Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

nasehat seorang ayah kepada anaknya

7 tahun yang lalu
baca 5 menit

Sebuah Nasehat Kepada Ananda

Sumber : Pixabay

Sengaja Ayah layangkan risalah ini sebagai bentuk nasihat. Ayah berharap, nasihat ini membawa manfaat nan teramat luas.

Semoga nasihat ini pun bisa mematik secercah cahaya kala menapaki kehidupan yang sarat tipu daya setan. Ayah goreskan pena ini karena-Nya semata. Tiada lain, karena mengharap wajah-Nya.

Ayah rangkai kata guna wujudkan titah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Karena, sungguh telah termaktub dalam hadits shahih: Agama itu nasihat." Para shahabat bertanya, "Untuk siapa, ya Rasulullah? Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam, dan kaum muslimin umumnya." [H.R. Muslim, dari Abi Ruqayyah Tamim Ad-Dari]

Wahai ananda betapa nista hidup ini manakala sikap sombong menyelubungi seseorang. Mengenakan pakaian keangkuhan, sementara sikap rendah hati tiada ada.

Ia tinggikan dirinya, sedang orang lain direndahkan. Tak ada dalam kamus hidupnya untuk meninggikan seranting, mengedepankan sedepa kepada orang lain.

Sulit bersikap tawadhu, tak terlintas dalam benak bersikap tanazul (merendah). Seakan dirinyalah yang terbaik. Adapun orang lain rendah dihadapannya. Seakan dirinya yang paling alim lagi memiliki ilmu, yang lain cuma pandai mengangguk di hadapannya.

Ujub menyelimutinya, bangga diri mewarnai setiap tingkahnya. Merasa agung dan besar kepala. Betapa kerugian kelak akan menimpanya.

Manakala sikap nan tiada terpuji itu terus ia pupuk dan semai. Seakan ia menjadi manusia sempurna tak bercacat, tak pernah berbuat salah. Tak sekadar itu, lisannya tajam sembilu, fasih dalam mencerca, lihai mencaci lagi memaki, melukai hati banyak hamba.

Entah, gaya hidup macam apa yang ingin dipertunjukkan di atas panggung kehidupan ini. Padahal dirinya tahu, hidup di dunia ini cuma sesaat. Kelak di akhirat akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Walau taubat telah ia panjatkan, namun itu kiranya belum mencukupi manakala dirinya belum meminta maaf kepada kepada orang yang ia cerca.

Bukankah ulama telah melampirkan syarat agar taubat seseorang diterima, jika agar ada masih urusan hak orang lain hendaknya diselesaikan terlebih dulu.

Jika urusan itu terkait dirinya pernah menuduh senonoh pada orang lain, ia harus meminta maaf padanya. Jika terkait harta, ia hendaknya kembalikan harta itu padanya. Jika ia pernah menggibahinya, hendaknya ia meminta untuk dihalalkannya.

Maka, wahai ananda, janganlah dirimu merasa enggan untuk meminta maaf.

Karena orang yang meminta maaf lantaran telah berbuat khilaf, berarti seorang yang jujur pada dirinya. Ia menjadi kesatria. Mau mengakui kesalahannya.

Rendahkanlah di hadapan orang lain. "Barangsiapa bersikap tawadhu karena Allah, niscaya Allah akan meninggikannya." 

Allah Ta'ala tak akan menyia-nyiakan orang yang bersikap tanazul karena-Nya. Tepislah sikap tinggi hati yang bercokol pada dirimu. Sungguh, Allah tak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah dalam berjalan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai" [Q.S. Luqman: 18-19)

Duhai ananda, persiapkanlah diri untuk menghadapi hari akhirat. Ingatlah apa yang terdapat dalam hadits Abu Hurairah ini (yang artinya),

"Sesungguhnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bertanya, "Apakah kalian mengetahui siapakah orang yang bangkrut itu?"

Lantas para shahabat menjawab, "Orang yang bangkrut, menurut kami, yaitu yang tiada memiliki dirham juga tak memiliki harta benda"

Kemudian Rasulullah menjelaskan "Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan umatku, yaitu seseorang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat puasa, dan zakat. Seiring dengan itu, ia datang pula (dengan membawa dosa) telah mencaci maki, telah membuat tuduhan tak benar, memakan harta (orang lain), menumpahkan darah, dan memukul (orang lain). Maka, lantas diberikanlah pahala kebaikan dirinya, diberikan pula pahala kebaikan yang lainnya. Jika pahala kebaikan yang ada padanya tak mencukupi sebelum terselesaikan urusannya, maka diambillah dosa-dosa orang-orang yang berurusan dengannya (saat di dunia), lalu dosa-dosa itu ditimpakan padanya. Setelah itu ia dilemparkan ke dalam neraka." [H.R. Muslim]

Wahai ananda, saat engkau ulurkan tangan untuk meminta maaf, maka sesungguhnya dirimu telah berupaya menyelamatkan diri dari kebangkrutan pada hari kiamat

Menyelamatkan dirimu dari siksa yang pedih. Karenanya tiada akan merugi seorang hamba yang senantiasa membuka diri dan mudah meminta maaf. Tak akan jatuh martabat orang yang tulus meminta maaf.

Semoga Allah Ta'ala senantiasa melapangkan hati kita untuk senantiasa memupus dosa dan kesalahan melalui permohonan maaf.

Semoga Allah Ta'ala senantiasa merahmati hamba-Nya yang pandai meminta maaf

Demikianlah risalah Ayah Wallahu a'lam. Barakallahu fikum

Yang senantiasa rindu mendekapmu, 
Ayah



Ditulis oleh Ustadz Ayip Syafruddin hafizhahullah
Sumber : Majalah Qudwah Edisi 09 Vol.01 2013
Oleh:
Atsar ID