Thalabul Ilmi

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

remaja kabur (fenomena santri kabur dari pondok)

 .(147) Remaja Kabur Kabur yang dimaksud adalah melarikan diri. Selepas kajian Zuhur, siang kemarin, saya bertanya kepada satu per satu siswa, " Pernah kabur dari pondok? ". 80% menjawab pernah. Saya mengajukan beberapa kemungkinan faktor yang membuat mereka kabur.  Urutan pertama yang menjadi alasan kabur adalah pengajar yang galak. Selain itu, kesulitan beradaptasi, kangen orangtua, dan konflik dengan teman, menjadi faktor lain yang menyebabkan mereka kabur. Pengajar galak menjadi momok yang menakutkan bagi santri. Seharusnya disayang, justru santri tertekan. Ia seakan hidup dalam teror, karena pengajarnya yang berpembawaan marah-marah dan mencaci-maki. Itulah fakta pahit pendidikan yang mesti didiskusikan. Kasus santri kabur, mengingatkan kita pada firman Allah Ta'ala : فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (QS Ali Imran 159) Ibnu Katsir dalam At Tafsir, menerangkan,  " Andaikan engkau berbahasa kasar dan berhati kaku terhadap mereka, pasti mereka akan lari menyingkir dan meninggalkanmu " Nabi Muhammad ﷺ adalah pribadi yang lembut, penyayang, dan menyenangkan. Gaya berbicara beliau menyejukkan. Bahasa yang dipilih tidak menyinggung perasaan. Sulit untuk dilupakan kata-kata beliau, saking ademnya. Jangankan kawan, kepada lawan pun Nabi Muhammad ﷺ berbahasa dengan sopan. Musuh sekalipun diperlakukan dengan baik. Betapa penyayangnya beliau kepada kaum penentang, sampai-sampai mendoakan mereka dengan hidayah.  Kepada orang-orang badui yang belum mengerti tata krama, Nabi Muhammad  ﷺ sabarnya luar biasa. Bahasa beliau tetap lembut. Sikap beliau selalu halus. Sebab, kepada orang-orang yang beriman, Nabi Muhammad  ﷺ adalah pribadi yang penyayang. Memang benar Nabi Muhammad ﷺ  jika berkhutbah, kedua mata beliau memerah, suaranya meninggi, dan marahnya bertambah.Sahabat Jabir dalam riwayat Muslim meriwayatkan demikian. Namun, hal itu tidak setiap saat. Bukan selalu tiap waktu. Sebelum dan setelah khutbah, Nabi Muhammad  ﷺ tidak demikian.  Al Utsaimin dalam Syarah nya menjelaskan,  " Nabi Muhammad ﷺ demikian keadaannya karena sebuah maslahat. Sebab, sama-sama diketahui bahwa beliau adalah pribadi yang paling baik akhlaknya dan paling lembut perangainya. Namun, setiap kondisi ada hukumnya tersendiri" Tidak kalah penting diingat bahwa yang dimaksud adalah kemampuan seorang orator. Suaranya tinggi dan lantang, namun menyenangkan. Walau mata memerah dan seperti sedang marah, pendengar merasa nyaman dan tenang. Lain halnya jika pembicara memang membentak-bentak, menghentak-hentak. Pendengar bisa merasakan jika pembicara tengah meluapkan amarah, mengalirkan emosi. "Memberi nasihat atau sedang marah-marah?", pikirnya. Bahasanya tidak indah. Kata-kata tidak tersusun baik. Kalimat-kalimatnya tak beraturan. Tidak karuan. Pendengar kurang simpati. Lagi-lagi, " Ini nasihat atau marah-marah?", pikirnya lagi. Apalagi, hal itu memang identik dengan pribadinya. Sehari-hari seperti itu. Kepada siapa saja demikian. Itulah sifat dan karakternya. Bukan hanya saat khutbah saja! Wajar jika santri-santri berusia remaja itu kabur. Pantas anak-anak belum berusia baligh lebih memilih lari. Sebab, mereka tidak memperoleh kasih sayang yang diinginkan. Mereka selalu ketakutan karena pengajar yang galak, kasar, dan suka marah-marah.  Maka, bagaimana caranya, dengan bijak dan hikmah, pengajar semacam itu diberi pengarahan dan pencerahan. Sebab, mempertahankan pengajar seperti itu hanya akan merugikan lembaga pendidikan. Parahnya lagi, memunculkan stigma negatif dan mencoreng nama baik pesantren.  Lendah, 18 Oktober 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

berharap regenerasi yang serasi

 .(143) Berharap Regenerasi Yang Serasi Subhanallah! Bisa dikata, asal daerah santri telah tersebar merata dari sudut-sudut negeri. Tak terkecuali di Ma'had Darul Hikmah di kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Lebih dari 200 santri putra dan putri menjalani hari-hari mereka dengan thalabul ilmi. Rangkaian kajian yang hanya efektif 2 hari, membawa kami berkeliling hampir separuh pulau Buton.  Dari Bau-Bau ke Kapontori di sebelah utaranya. Lalu ke barat, ke Pasar Wajo. Kemudian ke Sampolawa, lalu pulang menyusuri garis tepi pulau Buton bagian barat; Batauga. Santri-santri ada yang berasal dari kepulauan Wakatobi, pulau Siompu, pulau Kadatua, pulau Kabaena, dan dari pulau Talaga. Tentu pulau Buton dan pulau Muna lah yang paling banyak mengirimkan santri. Problem kita selalu sama. Di mana-mana. Jawa maupun luar Jawa. Pondok yang sudah besar ataupun yang sedang merintis mula-mula.  Apa itu?  Sumber daya manusia yang kurang. Maksudnya; tenaga pengajar. Setiap pondok mengeluhkan hal ini; yaitu kekurangan tenaga pengajar. Namun, apapun alasannya, berdakwah tidak boleh mudah menyerah. Tarbiyah anak mesti terus dijalankan walaupun dalam keterbatasan. Sambil mencari solusi-solusi yang baik. Santri-santri itu datang dari tempat yang jauh. Mereka berpisah dari orangtua. Otomatis, rindu selalu mengganggu. Apalagi baru pertama kali di asrama. Akan terasa asing. Hampa dan sunyi. Harus adaptasi. Maka, tak jarang santri memutuskan pulang. Padahal baru beberapa hari. Tidak betah, alasannya. Sebenarnya, kita semua harus berpartisipasi. Jangan hanya membebankan ke para pengajar. Selain problem kekurangan jumlah, para pengajar itu sudah ekstra sibuk. Apa yang bisa dilakukan? Tentu harus duduk bersama untuk musyawarah. Perhatian. Iya, perhatian. Santri-santri itu harus diberi perhatian. Bukan saja oleh pengajarnya, tetapi perhatian dari kita semua. Nabi Muhammad ﷺ bersabda : تَهادَوا تحابُّوا " Saling berbagi hadiah lah, niscaya kalian saling menyayangi " HR Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no.594 Ibnu Abdil Barr ( At Tamhid 18/21 ) menerangkan manfaat berbagi hadiah, "... menghadirkan cinta dan mengusir permusuhan" Gambarannya seperti ini... Ada santri terlihat rajin. Selalu di shaf depan. Berkelakuan baik. Aktif mencatat pelajaran. Maka, sesekali bolehlah kita beri hadiah untuknya.  Sambil memberikan minyak wangi atau sarung, bolpoint atau sandal jepit, buku tulis atau apa lah, kita bisa memberi motivasi, " Mas, rajin belajar ya. Semoga Antum istiqamah dalam thalabul ilmi " Berikan perhatian kepada santri-santri! Bila tak bisa memberi hadiah, satu dua menit yang kita sisihkan untuk duduk berbincang dengan mereka sudah terhitung luar biasa. Percakapan yang ringan-ringan saja. Menanyakan kabar, mendoakan, bercerita tentang sebuah pengalaman, menyampaikan harapan umat, atau silahkan pilih bahan pembicaraan yang menyenangkan. Abu Dawud meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Dzar : كان رسولُ اللهِ  ﷺ يَجْلِسُ بينَ ظهرَيْ أصحابِه ، فيجيءُ الغريبُ ، فلا يدري أيُّهم هو ، حتى يسألَ " Dahulu, Rasulullah ﷺ sering duduk di tengah-tengah sahabatnya. Jika ada orang asing datang, tidak akan tahu yang manakah beliau, sampai ia bertanya ". Disahihkan Al Albani dalam Sahih Abi Dawud (4698) Bila ada rejeki, ajaklah beberapa santri ke rumah untuk sekedar minum teh atau kopi. Di momen-momen semacam itu, kita bisa membangun komunikasi dan kedekatan.  Bukankah Anda selaku orangtua akan senang, jika anak Anda yang sedang thalabul ilmi nun jauh di sana bercerita saat ditelpon, " Alhamdulillah. Di sini aku sangat diperhatikan. Ikhwan-ikhwan di sini ramah dan penyayang. Aku betah". Betapa santri-santri itu akan bahagia dan nyaman di pesantren. Walau jauh dari orangtua, ia diperhatikan oleh "orangtua-orangtua" di tempat thalabul ilmi nya. Barangkali kita bingung atau tidak tahu harus bagaimana berta'awun di pesantren. Membantu jalannya tarbiyah. Nah, ikutlah dan aktiflah membantu para pengajar dengan turut memperhatikan santri-santri itu. Agar regenerasi berjalan serasi, insya Allah. Makassar, 19 September 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

motivasi salaf untuk menulis

 .KARENA MENULIS ILMU SANGATLAH PENTING Sangat sayang pastinya seseorang yang sanggup menulis ketika ta'lim tapi dia tidak mau menulis hanya karena malas.  Berikut ini kami himpunkan beberapa motivasi dan cerita para ulama tentang pentingnya menulis ilmu.  Semua ini kami pilih dari kitab Taqyidul Ilmi oleh Al-Khathib Al-Baghdadi rahimahullah (463 H). Semoga bisa diambil manfaatnya.  Berkata Tsumamah bin Abdillah bin Anas,  أن أنسا كان يقول لبنيه « يا بني قيدوا هذا العلم بالكتاب » "Anas bin Malik sering berpesan kepada anak-anaknya, 'Anak-anakku! Ikatlah ilmu ini dengan cara menulisnya." (hlm. 233) Imam asy-Sya'bi menyatakan,  الكتاب قيد العلم "Tulisan adalah pengikat ilmu." (hlm. 240) ▫️ Telah berpesan pula, asy-Sya'bi rahimahullah,  إذا سمعتم مني شيئاً فاكتبوه ولو في حايط "Bila kalian mendengar ilmu dariku, maka tulislah meskipun di dinding." (hlm. 241) Lantaran dulu, media untuk menulis cukup sulit.  Beliau juga berpesan kepada Abu Kibran,  لا تدعن شيئا من العلم إلا كتبته.. وإنك تحتاج إليه يوماً ما "Janganlah kamu lewatkan satu ilmu pun, kecuali kamu tulis!.. Sebab kamu akan membutuhkannya suatu saat nanti." (hlm. 242) ✅ Di samping menulis, mereka juga menjaga catatan-catatan mereka dengan baik. ▫️ Al-Hasan mengisahkan,  إنا عندنا كتبا نتعاهدها "Sesungguhnya kami memiliki buku-buku catatan yang terus kami jaga." (hlm. 243) ✅ Berpayah sesaat jelas lebih baik daripada kepayahan karena melupakan ilmu yang pernah didengar. Setuju?  Abu Qilabah mengatakan,  الكتاب أحب إلي من النسيان "Menulis ilmu lebih aku sukai daripada nanti melupakannya." (hlm. 249) ✅ Karena karakter manusia yang sering lupa, sebagian ulama tidak menganggap ilmu pada seseorang sebagai "ilmu" tatkala dia tidak menulis. Tidak lain, karena kemungkinannya salah menjadi besar.  Mu'awiyah bin Qurrah rahimahullah berkata,  من لم يكتب العلم فلا تعد علمه علماً  "Barang siapa yang tidak menulis ilmu, maka jangan anggap ilmunya sebagai ilmu." (hlm. 262) Beliau juga mengatakan,  كنا لا نعد من لم يكتب العلم علمه علماً  "Kami tidak pernah menganggap ilmu orang yang tidak menulis sebagai ilmu." (hlm. 262)  Seringkali, ilmu yang ditulis, lalu dibaca-baca kembali, mendatangkan manfaat besar bagi kita.   Al-Khalil bin Ahmad menyatakan,  ما سمعت شيئاً إلا كتبته ولا كتبت شيئاً إلا حفظته ولا حفظت شيئاً إلا انتفعت به "Tidaklah aku mendengar suatu ilmu, melainkan aku tulis. Dan tiap kali aku menulis sesuatu, aku jadi menghafalnya. Dan tidaklah aku menghafal ilmu, melainkan aku mendapat manfaat darinya." (hlm. 274) Kepada Allah kita mohon petunjuk.  ✍️ -- Jalur Masjid Agung @ Kota Raja -- Hari Ahadi, (17:50) 16 al-Muharram 1441 / 16 September 2019 t,me/nasehatetam
2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

renungan : bertahan bagai ikan

Bertahan Bagai Ikan Ibukota Jakarta dan kota-kota penyangga yang sebelah bersebelah sungguh terasa berbeda. Suasana dan nuansa nya punya berlain warna. Jarak kilometernya bukan rumus tentang cepat atau lambat. Ruang sela antar wilayah tidak menunjukkan lama waktu dan tempo geraknya. Ada banyak variabel di sana. Kemacetan yang selalu tak terduga. Kepadatan yang terus berubah irama. Juga mengenai penguasaan medan dan jalan-jalan penghubung. Genap sudah! Ini Jakarta! Ada banyak residu waktu. Ada pula sedimentasi kesempatan yang terbuang. Mulai dari hulu hingga menuju hilir. Ada muara kehidupan yang terpinggirkan. Pantaslah jika kulturnya khas. Persaingan keras, gesekan yang seolah terbiasakan, egoisme, dan bujuk rayu dunia yang selalu menjanjipalsukan kepuasan. Hedonistik . saat kesenangan materi menjadi tujuan utama, bahkan satu-satunya. Namun, di celah sempitnya hingar bingar ibukota. Di sudut yang terimpit. Ada sabana kehidupan. Ada telaga-telaga kecil yang memancarkan kedamaian. Majlis ilmu tersebar dan diselenggarakan oleh Ahlus Sunnah. Semangat thalabul ilmi ibarat api yang menolak padam. Kajian-kajian berlandaskan manhaj Salaf menjadi telaga untuk ikan-ikan. Ibnul Qayyim ( Miftah Daris Sa'adah 1/362 ) menegaskan hakikat kebahagiaan, yaitu ilmu yang bermanfaat. Ilmu agama yang selalu menemani di berbagai keadaan. Ilmu agama adalah teman setia dalam perjalanan. Lalu kenapa banyak orang tak tergerak mencari ilmu agama? Ibnul Qayyim menerangkan, " Sebab, ilmu agama tak mungkin diperoleh melainkan harus melewati jembatan kelelahan" Dunia dan mengejarnya sangatlah melelahkan. Jika pun tercapai, tidak bisa membayarkan lelah. Menuntut ilmu agama pun melelahkan. Bedanya, lelah itu akan terlunaskan dengan kedamaian yang kekal. Menurut Ibnul Qayyim, hati tidak mungkin lepas dari 2 jenis penyakit, yakni syahwat dan syubhat. Terkadang kombinasi keduanya. Semuanya diakibatkan kejahilan. و دواؤها العلم " Hanya satu obatnya ; ilmu agama", terang Ibnul Qayyim. Kesenangan syahwat dan kepuasan bersyubhat, adalah tantangan berat di perkotaan. Walau di manapun demikian, termasuk yang di desa. Hidup di tengah-tengahnya ibarat ikan yang terlepas dan terpisahkan dari air. Agar tetap bertahan hidup, ia harus berjuang untuk menemukan air. وبالجملة فالعلم للقلب مثل الماء للسمك " Kesimpulannya ; ilmu agama dan hati ibarat air dan ikan " , kata Ibnul Qayyim ( Miftah Daris Sa'adah 1/111 ) Jika tidak menghadiri majlis-majlis ilmu agama, akhirnya akan mati walau perlahan-lahan. Bukan mati orangnya, namun hatinya yang akan mati. Persis ikan yang terpisahkan dari air. Seberapa lama akan bertahan, ujungnya pun mati juga. Alhamdulillah semarak kajian-kajian ilmu meniupkan harum semerbak. Salut dan apresiasi buat saudara-saudara semanhaj yang berjuang untuk membuat telaga-telaga ilmu. Teriring doa dan terpanjatkan harapan ; semoga kita semua tetap istiqamah di atas Sunnah, di atas cinta kepada majlis ilmu, di atas Islam. Jakarta, 19 Desember 2021  t.me/anakmudadansalaf
3 tahun yang lalu
baca 3 menit

Tag Terkait