Indahnya Tanggung Jawab
Saudaraku pembaca semoga Allah merahmati dan memberikan hidayah kepada kita semua, telah dimaklumi bersama bahwa kisah adalah sumber inspirasi, sumber teladan, sebagai media untuk introspeksi diri, bahkan terlebih dari itu semua kisah adalah salah satu tentara dari tentara Allah yang tak terbantahkan.
Kisah yang kita maksudkan di sini tentunya adalah kisah yang benar, kisah nyata bukan fiksi rekaan para sastrawan dan pujangga.
Kisah yang bisa dipertanggungjawabkan kebenaran dan keautentikannya.
Puncak dari kisah penuh hikmah tersebut adalah kisah yang termaktub dalam Al Qur'an yang mulia dan dalam As-Sunnah yang suci yang shahihah.
Sekitar medio 2003 atau lebih kurang 10 tahun yang lalu. Hari itu mentari pagi bersinar dengan cerahnya, udara pagi berhembus silir-semilir diiringi aroma khas pesisir pantai.
By Pass I Gusti Ngurah Rai, jalan satu arah memanjang dari Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai hingga Nusa Dua Kuta Bali, nampak sedikit lengang.
Nampak dua orang berboncengan memacu kendaraan roda dua dengan lajunya, Jimbaran Nusa Dua tujuan mereka. Pertigaan bandara mereka tinggalkan di belakang, hutan bakau di sepanjang jalan pun tak mereka acuhkan, sesekali terdengar raungan Si Burung Besi melintas di udara, datang dan pergi silih berganti.
Kedonganan, sebuah perkampungan nelayan, baru saja mereka lalui, Mamad Sang pengendara sesekali melirik kearah spidometer yang menunjukkan angka 90 Km/jam dan terkadang mencapai 100 Km/jam, Wahyu yang di bonceng tak banyak kata, seolah sepakat lebih cepat sampai lebih baik.
Mamad memerhatikan jalan raya dengan seksama. Hilir mudik roda dua dan roda empat tak luput dari perhatiannya. Tiba-tiba sekelebat bayangan tampak di depan sana. Dengan refleksnya, Mamad membanting setang ke arah kiri, namun bayangan tersebut juga mengarah ke kiri.
Lagi Mamad berusaha mengarahkan kendaraannya ke arah kanan tapi bayangan tersebut mengikuti ke arah kanan, akhirnya Mamad meluruskan Supra X-nya tersebut. Praaak...!
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Tubuh tambun dan gempal tersebut terbujur melintang di aspal hitam. Terlihat tulang putih menonjol, menembus daging dan kulit pergelangan kaki pak Amir, dia pun mengerang merintih kesakitan.
Dalam suasana mencekam tersebut, terjadilah kekalutan dalam diri kedua orang tua itu. "Mamad ayo kita lari, mumpung belum banyak orang." ujar Wahyu. Mamad terdiam dan berpikir sesaat, "Tidak, saya tidak akan lari. Ayo kita angkat orang ini." Dia pun memutuskan.
Mereka berdua berusaha mengevakuasi pak Amir, orang-orang pun mulai berdatangan. Akhirnya setelah diangkat 6-7 orang, Pak Amir dibawa ke klinik terdekat.
Setelah di periksa petugas klinik. "Ini kasusnya parah pak, harus dirujuk ke rumah sakit." kata petugas klinik menjelaskan. "Ya, pak." jawab Mamad dan Wahyu.
Dengan penuh sigap, akhirnya pak Amir dirujuk ke sebuah rumah sakit swasta di Sanglah kota Denpasar. Di tempat kejadian Perkara (TKP), polisi mulai berdatangan melakukan rekonstruksi laka lantas tersebut.
Singkat kata akhirnya Mamad dan Wahyu di gelandang ke kantor polisi terdekat bersama roda dua miliknya. Selesai diinterogasi dan dibuatkan berita acara, maka keduanya diperbolehkan meninggalkan lokasi, tanpa surat-surat kendaraan dan motor tersebut tentunya, sebagai bahan bukti kasus tindak perdata.
Setelah mencari kendaraan pinjaman, tanpa membuang waktu Mamad dan Wahyu segera meluncur ke rumah sakit tempat pak Amir dirawat. Di pelataran parkir rumah sakit tersebut keduanya terpaku.
"Ini rumah sakit atau hotel ya?" kata Mamad.
"Iya, rumah sakit kok mewah sekali..." Wahyu mengiyakan.
"Wah biaya perawatannya sampai berapa ya?" Mamad bertanya-tanya.
"Sepertinya luka-lukanya lumayan parah, bisa-bisa 15 juta habis nih.."
"Melayang dah Supra-X ku!" ujar Mamad.
Mereka masuk ke ruang lobi, melewati sepasang suami istri yang asyik dengan HP di tangannya. "Maaf, mau ke mana Mas?" ujar lelaki tersebut yang ternyata namanya adalah Pak Andi.
"Menengok korban kecelakaan (Pak Amir)." Mamad menjawabnya. "Sampeyan yang menabrak bapak saya ya?" tanya Pak Andi ramah.
"He..eh, ya pak." Sambil menunjuk ke arah ruangan besar Pak Andi mengatakan, "Mari silakan, bapak saya di pavilium ini."
Mamad dan Wahyu perlahan-lahan diiringi sedikit perasaan was-was.
"Kamu yang menabrak saya ya?" tanya Pak Amir saat bertemu dua orang tersebut.
"He..eh, ya pak."
"Tidak perlu khawatir, kamu tidak sengaja dan tidak berniat menabrak saya 'kan?"
"He..eh, ya pak."
"Tidak masalah, namanya juga musibah, saya rasa kita semua tidak ada yang menghendaki musibah ini. Allahlah yang Maha Berkehendak."
"Oh.. ya, sepeda motormu mana? tanya Pak Amir kemudian.
"Masih di kantor polisi Pak." Mamad menjawab.
"Masih di kantor polisi...? Pak Amir bertanya menegaskan.
"Andi kemari!"
"Iya pak." sahut sang anak.
Pak Amir, "Andi, engkau pergi bersama mas ini ke kantor polisi, urusi motornya! Bilang kalau bapak sudah berdamai dengannya, tidak ada tuntutan apa-apa!"
"Iya pak."
Maka Pak Andi disertai Mamad dan Wahyu meluncur ke kantor dengan mengendarai mobil Pak Andi.
Singkat cerita, sepeda motor tersebut berhasil dibawa pulang, dan kedua belah pihak berdamai dengan disaksikan oleh aparat berwenang.
Beberapa hari kemudian, kondisi pak Amir mulai membaik. Mamad dan Wahyu kembali datang menjenguk. Di sisi Pak Amir ada putranya, Pak Andi.
"Bagaimana keadaannya pak?" tanya Mamad. "Alhamdulillah agak baikan, mungkin beberapa hari lagi sudah diperbolehkan pulang."
"Maaf Pak Andi, biaya pengobatannya habis berapa?" tanya Mamad berbisik.
"Ada apa Andi?"
"Ini pak, Mas Mamad menanyakan biaya perawatan bapak."
"Oh. Nggak usah repot nak Mamad dan nak Wahyu. Kalian tidak perlu memikirkan biaya pengobatan bapak, karena kalian tidak akan dibebani sepeser pun."
"Tapi, pak?"
"Sudah, nggak ada tapi-tapian."
"Ba..baik pak, terima kasih banyak pak?"
"Ya, sama-sama."
Mamad, Wahyu dan pak Andi keluar dari ruang perawatan Pak Amir. Sambil berjalan beriringan Mamad dan Wahyu terheran-heran, kemudian karena tidak tahan memendam berjuta tanya dihatinya, dia pun bertanya,
"Maaf Pak Andi, ada yang mau saya tanyakan, semoga Bapak tidak tersinggung."
"Tentang apa mas Mamad?"
"Begini Pak Andi, terus terang kami bingung, kami telah menabrak Pak Amir. Tapi beliau dan keluarganya termasuk Pak Andi tidak marah kepada kami. Justru membantu mengurus motor kami yang disita di kantor polisi.
Lalu tadi kami menanyakan masalah biaya pengobatan, namun Pak Amir dan keluarga tidak meminta biaya pengobatan sepeser pun kepada kami. Bahkan tidak menuntut dan membebani kami sama sekali.
Inilah yang membuat kami bingung Pak Andi."
"Mas Mamad dan mas Wahyu tidak perlu bingung. Bapak kemarin ditabrak, kemudian beliau mengetahui kalau yang menabrak adalah perantau muslim di pulau Bali ini.
Ayah kami (Pak Amir) dulunya juga perantau di negeri ini, ayah kami dari Jawa Barat lalu menikah dengan ibu kami yang dahulunya beragama Hindu. Dan semenjak menikah hingga sekarang akhirnya beliau telah menjadi muslimah.
Ditambah lagi mereka tidak melarikan diri dan penuh tanggung jawab pengurus ayah kami. Padahal tidak jarang terjadi kasus "tabrak lari", yang pelakunya tidak mengindahkan dan menghiraukan korbannya.
Mungkin di sisi mereka tidak ada bedanya penghormatan diri seorang manusia dan seekor ayam yang ditabrak, sehingga mereka tinggal dan terlantarkan begitu saja.
Maka ayah dan kami sekeluarga sepakat untuk tidak membebani Mas Mamad mas dan mas Wahyu, baik berupa biaya pengobatan, ganti rugi dan semisalnya.
Bahkan kami mengucapkan banyak terima kasih atas kepedulian mas berdua, kami tidak tahu apa yang akan teejadi seandainya mas berdua membiarkan ayah kami begitu saja di tengah jalan. Adapun musibah semua diluar kehendak kita dan Allah lah yang Maha Berkehendak. Untuk itu, kami mengundang Mas Mamad dan mas Wahyu ke rumah kami, tiga hari yang akan datang."
Lebih kurang tiga hari kemudian, Mamad dan Wahyu menghadiri undangan pak Andi. Di sebuah rumah di kawasan perumahan elit di Jimbaran Nusa dua Bali, Mamad dan Wahyu di sambut dengan ramah dan baik oleh keluarga besar Pak Amir, disuguhi dengan makanan, minuman dan buah-buahan yang beraneka ragam, yang semuanya ini menambah keheranan mereka.
Semoga Allah memberikan rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya kepada Mamad, Wahyu, Pak Amir, Pak Andi, keluarga besar Pak Amir dan kita semua.
Faidah:
1. Indahnya tanggung jawab.
2. Di balik kesulitan ada kemudahan.
3. Allah mencukupi orang yang bertawakal pada-Nya
4. Manisnya tali persaudaraan karena Islam dan iman.
Wallahu a'lam bish shawab.
Sumber : Majalah Qudwah Edisi 13 / 2013 M
|
Indahnya Tanggungjawab (Kisah Setelah Menabrak Orang) |