Tauhid

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum meninggalkan amal karena takut riya

MENINGGALKAN AMAL KARENA TAKUT RIYA'? [Solusi dan Nasihat Salafus Shalih untuk Mengatasi Waswas Syaithon dalam Beramal Shalih] Al-Imam Ibnu Muflih al-Maqdisiy -rahimahullah- berkata: PASAL: TIDAK SELAYAKNYA MENINGGALKAN AMALAN YANG SYAR'I KARENA TAKUT RIYA "Termasuk hal yang terjadi pada insan ketika ia ingin melakukan ketaatan, sesuatu muncul pada dirinya yang membawanya untuk meninggalkan amalan karena khawatir terjatuh dalam bentuk riya'. Padahal yang sepatutnya adalah: ◾️ tidak berpaling kepada hal tersebut, ◾️ seorang insan hendaknya mengerjakan apa yang Allah 'azza wa Jalla perintah dan mendorong hamba kepadanya, ◾️ ia juga hendaknya isti'anah/ memohon perlindungan kepada Allah ◾️ dan bertawakkal kepada-Nya untuk melaksanakan amalan tersebut dalam bentuk yang disyariatkan. Dan sungguh Asy-Syaikh Muhyiddin an-Nawawiy rahimahullah berkata, "Tidak sepantasnya untuk ia meninggalkan dzikir dengan lisan disertai hatinya karena takut dianggap riya'. Bahkan ia berdzikir dengan keduanya secara keseluruhannya. Dan ia meniatkan dengannya wajah Allah 'Azza wa Jalla." Beliau menyebutkan ucapan Fudhail bin 'Iyaadh rahimahullah: إن ترك العمل لأجل الناس رياء، و العمل لأجل الناس شرك "Sesungguhnya meninggalkan amal karena manusia adalah riya' dan beramal karena manusia adalah syirik." Beliau -an-Nawawiy- berkata, "Sehingga jika seorang insan membuka untuknya pintu "perhatian manusia" dan "berjaga-jaga dari persangkaan mereka yang batil" NISCAYA tertutup atas orang tersebut pintu-pintu kebaikan yang banyak." Selesai perkataan beliau. Dan Abul Faraj Ibnul Jauziy -rahimahullah- berkata, "Adapun meninggalkan ketaatan sebab takut dari riya' maka: ✅ Jika yang mendorongnya atas ketaatan itu bukan karena diin maka yang selayaknya untuk ia meninggalkannya. Sebab amalan itu adalah maksiat. ✅ Sedangkan apabila pendorongnya untuk beramal adalah karena diin dan untuk Allah 'Azza wa Jalla -ikhlas- maka tidak sepatutnya untuk ia meninggalkan amalan. Sebab pemantik amalan adalah karena alasan diin. Demikian pula apabila ia meninggalkan amalan karena khawatir untuk dikatakan seorang yang riya' maka hal itu tidak pantas. Sebab hal tersebut merupakan bagian tipu daya syaithon." Ibrahim an-Nakha'iy -rahimahullah- berkata, "Apabila syaithon datang kepadamu dan kamu sedang shalat, lalu ia berkata, "Sesungguhnya kamu sedang berbuat riya'!" ...MAKA panjangkanlah shalatmu!" (yaitu lawan dan jangan ambil perduli, pent.) Adapun yang diriwayatkan dari sebagian salaf bahwa ia meninggalkan ibadah karena takut riya', hal tersebut dibawa kepada bahwa mereka merasakan dalam diri mereka suatu hal tazayyun (memperindah-indah amalan di hadapan manusia). Sehingga mereka pun memutusnya." Hal ini benar sebagaimana yang beliau katakan. Dan termasuk di dalamnya adalah perkataan al-A'masy, "Dahulu aku sedang bersama Ibrahim an-Nakha'iy dan beliau sedang membaca mushaf. Kemudian seseorang memohon izin(untuk bertemu beliau). Maka beliau menutup mushaf-nya lalu berkata, "Jangan sampai ia mengira bahwa aku membaca Al-Qur'an setiap saat"." Dan apabila ia tidak meninggalkan ibadah karena takut terjatuh kepada riya' (KETIKA melaksanakannya) maka yang LEBIH UTAMA lagi untuk ia tidak meninggalkannya karena takut 'ujub(terkagum-kagum) yang masuk (ke dalam dirinya) . SETELAH melaksanakan ibadah." 📖 Al-Adaabus Syar'iyyah, Ibnu Muflih, 1/ 343 344. ------------------------------------- #Terus berjuang ikhlas ketika beramal #Tidak tertipu syaithan dengan meninggalkan amalan dan menyebar ilmu #Tidak tekun menuntut ilmu, takut berbagi faidah, tidak menjawab apa yang ia ketahui, dan meninggalkan dakwah karena merasa tidak berilmu dan yang semisalnya adalah waswas dari syaithan # Perkataan seseorang berdasar ilmu dari Kitabullah dan Sunnah suatu yang sangat berat bagi syaithan sehingga ia dan pasukannya akan terus menyebar waswas kepada para penuntut ilmi dan da'i agar mereka diam dan meninggalkan dari mengucapkan, mengamalkan, dan menyebarkan ketaatan. و الله أعلم بالصواب. Alih Bahasa: Al-Ustadz Abu Yahya al-Maidany hafizhahullah https://t.me/ForumBerbagiFaidah [FBF] | www.alfawaaid.net
7 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

haji tegak di atas tauhid

HAJI TEGAK DI ATAS TAUHID Diantara syiar ibadah haji yang paling nampak ialah ucapan talbiyyah yaitu ucapan : "لبيك اللّٰهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد والنعمة لك والملك، لا شريك لك". "Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbaik, innal hamda wanni'mata laka wal mulk, laa syarika lak". Maka makna ucapan 'labbaikallahumma labbaik ' yaitu seseorang yang bertalbiyyah menampakkan secara terus-menerus sikap menyambut seruan Allah untuk beribadah kepadaNya semata yang diantaranya ialah menyambut seruan Allah ketika Dia menyeru hamba-hambaNya untuk berhaji menuju Baitullah Al Haram. Dan makna ucapan 'laa syarika lak' yaitu seseorang yang bertalbiyyah menampakkan bahwa tidak ada sekutu bagi Allah dalam rububiyyahNya, UluhiyyahNya dan nama- nama serta sifat-sifatNya, maka Dialah satu-satunya pencipta, pengatur, Yang menghidupkan, Yang mematikan dan Dialah yang berhak untuk diibadahi sehingga tidak berhak selainNya diibadahi bersamaNya baik dari kalangan para nabi, para wali, jin, kuburan, berhala dan selain itu, dan Dialah Dzat yang tidak ada sekutu bagiNya dalam nama-nama dan sifat-sifatNya dan tidak ada yang semisal bagiNya serta tidak ada tandingan bagiNya sebagaimana Allah berfirman : ليس كمثله شيء وهو السميع البصير". "Tidak ada yang semisal bagiNya dan Dialah Maha mendengar lagi Maha melihat". Dan makna 'innal hamda wanni'mata laka wal mulka laa syarika lak' yaitu Engkaulah wahai Rabbku yang berhak terhadap seluruh pujian dikarenakan seluruh kesempurnaan milikMu dan dikarenakan seluruh kenikmatan dari sisiMu dan Engkau wahai Rabb adalah pemilik langit dan bumi dan pemilik dunia dan akhirat, tidak keluar sedikitpun di langit dan di bumi dari kekuasaanMu dan dari pengaturanMu maka tidak bisa aku beribadah kepada selainMu dan tidak bisa aku meminta kepada selainMu dikarenakan tidak ada sekutu bagiMu pada hal itu semua. Foto : statue-bronze-street-statue | Sumber: Pixabay Diantara syiar ibadah haji yang terbesar ialah thawaf di Baitullah dan amalan yang menyertainya berupa menyentuh Hajar Aswad dan menciumnya. Thawaf tersebut bukanlah bentuk peribadatan kepada Baitullah dan bukan pula thawaf yang ditujukan kepada Baitullah namun thawaf ditujukan hanya kepada Allah. Allah yang telah mensyariatkan kepada kita shalat dan puasa dan Dia pulalah yang mensyariatkan kepada kita thawaf di Baitullah sehingga kita thawaf di Baitullah dalam rangka menjalankan perintah Allah Ta'ala. Oleh karena inilah kita tidak boleh melakukan thawaf di tempat manapun di muka bumi. dikarenakan Allah tidak mensyariatkan bagi kita thawaf yang lain selain di Baitullah maka kita tidak melakukan thawaf di masjid, di kuburan, di pohon, di bebatuan dan selain itu. Demikian pula tatkala kita mencium Hajar Aswad atau menyentuhnya kita melakukannya dalam rangka meneladani sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dalam rangka mentaati Allah yang telah memerintahkan kita untuk mentaati RasulNya shallallahu alaihi wasallam sehingga kita mencium Hajar Aswad  dalam keadaan kita meyakini dengan sempurna bahwa tidak ada hajar (bebatuan) yang bisa memudharatkan dan mendatangkan manfaat. Seandainya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mensyariatkannya kepada kita niscaya kita tidak melakukannya sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat 'Umar Al Faruq radhiallahu anhu. Dari 'Abis Bin Rabi'ah dari 'Umar radhiallahu anhu bahwasanya beliau datang kepada Hajar Aswad lalu menciumnya dan mengatakan : "إني أعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع، لولا أني رأيت رسول الله صلى اللّٰه عليه وسلم يقبلك ما قبلتك".  "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak memudharatkan dan tidak pula mendatangkan manfaat, seandainya aku tidak melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam menciummu niscaya aku tidak akan menciummu". Diriwayatkan oleh Al Bukhary. Diantara syiar-syiar ibadah haji ialah menjadikan maqam Ibrahim sebagai mushalla (tempat shalat) sehingga disyariatkan bagi orang yang selesai dari melakukan thawaf untuk menjadikan maqam berada antara dia dengan Ka'bah lalu ia melakukan shalat dua raka'at apabila di tempat tersebut tidak terdapat desakan (kerumunan) manusia atau tidak mengganggu orang-orang yang sedang melakukan thawaf. Dan maqam ialah batu yang Nabi Ibrahim alaihissalam selaku pemimpin orang-orang yang bertauhid berdiri di atasnya ketika beliau membangun Baitullah sehingga Allah menjaga jejak-jejak kedua telapak kakinya lalu Allah memerintahkan kita untuk menjadikannya mushalla (tempat shalat). Maka hendaknya bagi orang yang berhaji dan orang yang melakukan umrah serta orang yang melakukan thawaf di Baitullah untuk berhenti dimana nash (dalil) berhenti sehingga ia tidak melebihi apa yang dituntunkan oleh nash (dalil) dikarenakan ia mentauhidkan Allah, tunduk kepadaNya dan mengikuti perintahNya sehingga ia tidak melebihi dari menjadikan maqam sebagai mushalla (tempat shalat); tidak dengan mencari berkah darinya dan tidak pula menyentuhnya dan selain itu dari apa yang dilakukan oleh sebagian manusia. insyaallah bersambung... Sumber : "Min Mazhahirit Tauhid Fil Hajj" tulisan Asy Syaikh Dr. Ali Bin Yahya Al Haddady hafizhahullah. http://www.haddady.com/من-مظاهر-التوحيد-في-الحج-خطبة/ telegram.me/dinulqoyyim
7 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

menyembunyikan amalan itu lebih utama (agar ikhlas)

MENYEMBUNYIKAN AMALAN KETAATAN LEBIH UTAMA DARIPADA MENAMPAKKANNYA Foto: Camera | Sumber : Pixabay ( Renungan Bagi Yang Suka Memotret Amalan Baik Yang Dilakukannya Kemudian Mempostingnya Di Media Sosial) Sebelum engkau memotret ibadah umrahmu atau ibadah hajimu atau perjalananmu menuju masjid atau sumbanganmu untuk orang miskin. Dan sebelum engkau meletakkan kamera fotomu di depan mihrab, lalu kau sebarkan foto-foto tersebut di media sosial.... Sebelum engkau lakukan hal itu semua, hendaklah engkau ingat wahai saudaraku muslim, bahwasanya ikhlas adalah syarat bagi amalan shalih. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ " Maka beribadahlah pada Allah satu-satunya dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya" (Q.S. Az-Zumar:2) Dan tidak akan diterima suatu amalan yang tidak ikhlas karena Allah seperti apapun amalan tersebut. Bahkan walaupun seorang yang berjihad mempertaruhkan jiwanya sampai dia terbunuh, Allah tidak akan menerima darinya amalan jihadnya dan syahadahnya (mati syahidnya). Bahkan sungguh dia termasuk orang yang pertama yang an-Nar (neraka) dinyalakan untuk mereka sebagaimana terdapat dalam hadits yang shahih ¹. Oleh karenanya, menyembunyikan amalan shalih yang tidak disyariatkan untuk ditampakkan, itu lebih utama daripada menampakkannya. Sebab hal itu lebih jauh dari riya'. Allah Ta’ala berfirman: ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ "Berdoalah pada Rabbmu dengan merendahkan diri dan dengan sembunyi-sembunyi" . (Q.S. Al-A'raf: 55) Dan perhatikanlah hadits tentang 7 golongan yang Allah beri naungan di bawah naungan ('arsy)-Nya di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya. Engkau akan dapati diantara mereka adalah: 1. Seseorang yang berdzikir mengingat Allah di saat sendiri lalu air matanya mengalir 2. Dan orang yang bershadaqah dalam keadaan dia menyembunyikan shadaqahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. Bahwasanya menampakkan ibadah-ibadah nafilah (sunnah) terkadang lebih utama dibandingkan dengan menyembunyikannya, apabila dalam menampakkan tersebut terdapat maslahat yang lebih kuat. Seperti dalam rangka mengajari orang-orang yang bodoh dengan cara mempraktekkan amalan (dihadapannya). Demikian pula seperti  berniat memotivasi manusia agar mereka menjadikan engkau sebagai contoh, agar engkau menjadi teladan bagi mereka dalam amalan yang mereka lalaikan atau mereka bermalas-malasan dalam melakukannya. Adapun semata-mata memotret amalan taat (yang dia lakukan) dan menyebarkannya di grup-grup dan akun-akun (medsos), maka sungguh hal itu dikuatirkan bahwasanya maksud dari perbuatan tersebut tidak lain kecuali agar manusia melihatnya dalam keadaan shalat atau sedang thawaf atau sedang bersa'i atau sedang membaca al-Qur'an atau dia sedang bershadaqah. Apabila memang niatnya seperti itu, maka dia telah membuat lelah dirinya, menyia-nyiakan pahala (amalan)nya, dan menyerahkan dirinya untuk mendapatkan adzab yang pedih. Dan hendaklah engkau mengingat, bahwasanya orang-orang yang engkau riya' pada mereka dan kau mengharapkan pujian mereka, mereka semua tidak bisa memberi manfaat kepadamu di hari semua rahasia dibuka, pahala orang-orang yang ikhlas dilipat gandakan, dan amalan orang-orang yang riya' dihapuskan (hari kiamat). Allah lah satu-satunya tempat memohon pertolongan. Dr. 'Ali bin Yahya al-Haddadi (hafizhahullah) 13/11/1438 H https://twitter.com/amri3232/status/893841507010191361 Thuwailibul 'Ilmisy Syar'i (TwIS) Muraja'ah: Al-Ustadz Kharisman Abu 'Utsman hafizhahullah 🗓 17 Dzulqa'dah 1438 H / 10 Agustus 2017
7 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Unknown

hukum membungkuk / menunduk untuk menghormati orang lain

LARANGAN MENUNDUKKAN KEPALA (Atau Membungkuk) UNTUK SESEORANG Dari shahabat Anas bin Malik -rodhiyallahu ‘anhu- , Beliau mengatakan: “Seorang lelaki pernah mengatakan kepada Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- : يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ؟ “Wahai Rasulullah! Apabila salah seorang dari kami bertemu saudaranya atau sahabatnya. Bolehkah ia menunduk (atau membungkuk) untuk (menghormati) nya?” Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- menjawab: ”Tidak boleh” ( ... ) [ HR. At-Tirmidzi no. 2728 , Ibnu Majah no.3702, Ahmad no.13044, Al-Baihaqi dalam ”Al-Kubro” no.13573, Dan selainnya. ] , Derajat Hadits: Hasan. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani –rohimahullah- karena adanya 3 riwayat penguat. Lihat “Ash-Shohihah” no. 160, dan “Al-Misykah” no.4680. 〰〰〰〰〰 Para ulama ‘Al-Lajnah Ad-Daimah’ (*) pernah ditanya: ((  (*) Al-Lajnah Ad-Daimah adalah komite tetap untuk pembahasan ilmiah dan fatwa Kerajaan Saudi Arabia. )) “Apakah boleh seorang anak kecil membungkuk (atau menundukkan diri) kepada orang yang lebih tua ketika bertemu saat memberikan salam; dalam rangka memberikan penghargaan dan penghormatan?” Jawaban: Para ulama sepakat; Membungkuk (atau menunduk) tidak boleh diberikan kepada satu jenis makhlukpun. Karena perbuatan itu hanya boleh diberikan untuk Allah, dalam rangka mengagungkan-Nya -subhanahu wata’ala-. Dan sungguh telah sah sebuah riwayat dari Nabi -shollallahu ‘alaihi wasallam- tentang larangan perbuatan itu (membungkuk, -pent.) untuk selain Allah. Seorang shahabat pernah bertanya kepada Rasul -shollallahu ‘alaihi wasallam-, -Sebagaimana disebutkan dari shahabat Anas -rodhiyallahu ‘anhu-- ; “Wahai Rasulullah! Apabila salah seorang dari kami bertemu saudaranya atau sahabatnya; 🔻 Bolehkah ia menunduk (atau membungkuk) untuk (menghormati) nya?” ⛔️ Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- menjawab: ”Tidak boleh”. Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Wabillahittaufiq. (…) Ttd. Al-Lajnah Ad-Daimah. 📎[ Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Vol.1 (131/24). ] Wallahul Muwaffiq. (AH) YOOK NGAJI YANG ILMIAH (Memfasilitasi Kajian Islam secara Ilmiah) Situs Blog: https://Yookngaji.com Gabung Saluran Telegram: https://t.me/yookngaji Lalu, Bagaimana Hukum Mencium Tangan Orang Shalih Sambil Membungkuk? Oleh: Al-Imam Ibnu Baz رحمه الله Pertanyaan: Apa hukum mencium tangan seorang yang shalih sambil membungkuk, boleh atau tidak? Jawaban: Adapun mencium tangan maka sekelompok ulama berpendapat makruh (dibenci), terutama jika sebagai adat. Adapun jika kadang-kadang dilakukan ketika berjumpa tidak masalah melakukannya, baik terhadap seorang yang shalih, pemimpin yang shalih, bapak…. .tidaklah masalah melakukannya, namun makruh membiasakannya. Sebagian ulama yang lain mengharamkannya jika senantiasa dibiasakan ketika bertemu. Adapun kadang-kadang melakukannya maka tidak masalah padanya. Adapun sujud di atas tangan dengan posisi sujud meletakkan dahinya di atas tangan seseorang merupakan perkara yang haram, sebagian ulama menyebutnya dengan sujud kecil, hal ini tidak boleh. Sehingga meletakkan dahi di atas tangan seseorang dengan posisi sujud di atasnya, tidak boleh namun hendaknya mencium dengan mulutnya ketika hal itu bukan kebiasaan, jarang atau pun sesekali dilakukan maka tidak mengapa karena diriwayatkan dari Nabi صلي الله عليه و سلم bahwa sebagian sahabat pernah mencium tangan dan kaki Beliau صلي الله عليه و سلم. Maka perbuatan sahabat dalam hal ini menunjukkan perkaranya luwes ketika sesekali dilakukan. Adapun senantiasa membiasakannya maka hukumnya makruh atau haram. Begitu juga tidak boleh  membungkuk yakni merunduk seperti orang yang rukuk hal ini tidak boleh karena rukuk itu ibadah sehingga tidak boleh membungkuk di hadapan seseorang. Adapun membungkuk dalam rangka merunduk terhadapnya karena ia seorang yang pendek sedangkan orang yang membungkuk muslim berpostur tinggi sehingga si muslim membungkuk kepadanya sampai menjabat tangannya namun bukan dalam rangka mengagungkan tetapi orang muslim yang ada dihadapannya itu pendek, lumpuh atau dalam posisi duduk maka tidak masalah melakukannya. Adapun membungkuk dalam rangka mengagungkannya hal ini tidak boleh dan dikhawatirkan termasuk perbuatan syirik jika, bertujuan mengagungkannya. Diriwayatkan dari Nabi صلي الله عليه وسلم bahwasannya Beliau ditanya: ”Wahai Rasulullah, seseorang bertemu dengan yang lainnya, apakah membungkuk kepadanya? Beliau menjawab: tidak, Ia berkata: Apakah aku memeluk dan menciumnya? Beliau menjawab: tidak, Ia berkata: apakah aku mengambil tangannya dan menjabat tangannya, Beliau menjawab: ya.” Meskipun ada kalemahan pada sanad nya sehingga haditsnya dhoif namun semestinya beramal dengannya karena banyaknya syawahid (penguat) yang menguatkan maknanya dan begitu juga dalil-dalil yang banyak menunjukkan membungkuk dan rukuk kepada seseorang tidak boleh. Jadi intinya tidak boleh baginya selalu membungkuk kepada seorang pun baik itu raja  atau pun bukan raja. Namun jika membungkuk bukan dalam rangka mengagungkan tetapi memberi salam kepada orang yang pendek, lumpuh atau pun dalam posisi duduk maka membungkuk untuk memberi salam kepadanya tidak masalah melakukannya. Fatawa Nurun ‘alad Darb Sumber: http://www.binbaz.org.sa/node/9379 Diterjemahkan : Abu Zulfa WhatsApp Al-Ukhuwwah Disalin dari : http://salafymedia.com/blog/mencium-tangan-orang-shalih-sambil-membungkuk/ lampionblume-illuminated-studio | Source: Pixabay
7 tahun yang lalu
baca 5 menit