KEPRIHATINAN ORANG BERIMAN TERHADAP RITUAL KEMUNKARAN
Penyelisihan terhadap syariat Allah adalah bagian dari keprihatinan orang beriman. Apapun bentuk kemunkaran itu, baik berupa kesyirikan, kebid’ahan, maupun kemaksiatan.
Kalau kita menengok sejarah kehidupan Nabi shollallahu alaihi wasallam, begitu menjadi beban pikiran Nabi keberadaan berhala yang disembah selain Allah. Beliau begitu prihatin dan bersedih ketika masih tersisa kesyirikan sedangkan beliau mampu untuk melenyapkannya.
Hal itu pula yang diungkapkan oleh Nabi ketika beliau merasa terbebani dengan pikiran akan keberadaan berhala Dzul Kholashoh yang masih ada. Beliau pun ingin berhala itu segera dilenyapkan. Nabi mengungkapkan keprihatinan itu dan menganjurkan para Sahabatnya untuk melenyapkan berhala itu sekaligus menghilangkan kegundahan Nabi. .
Nabi menyuruh Jarir bin Abdillah untuk melaksanakan misi penghancuran berhala itu. Setelah misi sukses dijalankan, kabar gembira disampaikan pada Nabi, Nabi pun begitu bersyukur dan mendoakan kebaikan sebanyak 5 kali kepada pasukan yang terlibat dalam misi tauhid tersebut.
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِىِّ قَالَ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا جَرِيرُ أَلاَ تُرِيحُنِى مِنْ ذِى الْخَلَصَةِ ». بَيْتٍ لِخَثْعَمَ كَانَ يُدْعَى كَعْبَةَ الْيَمَانِيَةِ. قَالَ فَنَفَرْتُ فِى خَمْسِينَ وَمِائَةِ فَارِسٍ وَكُنْتُ لاَ أَثْبُتُ عَلَى الْخَيْلِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَضَرَبَ يَدَهُ فِى صَدْرِى فَقَالَ « اللَّهُمَّ ثَبِّتْهُ وَاجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا ». قَالَ فَانْطَلَقَ فَحَرَّقَهَا بِالنَّارِ ثُمَّ بَعَثَ جَرِيرٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلاً يُبَشِّرُهُ يُكْنَى أَبَا أَرْطَاةَ مِنَّا فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ لَهُ مَا جِئْتُكَ حَتَّى تَرَكْنَاهَا كَأَنَّهَا جَمَلٌ أَجْرَبُ. فَبَرَّكَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى خَيْلِ أَحْمَسَ وَرِجَالِهَا خَمْسَ مَرَّاتٍ
dari Jarir bin Abdillah al-Bajaliy ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam berkata kepadaku: “Wahai Jarir, bisakah engkau menghilangkan kegundahanku dari Dzul Kholashoh (rumah berhala)”. Itu adalah suat bangunan milik Khots’am yang disebut Ka’bah al-Yamaaniyah. Jarir berkata: Aku pun pergi dalam pasukan berkuda berjumlah 150 orang. Aku sebelumnya tidak bisa kokoh di atas kuda. Aku kemudian menyampaikan hal itu kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Beliau pun menepukkan tangan beliau ke dadaku dan berdoa: Ya Allah kokohkanlah dia, dan jadikanlah dia sebagai pemberi petunjuk dan orang yang mendapat petunjuk. Pergilah Jarir (ke Dzul Kholashoh) dan membakarnya dengan api. Kemudian Jarir mengutus seseorang kepada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam yang memiliki kuniah Abu Arthoh untuk memberikan kabar gembira kepada beliau. Kemudian ia mendatangi Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dan berkata: Tidaklah saya mendatangi anda hingga kami tinggalkan dia seperti unta yang berpenyakit kulit (hitam terbakar). Kemudian Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mendoakan keberkahan kepada kuda Ahmas dan penunggangnya sebanyak 5 kali (H.R Muslim)
Demikianlah semestinya orang beriman meneladani Nabi. Mereka semestinya prihatin dan bersedih ketika terdapat kesyirikan, kebid’ahan, ataupun kemaksiatan yang dipertontonkan. Namun mereka harus bertindak sesuai bimbingan. Tidak serampangan dan gegabah. Sampaikan pada pihak berwenang, pemerintah atau waliyyul amr dengan santun dan beradab.
Kalau Nabi bertindak karena beliau memiliki kewenangan dan kemampuan terhadapnya, beliau juga membimbing umat untuk mengingkari kemunkaran sesuai kemampuan. Bila tidak mampu dengan tangan, hendaknya dengan lisan. Jika tidak mampu dengan lisan, setidaknya dengan hati dengan membencinya serta tidak mendukungnya.
Kita sering bersedih dan prihatin ketika ada ritual-ritual kemunkaran diberitakan. Di saat musibah pandemi belum usai, ritual-ritual tolak balak yang merupakan kesyirikan dilakukan. Terbungkus dalam acara kebudayaan.
Ada tarian dengan topeng naga sebagai simbol kemarahan naga mengusir penyakit. Inna lillah..
Padahal seharusnyamuslim meyakini bahwa yang bisa menolak balak dan musibah hanyalah Allah Ta’ala. Semestinya mendekat kepada Allah dengan menjalankan ketaatan dan meninggalkan hal-hal yang bisa menimbulkan kemurkaan Allah.
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا
Silakan panggil siapa saja yang kalian anggap (memiliki kemampuan dan keuasaan) selain Dia (Allah), niscaya mereka tidak akan bisa menghilangkan kemudaratan dari kalian maupun memindahkannya (Q.S al-Israa’ ayat 56)
Ada pula ritual penyembelihan kambing untuk tolak balak. Pemilihan kambingnya pun tidak sembarangan. Harus kendit dan memiliki bulu putih melingkar di bagian perut. Astaghfirullah...
Semestinya penyembelihan adalah hanya untuk Allah. Aturan penyembelihannya pun seharusnya mengikuti ketentuan Allah. Bukan membuat seperangkat aturan atau pensyariatan yang mengada-ada.
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّه
Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan untuk mereka bagian dari agama ini yang tidak diizinkan oleh Allah?! (Q.S asy-Syura ayat 21)
Demikianlah saudaraku, ungkapan keprihatinan terhadap ritual-ritual kemunkaran yang tersebar. Semoga Allah Ta’ala memberi petunjuk kepada segenap kaum muslimin...
(Abu Utsman Kharisman)
WA al I'tishom