Anak Muda dan Salaf

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

berharap regenerasi yang serasi

 .(143) Berharap Regenerasi Yang Serasi Subhanallah! Bisa dikata, asal daerah santri telah tersebar merata dari sudut-sudut negeri. Tak terkecuali di Ma'had Darul Hikmah di kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Lebih dari 200 santri putra dan putri menjalani hari-hari mereka dengan thalabul ilmi. Rangkaian kajian yang hanya efektif 2 hari, membawa kami berkeliling hampir separuh pulau Buton.  Dari Bau-Bau ke Kapontori di sebelah utaranya. Lalu ke barat, ke Pasar Wajo. Kemudian ke Sampolawa, lalu pulang menyusuri garis tepi pulau Buton bagian barat; Batauga. Santri-santri ada yang berasal dari kepulauan Wakatobi, pulau Siompu, pulau Kadatua, pulau Kabaena, dan dari pulau Talaga. Tentu pulau Buton dan pulau Muna lah yang paling banyak mengirimkan santri. Problem kita selalu sama. Di mana-mana. Jawa maupun luar Jawa. Pondok yang sudah besar ataupun yang sedang merintis mula-mula.  Apa itu?  Sumber daya manusia yang kurang. Maksudnya; tenaga pengajar. Setiap pondok mengeluhkan hal ini; yaitu kekurangan tenaga pengajar. Namun, apapun alasannya, berdakwah tidak boleh mudah menyerah. Tarbiyah anak mesti terus dijalankan walaupun dalam keterbatasan. Sambil mencari solusi-solusi yang baik. Santri-santri itu datang dari tempat yang jauh. Mereka berpisah dari orangtua. Otomatis, rindu selalu mengganggu. Apalagi baru pertama kali di asrama. Akan terasa asing. Hampa dan sunyi. Harus adaptasi. Maka, tak jarang santri memutuskan pulang. Padahal baru beberapa hari. Tidak betah, alasannya. Sebenarnya, kita semua harus berpartisipasi. Jangan hanya membebankan ke para pengajar. Selain problem kekurangan jumlah, para pengajar itu sudah ekstra sibuk. Apa yang bisa dilakukan? Tentu harus duduk bersama untuk musyawarah. Perhatian. Iya, perhatian. Santri-santri itu harus diberi perhatian. Bukan saja oleh pengajarnya, tetapi perhatian dari kita semua. Nabi Muhammad ﷺ bersabda : تَهادَوا تحابُّوا " Saling berbagi hadiah lah, niscaya kalian saling menyayangi " HR Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no.594 Ibnu Abdil Barr ( At Tamhid 18/21 ) menerangkan manfaat berbagi hadiah, "... menghadirkan cinta dan mengusir permusuhan" Gambarannya seperti ini... Ada santri terlihat rajin. Selalu di shaf depan. Berkelakuan baik. Aktif mencatat pelajaran. Maka, sesekali bolehlah kita beri hadiah untuknya.  Sambil memberikan minyak wangi atau sarung, bolpoint atau sandal jepit, buku tulis atau apa lah, kita bisa memberi motivasi, " Mas, rajin belajar ya. Semoga Antum istiqamah dalam thalabul ilmi " Berikan perhatian kepada santri-santri! Bila tak bisa memberi hadiah, satu dua menit yang kita sisihkan untuk duduk berbincang dengan mereka sudah terhitung luar biasa. Percakapan yang ringan-ringan saja. Menanyakan kabar, mendoakan, bercerita tentang sebuah pengalaman, menyampaikan harapan umat, atau silahkan pilih bahan pembicaraan yang menyenangkan. Abu Dawud meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Dzar : كان رسولُ اللهِ  ﷺ يَجْلِسُ بينَ ظهرَيْ أصحابِه ، فيجيءُ الغريبُ ، فلا يدري أيُّهم هو ، حتى يسألَ " Dahulu, Rasulullah ﷺ sering duduk di tengah-tengah sahabatnya. Jika ada orang asing datang, tidak akan tahu yang manakah beliau, sampai ia bertanya ". Disahihkan Al Albani dalam Sahih Abi Dawud (4698) Bila ada rejeki, ajaklah beberapa santri ke rumah untuk sekedar minum teh atau kopi. Di momen-momen semacam itu, kita bisa membangun komunikasi dan kedekatan.  Bukankah Anda selaku orangtua akan senang, jika anak Anda yang sedang thalabul ilmi nun jauh di sana bercerita saat ditelpon, " Alhamdulillah. Di sini aku sangat diperhatikan. Ikhwan-ikhwan di sini ramah dan penyayang. Aku betah". Betapa santri-santri itu akan bahagia dan nyaman di pesantren. Walau jauh dari orangtua, ia diperhatikan oleh "orangtua-orangtua" di tempat thalabul ilmi nya. Barangkali kita bingung atau tidak tahu harus bagaimana berta'awun di pesantren. Membantu jalannya tarbiyah. Nah, ikutlah dan aktiflah membantu para pengajar dengan turut memperhatikan santri-santri itu. Agar regenerasi berjalan serasi, insya Allah. Makassar, 19 September 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

tentang jualan : berkah terhapus

 .(135) Berkah Terhapus Tujuan menjual tentunya untuk laku. Bukan hanya laku, sebisa-bisanya dapat untung. Sedikit untung masih belum cukup, sebab sebagian orang ingin untung yang berlipat-lipat. Kecewa dan kesal akan dirasakan jika apa yang ditawarkan tidak kunjung terjual. Apalagi sudah habis-habisan beriklan. Besar-besaran promosi. Plus rayuan banyak discount dan hadiah.  Pasti membikin beban di hati! Lebih-lebih jika modal menjual didapat dengan cara berutang. Ah, semakin berat dijalani. Banyak cara dapat ditempuh untuk membuat dagangan laku terjual. Bila perlu laris manis. Banyak pelanggan setia.  Cara-cara untuk itu sudah tercerahkan dalam syari'at Islam. Semua cara bermuara pada satu ujung, yaitu kejujuran. Sebaliknya, ada cara-cara salah yang dipilih. Malah menabrak tatanan syari'at. Bukannya naik setelah terbalik, bukannya bangkit setelah terjepit, bukannya tegar walau sempat terlempar, justru semakin buruk dan terpuruk. Kenapa? Salah jalan.  Jangan sering-sering bersumpah. Jangan membawa nama Allah Ta'ala dalam berucap.  Apa tujuannya? Supaya barangnya laku. Agar dagangannya laris. Nabi Muhammad bersabda : الحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ، مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ " Bersumpah memang bisa membuat laku dagangan, namun akan menghapuskan berkahnya " HR Bukhari 2087 Muslim 1606 dari sahabat Abu Hurairah. Beliau juga mengingatkan : إيَّاكُمْ وكَثْرَةَ الحَلِفِ في البَيْعِ، فإنَّه يُنَفِّقُ، ثُمَّ يَمْحَقُ " Hati-hati kalian! Jangan banyak berucap sumpah untuk jual beli. Sungguh, hal itu memang bisa membuat laku, tapi setelahnya menghapus berkah " HR Muslim 1607 dari sahabat Abu Qatadah. Apalagi bukan saja bersumpah. Tidak sekadar menyebut nama Allah Ta'ala. Secara sadar ia bohong. Iya, berbohong dalam sumpahnya. Dengan sengaja ia berdusta. Iya, berdusta tapi dikamuflase dengan menyebut nama Allah Ta'ala. Dosanya akan semakin berat. Pasal yang dikenakan bisa berlapis. Kenapa untuk mencari keuntungan duniawi, ia merendahkan nama Allah? Kenapa demi memperoleh kesenangan materi, ia tak mengagungkan nama- Nya yang maha indah? Kenapa bawa-bawa agama karena ambisius dunia? Berdagang adalah aktivitas berjuang. Jual beli dihalalkan secara agama. Bahkan, Nabi Muhammad sangat pandai berniaga. Sahabat-sahabatnya banyak yang sukses berusaha di pasar.  Sehingga, berdagang akan bernilai ibadah jika dijalankan dengan niat yang baik dan dengan cara yang benar. Oleh sebab itu, cara-cara kotor diharamkan. Semuanya lengkap dibahas dalam fikih Islam. Ketika ibadah yang suci telah dinodai dengan tendensi pribadi, ketika beramal dikotori oleh tujuan individual, bilamana niatan sudah berubah haluan, maka celakalah dan jadilah bencana. Allah Ta'ala berfirman ; مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَٰلَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ "Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan (QS Hud : 15) Ayat di atas semoga menjadi pengingat bahwa apa yang didapat sesuai dengan niat. Apa yang dipetik, tak meleset dari sasaran yang dibidik. Setiap orang akan mengetam apa yang ia tanam.  Maka, periksalah niat! Sudahkah sesuai atau perlu diperbaiki? Benarkah atau harus berbenah? Terasa benar nasehat Ibnul Jauzi di bagian akhir surat beliau untuk putranya : "... Maka, janganlah engkau memberi nasehat melainkan dengan niat yang baik. Jangan sampai engkau berjalan kecuali dengan niat yang baik. Bahkan, janganlah engkau makan walau satu suapan melainkan dengan niat yang baik..." ( Laftatul Kabid, hal.72 ) Jadi, jika sudah berinvestasi. Sudah memplanning jauh-jauh hari. Habis-habisan beriklan. Besar-besaran promosi. Plus rayuan banyak discount dan hadiah.  Lalu, tidak kunjung laku. Hanya sedikit yang tertarik. Sepi. Tidak seramai yang diangankan. Maka, periksalah niat! Sudahkah sesuai atau perlu diperbaiki? Benarkah atau harus berbenah? 21 Muharram 1444 H/19 Agustus 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

siapa yang mencelakakan orang, justru dia yang akan celaka

 .(133) Siapa Yang Membuat Lubang Untuk Mencelakakan Orang, Justru Dia Yang Akan Celaka Ada sebuah kitab, jika diterjemahkan judulnya, akan begini kira-kira : Cerita Unik, Kisah Aneh, Peristiwa Ganjil, Berita Ajaib, dan Nasehat Dammaj. Bersumber dari Majlis Adab Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi'i; Ahli Hadis Negeri Yaman. Penulis buku tentunya salah satu murid beliau. Di antara yang pernah diceritakan Syaikh Muqbil di majlis beliau adalah tentang Abu Ismail Abdullah bin Muhammad Al Harawi Al Anshari (halaman 117 dan 118 ) Kisah lengkapnya disampaikan oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A'lam Nubala (18/512). Raja Seljuq kedua, yaitu Sultan Alp Arslan pernah melakukan kunjungan ke kota Harah. Kesempatan itu disalahgunakan oleh sejumlah tokoh untuk memfitnah Abu Ismail Al Harawi. Mereka datang menemui Al Harawi ke rumahnya. " Sultan datang berkunjung. Kami ingin bersama-sama menemui beliau untuk mengucapkan salam. Namun, sebelum itu, kami ingin mengucapkan salam terlebih dahulu kepada Anda ", ujar mereka. Tanpa diketahui Al Harawi, diam-diam mereka meletakkan sebuah patung kecil dari tembaga di bawah sajadah salat Al Harawi. Setelah bertemu Sultan, mereka memfitnah, " Al Harawi seorang mujassim. Dia menyimpan sebuah patung di tempat salatnya. Dia meyakini Allah memiliki wujud seperti patung tersebut " Mendengar itu, Sultan Alp Arslan marah. Beliau memerintahkan pengawal-pengawalnya untuk menghadirkan Abu Ismail. Sekaligus memeriksa kebenaran informasi orang-orang itu. Benar saja! Para pengawal menemukan patung tembaga di lokasi salat Al Harawi. " Tahukah engkau apa ini? ", Sultan bertanya. Al Harawi menjawab, " Ini patung tembaga. Seperti mainan anak-anak " " Bukan itu yang saya tanyakan!" bentak Sultan. " Lalu, mengenai apa yang ditanyakan Sultan? ", kata Al Harawi. Sultan Alp menjelaskan, " Orang-orang itu bilang engkau menyembah patung ini. Engkau meyakini Allah memiliki wujud seperti patung ini " Al Harawi tersadar bahwa beliau difitnah. Ada orang-orang menghasut Sultan. Dengan lantang, keras, dan penuh keyakinan, Al Harawi menyatakan, " Maha suci Engkau, yaa Allah! Ini semua tuduhan dusta yang nyata! " Mendengar itu, Sultan merasa ada yang janggal. Kata-kata Al Harawi benar-benar mengena dan sangat terasa. Sultan sadar bahwa Al Harawi lah yang berada di posisi yang benar. Al Harawi lantas dimuliakan dan dihantarkan pulang ke rumah dengan penghormatan. Kepada orang-orang yang memfitnah, Sultan bertanya dengan ancaman. Supaya mereka mengaku. Dan mereka akhirnya mengakui.  Ketika ditanyakan apa sebabnya? " Di hadapan khalayak umum, kami tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dia. Maka, kami ingin memutus itu semua ", mereka beralasan. Sultan lalu memerintahkan agar mereka diusir dan dihinakan. Subhanallah! Oleh penulis, kisah di atas diberi judul : Barangsiapa membuat lubang untuk mencelakai saudaranya, justru dialah yang akan terperosok. Cerita di atas menarik dicermati : 1. Siapa yang berbuat, dialah yang akan menanggung akibat. Siapa menabur benih, dia juga yang akan memanennya. 2. Balasan sesuai perbuatan. Apa yang didapat tergantung apa yang diperbuat. 3. Hati-hati dan takutlah untuk berlaku jahat. Apalagi bukan sebatas berniat. Sudah nyata-nyata berbuat. Sebab, hukuman atasnya sudah menunggu; jauh atau dekat.  4. Walau merasa sudah rapi dan teliti merancang kejahatan, ada saatnya terungkap. Karena tidak ada kejahatan yang sempurna. 5. Jangan karena alasan iri. Jangan karena alasan, kenapa saudaranya bisa lebih diterima orang lain, lebih disukai dan lebih diikuti, sementara dirinya tidak, lantas membuat-buat cara untuk menjatuhkan. Jangan! 6. Salah satu sebab iri adalah melihat kenyataan bahwa saudaranya lebih banyak diikuti dan lebih disukai. Sementara dirinya, hanya sedikit yang menyukai. Merasa tidak dihargai. Daripada iri, akan lebih baik jika instrospeksi diri. 7. Berbuat baik tidak perlu takut. Tidak ada rasa khawatir. Berbuat baiklah dan ikhlaskan niat. Allah yang melindungi. Allah yang menjagamu. Lendah, 04 Muharram 1444 H/02 Agustus 2022 t.me/anakmudadansalaf ---------------- Siapa Yang Membuat Lubang Untuk Mencelakakan Orang, Justru Dia Yang Akan Celaka ( bagian II ) Kalimat di atas bukanlah riwayat hadis dari Rasulullah ﷺ.  Jika diteliti agak jauh, kalimat tersebut diriwayatkan sebagai ucapan Ka'ab Al Ahbar dan Abdullah bin 'Amr.  Walau lebih tepat dinyatakan sebagai kalimat bijak di kalangan orang Arab. As Sakhawi dalam Al Maqashidul  (hal. 1113) menukil tanggapan Al Hafiz Ibnu Hajar, " Saya tidak menemukan sumber riwayatnya" As Sakhawi justru menyebutkan diskusi antara Ka'ab Al Ahbar dengan sahabat Ibnu Abbas mengenai status kalimat di atas. " Kami menemukannya di dalam Al Qur'an", kata Ibnu Abbas. Setelahnya, beliau membaca firman Allah Ta'ala : وَلَا يَحِيْقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ اِلَّا بِاَهْلِهٖ " Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri " ( Fathir 43) Membuat makar artinya : bertipu muslihat, akal busuk, merekayasa rencana jahat, secara licik ingin menjatuhkan orang, dan itu semua di akhir cerita justru akibatnya akan menimpa pelakunya.  Cepat lambat akan tersingkap. Kalau tidak hari ini, esok tentu terungkap. Kebenaran tak bisa disembunyikan. Sebab, cahaya dapat menembus banyak batas. Banyak kisah dalam Al Qur'an yang harus dibaca agar hadir rasa takut berbuat makar.  Coba ulang-ulang kisah Nabi Yusuf! Berapa lapis makar dan berapa babak tipu muslihat diarahkan kepada Nabi Yusuf?  Makar abang-abangnya, makar para kafilah, dan makar perempuan, adalah bukti beratnya ujian Nabi Yusuf. Ada putar balik fakta, berpura-pura sebagai korban, diskenariokan selaku yang terzalimi, diperparah lagi dengan menyerang orang lain dengan fitnah dan berita hoaks, seakan-akan orang lain itulah yang membuat onar, yang membikin masalah, dan orang lainlah yang memperkeruh keadaan. Ia lupa dan tidak sadar, bahwa akibatnya justru ia yang menanggung. Syaikh Muqbil Al Wadi'i ( Minal Majalis Al Adabiyyah, hal 118-120 ) bercerita tentang kisah Mas'ud bin Ali Al Ansi. Cerita lengkapnya dalam Hajrul Ilmi (2/731-732) Di akhir abad ke- 5 hijiriah, sejumlah pejabat qadhi di wilayah Yaman menaruh hasad kepada Mas'ud. Dikarenakan banyak masyarakat yang senang dan tertarik dengan penjelasan-penjelasan fikihnya. Suatu saat, Mas'ud difitnah. Teks jawaban tertulis dari Mas'ud diubah-ubah titiknya. Menanggapi sebuah jawaban fikih yang tidak tepat, Mas'ud menulis:  هذا المجيب لا يعرف شيئا " Pemberi jawaban tidak mengetahui sama sekali ". Namun, di zaman itu, memang masih terbiasa huruf-huruf Arab tidak diberi titik. Oleh pihak-pihak yang hasad, teks jawaban itu diubah menjadi : هذا المخنث لا يعرف شيئا " Si banci ini tidak mengetahui sama sekali " Pemberi jawaban ( المجيب ) diubah menjadi si banci ( المخنث ). Setelah itu, ramai-ramai mereka melapor kepada Saifus Salam, penguasa setempat, dan menyatakan, " Wahai penguasa kami, muncul seseorang mengaku-aku pandai fikih. Orang itu sering menghina ahli-ahli fikih yang ada dan membodoh-bodohkan mereka. Tidak cukup dengan kata-kata, bahkan orang itu melakukan dalam bentuk tulisan" Teks jawaban Mas'ud yang telah diubah-ubah lalu diserahkan sebagai bukti. Saifus Salam langsung marah dan memerintahkan agar Mas'ud bin Ali dibawa menghadap. Di depan orang banyak, Saifus Salam menanyakan kebenaran tulisan itu. " Subhanallah! Apakah akal-akal yang waras sudah tidak bisa lagi membedakan antara warna huruf dan warna titik-titiknya?", Mas'ud membela diri. Memang! Ada perbedaan tinta yang dipakai oleh Mas'ud dengan pihak yang memfitnah. Saifus Salam pun sadar tentang apa yang sedang terjadi. Beliau mengerti ada upaya untuk menghasut. Beliau perintahkan agar Qadhi Ahmad, selaku dalangnya, dipecat dari jabatannya, sementara Mas'ud bin Ali diangkat sebagai Qadhi baru. Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri. Berhati-hatilah! Jangan berpikir untuk mencelakakan orang lain. Jangan berencana untuk menjatuhkan orang lain. Sebab, yang akan celaka dan jatuh adalah dirinya sendiri. Semoga Allah memberi hidayah untuk kita. Lendah, 13 Muharram 1444 H/11 Agustus 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

menyambut anak pulang sebagai pejuang

(126) Menyambut Anak Pulang Sebagai Pejuang Thalabul Ilmi artinya sedang berjuang. Ia memperjuangkan agama Allah. Berjuang menghimpun ilmu. Bahkan, thalabul ilmu menjadi perjuangan terbaik di zaman ini. Anak yang sedang thalabul ilmu adalah seorang pejuang. Pesantren menjadi medan juangnya. Di pesantren, banyak hal yang harus ia perjuangkan. Ada tugas-tugas yang ia pikul. Berjuang dalam thalabul ilmi sangatlah berat. Bahkan, seringkali lebih berat dibanding berjuang di area perang fisik yang menggunakan alat-alat perang, seperti pedang dan tombak. Maka, jika anak pulang -apapun alasannya-, sambutlah ia sebagai pejuang! Rasanya sedih jika pulangnya anak dianggap beban. . Anak dijadikan alasan yang memberati pikiran. Seolah-olah ia sebagai musuh yang hendak dihindari. Baginya, anak sama saja dengan masalah dan problem. Saudaraku, sebelum menikah, bukankah cita-citamu bisa memiliki anak?  Setelah menikah, apa hal yang paling engkau inginkan? Anak, bukan? Siang malam berdoa. Pagi petang meminta. Semua cara dilakukan agar segera punya anak. Lalu, setelah Allah kabulkan. Allah memberimu anak, lalu engkau anggap sebagai beban hidup? Aneh! Al Husain, cucu Rasulullah ﷺ , sedang bermain di luar rumah. Saat itu, Nabi Muhammad ﷺ dan sejumlah sahabat sedang menghadiri undangan makan. Melihat cucunya, Rasulullah ﷺ mempercepat langkah dan segera menemui. Dengan membentangkan kedua tangan, beliau mencandai Al Husain. Sampai Al Husain pun tertangkap lalu digendong oleh Rasulullah ﷺ. ( Sahih Adabul Mufrad 364 dari sahabat Ya'la bin Murrah ) Di lain kesempatan, Al Hasan dan Al Husain datang. Rasulullah ﷺ pun langsung mendekap dan memeluk mereka berdua. Beliau bersabda ;  إنَّ الولدَ مَبخلةٌ مَجبنةٌ " Sungguh! Anak menjadi sebab orangtuanya kikir dan penakut " ( Disahihkan Al Albani dalam Sahih Ibnu Majah no.2972) Kenapa demikian? Sebab, anak menjadi segala-galanya bagi orangtua.  Seseorang yang semasa mudanya dikenal pemberani, suka tantangan, dan pantang ditentang, bisa berubah penakut karena memikirkan anaknya. Seseorang bisa saja dermawan, namun ketika dihadapkan pada dua atau lebih pilihan, ia akan memilih anaknya. Ia simpan harta, ia tabung uang, ia sisihkan dana, buat anaknya. Anak menjadi buah hati. Penyejuk mata. Selalu hadir dalam benak. Dirindukan tawanya. Bahkan tangisannya pun menenangkan. Sungguh celaka orangtua yang merasa terbebani anak, padahal ia juga yang berharap kehadirannya di dunia. Nabi Muhammad ﷺ selalu menyambut kedatangan anaknya. Untuk anak, Nabi Muhammad ﷺ  memberikan ruang. Selalu ada tempat duduk di dekat beliau, entah di kanan atau di kiri, buat anak. Nabi Muhammad  ﷺ pasti menampakkan bahagia dan memperlihatkan gembira setiap kali putrinya, Fathimah, datang. Beliau sambut dengan kata-kata manis ; مَرْحَبًا بِابْنَتِي " Selamat datang, aku sambut engkau, wahai Putriku " ( HR Bukhari 5928 Muslim 2450 ) Nabi Ya'qub - bi idznillah -, dapat melihat kembali padahal sebelumnya buta. Saking gembiranya, begitu bahagianya.  Setelah puluhan tahun terpisahkan dengan anaknya, yaitu Nabi Yusuf. Belum juga bertemu, masih sebatas mencium aroma gamis Nabi Yusuf. Bertemu anak adalah momen indah dalam hidup. Jika anak pulang, dengan alasan apapun. Entah bolos, kabur, atau tidak betah di suatu tempat, ia tetaplah anak. Sambutlah dia dengan hangat! " Masya Allah, Abi rindu. Kini engkau pulang ", " Subhanallah, anak Ummi tambah besar dan dewasa ", " Ada pakaian kotormu, biar Ummi cucikan ", " Engkau ingin makan apa, Nak? ", atau kalimat-kalimat cinta semisal. Biarlah ia tenang. Buat ia merasa terlindungi. Alhamdulillah ia pulang ke rumah. Artinya, ia masih menganggap rumah sebagai tempat mencari kedamaian. Ia masih kembali ke orangtua. Ia pulang karena berharap diayomi, dilindungi, dan dikuatkan orangtua. Jika sudah ada kesempatan, tiba momen yang tepat, tawarkan bantuan untuknya, " Apa yang bisa Abi atau Ummi bantu, Nak?". Tidak perlu menginterogasi. Sebab, jika merasa nyaman, anak akan bercerita selengkapnya. Jika thalabul ilmi adalah proses berjuang, maka bisa jadi anak sebagai pejuang pulang dalam keadaan penuh luka. Bisa jadi ia kalah berperang. Bisa juga ia dipukul mundur musuh. Mungkin turun semangatnya. Tugas orangtua adalah memotivasi dan suntikkan semangat untuknya. Lebih-lebih jika anak pulang dengan izin ustadznya. Ia pulang karena memang liburan lebaran. Apa salah anak, jika ia ingin mencari kehangatan kasih sayang orangtuanya? Jika khawatir anak akan bergaul dengan teman-teman yang buruk selama liburan, maka pertanyaannya, " Kenapa ia memilih bergaul dengan teman-temannya yang buruk? " Jawabannya : karena anak tidak nyaman di rumah. Maka, buatlah rumah menjadi tempat ternyaman buat anak.  Semoga Allah Ta'ala memberi hidayah buat anak-anak kita. Lendah, 05 Dzulhijjah 1443 H/05 Juli 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

walau sebatas ingin bederma

 .(125) Walau Sebatas Ingin Bederma Dia punya seorang teman. Dia ingin seperti temannya. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi buat agama. Dia hanya bisa berandai-andai, " Semoga aku bisa seperti dia. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi untuk agama " Kamus Bahasa Indonesia mengartikan iri; sebagai sikap kurang senang melihat kelebihan orang lain. Sementara hasad, disebut dengan dengki. Dia iri kepada temannya. Tapi, bukan iri karena benci. Bukan sebab tidak suka. Apalagi membayangkan temannya itu kehilangan atau berkurang kenikmatan. Nabi Muhammad ﷺ menerangkan  (HR Bukhari 5025 Muslim 815 dari sahabat Ibnu Umar) : لا حسدَ إلا على اثنتينِ  " Tidak boleh hasad kecuali terhadap dua orang "  Nabi Muhammad ﷺ membahasakan dengan hasad. Namun, bukan dalam arti yang tercela atau terlarang. Tidak disebabkan benci atau kurang suka. Siapa mereka? Kenapa hasad diperbolehkan terhadap mereka? Satu dari dua jenis orang itu adalah : رجلٌ آتاه اللهُ مالًا فهو ينفقُ منه آناءَ الليلِ وآناءَ النهارِ " Seseorang. Allah memberinya harta. Ia berinfak sepanjang malam, sepanjang hari, dengan harta itu " Bukan semata-mata kaya raya. Tidak hanya karena banyak harta. Tapi, tidak dipakai buat kebaikan. Buat dihabiskan untuk foya-foya dan sia-sia. Terhadap orang semacam itu, buat apa iri? Adakah gunanya? Tapi, iri lah kepada seorang dermawan. Ia berharta dan harta itu ia pakai buat infak, sedekah, wakaf, hibah, dan amal kebaikan lainnya. Iri lah kepada orang dermawan. Tidak hanya memikirkan diri sendiri. Bukan ingin memuaskan diri. Justru ia kurang tenang dan tidak senang, bila tidak bisa berbagi. Nabi Muhammad ﷺ bersabda : لَوْ كانَ لي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا ما يَسُرُّنِي أنْ لا يَمُرَّ عَلَيَّ ثَلاثٌ، وعِندِي منه شيءٌ إلَّا شيءٌ أُرْصِدُهُ لِدَيْنٍ " Andai aku punya emas sebanyak gunung Uhud, aku tidak merasa tenang, berlalu 3 hari kemudian masih ada yang tersisa. Kecuali yang aku siapkan untuk melunasi utang " (HR Bukhari 2389 Muslim 991 dari sahabat Abu Hurairah) Subhanallah!  Sedemikian dermawan Nabi Muhammad ﷺ. Beliau hanya ingin memberi, memberi, dan memberi. Berbagi, berbagi, dan terus berbagi. Lebih-lebih, Nabi Muhammad ﷺ menyatakan : وإنَّما أنا قاسِمٌ ويُعْطِي اللَّهُ " Saya hanya sebatas membagi. Allah lah yang memberi " (HR Bukhari 71 Muslim 1037 dari sahabat Muawiyah) Artinya? Beliau mengingatkan bahwa harta yang ada, harta yang dipunya, hakikatnya milik Allah. Dia-lah yang memberikan dan menitipkan. Tugas hamba adalah membagikan dan menyalurkan di jalan- Nya. 0000____0000 Dia punya seorang teman. Dia ingin seperti temannya. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi buat agama. Dia hanya bisa berandai-andai, " Semoga aku bisa seperti dia. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi untuk agama " Dia juga susah hati. Sedih. Menangis. Bahkan seolah-olah tersiksa.  Ingin rasanya bederma. Maunya ia saja yang membangun masjid, mendirikan pesantren, membebaskan lahan, membiayai santri-santri, menanggung operasional pendidikan, dan mewakafkan apa yang diperlukan untuk berdakwah. Tapi, dia tidak bisa. Sebab, ia tak berharta. Atau terkadang ada harta, namun belum bisa berlapang dada. Kadang dia berpikir, apakah pantas sederajat di surga dengan Nabi Muhammad ﷺ yang terdepan dalam berinfak? Bisakah ia sederajat di surga dengan Abu Bakar Ash Shidiq yang berinfak dengan semua harta? Umar bin Khattab yang berinfak separuh harta? Atau Utsman bin Affan yang sedekahnya tidak terhitung karena saking sering dan begitu banyaknya? Maunya berjumpa dan dihimpun di surga bersama Rasulullah ﷺ , bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, namun apakah itu hanya angan-angan tanpa kenyataan? Sementara, pikirnya, dia masih belum bisa seperti Rasulullah ﷺ yang memberi seperti orang yang tidak takut miskin. Sebab, tidak ada orang dermawan jatuh miskin. Lendah, 28 Dzulqa'dah 1443 H/27 Juni 2022  (Tentang teman yang berkenan wakaf tanah. Baarakallah fiik) t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit