shalat

Atsar.id
Atsar.id oleh Rizal Kurnia R

adab / cara buang ludah / dahak ketika shalat

ADAB BUANG LUDAH ATAU DAHAK DALAM SHOLAT Berikut ini bimbingan syariat dalam membuang ludah atau dahak ketika sedang sholat. Adab Pertama: Tidak boleh membuang ludah atau dahak tersebut ke arah kiblat atau sebelah kanan. Adab Kedua: Hendaklah Ia membuang ludah atau dahak ke bawah kaki kirinya, baju sebelah kiri, atau selendangnya. Dua hal ini berdasarkan hadits  .Jabir bin Abdillah  rodhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ وَجْهِهِ، فَلاَ يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلاَ عَنْ يَمِيْنِهِ. وَلِيَبْصُقْ عَنْ يَسَـارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى، فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هكَذَا. ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ. ”Sesungguhnya salah seorang di antara kalian; apabila sedang berdiri mengerjakan sholat; Allah -tabaroka wata’ala- ada di hadapannya. Oleh karena itu, Janganlah ia meludah ke depan (ke arah kiblat, pen.) atau ke sebelah kanannya. Hendaklah ia meludah ke sebelah kiri; di bawah kaki kirinya. Apabila ia harus segera mengeluarkannya, hendaklah ia tumpahkan ke atas bajunya seperti ini.” Kemudian beliau melipat bajunya, bagian yang bersih menutupi bagian yang lain (yang terkena ludahnya, pen). [ HR Muslim no.3008 dan Abu Dawud no.485 ] Derajat Hadits: Shohih. Di dalam hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, Disebutkan;  “Beliau meludah pada ujung selempangnya (📌) , kemudian menggosok bagian yang satu (yang kotor terkena ludah, pen) dengan bagian yang lain (yang bersih, pen).” [ HR. Ahmad no. 13066 dan Al-Bukhori no.405 ] Derajat Hadits: Shohih. (📌) Selempang adalah suatu kain yang disandangkan di bahu, bisa di sebelah kanan atau sebelah kiri. Adab Ketiga: Membersihkan ludah atau dahak yang mengenai lantai masjid atau bagian lainnya. Jika lantai masjid dari tanah maka dengan menguburnya. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu , bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: «البُزَاقُ فِي المَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا» ”Meludah di dalam masjid adalah sebuah dosa, penghapusnya adalah; (dengan) menguburnya.” 📚 [ HR. Al-Bukhori no.415, Muslim no. 552-(55), dan Abu Dawud no.474. ] Derajat Hadits: Shohih. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani  rohimahullah menukilkan penjelasan Ibnu Abi Jamroh; “Mengapa dikubur bukan ditutupi (atau ditimbuni sesuatu)?”, Alasannya:  ”Karena dengan sekadar menutupi masih belum menjadikan ludah itu aman bagi orang yang duduk di atasnya; karena masih bisa mengganggu. Lain halnya dengan mengubur. Sehingga dari lafadz itu ipahami; bahwa ludah dikubur di bawah tanah.” (selesai). [ Lihat Fathul Bari (1/513) ] Wallahu a’lamu bisshowab  (AH) #Fikih #Ludah #Dahak #Sholat https://pixabay.com/en/drip-water-drop-of-water-close-351619/ Sumber: YOOK NGAJI YANG ILMIAH (Memfasilitasi Kajian Islam secara Ilmiah) 🌐🔻 Blog: https://Yookngaji.blogspot.com 🚀🌐🔻 Gabung Saluran Telegram: https://t.me/yookngaji
8 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

imam diam setelah membaca al-fatihah dalam shalat berjamaah

IMAM DIAM SEJENAK SETELAH MEMBACA AL-FATIHAH DAN HUKUM BACAAN AL-FATIHAH PADA HAK MAKMUM Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah https://pixabay.com/en/mosque-arabian-white-marble-1978985/ Pertanyaan: Sebagian imam dalam shalat jahr (yang bacaannya dikeraskan) seperti Maghrib dan selainnya dari Isya dan Shubuh setelah membaca al-Fatihah segera membaca surat yang lain setelahnya dan tidak memberikan kesempatan bagi makmum untuk membaca al-Fatihah. Maka apa yang Anda nasehatkan terhadap seorang imam yang melakukan hal itu? Dan apa kewajiban makmum jika tidak membaca al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama? Jawaban: Adapun para imam yang berbuat demikian dan tidak diam di antara bacaan al-Fatihah dan bacaan surat yang ada setelahnya, maka bisa jadi perbuatan itu timbul dari mereka dengan tidak sengaja atau sengaja. Namun seringnya dengan sengaja dikarenakan hadits Samurah dalam menetapkan kedua saktah (diam sejenak), salah satunya setelah bacaan al-Fatihah diperselisihkan para ulama tentang keshahihannya. Diantara ulama ada yang menilainya shahih dan mengamalkannya serta mengatakan: Sesungguhnya imam hendaknya segera diam setelah membaca al-Fatihah. Diam yang disebutkan ini adalah diam yang mutlak, tidak dibatasi sebagaimana dibatasi sebagian ahli fikih seukuran makmum membaca al-Fatihah akan tetapi diam ini adalah diam yang mutlak untuk memisahkan antara bacaan yang wajib dan yang sunnah. Sementara ulama yang lainnya tidak menilainya sebagai hadits yang shahih dan berpendapat: seyogyanya menyambung bacaan setelah al-Fatihah. Jadi, tidak mungkin kita melarang seseorang yang mengamalkannya ilmunya setelah memeriksa dan berijtihad (mengambil kesimpulan hukum). Hanya saja hadits ini menurut pendapat kami sebagai dalil sebagaimana ditegaskan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari ketika mengatakan: Sesungguhnya telah shahih dari Nabi صلى الله عليه وسلم diam sejenak ini dan ini terkait dengan imam. Adapun terkait dengan makmum, maka makmum membaca al-Fatihah meskipun imam membacanya menurut pendapat yang kami pilih. Berdasarkan keumuman sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah Hadits ini tercantum dalam dua kitab shahih dan lainnya. Begitu pula dalam hadits 'Ubadah bin Shamit dalam kitab Sunan: Bahwasannya Nabi صلى الله عليه وسلم pernah mengimami shalat Shubuh lalu berpaling dan bersabda: Barangkali kalian membaca surat di belakang imam kalian? Mereka menjawab: Ya. Beliau bersabda: Jangan kalian lakukan lagi kecuali membaca al-Fatihah karena tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya. Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa makmum membacanya meskipun dalam shalat yang jahr karena shalat yang dilakukan ini adalah shalat Shubuh yang merupakan shalat yang Jahr. Sehingga hadits ini menegaskan bahwa makmum membaca al-Fatihah meskipun imam membacanya. Didukung pula dengan keumuman hadits yang kami tunjukkan sebelumnya. Jadi, atas dasar ini kami katakan untuk makmum: Bacalah al-Fatihah, lalu jika engkau menyelesaikannya sebelum imam mulai membaca surat setelahnya, maka itulah yang dikehendaki, namun jika imam membaca surat setelahnya sebelum engkau menyelesaikan bacaan surat al-Fatihah, maka teruslah engkau membacanya hingga menyelesaikannnya. Pembawa acara: . Namun saya melihat bahwasannya termasuk perkara yang sulit bagi makmum membaca al-Fatihah ketika imam sedang membaca surat karena ini kadang terjadi membaca al-Fatihah sebagian saja dan bacaannya tidak benar. Ini disebabkan makmum membaca dengan pelan sedangkan imam membaca dengan keras? Syaikh:  Saya harap maksud min dalam perkataannmu (termasuk sulit) untuk tab'id (menunjukkan bagian dari keseluruhan) bukan untuk menjelaskan jenis. Maka Al-Fatihah sebagaimana perkataanmu: sulit bagi sebagian orang membacanya ketika imam membaca akan tetapi pada sebagian orang tidak sulit membacanya, sehingga bisa saja dia membacanya ketika imam sedang membaca. Karena hal ini telah kami coba. Pembawa acara:  Namun terkait dengan orang yang kesulitan membacanya. Syaikh:  Hendaknya dia berusaha membacanya. Nurun 'Ala ad-Darb 2 http://t.me/Al-Ukhuwwah سكتة الإمام ب عد قراءة الفاتحة وحكم قراءة الفاتحة في حق المأموم السؤال: بعض الأئمة في الصلاة الجهرية كالمغرب وغيرها من العشاء والفجر بعد قراءة الفاتحة يسرعون في قراءة سورةٍ بعدها، ولا يجعلون للمأموم فرصة لقراءة الفاتحة، فبماذا تنصحون من يفعل ذلك من الأئمة؟ وماذا على المأموم إذا لم يقرأ الفاتحة في الركعتين الأوليين؟الجواب: أما الأئمة الذين يصنعون ذلك ولا يسكتون بين قراءة الفاتحة وقراءة السورة التي بعدها فيمكن أن يكون ذلك الفعل منهم صادراً عن جهل أو عن علم، فقد يكون عن علم؛ لأن حديث سمرة في إثبات السكتتين وإحداهما بعد قراءة الفاتحة اختلف العلماء في تصحيحه، فمنهم من رآه صحيحاً وعمل به وقال: إنه يشرع للإمام أن يسكت بعد قراءة الفاتحة، والسكتة الواردة سكتةٌ مطلقة ليست محددة كما حددها بعض الفقهاء بمقدار قراءة المأموم الفاتحة، وإنما هي سكتةٌ مطلقة للفصل بين فرض القراءة ونفلها.ومن العلماء من لا يصحح الحديث، ويرى أنه ينبغي وصل قراءة ما بعد الفاتحة بها، ولا يمكن أن نحجر على أحد ما أداه إليه علمه بعد النظر والاجتهاد، لكن الحديث فيما نرى حجة، وقد أثبته الحافظ ابن حجر في فتح الباري وقال: إنه ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم هذا السكوت، وهذا بالنسبة للإمام.أما بالنسبة للمأموم فإنه يقرأ الفاتحة ولو كان الإمام يقرأ على القول الذي نختاره؛ لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: ( لا صلاة لمن لم يقرأ بأم القرآن )، وهذا الحديث ثابت في الصحيحين وغيرهما، وفي حديث عبادة بن الصامت في السنن: ( أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى بهم صلاة الصبح فانصرف وقال: لعلكم تقرءون خلف إمامكم؟ قالوا: نعم، قال: لا تفعلوا إلا بأم القرآن، فإنه لا صلاة لمن لم يقرأ بها )، وهذا ظاهر في أن المأموم يقرأ حتى في الصلاة الجهرية؛ لأن هذه صلاة الصبح وهي صلاة جهرية، فهذا الحديث واضح في أن المأموم يقرأ ولو كان الإمام يقرأ، ويشهد له عموم الحديث السابق الذي أشرنا إليه، فعلى هذا نقول للمأموم: اقرأ الفاتحة، فإن أكملتها قبل أن يبتدئ الإمام لقراءة ما بعدها فذاك، وإن شرع الإمام بقراءة ما بعدها قبل إكمالك لسورة الفاتحة فاستمر عليها حتى تكملها.مداخلة: لكن أرى أنه من الصعب أن يقرأ المأموم الفاتحة والإمام يقرأ؛ لأن هذا قد يحدث لخبطة في القراءة وتكون قراءة غير صحيحة؛ لأن هذا المأموم يقرأ سراً والإمام يقرأ جهراً؟الشيخ: أرجو أن تكون (من) في كلامك: (من الصعب) للتبعيض لا لبيان الجنس، فهي كما قلت: تصعب على بعض الناس القراءة والإمام يقرأ، ولكنها على بعض الناس لا تصعب، ويمكنه أن يقرأ والإمام يقرأ، وهذا شيء جربناه.مداخلة: لكن بالنسبة للذي تصعب عليه.الشيخ: يحاول أن يقرأ.
8 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum mengulang shalat witir dalam satu malam

HUKUM MENGULANG SHALAT WITIR DALAM SATU MALAM Pertanyaan: Aku selalu mengerjakan shalat witir di awal malam. Tapi di akhir malam aku terbangun (lagi), lalu aku shalat dua raka'at dua raka'at sebatas yang aku mampu, tanpa melakukan witir setelahnya. Apakah perbuatanku ini benar? dan apa hukum mengulangi shalat witir? Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah menjawab: "Ya, perbuatanmu itu sudah benar. Apabila seseorang telah mengerjakan shalat witir di awal malam, kemudian setelah itu Allah mudahkan ia untuk bangun di akhir malam, maka ia shalat dua raka'at dua raka'at sebanyak yang Allah mudahkan baginya. Witirnya yang pertama (di awal malam) sudah mencukupi, dan dimakruhkan mengulangi witir yang kedua kali, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam, (لا وتران في ليلة) "Tidak ada dua witir dalam satu malam." dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang melakukan shalat dua raka'at setelah witir, untuk mengajarkan kepada manusia bahwa yang seperti itu tidak mengapa. Akan tetapi yang utama adalah menunda shalat witir di akhir malam, jika hal itu memungkinkan. Hendaknya ia mengerjakan shalat witir di akhir malam jika memungkinkan berdasarkan sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam (اجعلوا آخر صلاتكم في الليل وتراً) "Jadikanlah shalat witir sebagai penutup shalatmu di waktu malam." apabila yang seperti ini memang memungkinkan, lebih utama. Jika tidak, maka lakukanlah yang diyakini dan beriwtirlah di awal malam. bila setelah itu engkau bisa bangun di akhir malam, kamu bisa shalat dua raka'at dua raka'at tanpa (menutupnya dengan) witir. Jazakumullahu Khairan Sumber: www.binbaz.org.sa/noor/6494 Diterjemahkan oleh: Tim Warisan Salaf #Fawaidumum #fikihsholat #fatawasholat #shalatwitir 〰〰➰〰〰 🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah 🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf 💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
8 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum duduk tawaruk dalam shaf yang sesak

HUKUM DUDUK TAWARUK DALAM SHAF YANG PENUH SESAK https://www.suaramasjid.com/go/wp-content/uploads/2016/02/iftirasy.jpg Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah Pertanyaan: Bagaimana duduk tawaruk (duduk dengan meletakkan kedua pantatnya di atas tanah) bagi makmum dalam shaf yang penuh sesak? Jawaban' Jika mesti berdesak-desakan dan tidak bisa duduk tawaruk, hendaknya dia tidak bertawaruk, karena tawaruk itu sunnah yang dianjurkan dalam tasyahhud akhir, sehingga apabila dengan tawaruk mengganggu saudaranya, maka hendaknya dia tidak duduk tawaruk. Hendaknya dia duduk di atas kaki kirinya seperti duduknya diantara dua sujud dan tasyahhud awal, karena mengganggu saudaranya itu haram, sedangkan suatu yang haram tidak menjadi halal dengan suatu yang sunnah. Suatu sunnah hendaknya ditinggalkan hingga terhindar dari suatu yang haram, sebab mengganggu saudaranya dan menzalimi mereka merupakan perkara yang tidak boleh. Jadi apabila kondisinya sempit dalam shaf, hendaknya dia tidak duduk tawaruk, namun hendaknya duduk di atas kaki kirinya seperti keadaannya antara dua sujud apabila dia mampu hal itu. Adapun apabila kondisinya sakit atau lemah tidak mampu, maka dia lakukan sesuai kemampuannya sehingga terhindar dari menyakiti sebisa mungkin. 💻🔍 http://www.binbaz.org.sa/node/10647 📁http://t.me/Al-Ukhuwwah 🇸🇦 السائل: ماذا عن التورك للمأموم في الصف المزدحم؟ الشيخ: إذا دعت الحاجة إلى التضام وعدم التورك لا يتورك، التورك سنة مستحب في التشهد الأخير ، فإذا كان يؤذي به إخوانه فلا يتورك، يجلس على رجله اليسرى كجلوسه بين السجدتين وفي التشهد الأول ؛ لأن إيذاء إخوانه محرم، فلا يستبيح المحرم بالمستحب، يترك المستحب حتى يتوقى المحرم، فإيذاء إخوانه والتعدي عليهم أمر لا يجوز، فإذا كانت مضايقة في الصف فإنه لا يتورك، بل يجلس على رجله اليسرى كحاله بين السجدتين إذا استطاع ذلك ، أما إذا كان مريض أو عاجز لا يستطيع فيعمل ما يستطيع، ويتوقى الإيذاء مهما استطاع.
8 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

wanita shalat di rumah dengan di masjidil haram, mana yang lebih utama?

PAHALA SHALAT WANITA DI MASJIDIL HARAM Syaikh Muhammad bin Shalih al 'Utsaimin rahimahullah Pertanyaan: Tentang wanita yang suka menghadiri shalat di Masjidil Haram selama di Mekah, akan tetapi dia mendengar bahwa shalat wanita di rumahnya lebih utama sampai pun di Masjidil Haram. Apakah dia memperoleh berlipatnya pahala ketika shalat di rumah sebagaimana ketika dia shalat di Masjidil Haram? Jawaban: Shalatnya wanita di rumahnya lebih utama dari shalatnya di Masjidil Haram dan shalat sunnahnya seorang pria di rumahnya lebih utama dari shalatnya di Masjidil Haram. Berdasarkan dalil : Bahwasannya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di selainnya kecuali Masjidil Haram. Redaksi Imam Muslim atau dalam sebagian redaksinya: shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di selainnya kecuali masjid ka'bah. Meskipun demikian Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda untuk shalat wanita: Rumah mereka lebih baik bagi mereka. Dan Beliau bersabda tentang shalat sunnah seorang pria: shalat seorang yang paling utama di rumahnya kecuali shalat wajib. Beliau Shalawatullahu wa Salamuhu 'Alaihi dulu shalat sunnah di rumahnya, shalat rawatib di rumah, shalat malam di rumah, shalat witir di rumah padahal masjid di samping Beliau dan di antara Beliau dan masjidnya hanya ada pintu yang terbuka dan Beliau masuk dalam masjid, meskipun begitu Beliau bersabda: (shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di selainnya) sedangkan Beliau shalat sunnah di rumah. Sehingga diketahui bahwa keutamaan itu ada dalam segi kuantitas (jumlah) dan kualitas. Jadi, shalat wanita di rumahnya dari sisi kualitas lebih utama dari shalatnya di masjid dari sisi kuantitas dan shalat sunnahnya pria di rumahnya lebih utama dari sisi kulitas daripada shalatnya di masjid dari sisi kuantitas. Oleh karena itu kami berpendapat bahwa wanita bila shalat di rumah, maka itu lebih utama dari shalat di Masjidil Haram, namun dari segi kualitas bukan kuantitas. Maka shalat sunnah saya di rumah lebih utama dari shalatku di Masjidil Haram dari segi kualitas. Hanya saja terkait sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: (shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di selainnya kecuali Masjidil Haram) maka sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adalah shalat wajib. Ulama yang lain berpendapat bahwasannya yang dimaksud adalah shalat yang disyariatkan untuk berjamaah yaitu shalat wajib dan istisqa' (shalat minta hujan) serta lainnya seperti ketika mereka istisqa' di Masjidil Haram. Namun yang benar bahwa hadits ini umum mencakup shalat wajib dan sunnah, hanya saja tidak berarti bahwa shalat di dalamnya lebih utama dari shalat di rumah akan tetapi maksudnya bahwa seorang pria sekiranya masuk Masjidil Haram lalu shalat dua rakaat yang dinamakan ini Tahiyyatul Masjid kemudian shalat dua rakaat Tahiyyatul Masjid di masjid yang lain selain di Makkah, maka Tahiyyatul Masjid di Masjidil Haram lebih utama seratus ribu Tahiyyatul Masjid di luar al Haram, sekiranya seorang pria datang ke masjid dan imam belum datang lalu dia pun shalat sunnah di Masjidil Haram sekehendak Allah antara Tahiyyatul Masjid hingga iqamah lalu masuk lelaki lainnya di masjid yang lain. Inilah maksud hadits bahwa shalat kapan pun adanya di Masjidil Haram, maka shalat itu senilai seratus ribu shalat di selainnya. Namun tidak berarti kita meninggalkan rumah kita dan datang lantaran shalat di Masjidil Haram pada apa yang tidak disyariatkan untuk berjamaah di dalamnya. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:(Shalat seorang yang paling utama di rumahnya kecuali shalat wajib). Dan saya ingin mengingatkan perkara yang populer di antara jamaah haji dan umrah: telah populer di antara mereka bahwa shalat Tahiyyat di Masjidil Haram adalah thawaf dan ini tidak benar. Tahiyyat di Masjidil Haram itu thawaf maksudnya ketika Anda masuk Masjidil Haram dengan niat thawaf, maka thawaf itu mencukupimu dari shalat Tahiyyat di Masjidil Haram. Adapun bila Anda masuk Masjidil Haram untuk shalat atau mendengar ilmu atau pun lainnya, maka Tahiyyatnya seperti selainnya dikerjakan sebanyak dua rakaat. Jadi, bila orang yang umrah masuk Masjidil Haram, maka dia awali dengan thawaf karena dia masuk untuk thawaf, namun bila dia masuk lantaran menunggu shalat, maka dia shalat dua rakaat karena dia tidak masuk untuk thawaf, namun meskipun demikian sekiranya dia pergi dan thawaf, maka kami katakan: sesungguhnya itu mencukupi dari dua rakaat Tahiyyatul Masjid. Majmu' Fatawa wa Rasail http://telegram.me/ukhwh
8 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum menahan kentut ketika shalat

BOLEHKAH MENAHAN KENTUT KETIKA SHALAT? Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah Pertanyaan: Bolehkah menahan kentut ketika shalat? Jawaban: Ya, Dia boleh menahannya jika kentut tekanannya ringan. Adapun jika kentut tekannya kuat, maka dia hentikan shalat. Karena jika kentut tekananya ringan, dia bisa menahan kentut tanpa memberatkannya ketika dia berada dalam shalatnya, maka tidak mengapa. Seperti kencing dan buang hajat jika ringan tekanannya, maka dia sempurnakan shalatnya. Namun jika menyibukkannya dalam shalat, hendaknya dia hentikan shalat. Hendaknya dia keluarkan kentut, kencing, dan buang hajat sehingga dia shalat dengan menghadirkan hati berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: لا صلاة بحضرة طعام ولا وهو يدافعه الأخبثان “Tidak ada shalat ketika makanan sudah dihidangkan atau sambil menahan dua hadats.” (HR. Ahamd, Muslim, dan Abu Daud) Dengan demikian kentut yang kuat tekanannya yang mengganggunya, hendaknya dia hentikan shalatnya http://www​.binbaz.org.sa/noor/11682 http://bit.ly/Al-Ukhuwwah هل يجوز مدافعة الريح عند الصلاة؟ هل يجوز مدافعة الريح عند الصلاة؟ نعم له أن يدافعها إذا كانت خفيفة، أما إذا كانت شديدة يقطعها، أما إذا كانت خفيفة يمكن المدافعة بدون مشقة وهو في صلاته فلا بأس، كالبول والغائط إذا كان خفيفا يكمل صلاته، أما إذا كان يشغله في الصلاة يقطعها يخرج الريح والبول والغائط حتى يصلي بقلب حاضر، لقوله صلى الله عليه وسلم: (لا صلاة بحضرة الطعام ولا وهو يدافعه الأخبثان)، وهكذا الريح الشديدة التي تؤذيه يقطع.
8 tahun yang lalu
baca 2 menit

Tag Terkait

mengakhirkan-shalattegakkanlah-shalatrambut-saat-shalatshalat-bertattoshalat-di-masa-pandemishalat-safarbergerak-dalam-shalatmenoleh-saat-shalatdzikir-shalatshalat-alfiyahrukun-shalattata-cara-shalathukum-shalat-jumatshalat-jumat-saat-wabahlarangan-dalam-shalatdzikir-setelah-shalatsunnah-shalatsifat-shalatqadha-shalatwirid-shalatshaf-shalathukum-meninggalkan-shalatlupa-dalam-shalatshalat-nabisifat-shalat-nabishalat-idul-adha-1443hshalatwirid-setelah-shalatkewajiban-shalattidak-shalatadab-shalatshalat-terlalu-cepatsyarat-sahnya-shalatpembatal-shalatimam-shalathukum-shalat-dhuhadoa-shalat-jenazahtatacara-shalatshalat-kusufshalat-berjamaahzikir-setelah-shalattaawudz-dalam-shalattanyajawab-shalatshalat-di-kuburanshalat-tarawihwajib-wajib-shalatsetelah-shalatshalat-menghadap-kuburcara-shalatshalat-dhuhashalat-gerhanashalat-khusufhukum-shalat-witirimam-shalat-wanitaterluput-dari-shalatshalat-syuruqshalat-jamakwaktu-shalat-sudah-lewatwaktu-shalat-jumatshalat-tobatwaktu-shalatmemutus-shalatshalat-tahajudmenjamak-shalatbacaan-shalatshalat-di-pesawatshalat-idshalat-jenazahshalat-jumatzikir-shalathaid-sebelum-waktu-shalat-habisshalat-wanitashalat-di-rumahadab-shalat-idhukum-shalat-iedshalat-raghaibshalat-setelah-saishalat-isyraqshalat-gaibshalat-rawatibshalat-sunnahwanita-shalat-di-masjidwanita-shalat-jumatdoa-dalam-shalatshalat-hajatshalat-saat-safarmengqashar-shalatshalat-dalam-safarjamak-shalatqashar-shalatshalat-sendirianshalat-tahajjudshalat-witirshalat-malamsyarat-shalatshalat-tahiyatul-masjidkeutamaan-shalatshalat-di-masjidsyariat-shalatpakaian-wanita-ketika-shalatshalat-memakai-pakaian-tipisanak-kecil-dalam-shaf-shalatfatwa-shalatshalat-lupa-wudhushalat-tanpa-wudhualfatihah-ketika-shalathukum-shalatkedudukan-shalat-fardhukeringanan-shalatshalat-dan-kewajibannyabidah-shalatjumlah-jamaah-shalat-jumatshalat-tasbihshalat-istikharahpembatas-shalatwaktu-shalat-zuhur-hari-jumat-bagi-wanitahukum-shalat-tarawihpenjelasan-tentang-shalat-tarawihshalat-tawarihwasiat-untuk-shalat-witirragu-di-dalam-shalatshalat-juamatshalat-jumat-berteaptan-hari-rayashalat-sunnah-fajarshalat-istisqa100-000-shalatshalat-awwabinshalat-isyroqshalat-pakai-sepatushalat-tanpa-hijabmeninggalkan-shalat-dengan-sengajaorang-sakit-meninggalkan-shalatshalat-orang-pingsanlima-ratus-kali-shalatberapa-jumlah-rakaat-dalam-shalat-tarawihjumlah-rakaat-dalam-shalat-tarawihshalat-asharshalat-iedul-fitri-1439hhukum-tertawa-saat-shalattergesa-gesa-ketika-shalathukum-mengeraskan-bacaan-niat-pada-shalatmenguap-ketika-shalatshalat-jamaahniat-shalatshalat-pakai-sendalshalat-wajibshalat-kecepetanshalat-terlambatiqamah-shalatshalat-tanpa-azan-dan-ikamahshalat-fardhulupa-menunaikan-shalatshalat-anak-kecilhukum-shalat-gerhanatata-cara-shalat-gerhanahukum-sutrah-dalam-shalatkitab-sifat-shalatshalat-istighfarshalat-iedtata-cara-shalat-gerhana-nabishalat-subuhshalat-subuh-berjamaahshalat-iedul-adhashalat-malam-nisfu-syabanhukum-seputar-sutrohpembatas-shalatcara-shalat-istisqacara-shalat-meminta-hujanbhukum-mengkhususkan-membaca-surah-as-sajdah-pada-shalat-subuh-di-hari-jumatbimbingan-ulama-menyikapi-anak-kecil-yang-bermain-dalam-shalatkegaduhan-anak-kecil-ketika-shalatmengganggu-orang-shalatmemutuskan-shalat-seseorangmenjaga-shalatshalat-tarawih-11-atau-23-rakaatshalat-tarawih-11-rakaatshalat-tarawih-23-rakaatbesarnya-dosa-lewat-di-hadapan-orang-shalatmencegah-orang-yang-hendak-lewat-di-depan-kita-saat-shalatshalat-menghadap-wajah-manusiacara-shalat-gerhanashalat-gerhana-sesuai-sunnahtuntunan-shalat-gerhana