Terkait santri dan liburan!
Jika dibilang problem, maka cukup klasik sifatnya. Artinya, problem ini sudah ada sejak dahulu kala. Sampai saat ini pun, masih tetap ada.
Gambaran ringkasnya begini : " Kenapa ya? Banyak santri, ketika liburan, di rumah, kurang menunjukkan sikap dan perilaku seorang santri?"
Contohnya terkait salat 5 waktu dan bacaan Al Qur'an nya. Contoh berikutnya adalah cara dan model berpakaian nya.
Artikel ini bukan mengenai sikap orang tua. Bukan pula ingin menjawab berbagai alasan yang sering dikemukakan kaum santri yang "berubah" setelah di rumah.
Artikel ini sebatas mengajak kaum santri yang dimaksud di atas, untuk berpikir dan merenungkan :
1. Perjuangan dan pengorbananmu sekian lama, apa hasilnya?
Seharusnya merasa eman, bahkan menilai rugi, jika bertahun-tahun di pesantren dididik dan dibentuk, namun hasilnya tak tampak nyata dalam kehidupan.
Mestinya terlihat jelas; pada cara berbicara yang tentu santun, perilaku yang harusnya sopan, ibadahnya yang mestinya terdepan, pada sikap sebagai anak yang berbakti, pada keseharian yang bisa menjadi contoh dan inspirasi kebaikan untuk orang lain. Bukankah demikian?
Banyak ulama Salaf yang berpesan :
عِلْمٌ بِلَا عَمَلٍ كَشَجَرَةٍ بِلَا ثَمَرَةٍ
" Ilmu yang tidak dipraktekkan, ibarat pohon yang tidak berbuah ".
Coba direnungkan baik-baik!
Engkau sudah bersusah-payah, bercapek-lelah, untuk menanam sebuah pohon. Dari mencari lokasi, membeli bibit, dan seterusnya. Setelah lama waktu berlalu, pohon tidak pernah berbuah. Tidakkah engkau merasa rugi?
Demikian pun di pesantren mencari ilmu. Sudah banyak pengorbananmu, namun apa buahnya? Apa rasa buahnya?
2. Besarkan hatimu sebagai santri. Predikatmu sebagai anak pesantren harus dijunjung tinggi. Statusmu sebagai seorang thalibul ilmi sangatlah mahal. Maka, jangan engkau runtuhkan!
Nabi Muhammad ﷺ sangat senang saat menyambut sahabatnya yang datang menuntut ilmu. Seperti ketika Shafwan bin 'Assal yang disambut beliau dengan bersabda;
مرحبًا بطالبِ العِلْمِ
" Selamat datang, wahai Penuntut Ilmu " ( Dihasankan Al Albani dalam As Sahihah no.1176 ).
Kemudian, Nabi Muhammad ﷺ menerangkan para malaikat sangat menghormati para penuntut ilmu, sampai-sampai mereka meliputi dan merendahkan sayap-sayapnya.
Tidakkah engkau menyadari hal ini? Apakah tidak menyesal dan merasa merugi, seorang hamba yang sudah berada di tingkatan tinggi dan kelas atas, lalu dia sendiri secara sadar menjatuhkan derajat dan merendahkan dirinya?
3. Takutlah bila perbuatan baik dan amal salehmu selama hari-hari di pesantren, ternyata sia-sia dan percuma. Sebab, itu dilakukan secara pura-pura.
Engkau terlihat baik, berlagak bagus, seolah-olah alim, padahal itu hanya karena ingin dilihat dan diperhatikan. Sebatas untuk dikatakan sebagai santri berprestasi.
Hal ini sekaligus sebagai introspeksi, apakah semangatmu beribadah di pesantren karena ustadz, pengurus, teman, atau memang benar-benar karena Allah Ta'ala? Pembuktiannya ada di rumah, dan tempat lain di luar pesantren.
Ibnu Majah (4194) dan dihasankan Al Albani, meriwayatkan hadis Abu Sa'id Al Khudri bahwa Rasulullah bersabda ﷺ : " Maukah aku beritahu kalian tentang sesuatu yang lebih aku takutkan dibanding Al Masih Ad Dajjal jika menimpa kalian? ".
Setelah para sahabat mengiyakan, beliau bersabda ﷺ :
الشِّرك الخفي، يقوم الرجل يُصلِّي فيُزيِّن صلاته لِمَا يرى من نظَر رجل
" Syirik yang tersembunyi. Seseorang bangkit untuk salat. Karena ia merasa diperhatikan orang, maka ia bikin-bikin bagus salatnya "
Maka, liburan bukanlah suatu kebebasan. Bebas mau berbuat apa, bebas ingin bagaimana. Liburan bukan lepas dari kewajiban. Seolah-olah tidak ada aturan yang mengikat. Bukan!
Liburan adalah fase ujian yang sesungguhnya. Sudah sejauh mana ia berkembang. Liburan akan menyingkap jatidiri santri, apakah ia dalam kejujuran ataukah kepura-puraan?
05 Ramadhan 1444 H/27 Maret 2023
t.me/anakmudadansalaf