri sendiri!
 Jangan grusa-grusu!
 Jangan terburu-buru!
 Jangan kikir dan bakhil!

Satu setengah tahun, harusnya sudah lebih dari cukup untuk menjadikan kita satu, padu dan selalu. Bersatu dalam arah, melalui langkah-langkah yang padu dan sewarna, juga hidup selalu dalam kebersamaan hati.
Kita adalah satu tubuh, bukan lagi “seperti” satu tubuh. Menyalahkan teman dalam perjalanan nanti, sama halnya dengan menyalahkan diri sendiri. Menyakiti teman saat perjalanan nanti, sama saja dengan menyakiti diri sendiri.
Kenapa? Sebab, kita telah menjadi satu tubuh.

Perjalanan panjang nanti merupakan ujian bagi kita semua. Ujian, apakah kita telah belajar arti kebersamaan. Apakah kita telah benar-benar lepas dari sikap berpikir sendiri-sendiri. Atau telah berubah menjadi jauh lebih baik, dengan selalu memikirkan kemaslahatan dan kebaikan bersama.

Ingatlah, saudaramu adalah dirimu sendiri.
Saudaramu adalah cermin dirimu! Baik buruknya saudaramu ialah cerminan baik buruknya dirimu. Jadikan dirimu menjadi diri yang baik, supaya saudaramu pun menjadi baik pula. Jangan merendahkan saudaramu karena sisi buruknya, sebab itu juga menjadi sisi burukmu. Yang baik kita jaga, yang buruk kita tinggalkan. Yang baik kita pelihara. Yang buruk kita hilangkan dengan cara yang bijak.

Setelah membengkelkan motor kita untuk perjalanan jauh nanti, bengkelkan juga hatimu, wahai saudaraku!

Baarakallahu fiikum

Lendah, Kulonprogo
04 Januari 2016.
Petang hari 17.43 WIB.

Abu Nasim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz

https://telegram.me/kajianislamlendah
Oleh:
Atsar ID