remaja

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hingga sekarang, aku kok belum menikah?

Wejangan Saking Ingkang Minulya,Syaikh Prof.Dr Muhammad Bazmul hafidzahullah Nasehat dari yang mulia, Syaikh. Dr. Muhammad Bazmul hafizhahullah NGANTI SAIKI,AKU KOK DURUNG NIKAH.....? HINGGA SEKARANG AKU KOK BELUM NIKAH...? Sing kepisan duh anakku,perkara jodoh iku perkara bagian rezeki lan nasib.Menawa giliran nasibmu durung wayahe teka,kanti ijin e Allah giliranmu bakal teka tanpa bisa diundur sapa wae. Yang pertama duhai anakku, perkara jodoh itu (merupakan) perkara bagian dari rizki dan nasib. Adapun giliran nasibmu belum saatnya datang (sekarang), hingga dengan izin Allah (suatu saat nanti) giliranmu akan datang tanpa bisa ditunda oleh siapapun. *** Sing kapindho,awakmu kudu terus sabar lan ridha karo ketetapan qadha lan qadar e Allah.Ya kudu nduweni prasangka sing apik dumatheng Allah Subhanallah wa taala.Yen wis mengkono,mesti Allah bakal menehi kelapangan sakwise kesusahan.Lan ora bakal bisa siji kesusahan iku ngalahake 2 kelapangan. Yang kedua, engkau harus senantiasa sabar dan ridha dengan ketetapan, qadha dan qadar Allah. Ya harus memiliki prasangka yang baik terhadap Allah subhanahu wa ta'ala. Sehingga demikian, Allah pasti akan memberikan kelapangan setelah (mengalami) kesusahan. Tak akan bisa satu kesusahan itu mengalahkan dua kemudahan. *** Terus sing nomer telu,awakmu kudu tansah sawang sinawang marang wong sing luwih apes lan ngenes tinimbang awakmu.Iku bisa luwih nguwatake atimu supaya ora ngresula lan ora ngremehake nikmat e Allah marang awakmu. Terus yang nomor tiga, engkau harus selalu melihat kepada orang yang lebih menderita darimu. Hal itu lebih mampu menguatkan hatimu supaya tidak mengeluh dan meremehkan nikmat Allah atas dirimu. *** Wong sing sakngisormu,sing luwih apes tinimbang awakmu iku ana pirang pirang golongan.Aku bakal nyebutake sebagian e wae. Orang yang di bawahmu, yang lebih menderita darimu itu sangatlah banyak. Saya akan menyebutkan sebagiannya saja. **" Golongan kesiji, bujangan sing luwih tuwa umure lan durung rabi.Harapan lan cita cita isih kebuka amba kanggo awakmu,amarga umurmu isa diharapake.Luwih enom. Golongan pertama, bujang yang lebih tua darimu dan belum menikah. Harapan dan cita-cita masih terbuka bagimu sebab umurmu masih bisa diharapkan. Lebih muda. *** Golongan kepindho,wong sing durung rabi tur nduweni keluarga sing angel diajak rembugan kerja sama.Alhamdulillah awakmu nduweni keluarga sing nyenengke,sekabehane nyenengi awakmu,guyub rukun lan tansah nduweni harapan sing apik marang awakmu. Golongan kedua, orang yang belum menikah dan mempunyai keluarga yang sulit untuk diajak kerja sama. Alhamdulillah engkau mempunyai keluarga yang menyenangkan, semuanya membuatmu bahagia, hidup rukun dan selalu memiliki harapan baik atas dirimu. *** Njur golongan nomer telu,wong wis nikah tapi ora bahagia.Omah tanggane akeh masalah. Adapun golongon nomor tiga, orang yang sudah nikah tapi tidak bahagia. Rumah tangganya banyak masalah. *** Lha sing kepapat,wong wis rabi tapi yo lara - laranen.Awak e ra kepenak lan melemah. Dan yang keempat, orang yang sudah menikah tapi sakit-sakitan. Badannya nggak enak dan melemah. *** Sing kelima,ana sing wis rabi,ketemu jodoh e tapi terhalang saka seneng seneng karo bojo lan anak e kerana akeh sebab sing ngalang ngalangi. Yang kelima, ada yang menikah, ketemu jodohnya tapi terhalang dari senang-senang dengan pasangan dan anaknya karena banyak sebab yang menghalangi. *** Sakliyane lima golongan mau yo ana golongan liyane sing senasib,akeh banget.Makane yo nak,sawang en!Nyawang o marang wong sing luwih apes tinimbang awakmu.Iku bisa nguatke awakmu ben ora ngresula marang nikmate Rabbmu. Selain lima golongan tersebut, ada golongan lain yang senasib, banyak sekali. Oleh karena itu duhai anakku, lihatlah ! Lihat kepada orang yang lebih menderita darimu. Hal itu bisa menguatkanmu agar tidak mengeluh (tidak bersyukur) atas nikmat Rabbmu. ** Aku nyuwun marang Allah kang nggadahi keagungan lan kamulyan supaya menehi awakmu lan sekabehane wong Islam sing durung nikah supaya ketemu jodoh e sing apik.Uga supaya awakmu tansah ing kahanan sing apik,lan uga mugi Allah maringi kita sedhaya pangapura lan kesehatan. Saya memohon kepada Allah yang memiliki keagungan dan kemuliaan supaya memberikanmu dan kaum muslimin seluruhnya yang belum menikah supaya ketemu jodoh yang baik. Juga supaya engkau senantiasa dalam keadaan baik. Dan semoga Allah memberikan kita semuanya ampunan dan kesehatan. -------------- Flower | Sumber : Pixabay An Nashooih As Salafiyyah Ikut mempublikasikan : t.me/kajianislamkebumen Diterjemahkan oleh Tim Atsar ID
7 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

menyembunyikan amalan itu lebih utama (agar ikhlas)

MENYEMBUNYIKAN AMALAN KETAATAN LEBIH UTAMA DARIPADA MENAMPAKKANNYA Foto: Camera | Sumber : Pixabay ( Renungan Bagi Yang Suka Memotret Amalan Baik Yang Dilakukannya Kemudian Mempostingnya Di Media Sosial) Sebelum engkau memotret ibadah umrahmu atau ibadah hajimu atau perjalananmu menuju masjid atau sumbanganmu untuk orang miskin. Dan sebelum engkau meletakkan kamera fotomu di depan mihrab, lalu kau sebarkan foto-foto tersebut di media sosial.... Sebelum engkau lakukan hal itu semua, hendaklah engkau ingat wahai saudaraku muslim, bahwasanya ikhlas adalah syarat bagi amalan shalih. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ " Maka beribadahlah pada Allah satu-satunya dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya" (Q.S. Az-Zumar:2) Dan tidak akan diterima suatu amalan yang tidak ikhlas karena Allah seperti apapun amalan tersebut. Bahkan walaupun seorang yang berjihad mempertaruhkan jiwanya sampai dia terbunuh, Allah tidak akan menerima darinya amalan jihadnya dan syahadahnya (mati syahidnya). Bahkan sungguh dia termasuk orang yang pertama yang an-Nar (neraka) dinyalakan untuk mereka sebagaimana terdapat dalam hadits yang shahih ¹. Oleh karenanya, menyembunyikan amalan shalih yang tidak disyariatkan untuk ditampakkan, itu lebih utama daripada menampakkannya. Sebab hal itu lebih jauh dari riya'. Allah Ta’ala berfirman: ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ "Berdoalah pada Rabbmu dengan merendahkan diri dan dengan sembunyi-sembunyi" . (Q.S. Al-A'raf: 55) Dan perhatikanlah hadits tentang 7 golongan yang Allah beri naungan di bawah naungan ('arsy)-Nya di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya. Engkau akan dapati diantara mereka adalah: 1. Seseorang yang berdzikir mengingat Allah di saat sendiri lalu air matanya mengalir 2. Dan orang yang bershadaqah dalam keadaan dia menyembunyikan shadaqahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. Bahwasanya menampakkan ibadah-ibadah nafilah (sunnah) terkadang lebih utama dibandingkan dengan menyembunyikannya, apabila dalam menampakkan tersebut terdapat maslahat yang lebih kuat. Seperti dalam rangka mengajari orang-orang yang bodoh dengan cara mempraktekkan amalan (dihadapannya). Demikian pula seperti  berniat memotivasi manusia agar mereka menjadikan engkau sebagai contoh, agar engkau menjadi teladan bagi mereka dalam amalan yang mereka lalaikan atau mereka bermalas-malasan dalam melakukannya. Adapun semata-mata memotret amalan taat (yang dia lakukan) dan menyebarkannya di grup-grup dan akun-akun (medsos), maka sungguh hal itu dikuatirkan bahwasanya maksud dari perbuatan tersebut tidak lain kecuali agar manusia melihatnya dalam keadaan shalat atau sedang thawaf atau sedang bersa'i atau sedang membaca al-Qur'an atau dia sedang bershadaqah. Apabila memang niatnya seperti itu, maka dia telah membuat lelah dirinya, menyia-nyiakan pahala (amalan)nya, dan menyerahkan dirinya untuk mendapatkan adzab yang pedih. Dan hendaklah engkau mengingat, bahwasanya orang-orang yang engkau riya' pada mereka dan kau mengharapkan pujian mereka, mereka semua tidak bisa memberi manfaat kepadamu di hari semua rahasia dibuka, pahala orang-orang yang ikhlas dilipat gandakan, dan amalan orang-orang yang riya' dihapuskan (hari kiamat). Allah lah satu-satunya tempat memohon pertolongan. Dr. 'Ali bin Yahya al-Haddadi (hafizhahullah) 13/11/1438 H https://twitter.com/amri3232/status/893841507010191361 Thuwailibul 'Ilmisy Syar'i (TwIS) Muraja'ah: Al-Ustadz Kharisman Abu 'Utsman hafizhahullah 🗓 17 Dzulqa'dah 1438 H / 10 Agustus 2017
7 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hentikan bully / stop bullying ! inilah alasannya...

Bullying? Berani Itu Ada Tempatnya, Bung ! Bullying sebuah istilah yang merujuk pada penindasan kepada seseorang yang dilakukan secara personal atau kelompok. Hal ini bukanlah hal yang baru sebuah bentuk kekerasan yang mencakup ancaman, pelecehan dan intimidasi. Bullying tak kenal medan, di mana pun kapan pur dan siapa pun seperti seekor kucing yang mencakar-cakar atau mengencingi tempat yang dia kuasai. Bullying memili tujuan yang sama, pelaku ingin menunjukkan eksistansi dirinya sebaga seorang pemberani. Merugikan dan dirugikan, yang di-bully jelas akan tertekan mentalnya dan terancam memiliki harga diri yang lemah. Yang mem-bully, selain ancaman dan azab Allah yang cepat atau lambat menimpa secara tak sadar ia juga mengalami tekanan jiwa. Perasaan bersalah menghantuinya dan semakin terpinggirkan dalam kehidupan sosial. Banyak faktor yang mendorong seseorang melakukan hal ini Di antara faktor terbesarnya adalah kelemahan (tidak mampu) mengekpresikan diri dengan cara yang positif. Pelaku mengira dengan ia menyerang dan menindas, orang lain akan menghargainya. Selain itu, kelemahannya untuk menghargai dan memandang orang lain dengan kacamata positif. Jadi sebenarnya, bullying itu lahir dari kelemahan. Luar biasa tapi sudah jadi hal yang biasa, jika korbannya adalah sesama siswa atau teman seusia. Tapi yang lebih mengherankan plus mencengangkan kalau korban bullyng-nya adalah mereka. orang orang tua nggak berdaya, apalagi notabenenya adalah orang-orang yang punya jasa dalam hidupnya seperti guru orang tua. Obat Untuk Bertobat "Tiap penyakit pasti ada obatnya," kata Rasulullah [H. R. Muslim]. Obat pertama yang harus ia telan adalah kesadaran diri dan muhasabah. Menyadari bahwa hal itu bukan akhak yang terpuji dan bahkan bukan akhlak orang beriman. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Bukanlah itu orang seorang mukmin suka yang suka mencela yang melaknat, bukan pula kotor suka keji dan ucapannya" Islam selalu mengajarkan akhlak yang mulia dan selalu memberikan yang berwibawa. jalan dalam agama. Pemberani berarti kita bukan dan serampangan sembarangan dalam bertindak. Selain penempatannya yang harus benar, Islam juga mengajarkan norma norma yang membuatnya bijaksana. Lihat bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para sahabatnya saat berperang melawan orang-orang kafir, tidak boleh membunuh wanita dan anak-anak, tidak boleh mencincang mayat, dilarang membunuh dengan membakar. Berani namun berwibawa dan bijaksana, sebuah cerita yang selalu terngiang di benak penulis adalah cerita sahabat Hamzah bin Abdil Mutthalib radhiyallahu 'anhu, paman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam  Meski belum memeluk Islam, Hamzah adalah sosok yang ramah dalam hidup bertetangga Sebelum masuk Islam, diriwayatkan bahwa tidaklah ia berpapasan dengan orang Quraisy kecuali ia selalu menyapanya dan menanyakan kabar dan berbincang dengan mereka. Di suatu hari, ia pulang dari berburu dengan berkalungkan busur panah. Tiba-tiba ada hal yang mengejutkannya, seorang wanita memberitahunya bahwa Abu Jahal telah menyakiti kemenakannya (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam). Ia pun garang dan mendatangi Abu Jahal yang sedang duduk di tengah-tengah kaumnya. "Ya Mushaffira istahlil" tegurnya "Kau berani mencerca kemenakanku sementara aku berada di atas agamanya!?" Ia pun memukul Abu Jahal dengan busurnya hingga melukai kepalanya. Dan pukulannya itu cukup membuat Abu Jahal jera. "Ya Mushaffirallstah" artinya adalah wahai orang yang bersiul dari pantatnya; ucapan seseorang ketika mencerca orang lain. Sikap berani tidak harus -bahkan tidak benar- jika dilambangkan dengan tindakan-tindakan yang cenderung kurang ajar dan anarki, lihat bagaimana Hamzah memiliki keberanian namun juga sikap yang sopan dan santun dalam kehidupan bermasyarakat, padahal saat itu ia belum Islam. Berani itu ada tempatnya, Bung...! Hargai orang Lain Setiap kondisi memiliki solusi masing-masing, karena hak itu berbeda-beda. Islam menerangkan hak-hak semua kalangan dan solusi masing-masing dalam menghadapinya. "Bukan termasuk dari kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil dan menghormati orang-orang tua"  [HR. Tirmidzi] Hadis ini adalah sebuah petuah yang masyhur dari Rasulullah kepada umatnya. Bukan sekadar kata mutiara yang hampa tentunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai panglima tertinggi dalam perang-perang besar adalah orang yang menggambarkan sendiri bagaimana kasih sayang itu. Dalam peperangan selalu berada di garda depan melindungi sahabatnya saat perang semakin genting berkecamuk. Namun, dalam potongan hidupnya beliau yang lain, adalah sosok yang hangat dan ramah bermasyarakat. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah sosok pemberani yang selalu menghargai eksistensi orang lain, meskipun terhadap seorang anak kecil yang biasanya terabaikan. Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu melewati anak-anak dan mengucapkan salam kepada mereka. Masih cerita Anas bin Malik, adalah Rasulullah selalu mengunjungi rumah-rumah kaum Anshar. Maka, jika ia berhenti di satu rumah mereka. Anak-anak pun mengitarinya, maka mendoakan mereka, mengusap kepala kepala mereka dan mengucapkan salam pada mereka..." [H. R. Muslim] Terlebih dengan orang- orang tua kaum muslimin, di tengah hiruk-pikuk pembukaan kota Makkah. Abu Bakar datang kepada Rasulullah dengan menggendong ayahnya, Abu Quhafah yang telah renta, mengajaknya masuk Islam. Rasulullah mengatakan " Seandainya biarkan Asy- Syaikh (maksudnya Abu Quhafah), aku pasti yang akan mendatanginya". Panglima tertinggi yang berwibawa itu juga bercanda kepada mereka; anak-anak, para sahabat, sampai pun nenek-nenek tua untuk menghiburnya, shallahu alaihi wa sallam "Kama Tadinu Tudan..." Sebagaimana engkau berutang engkau akan dibayar. Amalan buruk tidak akan terlupa, amal baik tidak akan binasa. Hidup ini hanya sebentar dan terus berputar. Sekarang kita yang tinggi belum tentu esok terus meninggi, sekarang muda belia belum tentu esok bertua-ria. Semuanya ada di tangan Allah yang Mahakuasa dan Mahabijaksana. Pandangan seorang muslim bukan pandangan orang kafir yang hanya berorientasi pada dunia saja. Di sana ada hari esok yang menyapa, entah balasan di dunia atau di akhirat kelak, na udzubillah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya, "Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?" Para menjawab, "Menurut kami, orang yang saha bangkrut adalah orang yang tak punya dirham dan harta". "Sungguh orang yang bangkrut dari umatku akan datang di hari kiamat dengan pahala salat, puasa dan zakatnya. Sementara dulu ia mencela ini dan menuduh ini memakan harta si ini, menumpahkan darah si ini dan memukul si ini. Maka, diberikan pada orang ini pahala kebaikannya dan kepada yang ini dari kebaikannya. Jika amal baiknya telah habis sebelum lunas seluruhnya, diambillah dari dosa-dosa mereka dan dilemparkanlah kepadanya, lalu ia dilemparkan ke neraka."[H. R. Muslim] Pungkasnya, itulah sedikit nasihat yang semoga bermanfaat, semoga bisa mengobati saudara-saudara kita yang suka mem- bully di "daerah kekuasannya". Buat yang di- bully, sabar aja, sebenarnya ingin nulis juga tips ketika dibully, tapi karena udah kepanjangan, kita cukupin dulu deh. Aduin aja sama orang yang bisa dipercaya untuk menyelesaikan masalah dan banyak berdoa, bisa juga kamu kasih majalah Tashfiyah sama pelakunya, semoga bisa membantu... Wallahu alam. [Ustadz Abu Hanifah Fauzi] Sumber: Majalah Tashfiyah Edisi 48 | Vol 04 | 1436 H Disalin oleh Tim Atsar ID dengan persetujuan redaksi Majalah Tashfiyah Foto: auto | Sumber: Pixabay
7 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ketika putri memilih calon suami yang tidak shalih

KETIKA SEORANG PUTRI MEMILIH CALON SUAMI YANG TIDAK SHALIH SEDANGKAN AYAHNYA MEMILIH CALON SUAMI YANG SHALIH Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Pertanyaan: Anda tahu--hafizhakumullah-- bahwa kaum wanita itu kurang akal dan agamanya sehingga disini dihadapkan pada sebuah masalah berupa seorang wanita jika memilih calon suami yang tidak shalih sedangkan calon suami yang dipilihkan orang tuanya pria yang shalih, maka apakah diterima usulannya atau wanita ini dipaksa menerima pilihan orang tuanya? Jawaban: Adapun memaksanya untuk menerima pilihan orang tuanya maka tidak boleh meskipun pilihan orang tuanya itu orang shalih berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam: لا تنكح البكر حتى تستأذن ، ولا تنكح الأيم حتى تستأمر Seorang perawan tidak dinikahkan hingga dimintai ijinnya dan seorang janda tidak dinikahkan hingga diajak musyawarah. Dalam lafadh riwayat Imam Muslim: (Dan seorang perawan dimintai ijin ayahnya terhadap dirinya). Adapun menikahkannya dengan orang yang tidak dia ridhai agama dan akhlaknya, tidak boleh pula. Jadi, wali wanita ini hendaknya melarangnya dengan mengatakan saya tidak akan menikahkan engkau dengan pria yang jadi pilihanmu ini, jika dia tidak shalih. Jika ada yang bertanya:  ."sekiranya wanita ini masih tidak mau menikah kecuali dengan pria ini?" Jawaban:  Kita tetap tidak menikahkan dia dengan pria ini dan tidak ada sedikitpun dosa atas kita, ya. Namun sekiranya seorang khawatir terjadi kerusakan berupa terjadinya fitnah yang menghilangkan kesucian antara wanita dan pria yang melamar ini sedangkan pada pria pelamar ini tidak ada sesuatu yang menghalangi untuk menikahkan wanita ini dengannya secara syar'i (seperti: masih mahram, masih saudara susuan, non muslim) maka disini kita menikahkan wanita ini dengan pria pelamar untuk menghindari kerusakan. http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=1151 Sumber: http://t.me/ukhwh Dalam faedah lainnya, sebagaimana kami kutip dari website ForumSalafy [1], Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhaly rahimahullah memberikan jawaban tatkala ada yang bertanya: “Apa hukum menikahkan wanita dengan pria yang tidak dia sukai?” Beliau menjawab: "Harus ada keridhaan dari wanita tersebut dan tidak boleh bagi walinya untuk menikahkannya dengan seorang pria yang tidak dia sukai. Jadi diteliti keadaan si pria, jika dia seorang yang shalih namun pihak wanita tidak menyukainya, maka hendaknya si wali mengajaknya bermusyawarah dan menyebutkan kebaikan-kebaikan pria tersebut kepadanya dengan harapan agar dia menerimanya.  Namun jika dia tetap menolak, maka tidak boleh bagi si wali untuk memaksanya. Karena kehidupan rumah tangga dibangun atas dasar keridhaan diantara suami istri. Sedangkan saling ridha termasuk salah satu syarat sahnya pernikahan. Adapun jika wanita tersebut menolaknya karena dia adalah seorang pria yang menyimpang atau tidak ada kebaikan padanya, maka dia berhak –sama saja apakah walinya terlebih dahulu mengajaknya bermusyawarah atau tidak– untuk menolak siapa saja yang melamarnya yang keadaannya tidak diridhai. Alih bahasa: Abu Almass Senin, 21 Jumaadats Tsaniyah 1435 H Lalu bagaimana bila sang calon suami adalah pria yang tidak shalat berjamaah di Masjid? Asy Syeikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah memberikan penjelasan sebagai berikut: Apabila laki laki yang datang melamar tidak melakukan sholat jamaah maka dia adalah seorang yang FASIK, pelaku ma'siat kepada Allah dan RosulNya. Dia menyelisihi ijma' (kesepakatan kaum muslimin) bahwa sholat jamaah adalah TERMASUK IBADAH YANG PALING UTAMA. Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah didalam Majmu' Fatawa 23/222: "Sepakat para Ulama' bahwa sholat jamaah termasuk ibadah yang paling ditekankan, dan ketaatan yang paling mulia, dan paling agungnya syiar syiar islam". Tetapi kefasikan ini tidak mengeluarkan dari keislaman sehingga boleh dia menikahi wanita muslimah. NAMUN SELAIN DIA DARI ORANG ORANG YANG ISTIQOMAH DIATAS AGAMA DAN AKHLAQNYA LEBIH UTAMA DAN LEBIH BERHAK DARI DIRINYA, WALAUPUN LEBIH SEDIKIT HARTA DAN KEDUDUKANNYA. Sumber: Fatawa Arkanil Islam 270-271. Telegram: https://bit.ly/Berbagiilmuagama Alih bahasa: Abu Arifah Muhammad Bin Yahya Bahraisy _______________________ [1] http://forumsalafy.net/bolehkah-memaksa-wanita-menikah-dengan-pria-yang-tidak-dia-sukai/ milk-glass-frisch-healthy-drink by Pixabay
7 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh jowan ichsan

jauhilah sikap pamer

Pamer, Lagi-Lagi Pamer Rasanya, sifat satu ini sudah kadung tersohor bagi bangsa manusia. Bukan tersohor karena sesuatu positif yang menakjubkan, namun karena manusia sudah tahu akan tercelanya sikap pamer. Baik yang tua maupun yang muda, semuanya pasti menyadari jeleknya sikap pamer. Terlebih, di bangku pendidikan tingkat dasar pun, buruknya sifat ini sudah dikenal dan dipelajari. Jadi tema pamer bukanlah tema baru dan asing buat kita. Mayoritas telah tahu akan jeleknya sikap ini, tetapi anehnya mayoritas manusia sering terjatuh dalam sikap ini, kok aneh ya? Sobat muda, suka pamer hakikatnya bisa dilakukan dengan ragam macam sikap dan perbuatan. Bisa diaplikasikan pada harta, kedudukan, nasab (garis keturunan), bisa pula pada ibadah dan seluruh amalan saleh. Jadi, semua perkara bisa dipamerkan. Jangankan yang berharta banyak, orang miskinpun bisa juga pamer. Jangankan yang beramal saleh, yang nggak saleh bisa pula pamer dengan kemaksiatannya. Oleh karenanya dari segala sisi kehidupan, manusia bisa tertimpa sikap suka pamer. Jadi, masing-masing kita jangan merasa aman dari sikap pamer ini ya. Sifat pamer ini, sudah ada sejak jaman dulu, bahkan sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalian ingat bukan salah seorang kaya raya yang Allah subhanahu wata’ala tenggelamkan dirinya dan hartanya karena sikap sombong, bangga diri dan kufur nikmat. Ya, dialah Qarun yang ditenggelamkan ke bumi, dirinya dan semua hartanya. Lihatlah sikap pamernya yang Allah subhanahu wata’ala cela dalam Al Quran, . “Ia (Qarun) berkata, ‘Aku diberikan (harta itu) semata-mata karena ilmu yang ada padaku.’ Tidakkah ia tahu bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat darinya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah (Qarun) kepada kaumnya dengan segala perhiasan miliknya. Berkatalah orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, ‘Aduhai seandainya aku memiliki seperti apa yang dimiliki Qarun sesungguhnya ia benar-benar memiliki keuntungan yang besar.’” [Q.S. Al Qashash:78-79] Lihatlah bagaimana Allah menceritakan kepada kita tercelanya sikap Qarun yang sengaja memamerkan perbendaharaan dunia miliknya. Lihatlah pula sikap sombong berbalut sikap pamer dengan ilmu yang ia miliki sehingga menyandarkan hasil kerjanya kepada dirinya, tidak kepada Allah. Harta yang harusnya dipakai untuk ketaatan, justru ia pakai sebagai sarana pamer, bangga diri, takabur, dan merendahkan orang lain. Allah pun murka kepadanya dan Allah subhanahu wata’ala tenggelamkan dia beserta seluruh hartanya. Demikianlah, nggak berguna harta yang melimpah yang dipamerkan bila itu justru membuat Allah murka. Kecanggihan Teknologi, Wasilah kepada Sikap Pamer Sobat muda, di zaman serba canggih ini, rupanya sifat pamer menempati ruang yang luas nan nyaman untuk dilakukan. Kok bisa? Ya, orang jadi mudah berbuat pamer karena ada faktor teknologi yang mendukungnya. Parahnya, dia bisa pamer bukan cuma ke satu dua orang loh, bahkan ke semua orang di seluruh pelosok dunia. “BB lagi rusak nih, untung masih ada iPhone” atau “Akhirnya punya moge (motor gedhe) juga.” Yah, pamer nih, terasa nggak sih kalau ente lagi pamer? Punya perasaan dong dengan orang yang nggak sepertimu. Selain model pamer tadi, ada lagi lo bentuk pamer lainnya: pamer jabatan, kepandaian, bahkan pamer tampang. Kacau kan kalo gitu, bisa membikin lawan jenis tergoda dong lihat tampangmu di pampangin di medsos. Sobat muda, walau terkadang pamernya berupa gambar foto, tanpa kata dan ucapan, tetap saja ini adalah sikap pamer, ya kan? Kalau kita nggak bisa mengendalikan hati sedangkan fasilitas pamer ini banyak dan mudah didapat, bahaya ‘kan buat agama kita. Ancaman Terhadap Perilaku Pamer dalam Ibadah Sobat muda, sikap pamer hakikatnya bukan hanya menimpa orang yang jahil tentang agamanya, bahkan pamer juga banyak menimpa kaum berilmu. Ya kalau orang-orang umum biasa membanggakan kemewahan, kepandaian, tampang, dan sebagainya, maka ahli ilmu dan ibadah akan berbangga dan memamerkan ilmu serta ibadahnya. Seorang akan memperbaiki dan memperindah salatnya ketika dilihat manusia, membaguskan suara saat membaca Al Quran, bahkan bersikap dan berbuat layaknya seorang yang zuhud terhadap dunia dan hanya mementingkan akhirat. Semua dilakonin dalam rangka pamer ketaatan dan ibadah. Sobat muda, inilah riya’ yang sesungguhnya. Riya yang dicela dan merupakan bentuk syirik kecil yang haram hukumnya.  Allah subhanahu wata’ala berfirman menceritakan keadaan kaum munafikin yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ (dengan salat itu) dihadapan manusia, dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” [ Q.S. An Nisa:142] Ya, ibadah yang dilakukannya tidak lain tidak bukan hanya untuk dilihat oleh manusia, tiada niatan untuk taat kepada Allah atau ikhlas karena-Nya. Atau ia beribadah tujuannya Lillah wa lighairihi, ia niatkan untuk Allah subhanahu wata’ala sekaligus untuk selainnya. Allah tidak menerima ibadah dari seorang yang riya’, terlebih Allah mencela dan mengancam mereka para tukang pamer ibadah,  “Maka celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, (yaitu) orang-orang yang berbuat riya.” [Q.S. Al Ma’un: 4-6] “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian membatalkan sadaqah-sadaqah kalian dengan cara mengungkit-ungkit (pemberian) serta menyakiti (yang menerimanya), layaknya seorang yang menginfaqkan hartanya karena pamer di hadapan manusia sedangkan mereka tidak beriman dengan Allah dan hari akhir. Permisalannya seperti batu yang licin di atasnya ada tanah. Tatkala tertimpa hujan lebat jadilah batu itu licin kembali. Mereka tiada memeroleh sesuatu apapun dari apa yang mereka kerjaan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” [Q.S. Al Baqarah:264] Dalam dua ayat yang mulia tersebut, nyatalah akan celaan orang yang suka pamer dalam ibadahnya. Yang pertama Allah subhanahu wata’ala sebutkan dengan konteks “kecelakaan (Wail), yang kedua Allah sebutkan dalam konteks larangan dan penyerupaan dengan seorang yang membatalkan sedekah mereka. Sobat muda, meskipun riya sangat berbahaya, tidak sedikit di antara kita yang teperdaya oleh penyakit hati ini. Tidak mudah untuk menemukan orang yang benar-benar ikhlas beribadah kepada Allah tanpa adanya pamrih dari manusia atau tujuan lainnya, baik dalam masalah ibadah, muamalah, ataupun perjuangan. Meskipun kadarnya berbeda-beda antara satu dan lainnya, tujuannya tetap sama: ingin menunjukkan amal, ibadah, dan segala aktivitasnya di hadapan manusia. Sobat muda, sikap pamer tentu akan membuat pelakunya tercela dihadapan Allah dan manusia. baik pamer yang sifatnya duniawi, ataupun pamer dalam hal-hal yang bersifat ukhrawi. Kita memohon kepada Allah untuk menjaga hati kita, amalan kita dari sifat pamer ini. Wallahul mustaan. [Ustadz Hammam] Majalah Tashfiyah Edisi 52  
7 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

pemuda semangat menghidupkan sunnah nabi

SEMANGAT MENGHIDUPKAN SUNNAH NABI Sufyan Ats Tsauri (tabiut tabiin, w. 161 H) pernah mengatakan, "Kalau kamu mampu untuk tidak menggaruk kepalamu kecuali dengan (meneladani) sunnah Nabi, maka lakukanlah." [Fathul Mughits, As-Sakhawi] Abu Amr Muhammad bin Abi Jafar 376 H) berkisah, "Suatu malam, Abu Utsman Ismail (w. 290 H) shalat mengimami kami di masjidnya. Dia memakai sarung dan selendang (seperti pakaian ihram haji). (Setelah selesai, aku pun (pulang dan) bertanya kepada ayahku (Abu Jafar Ahmad bin Hamadan,  .w.311 H), "Wahai ayah, dia (Abu Utsman) sedang ihram. Ayahku pun mengatakan, " Tidak.  Sesungguhnya mendengar Mustakhraj *) Muslim dariku.  Jika dia mendengar hadits yang belum pernah dia amalkan sebelumnya,  maka dia pun mengamalkannya pada siang atau malamnya.  Dia telah mendengar dari pembacaan hadits,  bahwasanya Nabi pernah memakai sarung dan selendang." [Fathul Mughits As-Sakhawi] Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, "Tidaklah aku menulis sebuah hadits dari Nabi kecuali aku telah mengamalkannya Sehingga ketika sampai kepadaku hadits Nabi bahwa beliau pernah berbekam dan memberi satu dinar kepada Abu Thaibah (tukang bekam), maka berbekam lalu memberi satu dirham kepada tukang bekam" [AI Jami li Akhlaqir Rawi, Al Khathib Al-Baghdadi] Buku Sumber: https://pixabay.com/en/book-notebook-leave-notes-1945515/ Tiga nukilan ini menjadi pelajaran bagi kita betapa para ulama terdahulu sangat bersemangat dalam mengamalkan sunnah Rasul. Demikianlah hendaknya dilaksanakan bagi setiap muslim. Karena bimbingan beliau adalah bimbingan yang sempurna, bimbingan yang dituntun berdasarkan wahyu. Sehingga pasti akan mendatangkan maslahat bagi hamba baik dunia maupun di akhirat. Apakah Sunnah? Tetapi sobat perlu kita ketahui dahulu yang dimaksud dengan sunnah di sini. Para ulama memakai istilah'sunnah untuk beberapa hal, yaitu : 1. Amalan apabila yang diamalkan berpahala dan jika tidak dilaksanakan tidak berdosa. Ini adalah istilah para ahli fikih. Seperti jika dikatakan shalat malam hukumnya sunnah. 2. Sunnah yang bermakna sama dengan hadits, yakni segala yang disandarkan kepada Rasulullah baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat akhlak,dan fisik. Seperti ketika dikatakan, "Kita harus berpegang teguh dengan Al- Quran dan As-Sunnah" 3.  Sunnah yang maknanya ajaran Rasulullah secara umum, mencakup Islam secara keseluruhan, baik yang berdasarkan Kitabullah maupun hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Nah, inilah yang dimaksud dalam sebuah hadits yang artinya, "Barang siapa membenci sunnahku,  maka dia bukan termasuk golonganku" [H.R.  Al-Bukhari dan Muslim] Nah,inilah makna-makna Sunnah. Dan yang dimaksud Sunnah dalam pembahasan kita ini adalah makna yang ketiga, beramal dengan seluruh ajaran Rasul. Jadi, kita harus mengamalkan semua ajaran Nabi baik yang hukumnya wajib, mustahab, atau mubah dan menjauhi semua yang dijauhi Nabi, baik hukumnya makruh atau haram. Motivasi Bersunnah "Islam dimulai dengan keterasingan dan akan kembali terasing. Maka beruntunglah orang yang terasing"[H.R.  Muslim] Sekitar empat belas abad silam, ucapan tersebut keluar dari lisan yang mulia,  Rasulullah Semenjak dahulu beliau sudah mensinyalir bahwa Islam akan menjadi terasing. Ya, adalah sunnatullah bahwa Islam akan menjadi asing, Asing, bahkan bagi pemeluknya sendiri. Kita pun sangat merasakannya di zaman Semakin jauh dari zaman kenabian, maka zaman tersebut semakin jelek kualitasnya. Bahkan tidak jarang, sunnah justru menjadi bahan ejekan. Makanya, kita harus bersemangat melaksanakan Sunnah Nabi. Nggak usah dipedulikan ucapan orang, " Anjing menggonggong, kafilah berlalu",  kata peribahasa. Bukan mereka yang akan membalas kita kok. Allah akan memberi kita pahala Dan perlu kita ketahui sobat,  pahala bersemangat atas sunnah ini sangat sebanding dengan tantangannya "Di belakang kalian, akan ada hari-hari kesabaran. Bersabar (di atas sunnah pada waktu itu seperti memegang bara api. Orang yang beramal dengan sunnah pada waktu itu setara dengan pahala lima puluh orang yang beramal dengan amalan kalian." [H.R.At-Tirmidzi,  Syaikh Al-Albani menghukumi"shahih lighairih"] Ya sobat,  beramal satu amalan yang telah mati,  bisa dilipatgandakan menjadi lima puluh pahala shahabat. Luar biasa bukan? Namun, pelipatgandaan ini berlaku untuk amalan yang ia hidupkan itu saja. Bukan pada seluruh amalannya. Sehingga, kita tetap tidak mungkin bisa menyamai pahala para shahabat. Selain pahala tadi, kita kita akan mendapatkan pahala orang yang mengikuti amalan kita "Siapa Saja yang mensunnahkan di dalam lslam ini sunnah yang baik, maka dia akan mendapatkan pahalanya pahala siapa yang mengamalkan setelahnya, tanpa mengurangi pahala dari pelakunya sedikit pun." [H.R.  Muslim]. Coba bayangkan kalau ternyata adik kita mengikuti kita, teman kita juga ikut, ayah ibu dan keluarga ikut. Terus mereka menyebarkan ke teman temannya. Wah,  berapa pahala yang bisa kita raup? Nah, inilah MLM berpahala, MLM dalam menghidupkan sunnah. Tapi jangan lupa ikhlasnya ya! Ayo buruan!   [Abdurrahman] Disalin oleh Happy Islam dari Majalah Tashfiyah Edisi 29 Vol.3 1434H/2013
8 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ayo, kalau bukan kita, siapa lagi?

Ayo, Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi? Sungguh menyedihkan, pemandangan yang penulis temui malam itu. Sekian banyak penumpang bus hanya satu dua orang saja tergerak menuju ke mushalla untuk menjalankan kewajiban shalat. Yang lainnya, ada yang sibuk menelepon, makan malam atau tak sedikit sekadar nongkrong sambil merokok menunggu bus melanjutkan perjalanan. Saya yakin sebagian besar penumpang adalah kaum muslimin. Yakin pula bahwa mereka pasti sudah tahu kewajiban shalat lima waktu. Sobat muda, kenyataan ini rupanya bukan hanya terjadi pada para penumpang bus malam. Bahkan, inilah gambaran umum yang biasa kita jumpai di sekitar kita. Demikianlah realita kaum muslimin di masa ini. Ribuan mushalla serta masjid, tidak sedikit yang megah di antaranya, begitu lenggang dan sepi dari kaum muslimin. Walaupun pada saat jam shalat. Terlebih waktu shalat subuh, dhuhur, dan Ashar. Ironis memang, di waktu waktu shalat, justru kaum muslimin begitu padat dan ramai di pasar-pasar dan pusat perbelanjaan. Tempat ibadah hanyalah sebagai simbol, atau berfungsi waktu-waktu tertentu yang sangat jarang. Selebihnya, ia adalah tempat orang-orang khusus saja. Adzan, sekedar penanda waktu bangun tidur, makan siang, atau selesainya jam kerja. Sobat muda, seandainya kewajiban Allah yang merupakan rukun Islam saja banyak yang telah meninggalkannya, bagaimana pula dengan kewajiban lainnya? Dimanakah pelaksanaan sunah-sunah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Alangkah jauhnya kaum muslimin kewajiban agama mereka. mengejar bunga kehidupan dunia kewajiban dilalaikan. Larangan Allah pun dilanggar. Sinar Islam pun tertutupi maksiat oleh para pemeluknya. Hidayah dan pembelanya seakan tenggelam di kegelapan dosa. Kaum tua dihantui oleh kecintaan terhadap dunia. Yang muda dikerumuni godaan syahwat. Hanya kepada Allah kita mohon pertolongan. Kaca Mata Sumber: .https://pixabay.com/en/glasses-reading-eyeglasses-eyewear-983947/ Singsingkan Lengan Baju! Ya kita hidup dalam kenyataan ini. Agar Islam tidak hilang dari tengah kita, harus ada yang segera merubahnya. Kalau bukan kita, siapa lagi? Mengikuti arus kebanyakan pemuda yang hanya tahu musik, lirik, dan lagu masa ini hanyalah sebuah kesia-siaan. Tidak akan menyelamatkan kita dari murka Allah. Hanya sibuk memikirkan kesuksesan dunia yang menipu, bukan jalan keluar bagi kesuksesan hidup yang sebenarnya. Atau kita hanya bisa berdiam diri tanpa mau merubah buruknya diri. Sobat muda, Allah subhanahu wa ta'ala telah berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum, sampai kaum itu sendiri yang mau merubah dirinya sendiri." (Q.S.  Ar Ra'du:11]. Dalam penggalan ayat yang mulia ini Allah subhanahu wa ta'ala mengumumkan bahwa perubahan keadaan pada suatu kaum tidak datang dengan sendirinya. Namun, perubahan tersebut membutuhkan usaha dari kaum itu sendiri, sampai nanti Allah akan menakdirkan perubahan itu terjadi. Sobat muda demikian pula dalam hal perbaikan kaum muslimin. Mereka sendirilah yang harus berusaha merubahnya. Di sinilah nilai usaha seorang muslim. Semakin kuat tekad dan usahanya dalam memperbaiki keadaan dirinya, akan semakin besar pula pahalanya. Bila dahulu waktu berlalu pada suatu yang tidak bermanfaat, cobalah mulai sisipkan kegiatan yang bernilai ibadah. Nah sobat muda,  kalau bukan kita siapa lagi?!  Kalau tidak sekarang kapan lagi?! Baca: Akhirnya Ku Temukan Manhaj Salaf   (klik) PEMUDA HARAPAN AGAMA PEMUDA TAHU AGAMA Generasi penerus tongkat estafet dari generasi tua. Kepada merekalah pula diharapkan berbagai kebaikan dan kemajuan. Sebagai generasi muda Islam, kita juga menjadi harapan buat keberlangsungan agama. Minimalnya pada diri kita. Oleh karenanya, kita butuh bekal untuk menghadapi tantangan ini. Bekal itu adalah ilmu agama. Oleh karena itu kita diwajibkan belajar ilmu agama. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya "Menuntut ilmu (agama) wajib atas setiap muslim."  (H.R. Ibnu Majah dari shahabat Anas bin Malik dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib) Lihatlah pula pemuda teladan dari kalangan shahabat, Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu. Betapa beliau menjadi sumber rujukan kaum muslimin di umur yang masih belia. Beliau awali masa muda dengan dalam mencari ilmu bersungguh-sungguh. Abdullah bin Abbas pernah bercerita, "Ketika Rasulullah wafat, aku mengajak seseorang dari Anshar,  Mari,  kita bertanya kepada para shahabat Rasulullah mumpung sekarang mereka masih banyak.' "Sungguh mengherankan engkau ini wahai Ibnu Abbas!  Apakah engkau merasa bahwa kaum muslimin butuh kepadamu?  Sedangkan di tengah-tengah mereka para shahabat Rasulullah" Jawabnya. "Aku pun tinggalkan orang tersebut. Aku mulai fokus bertanya kepada para shahabat Rasulullah tentang hadits." Pernah ada sebuah hadits sampai kepadaku melalui perantara seseorang (shahabat yang lain). Aku mendatanginya. Tibalah aku depan pintunya. Sementara sedang tidur siang. Maka tidur berbantal kainku depan pintunya. menerbangkan pasir menimpaku.Ketika orang tersebut keluar dan melihatku, ia terkejut, Wahai anak paman Rasulullah! Untuk keperluan apa anda kesini? Tidakkah engkau utus seseorang agar aku yang mendatangi anda?' Aku menjawab, Tidak. Aku yang lebih berhak untuk mendatanginmu. Aku bertanya hadits kepadanya. Ketika orang Anshar tersebut melihat orang-orang berkumpu lmengelilingiku untuk bertanya tentang urusan agama, mengatakan, "Sejak dulu ia lebih cerdas dariku.' [At Thabaqat Kubra,  karya Ibnu Saad rahimahullah] Usia muda adalah masa keemasan. Apa yang dipelajari dan dialami pada masa ini akan membekas kelak di masa dewasa. Tak heran bila di kalangan pendahulu kita yang shalih, banyak kita dapati tokoh tokoh besar yang kokoh ilmunya dalam usia yang masih muda. Hal ini karena mereka awali usaha menuntut ilmu dalam usia yang masih belia. Dari kalangan shahabat, ada Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz bin Jabal, Anas Malik, dan banyak lagi, radhiyallahu 'anhum. Kalangan setelah mereka, ada Sufyan Ats Tsauri, Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-Syafii, Al-Imam Ahmad, dan yang lainnya rahimahullah. Begitulah memang. Dari sejarah kehidupan mereka kita melihat, mereka telah sibuk dengan ilmu dan adab semenjak muda. Dengan pertolongan Allah 'azza wa jalla, jadilah apa yang mereka pelajari tertanam dalam diri dan memberikan pengaruh terhadap pribadi. Bahkan, meluas kepada masyarakat, sampai saat ini. Nah sobat muda, ayo belajar agama! Ayo menjadi pemuda harapan agama! Ayo berlomba mencari keridhaan dan kecintaan Allah. Dan ayo,  kalau bukan kita siapa lagi!? Penulis: Ustadz Hammam Majalah Tashfiyah Edisi 27 Vol.03 1434-2013
8 tahun yang lalu
baca 6 menit