Tauhid

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ungkapan "kalau bukan..." yang boleh dan tidak boleh

UNGKAPAN LAW LA (KALAU BUKAN) YANG BOLEH DAN TIDAK BOLEH . Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah "Dalam bab ini kami memiliki beberapa ungkapan, maka hendaknya perhatikan mana yang tepat? Pertama: Kalau bukan karena Allah menyelamatkanku dengan fulan niscaya aku mati. Ungkapan ini benar dan merupakan ungkapan yang paling bagus. Kedua: kalau bukan karena fulan menyelamatkanku niscaya aku tenggelam. Hal ini benar apabila orang yang menyelamatkannya itu nyata. Adapun jika  keberadaan orang yang menyelamatkannya telah meninggal maka hal ini tidak boleh. Ketiga: kalau bukan karena Allah kemudian (tsumma) fulan niscaya aku tenggelam. Maka ungkapan ini boleh. Keempat:Kalau bukan karena Allah lalu (al-fa') fulan niscaya aku tenggelam. Maka ungkapan ini tidak baik. Kelima: kalau bukan karena Allah dan fulan, maka ungkapan ini tidak boleh, karena Anda telah menyekutukan Allah bersama fulan dengan huruf al-wawu (dan) yang berkonsekuensi menyamakam. Dan hal ini tidak boleh. Wallahu a'lam Ta'liq 'ala Shahih Muslim 1/726-728 Al-UKHUWWAH http://bit.ly/Al-Ukhuwwah  ولدينا في هذا الباب عبارات ، فلننظر أيها أصح ؟ الأولى : لولا أن الله أنقذني بفلان لهلكت ، هذه صحيحة ، وهي من أحسن العبارات . الثانية : لولا أن فلاناً أنقذني لغرقت ، هذا صحيح ـ إذا كان أنقذه حقيقة ـ أما إذا كان ميتاً ، فهذا لا يجوز . الثالثة : لولا الله ثم فلان لغرقت ، فهذه جائزة . الرابعة : لولا الله ففلان لغرقت ، فهذه بين بين . الخامسة : لولا الله وفلان ، فهذه غير جائزة ؛ لأنك شركت الله تعالى مع فلان بحرف يقتضي التسوية ، وهذا لا يجوز ، والله أعلم . ص726 ـ 728 . Dalil untuk point 2 artikel ungkapan law laa yang boleh dan tidak boleh Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata, “Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia menjadi penghuni neraka yang paling bawah. Berkata Syaikh Ibnul 'Utsaimin rahimahullah: Boleh menyandarkan sesuatu kepada sebabnya dengan lafadh law laa (kalau bukan) berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: (kalau bukan karenaku niscaya dia menjadi penghuni neraka yang paling bawah) dan syahidnya (dalilnya) : kalau bukan karenaku  عن العباس بن عبدالمطلب أنه قال : يارسول الله هل نفعت أبا طالب بشيء فإنه كان يحوطك ويغضب لك ؟ قال : ( نعم . هو في ضحضاح من نار . ولولا أنا لكان في الدرك الأسفل من النار ) . يجوز إسناد الشيء إلى سببه بلفظ لولا ، لقوله ( لولا أنا ، لكان في الدرك الأسفل من النار ) والشاهد قوله : ( لولا أنا ) .
8 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

penampakan tauhid dalam ibadah haji

PENAMPAKAN-PENAMPAKAN TAUHID DALAM IBADAH HAJI by Pixabay Diantara syiar ibadah haji yang paling nampak ialah talbiyyah yaitu ucapan : (( لبيك اللّٰهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد والنعمة لك والملك، لا شريك لك)). Dan makna talbiyyah ialah menampakkan tauhid dengan menyambut seruan Allah semata untuk beribadah kepadaNya yang diantaranya ialah berhaji ke rumahNya, berlepas diri dari peribadatan kepada selain Allah dan menetapkan segala pujian bagi Allah dan bahwa segala nikmat semuanya dari sisiNya sehingga Dialah dzat yang berhak disyukuri atas semua nikmat-nikmatNya serta menetapkan bahwa Allahlah pemilik langit dan bumi dan pemilik dunia dan akhirat sehingga tidak boleh selainNya diibadahi dan diminta. Diantara syiar ibadah haji yang terbesar ialah thowaf di baitullah dan yang menyertainya berupa menyentuh hajar aswad dan menciumnya. Thowaf tersebut bukanlah bentuk peribadatan kepada baitullah dan bukan pula thowaf kepada baitullah namun thowaf hanya kepada Allah. Allah yang telah mensyariatkan kepada kita sholat dan puasa Dia pulalah yang mensyariatkan kepada kita thowaf di baitullah sehingga kita thowaf di baitullah dalam rangka menjalankan perintah Allah Ta'ala. Oleh karena inilah kita tidak boleh thowaf di tempat manapun di muka bumi. dikarenakan Allah tidak mensyariatkan bagi kita thowaf yang lain selain di baitullah maka kita tidak thowaf di masjid,  di kuburan, di pohon, di bebatuan dan selain itu. Demikian pula tatkala kita mencium hajar aswad atau menyentuhnya kita melakukannya dalam rangka mencontoh sunnah rosulullah صلى اللّٰه عليه وسلم dan mentaati Allah yang telah memerintahkan kita untuk mentaati rosulNya صلى اللّٰه عليه وسلم sehingga kita mencium hajar aswad  dalam keadaan kita meyakini dengan sempurna bahwa tidak ada hajar(batu) yang bisa memudhorotkan dan mendatangkan manfaat. Seandainya rosulullah tidak mensyariatkannya kepada kita niscaya kita tidak melakukannya sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat 'Umar Al Faruq رضي اللّٰه عنه. Dari 'Abis Bin Robi'ah dari 'Umar رضي اللّٰه عنه bahwasanya beliau datang ke hajar aswad lalu menciumnya dan mengatakan : "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak memudhorotkan dan tidak pula mendatangkan manfaat, seandainya aku tidak melihat nabi صلى اللّٰه عليه وسلم menciummu niscaya aku tidak akan menciummu". Diriwayatkan oleh Al Bukhory. Diantara syiar-syiar ibadah haji ialah menjadikan maqom Ibrohim sebagai musholla (tempat sholat) sehingga disyariatkan bagi orang yang selesai dari melakukan thowaf untuk menjadikan maqom berada antara dia dengan ka'bah lalu ia melakukan sholat dua roka'at apabila di tempat tersebut tidak terdapat desak-desakan manusia atau tidak mengganggu orang-orang yang thowaf. Dan maqom ialah batu yang nabi ibrohim عليه السلام selaku pemimpin orang-orang yang bertauhid berdiri di atasnya ketika beliau membangun baitullah sehingga Allah menjaga jejak-jejak kedua telapak kakinya lalu Allah memerintahkan kita untuk menjadikannya musholla (tempat sholat). Maka hendaknya bagi orang yang berhaji dan orang yang melakukan umroh serta orang yang melakukan thowaf di baitullah untuk berhenti dimana nash(dalil) berhenti sehingga ia tidak melebihi apa yang dituntunkan oleh nash(dalil) dikarenakan ia bertauhid kepada Allah, tunduk kepadaNya dan mengikuti perintahNya sehingga ia tidak melebihi dari tuntunan menjadikan maqom sebagai musholla (tempat sholat) ,tidak dengan mencari berkah darinya, tidak pula menyentuhnya dan selain itu dari apa yang dilakukan oleh sebagian manusia. Dan diantara syiar-syiar ibadah haji ialah sa'i diantara shofa dan marwah dan thowaf antara keduanya. Dan tauhid nampak pada ibadah sa'i dari beberapa sisi : 1⃣ Yang pertama : Engkau melakukan sa'i di tempat ini untuk Allah dalam rangka melaksanakan perintah Allah dalam firmannya : إن الصفا والمروة من شعائر اللّٰه فمن حج البيت أو اعتمر فلا جناح عليه أن يطوف بهما "Sesungguhnya shofa dan marwah termasuk syiar-syiar Allah maka barangsiapa yang berhaji atau melakukan umroh maka tidak ada dosa baginya thowaf antara keduanya". 2⃣ Yang kedua : Tidaklah engkau melakukan sa'i antara dua tempat di dunia dalam rangka beribadah kepada Allah kecuali di antara shofa dan marwah dikarenakan Allah tidak mensyariatkan sa'i di selain shofa dan marwah. 3⃣ Yang ketiga : Bahwasanya nabi صلى اللّٰه عليه وسلم apabila beliau menaiki bukit shofa atau marwah beliau mengangkat kedua tangannya dan bertakbir serta mengucapkan : لا إله إلا اللّٰه وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير، لا إله إلا اللّٰه وحده، أنجز وعده، ونصر عبده، وهزم الأحزاب وحده Beliau mengucapkannya tiga kali dan berdoa di sela-selanya. 4⃣ Yang keempat : Asal muasal sa'i ialah sa'i antara bukit shofa dan marwah yang dilakukan oleh Hajar ibu Isma'il dalam rangka mencari air untuk dirinya dan anaknya. Maka ibadah sa'i mengingatkan kita tentang seorang pemimpin bagi orang-orang yang bertauhid (yaitu nabiyullah Ibrohim) ketika ia meninggalkan anak dan istrinya di tempat yang sunyi tak berpenghuni dan tidak ada air serta tidak ada tumbuh-tumbuhan padanya dalam rangka menjalankan perintah RobbNya dan yakin dengan hukum dan hikmahNya agar menjadi teladan bagi kita. Diantara syiar-syiar ibadah haji ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih al hadyu (binatang ternak) berupa unta, sapi dan kambing di hari 'id dan hari-hari tasyriq. Maka adz dzabh (menyembelih) untuk Allah dan dengan menyebut nama Allah. Allah Ta'ala berfirman : ((لكم فيها منافع إلى أجل مسمى ثم محلها إلى البيت العتيق. ولكل أمة جعلنا منسكا ليذكروا اسم اللّٰه على ما رزقهم من بهيمة الأنعام فإلهكم إله واحد فله أسلموا)) "Pada binatang-binatang hadyu terdapat kemanfaatan bagi kalian hingga waktu yang telah ditentukan yakni waktu ia disembelih kemudian apabila sampai ke tempat yang ditentukan yaitu tanah harom dan disembelih maka makanlah darinya dan hadiahkanlah kepada orang lain serta berikanlah kepada orang-orang faqir". Maka seorang muslim tidak boleh menyembelih dalam rangka mendekatkan diri atau beribadah kepada selain Allah. Barangsiapa yang melakukan hal itu maka ia belum mentauhidkan Allah bahkan ia telah berbuat syirik kepada Allah dan ia berhak mendapatkan laknat Allah sebagaimana dalam hadits yang shohih : ((لعن اللّٰه من ذبح لغير اللّٰه)) "Allah melaknat orang yang menyembelih kepada selain Allah". Sumber : Khutbah syaikh Ali Bin Yahya Al Haddady حفظه اللّٰه yang berjudul "Min Mazhohirit Tauhid Fil Hajj". http://www.haddady.com/من-مظاهر-التوحيد-في-الحج-خطبة/ telegram.me/dinulqoyyim
8 tahun yang lalu
baca 6 menit