Tashfiyah
Tashfiyah

tauhid sebagai pelebur dosa

8 tahun yang lalu
baca 5 menit
Tauhid Sebagai Pelebur Dosa

Tidak disangsikan lagi bahwa setiap manusia pasti mendambakan keamanan dan petunjuk di dunia akhirat. Bagaimana tidak, manusia adalah makhluk yang lemah dan penuh dengan kekurangan. Siapa saja yang sombong dan mengandalkan kemampuannya dalam mengarungi kehidupan ini, pasti dia akan menemui kegagalan. Tahukah anda bahwa tauhid sebagai amalan paling wajib dan fundamen bagi setiap muslim, ternyata memiliki begitu banyak keutamaan yang sangat luar biasa. Di antaranya adalah jaminan hidayah dan keamanan dari Allah subhanahu wata’ala kepada para muwahhid (orang-orang yang bertauhid). Demikianlah Allah subhanahu wata’ala telah menyiapkan pahala besar ini sebagai motivasi dan pelecut kaum muslimin supaya mewujudkan tauhid. Perhatikanlah firman Allah subhanahu wata’ala yang artinya berikut ini, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Q.S. Al-An’am : 82].

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu  menuturkan bahwa ketika ayat ini turun, para sahabat merasa sangat berat dan sedih. Sebagian mereka mengatakan, “Siapakah di antara kita yang tidak pernah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Tidak sebagaimana yang kalian sangka, namun yang dimaksud kezaliman dalam ayat tersebut adalah kesyirikan. Tidakkah kalian pernah mendengar ucapan Luqman kepada putranya, ‘Wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman yang besar.[Q.S. Luqman : 13]’?”.

Para sahabat menyangka bahwa kezaliman pada ayat di atas sifatnya umum dan meliputi segala bentuk kezaliman. Karena menurut tinjauan objeknya, kezaliman secara umum terbagi menjadi tiga. Yang pertama adalah kezaliman terhadap hak Allah subhanahu wata’ala seperti melakukan syirik, meninggalkan salat wajib, atau yang lainnya. Yang kedua adalah kezaliman terhadap sesama manusia seperti mencela, memukul, mencuri, dan yang lainnya. Adapun yang ketiga adalah kezaliman terhadap diri sendiri yaitu segala bentuk penganiayaan terhadap diri sendiri. Di antara kezaliman jenis ini adalah segala bentuk dosa.

Oleh sebab itu, para sahabat pun merasa begitu berat untuk bisa meraih keutamaan pada ayat di atas. Tak seorang pun manusia biasa yang mampu selamat dan bersih dari kezaliman dengan segala bentuknya. Manusia adalah tempatnya kesalahan dan kekeliruan yang terjadi baik disadari maupun tidak disadari.

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan dan meluruskan bahwa yang dimaksud dengan kezaliman pada ayat di atas adalah kesyirikan. Beliau pun membawakan satu ayat yang menegaskan bahwa syirik adalah kezaliman terbesar. Sehingga jelaslah bahwa jaminan keamanan dan hidayah dari Allah subhanahu wata’ala akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertauhid. Yaitu mereka yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan tidak mengotori keimanannya dengan kesyirikan.

Para ulama seperti Al-Hasan Al-Bashri dan yang lainnya mengatakan tentang pengertian ayat di atas, “Mereka akan mendapatkan jaminan keamanan di akhirat dan diberi petunjuk dalam kehidupan dunia.”

Inilah salah satu keutamaan tauhid yang paling agung dan didambakan oleh setiap insan yang beriman. Jaminan keamanan di akhirat dari berbagai kengerian dan cobaan yang sangat dahsyat sebagaimana diberitakan dalam ayat atau hadis.

Sedangkan di dunia para ahli tauhid mendapatkan jaminan petunjuk sehingga terselamatkan dari berbagai kesesatan dan cobaan. Kehidupan mereka terbimbing di atas petunjuk dari Allah subhanahu wata’ala di tengah derasnya gelombang ujian syahwat dan syubhat. Seorang hamba yang mampu menyucikan dirinya dari tiga jenis kezaliman di atas maka dia akan mendapatkan keamanan dan hidayah yang sempurna. Dia akan masuk ke dalam surga dan terselamatkan dari siksaan neraka yang begitu pedih. Namun seseorang yang terjatuh dalam berbagai kezaliman di atas selain syirik, maka nasibnya tergantung kepada kehendak Allah subhanahu wata’ala. Jikalau Allah subhanahu wata’ala berkehendak maka akan diampuni atau sebaliknya akan mendapatkan siksaan-Nya. Namun yang jelas, dia tetap mendapatkan keamanan dari kekalnya siksa neraka dan kelak akan dimasukkan ke dalam surga.

 

Syirik Adalah Kezaliman Yang Sangat Besar

Allah subhanahu wata’ala tegaskan dalam Surat Luqman bahwa syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Mengapa demikian? karena tauhid adalah perintah yang terbesar untuk seluruh manusia. Hak Allah subhanahu wata’ala yang paling wajib ditunaikan oleh setiap manusia. Sehingga dengan demikian syirik yang merupakan lawan dari tauhid adalah kezaliman dan pelanggaran terbesar.

Tentang hal ,ini Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan secara lebih mendetail dalam tafsirnya, “Syirik adalah kezaliman yang demikian besar karena tidak ada yang lebih buruk dan lebih jelek dari perbuatan menyamakan makhluk yang lemah dengan Sang Pencipta segala sesuatu. Menyetarakan makhluk yang tidak berkuasa sedikit pun dengan Allah Sang Penguasa jagad raya. Menyejajarkan makhluk yang penuh kekurangan dengan Rabb Yang Maha Sempurna lagi Mahakaya. Menyamakan makhluk yang tidak mampu memberikan nikmat meskipun sebesar zarah dengan Al Mun’im, Maha Pemberi seluruh nikmat kepada hamba-hamba-Nya. Adakah suatu kezaliman yang lebih besar daripada ini semua?!! Apakah ada kezaliman yang lebih besar dari seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah dan bertauhid kepada Allah subhanahu wata’ala, lantas dia menghambakan diri kepada makhluk ciptaan Allah yang tidak mampu sedikit pun memberikan manfaat dan mudarat. Sungguh dia telah melakukan kezaliman yang begitu besar terhadap dirinya sendiri.”

 

Bantahan Terhadap Pengingkar Sunnah

Penggalan kisah di atas menunjukkan betapa butuhnya umat ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menafsirkan ayat. Lihatlah bagaimana para sahabat pun memerlukan bimbingan beliau dalam memahami ayat di atas. Padahal tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kualitas keimanan, ketakwaan, dan keilmuan mereka tidak bisa dibandingkan dengan kita. Maka tentunya generasi setelah mereka lebih membutuhkan bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis-hadisnya. Hal ini sekaligus sebagai bantahan terhadap sekte Inkarus Sunnah, Al Quraniyyun, atau Quranisme. Kelompok sesat yang menolak hadis dan mengklaim cukup berpegang dengan ayat-ayat Al-Quran.

Sungguh tidak pantas orang-orang semacam mereka menisbatkan diri kepada Al-Quran (Al-Quraniyyun). Sementara begitu banyak ayat Al-Quran yang memerintahkan supaya mengikuti dan melaksanakan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka pun tidak konsekuen dengan prinsipnya sebagai pengingkar Sunnah, karena pada kenyataannya mereka juga mengambil dan mengamalkan Sunnah. Bukankah tata cara salat yang mereka praktikkan dan segala hal yang terkait dengannya tiada lain bersumber dari Sunnah? Nah, demikianlah kerancuan yang ada pada mereka.

Demikianlah pembaca yang budiman semoga termotivasi untuk merealisasikan tauhid dengan baik dalam kehidupan ini. Allahu a’lam.

 

[Ustadz Abu Hafy Abdullah]