sahabat

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi abu ayyub al anshari

Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu ‘anhu Nama beliau tentu tidak asing bagi keumuman kaum muslimin. Beliau adalah bagian dari kaum Al Anshar namun masih memiliki tali kekerabatan dengan Nabi dari jalur nenek beliau. Beliaulah Abu Ayyub Al Anshari. Nama beliau adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Tsa’labah bin Abdu ibnu Auf bin Ghanam bin Malik Abu Ayyub An Najjari. Ibunya adalah Hindun binti Saad bin Amr bin Imrilqais bin Malik bin Tsa’labah bin Kaab bin Al Khazraj bin Al Harits bin Al Khazraj Al Akbar. Beliau termasuk As Sabiqunal Awwalun, muslimin yang terdahulu dalam Islam dari kalangan Anshar. Beliau juga termasuk kaum Anshar yang mengikuti Baiat ‘Aqabah. Di saat peristiwa hijrah Rasul, sesampainya di negeri Madinah, di rumah beliaulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal sementara, setelah sebelumnya beliau singgah di perkampungan Bani Amr bin Auf. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di rumah tersebut beberapa bulan hingga beliau sudah memiliki rumah sendiri yang dibangun bersamaan dengan membangun masjid. Sebagaimana shahabat Anshar yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mempersaudarakan beliau dengan seorang Muhajirin, yaitu Mushab bin Umair, dai Islam pertama yang dikirim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke negeri Yatsrib. Di antara bentuk kecintaan Abu Ayyub terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang beliau ceritakan sendiri: نَزَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَيْتِنَا الْأَسْفَلِ وَكُنْتُ فِي الْغُرْفَةِ فَأَهْرِيقُ مَاءً فِي الْغُرْفَةِ فَقُمْتُ أَنَا وَأُمُّ أَيُّوبَ بِقَطِيفَةٍ تَتَّبِعُ الْمَاءَ شَفْقَةً أَنْ يَخْلُصَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْهُ شَيْءٌ “Rasulullah tinggal di rumah kami di bagian bawah, dan ketika itu aku di dalam kamar (bagian atas) maka tumpahlah air yang berada di kamar, maka aku dan Ummu Ayyub pun bergegas mengelap bekas-bekas air dengan sebuah kain supaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tertimpa dengan tetesan air tersebut.” Tak sedikit pun beliau ingin menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam walau dengan sesuatu yang remeh. PEPERANGAN YANG DIIKUTI Beliau termasuk shahabat yang senantiasa mengikuti peperangan dalam Islam. Beliau mengikuti perang Badar, Uhud, Khandaq, dan peperangan setelahnya. Hampir semua peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau ikuti. Seorang yang terkenal pemberani, penyabar, bertakwa, dan suka berjihad ini adalah keutamaan yang ada pada diri beliau. Di saat kekhalifahan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib, beliau termasuk jajaran shahabat yang berperang di bawah bendera Ali bin Abi Thalib dan termasuk shahabat dekat Ali bin Abi Thalib. Beliau bersama Ali bin Abi Thalib dalam Perang Jamal, perang menghadapi kaum khawarij dan pernah menjadi pengganti Ali saat Ali berangkat menuju ke Negeri Irak dan memindahkan pusat pemerintahan di sana. Di antara hal yang menunjukkan semangat beliau dalam berjihad adalah riwayat yang disebutkan oleh Abu Yazid Al Madini, ia mengatakan, “Dahulu Abu Ayyub dan Miqdad bin Aswad mengatakan, ‘Kami diperintahkan untuk berperang dalam segala keadaan.’” Dan keduanya berdalih dengan ayat ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat.” [Q.S. At Taubah:41] Di saat umur beliau senja, tepatnya saat kepemimpinan kaum muslimin berada di tangan Muawiyyah, Allah takdirkan beliau ikut serta berperang bersama-sama anak-anak beliau ke Negeri Romawi. Saat itu pasukan dipimpin oleh Yazid bin Muawiyyah. Suatu ketika beliau terluka dalam peperangan sehingga menyebabkan beliau sakit. Maka tatkala sakitnya bertambah parah, Yazid pun meminta kepada beliau sebuah wasiat. Maka beliau pun berpesan, "Jika aku mati, kafanilah aku, kemudian perintahkan manusia untuk memacu hewan-hewan (untuk beperang) menuju ke daerah musuh. Apabila kalian telah bertemu dengan musuh maka kuburkanlah aku di bawah kaki-kaki kalian." Maka Yazid pun memenuhi wasiat beliau itu sehingga beliau pun dikuburkan berada di dekat benteng mereka. Beliau meninggal di negeri Konstantinopel berkisar tahun 50, 51, atau 52 Hijriah dengan umur 80 tahun. SEMANGAT BELAJAR Di antara semangat beliau dalam menimba ilmu adalah apa yang disebutkan dari Juraij ia berkata, “Aku mendengar seorang syaikh dari Madinah menyebutkan hadis kepada ‘Atha bahwa Abu Ayyub melakukan safar ke Mesir menuju ‘Uqbah bin Amir demi mendapatkan sebuah hadis maka tatkala ‘Uqbah bin Amir mendengar kedatangan Abu Ayyub, maka beliau pun keluar menyambut demi memuliakan beliau. Maka beliau berkata kepadanya, ‘(Sebutkanlah) sebuah hadis yang engkau pernah dengar dari Rasulullah tentang menutupi rahasia muslim.’ Maka Uqbah pun mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda مَنْ سَتَرَ عَلَى مُؤْمِنٍ خَزِيَّةً فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ‘Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat.’ . Setelah mendengar hadis tersebut, maka Abu Ayyub pun menuju tunggangannya lalu pulang. Beliau adalah seorang shahabat yang meriwayatkan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung atau melewati riwayat Ubay bin Kaab dan lainnya. Tercatat pula murid-murid yang meriwayatkan dari beliau dari kalangan shahabat seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Zaid bin Khalid, Jabir bin Samurah, Al Barra bin Azib, Miqdam bin Ma’dikarib. Sedang di kalangan tabiin seperti Abdullah bin Yazid al-Khathami, Jubair bin Nufair, Sa’id bin Al Musayyib, Musa bin Thalhah, Urwah bin Zubair, Atha’ bin Yazid Al Laits, Aflah maula Atha’ bin Yazid Al Laitsi, Abu Rumam As Sima’i bin Abdirrahman, Abu Salamah bin Abdirrahman, Abdurrahman bin Abi Laila, Qartsa’ Adh Dhubai, Muhammad bin Ka’ab, Al Qasim Abu Abdirrahman, dan lain-lain. KEDERMAWANAN Di antara keutamaan beliau adalah sifat dermawan. Beliau senantiasa menyediakan makan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama beliau tinggal di rumahnya. Bahkan sifat dermawan juga tampak pada beliau sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin Abbas, “Suatu hari, Abu Bakar keluar di siang hari. Saat matahari sedang panas-panasnya. Umar melihat Abu Bakar, kemudian ia bertanya, ‘Apa yang menyebabkanmu keluar di jam-jam seperti ini, Abu Bakar?’ ‘Tidak ada alasan lain yang membuatku keluar (rumah), kecuali aku merasa sangat lapar,’ jawab Abu Bakar. Umar menanggapi, ‘Aku pun demikian -demi Allah- tidak ada alasan lain yang membuatku keluar kecuali itu.” Saat keduanya dalam keadaan demikian Rasulullah keluar dan menghampiri keduanya. Beliau bersabda, ‘Apa yang menyebabkan kalian keluar pada waktu seperti ini?’ Keduanya mengatakan, “Tidak ada yang menyebabkan kami keluar kecuali apa yang kami rasakan di perut kami. Kami merasa sangat lapar.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku juga -demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya- tidak ada hal lain yang membuatku keluar kecuali itu. Ayo berangkat bersamaku.” Ketiganya pun beranjak. Mereka menuju rumah Abu Ayyub Al Anshari. Kebiasaan Abu Ayyub, beliau senantiasa menyediakan makanan untuk Rasulullah. Jika istri-istri beliau tidak punya sesuatu untuk dimakan, beliau biasa ke rumah Abu Ayyub. Ketika ketiganya sampai di rumah Abu Ayyub, istri Abu Ayyub, Ummu Ayyub, mengatakan, “Selamat datang Nabi Allah dan orang-orang yang bersama Anda.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Di mana Abu Ayyub?” Abu Ayyub yang sedang bekerja di kebun kurma mendengar suara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bersegera menuju rumahnya dan mengatakan, “Marhaban untuk Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya.” Abu Ayyub berkata, “Wahai Rasulullah, waktu ini bukanlah waktu kebiasaan Anda datang ke sini.” “Benar,” jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Ayyub segera memetikkan beberapa tangkai kurma kering, kurma basah, dan kurma muda. Kemudian menawarkannya kepada Rasulullah, “Rasulullah, makanlah ini. Aku juga akan menyembelihkan hewan untukmu,” kata Abu Ayyub. “Kalau engkau mau menyembelih, jangan sembelih yang memiliki susu,” kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Ayyub kemudian menghidangkan masakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sepotong daging dan meletakkannya pada roti. Kemudian beliau meminta Abu Ayyub, “Wahai Abu Ayyub, tolong antarkan ini untuk Fatimah karena telah lama ia tidak makan yang seperti ini.” Setelah kenyang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Roti, daging, kurma kering, kurma basah, dan kurma muda.” Beliau menitikkan air mata. Kemudian bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Ini adalah kenikmatan, yang nanti akan ditanyakan di hari kiamat.” Demikian sekelumit kisah tentang Abu Ayyub Al Anshari, semoga bisa menjadi teladan bagi kita semua. Amin. [Ustadz Hammam] Sumber: Majalah Tashfiyah vol.06 1438H-2017M edisi 71 rubrik Figur. | http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2017/09/abu-ayyub-al-anshari-radhiyallahu-anhu.html Foto : Swaziland Africa Natural Savannah | Sumber: Pixabay
7 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi ali bin abi thalib, pemuda yang dicintai allah dan rasul-nya

'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, Pemuda yang Dicintai Allah dan Rasul-Nya Ali bin Abi Thalib bin Abdil Muththalib bin Hasyim bin Abdil Manaf Al Qurasyi Al Hasyimi, berkuniah Abul Hasan atau Abu Turab. Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim. Dahulu ibunya menamakan beliau dengan Haidarah. Beliau termasuk kalangan anak-anak yang pertama kali masuk Islam. Yaitu di usianya yang masih berumur sekitar 10 sampai 11 tahun. Umur yang masih sangat muda untuk bisa memilih jalan hidayah yang mesti ditempuh. Beliau lahir sepuluh tahun sebelum Rasulullah diutus sebagai rasul. Beliau pun tumbuh dalam asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak umur 6 tahun, dan hampir-hampir tidak pernah berpisah dengan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pemuda Ali adalah seorang yang memiliki tubuh yang kekar dan lebar. Badan padat berisi dengan postur tubuh yang tidak tinggi. Warna kulit sawo matang, berjenggot tebal, kedua matanya sangat tajam, murah senyum, berwajah tampan, dan memiliki gigi yang bagus. Bila berjalan sangat cepat. Selain fisik yang baik, beliau juga dikaruniai akal dan kejeniusan. Sangat cepat dalam memecahkan permasalahan yang rumit. Sampai Khalifah Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan, “Aku berlindung kepada Allah, untuk mendapatkan masalah pelik, di saat tidak ada Abul Hasan.” Umar selalu meminta pertimbangan beliau. Ditambah keluhuran akhlak yang tertempa dengan banyaknya bergaul bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadikan Ali sebagai pemuda yang pilih tanding. Ali bin Abi Thalib mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali perang Tabuk. Ketika itu, Rasulullah memerintahkan beliau untuk tetap berada di Madinah. Walaupun beliau sangat ingin berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidakkah engkau ridha apabila kedudukanmu di sisiku adalah sebagaimana kedudukan Harun terhadap Musa?” Sebuah ucapan indah yang menunjukkan tingginya kedudukan beliau. Beliau ditugasi sebagai pengganti Rasulullah dalam mengurusi keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan maksudnya sebagai wakil pengurusan kota Madinah secara umum. Sebab yang ditunjuk untuk melakukan tugas ini adalah Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu. Di antara yang menunjukkan keutamaan Ali bin Abi Thalib, dalam peperangan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bendera perang seringnya diserahkan kepada beliau. Hal ini menunjukkan kemampuan, keberanian, dan kedudukan beliau radhiyallahu ‘anhu. Bahkan seringkali Rasulullah menugaskan beliau berduel satu lawan satu dengan musuh sebelum pecah peperangan. Beliau juga seorang yang lihai berkuda, kuat dan pandai dalam taktik peperangan. Disebutkan dalam banyak kitab biografi, bahwa beliau memiliki banyak keutamaan. Di antaranya adalah beliau termasuk muhajirin, mengikuti perang badar, uhud, mengikuti baiatur ridwan, dan beberapa peristiwa penting yang memiliki keutamaan janji bagi yang mengikutinya. Demikian pula beliau adalah salah satu Khulafaur Rasyidun. Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Di antara keutamaannya, beliau merupakan salah satu dari sepuluh orang shahabat yang dijamin masuk surga dan paling dekat hubungan nasabnya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegaskan keutamaan beliau. Dalam satu khutbah beliau, di hari kedelapan belas Dzulhijjah pada haji wada’, di tempat yang bernama Ghadir Khum, beliau bersabda yang artinya, “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai walinya, maka sesungguhnya ia telah menjadikan Ali sebagai walinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda kepada Ali yang artinya, “Engkau bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.” Ketika perang Khaibar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh besok bendera perang ini akan aku berikan kepada seseorang yang ia mencintai Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya.” Bendera itu pun beliau serahkan kepada Ali. Keutamaan beliau ini pun diakui oleh para shahabat. Cukuplah kesaksian Umar, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan beliau meridhainya.” [Al Bukhari]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkan beliau dengan Fathimah radhiyallahu ‘anha, tepatnya setelah peristiwa perang Badar. Dari pernikahannya dengan Fatimah ini beliau mendapat putra Al Hasan, Al Husain, Ummu Kultsum Al Kubra, yang dinikahi oleh Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dan Zainab Al Kubra. Setelah meninggalnya Fatimah radhiyallahu ‘anha, beliau menikah dengan beberapa wanita. Anak beliau berjumlah empat belas orang putera dan tujuh belas atau sembilan belas orang puteri. Di antara putra putri beliau ini yang menjadi generasi penerus adalah Al-Hasan, Al-Husain, Muhammad bin al-Hanafiyah, Al-Abbas Al-Kilabiyah, dan Umar bin At-Taghlibiyah. Beliau banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun para shahabat yang menimba ilmu dari beliau di antaranya: Dua anak beliau Al Hasan dan Al Husain, Abdullah bin Mas’ud, Abu Musa, Ibnu Abbas Abu Rafi’, Ibnu Umar, Abu Said Al Khudri, Zaid bin Arqam Abu Umamah, Al Bara` bin Azib, dan masih banyak yang lainnya. Adapun dari kalangan tabiin (generasi setelah shahabat): Thariq bin Syihab, Marwan bin Hakam, Abdurrahman bin Al Harits, dan lainnya. MASA KEKHALIFAHAN Pada masa kekhalifahan beliau inilah timbul perang saudara. Dikarenakan adanya perbedaan pendapat di kalangan para shahabat tentang sikap dan usaha yang ditempuh menghadapi kejahatan pembunuhan Amirul mukminin Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Sehingga terjadilah perang Jamal serta perang Siffin. Masing-masing berijtihad dalam menyikapinya. Apalagi ada dalang pihak ketiga yang berupaya mengadu domba antar kaum muslimin. Allah Maha Tahu sejauh mana fitnah ini terjadi. Kaum muslimin yang datang setelah mereka radhiyallahu ‘anhum telah Allah selamatkan untuk tidak ikut mengangkat pedang memerangi para shahabat. Sekarang, tinggal bagaimana menyelamatkan lisan agar tidak mencela mereka secara umum. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjaga lisan kita hingga kita menghadap kepada-Nya. Beliau memegang kekhalifahan selama empat tahun lebih beberapa bulan. Di waktu subuh tahun 40 H, ketika beliau keluar untuk menunaikan shalat subuh di masjid Kufah, tiba-tiba seorang yang celaka bernama Abdurrahman bin Muljam Al Khariji menusuk beliau dengan pisau tajam dan beracun. Tepat di kening beliau yang senantiasa sujud kepada Allah. Inna lillah wa inna ilaihi raji’un. Persis sebagaimana yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan yang artinya, “Orang yang paling binasa dari umat terdahulu adalah penyembelih unta (kaum nabi Shalih). Dan manusia yang paling celaka dari umat ini adalah orang yang membunuhmu wahai Ali.” Seraya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk kening Ali yang akan tertikam. Pada malam Ahad, di hari yang kesembilan belas bulan Ramadhan, umat Islam berduka dengan kepergian pemimpin mereka. Semoga Allah menempatkan beliau di surga-Nya yang luas, bersama kekasih beliau, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahul Musta’an. [Hammam]. Referensi: Al Bidayah Wan Nihayah oleh Ibnu Katsir rahimahullah Al Isti’ab fi Ma’rifatil Ashhab oleh Ibnu Abdil Bar rahimahullah Al Ishabah fii Tamyiz Ash Shahabah oleh Ibnu Hajar rahimahullah Sumber: Majalah Tashfiyah, edisi 19 vol.02 1433H-2012M, rubrik Figur | .http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2013/12/ali-bin-abi-thalib-radhiyallahu-anhu.html Foto : Black-steel-helmet-near-black-and-gray-handle-sword  | Sumber: Pexels.com
7 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi ruqayyah binti muhammad

BIOGRAFI RUQQAYAH PUTRI RASULULLAH Judul Asli : PUTRI YANG TABAH LAGI PENYAYANG Jikalau kita memerhatikan kisah kehidupan sosok shahabiyah dalam rubrik niswah kali ini, maka kita akan berdecak kagum. Bagaimana tidak? Sekalipun dalam usianya yang terbilang belia, kehidupannya dilalui penuh dengan ketabahan dan kesabaran. Dia adalah Ruqayyah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, putri kedua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha. Dia terlahir beberapa waktu setelah Zainab Al Kubra radhiyallahu ‘anha. Dan setelahnya lahirlah saudarinya Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha dalam waktu yang tidak terpaut lama. Sehingga di bawah bimbingan ayah dan ibundanya, tiga bersaudara ini tumbuh berkembang menjadi gadis-gadis muda belia dengan kecantikan parasnya, kemuliaan nasabnya, kebaikan budi pekerti dan akhlaknya. Tak heran banyak keluarga yang berkehendak menjadikan mereka bagian dari keluarganya. Maka setelah Zainab Al Kubra menikah dengan salah satu putra khalah (bibi) mereka Abul Ash ibn Rabi’, tak lama berseleang Ruqayyah dan Ummu Kultsum dipinang oleh Abdul Uzza Ibn Abdul Muthalib (lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab), untuk kedua anaknya yaitu Utbah dan Utaibah. Dengan maksud mempererat tali kekeluargaan di antara kedua keluarga maka pinangan tersebut diterima, dan dilangsungkanlah pernikahan mereka sebelum diangkatnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul. Akan tetapi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai nabi dan rasul, keadaan menjadi berubah. Pernikahan yang diharapkan dapat menjadi rekatnya hubungan dua keluarga ternyata tak mampu menepis rasa kebencian Abu Lahab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah menyeru kaumnya untuk meninggalkan peribadatan mereka kepada berhala-berhala yang selama ini mereka sembah. Bahkan rasa kebencian yang besar di dada Abu Lahab menjadikannya sebagai salah satu sosok yang sangat besar serangan serta penghinaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak awal mula diangkatnya beliau sebagai nabi dan rasul. Maka bersegeralah Abu Lahab memerintahkan kedua anaknya yaitu Utbah serta Utaibah untuk menceraikan kedua putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka keduanya menceraikan Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Kedua putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya kembali ke dalam naungan ayahandanya. Mereka menjanda dalam usia yang masih sangat belia. Takdir Allah adalah yang terbaik. Dengan dikembalikannya mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Allah menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia untuk hidup bersama dengan kedua anak Abu Lahab, yang kedua orangtua mereka telah Allah kabarkan dalam Al Quran surat Al Lahab merupakan calon-calon penghuni neraka. Ruqayyah dan Ummu Kultsum dengan sebab perceraiannya bahkan dapat lebih mudah mengimani, meyakini dan mengamalkan agama Islam yang dibawa oleh ayahnya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sepenuh hati. Walau demikian, Allah tidaklah menghendaki bagi hamba-Nya yang beriman dengan keimanan yang baik kecuali kebaikan. Maka Allah beri ganti bagi keduanya seorang suami yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Seorang laki-laki yang beriman kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di awal waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai nabi dan rasul. Seorang laki-laki yang sejak sebelum masuk Islam pun tidak pernah minum khamr dan menyembah berhala. Seorang laki-laki dengan kebaikan akhlak dan nasab yang Rasulullah kabarkan sejak dia masih hidup bahwa dia kelak di akhirat termasuk penghuni surga. Dia lah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah menjatuhkan pilihan kepada Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anha untuk menikahi Ruqayyah. Bahkan setelah wafatnya Ruqayyah, Rasulullah kembali menikahkan anak beliau Ummu Kultsum dengan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Itulah sebabnya Utsman bin Affan diberi gelar Dzun Nurain (pemilik dua cahaya), karena tidak ada yang mengumpulkan dua anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selain beliau. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengeluarkan suatu perkataan yang menunjukkan keridhaannya kepada Utsman ibn Affan setelah wafatnya putri beliau Ummu Kultsum radhiyallahu ‘anha dengan perkataan, “Nikahkanlah anak kalian dengan Utsman. Jika aku memiliki putri ketiga (yang tersisa) niscaya aku akan menikahkannya dengan Utsman”. Pernikahan Utsman bin Affan dengan Ruqayyah binti Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlangsung di masa-masa sulit, di saat banyaknya tekanan dan gangguan diberikan oleh para pemuka Quraisy. Tekanan kepada siapa saja yang mengikuti agama yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tekanan demi tekanan senantiasa diberikan orang-orang Quraisy kepada kaum muslimin dimulai pada pertengahan tahun ke empat nubuwwah hingga pertengahan tahun ke lima nubuwwah. Terutama yang menjadi sasaran kemarahan mereka adalah kaum yang lemah dari kalangan muslimin. Kondisi tersebut menyebabkan Mekkah terasa sempit bagi kaum muslimin yang tertindas. Mereka mulai berpikir untuk mencari jalan keluar dari siksaan yang bertubi-tubi. Maka, mulailah satu persatu Allah turunkan ayat-ayat yang menjawab kekhawatiran dan permintaan kaum muslimin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga akhirnya turunlah Al Quran surat Az Zumar : 10, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, قُلْ يَـٰعِبَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ فِى هَـٰذِهِ ٱلدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ ٱللَّهِ وَ‌ٰسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ “Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba yang beriman, bertakwalah kepada Rabb kalian. Bagi orang-orang yang berbuat baik di dalam kehidupan dunia ini (akan memperoleh) kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” Setelah turun ayat tersebut yang mengisyaratkan bahwa bumi Allah luas, tidaklah sempit, sehingga seseorang dapat mencari tempat yang memudahkannya bertakwa kepada Allah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai mengarahkan pandangannya kepada suatu daerah bernama Habasyah yang dipimin oleh seorang raja yang terkenal adil dan bijaksana yaitu Ashhamah An Najasy. Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan beberapa orang muslimin yang mampu untuk berhijrah (berpindah tempat) untuk hijrah ke Negeri Habasyah. Maka pada bulan Rajab tahun ke lima nubuwwah berjalanlah sekelompok sahabat yang terdiri dari kurang lebih dua belas orang laki-laki dan empat orang wanita menuju Habasyah. Mereka dipimpin oleh Utsman bin Affan bersama istrinya Ruqayyah radhiyallahu ‘anha. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang keduanya (yang artinya), “Mereka adalah penduduk Baitul Haram pertama yang hijrah di jalan Allah setelah Ibrahim dan Luth alaihimas salam”. Demikianlah, dengan mengendap-endap kaum muslimin berjalan di waktu malam menuju ke pinggiran pantai hingga tiba di pelabuhan Syaibah. Dan ketika ada kapal yang bertolak menuju Habasyah, mereka menaikinya. Kelompok tersebut sempat dikejar oleh sekelompok orang-orang Quraisy, akan tetapi mereka berhasil menyelematkan diri sampai di negeri Habasyah dan mendapatkan perlindungan dan kehidupan yang cukup baik di sana. Akan tetapi sekalipun demikian, kaum muslimin di negeri Habasyah tidaklah berputus asa mengembangkan harapan mereka untuk bisa kembali ke tanah kelahiran dan berkumpul bersama sanak keluarga. Mereka senantiasa mencari kabar tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya di Mekkah. Pernah terdengar kabar tentang sujudnya kaum musyrikin Quraisy di Mekkah ketika mendengar beberapa ayat dari surat An Najm dibacakan. Maka mereka menyangka bahwa orang-orang Quriasy telah masuk Islam, akan tetapi ternyata kabar tersebut tidak benar. Dan akhirnya, setelah mereka mendengar kabar akan keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib serta Umar bin Khathtab radhiyallahu ‘anhuma dan bagaimana dampak keislaman keduanya terhadap kekuatan kaum muslimin di Mekkah, yang semula kaum muslimin menyembunyikan keislamannya dikarenakan kekhawatiran akan tekanan dan siksaan yang akan mereka dapati dengan keislaman tersebut, akan tetapi –dengan izin Allah- setelah keislaman keduanya menjadi lebih berani dan lebih kuat, maka sebagian kaum muslimin di Habasyah bergegas kembali ke Mekkah untuk ikut bergabung bersama saudara-saudaranya yang lain. Ketika itu, Utsman bin Affan bersama Ruqayyah istrinya termasuk orang-orang yang ingin kembali ke Mekkah. Akan tetapi ternyata keadaan yang dijumpai di Mekkah tidaklah seperti yang ada dalam bayangan mereka. Tekanan dan permusuhan yang diberikan orang-orang Quraisy kepada kaum muslimin ternyata bertambah besar sekalipun keberanian kaum muslimin bertambah besar pula. Ruqayyah radhiyallahu ‘anha bersama suaminya pun dihadapkan pada berbagai tekanan tersebut. Terlebih ketika dia kembali, dia dikejutkan oleh berita wafatnya ibunda tercinta. Ruqayyah melalui semuanya dengan hati tabah dan penuh kesabaran. Di usianya yang muda Ruqayyah sudah tertuntut untuk mendampingi suaminya dalam berbagai peristiwa sulit, mengesampingkan berbagai keinginan dan kebutuhan pribadinya sebagaimana layaknya pasangan muda untuk ditukar dengan pengorbanan serta amalan di jalan Allah dalam mencari keridhaan Rabbnya, kemudian keridhaan suaminya… subhanAllah. Setelah peristiwa Baiat Aqabah yang kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang bahwa kaum muslimin yang berada di Yatsrib (Madinah) telah siap menerima saudaranya sesama muslim dari Mekkah untuk tinggal dan membangun masyarakat Islam bersama di Madinah. Kesiapan bahkan penantian mereka akan kedatangan saudara-saudaranya sesama muslim untuk datang ke kampung mereka. Bukanlah sekedar karena perasaan belas kasihan, akan tetapi didasari oleh rasa keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka secara bertahap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin yang ada di Mekkah untuk segera hijrah ke Madinah. Termasuk dalam rombongan kaum muslimin yang berhijrah ke Madinah tersebut Ruqayyah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama suaminya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Kehidupan baru bersama suami tercinta dilalui Ruqayyah radhiyallahu ‘anha dengan penuh rasa syukur hingga kemudian Allah berkenan memberikan kepada keduanya seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Abdullah. Serasa tergantikan semua duka dan kesulitan yang sebelumnya mereka lalui, berganti dengan kebahagiaan bersama anak yang datang di tengah-tengah mereka. Akan tetapi, kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama. Abdullah meninggal akibat sebuah luka yang dideritanya. Dia wafat dalam usia 6 tahun. Sekali lagi kesabaran Ruqayyah diuji. Kehilangan seorang anak yang dicintai memang bukan perkara yang mudah untuk dijalani, akan tetapi berbekal ketakwaan dan kesabaran dilalui semua peristiwa dalam kehidupannya dengan penuh keridhaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak berapa lama sepeninggal Abdullah, Ruqayyah radhiyallahu ‘anha sendiri kemudian tertimpa penyakit. Sang suami dengan sabar menemani dan mendampinginya hingga ajal menjemputnya. Subhanallah. Tidaklah kita melalui kisah tentang para pendahulu kita yang saleh, kecuali akan kita temui bahwa mereka memang sosok-sosok yang patut untuk dijadikan suri teladan. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhai mereka semua dan memudahkan kita untuk bisa mencontoh mereka, serta mengumpulkan kita kelak bersama mereka di jannah-Nya yang penuh kenikmatan. Amin. Sumber: Majalah Qudwah edisi 36 vol. 04 1437 H/ 2016 M rubrik Niswah. Pemateri: Ustadzah Ummu Abdillah Shafa. | .http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2016/02/putri-yang-tabah-lagi-penyayang.html Foto : Flower Nature Ladscape | Sumber: Pixabay
7 tahun yang lalu
baca 9 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

semangat abdullah bin umar dalam mengikuti sunnah

Masuk Islam ketika masih kecil, tumbuh besar dengan bimbingan Rasulullah serta bapaknya yang mulia. Dia ikut hijrah meninggalkan negeri yang dicintai menuju negeri hijrahnya Nabi di usianya yang masih belia. Usia baligh pun belum dicapainya. Berhijrah bersama bapaknya. Memecahkan keheningan malam dengan langkahnya. Menerjang pekatnya malam gulita. Lalu menembus teriknya siang. Demi tujuan yang mulia, 'tuk menggapai ridha Allah'. Dialah Abdullah bin Umar buah hati dari seorang figur mulia, Amirul Mukminin, Umar bin Al-Khathtab radhiyallahu 'anhuma. mushroom-autumn-tree-fungus-moss By Pixabay Semangat Ibnu Umar dalam Mengikuti Sunnah Ditulis oleh Ustadz Abu Abdurrahman Huda hafizhahullah Abdullah Umar Khaththab bin Nufail Abdil 'Uzza bin Riyakh itulah nama dan nasabnya. Kuniah nya Abu Abdirrahman. Lahir tahun kedua atau ketiga setelah Nabi Muhammad diutus sebagai Rasulullah. . Seorang ahli ibadah yang senantiasa mengisi waktu-waktunya dengan dzikir, shalat puasa, dan ibadah lainnya. Seorang yang dikenal sebagai ulama dari kalangan shahabat. Tidaklah mengherankan dengan semangat serta ketekunannya dan perhatiannya kepada ilmu agama beliau termasuk orang yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits dan termasuk fuqaha' Rasulullah di kalangan shahabat. Ketika sampai di Madinah, Ibnu Umar tumbuh dengan bimbingan Nabawi. Tumbuh dalam ketaatan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan larangan-Nya. Menimba ilmu dari Rasulullah. Ditambah dengan bimbingan sang ayah yang shalih dan gagah berani membela agama Allah. Ayah yang cemburu kalau larangan larangan-Nya dilanggar. Dengan kehidupannya yang demikian elok, terpatrilah keimanan yang menyatu dengan darah daging, tak tergoyahkan dengan godaan setan sang musuh abadi. Semenjak bergaul dengan Rasulullah matanglah kepribadiannya. Di saat kaum muslimin bergabung untuk persiapan perang melawan musuh Allah,Ibnu Umar pun tidak ketinggalan ingin mendapatkan keutamaan jihad. Dalam lubuk hatinya, dia sangat merindukan pertempuran di medan Uhud. Berjuang bersama kaum muslimin menghadapi gempuran Quraisy Namun sayang, usianya yang masih belia menjadi sebab Rasulullah menolaknya untuk bergabung dengan mujahidin. Walau tidak dapat mengikuti peperangan itu, semangatnya untuk membela Islam tidaklah diragukan. Pemuda ini harus menunggu waktu yang tepat bagi dirinya untuk ikut berjihad di medan laga. Sambil mengisi waktu-waktunya untuk beribadah dengan ketekunan dan menimba ilmu dari bimbingan Rasulullah serta mengamalkannya. Perang Khandaq. Abdullah bin Umar belum surut keinginannya untuk berjuang. Perang Khandaq menjadi momen yang tepat untuk merealisasikannya. Tibalah waktunya untuk berlaga bersama dengan singa singa Allah, bersama bala tentara Allah membela kemuliaan agama. Akhirnya, beliau pun diizinkan bergabung dengan kaum muslimin di medan laga.  Ya,  perang Khandaq itulah peperangan yang pertama kalinya beliau terjuni. Baca : Penuh Faedah dari Kisah Julaibib Keutamaan yang dimiliki Abdullah bin Umar sangatlah banyak. Beliau pernah bercerita, "Aku bermimpi seakan-akan adasepotong kain sutra tebalditanganku dan tidaklah ada tempat yang aku inginkan di surga melainkan aku terbang sana.  Aku pun menceritakannya kepada Hafshah.  Kemudian Hafshah bercerita kepada Rasulullah.  Rasulullah pun bersabda yang artinya, "Aku melihat Abdullah adalah seorang yang shalih."  (H.R.  Muslim) Sebuah rekomendasi dari manusia terbaik. Artinya, orang yang diberi rekomendasi adalah seorang yang menegakkan hak-hak Allah dan hak-hak hamba. Inilah persaksian seorang Nabi dan Rasul yang tidak muncul dari hawa nafsu. Tidak berkata melainkan dari bimbingan wahyu. Nabi juga pernah berkata tentang Abdullah bin Umar. "Sebaik-baik orang adalah Abdullah andai kata dia shalat malam," (HR Bukhari Muslim] Maka sabda Rasulullah menjadi lecutan bagi Ibnu Umar untuk menambah ketataan kepada Alla Beliau hanya menyisakan sedikit waktu malam untuk tidurnya. Kebanyakan waktunya di malam hari untuk beribadah. Sampai sampai Nafi' menjawab saat ditanya tentang Abdullah ibadah bin Umar, "Kalian tidak akan mampu melaksanakannya, Beliau berwudhu pada setiap shalat, dan membaca Al-Quran di antara keduanya (wudhu dan shalat). Apabila beliau tertinggal shalat Isya secara berjamaah, beliau akan menjadikan seluruh malamnya untuk  beribadah. Semangat ibadah yang luar biasa. Jika dipraktikkan pada diri-diri kita, maka kita tidak akan sanggup mengerjakannya. Begitulah shalat dan ibadah beliau yang amat sangat menunjukkan kuat yang keshalihan dan keimanan yang kuat pula pada diri beliau. Tidak jarang, beliau habiskan malam hari untuk shalat. Beliau bertanya kepada Nafi, "Apakah kita sudah masuk waktu sahur?.  Bila muridnya Nafi' menjawab "Belum" , maka beliau melanjutkan shalatnya. Apabila jawaban muridnya "Ya" sudah sampai waktu sahur, maka beliau pun duduk meminta ampun dan berdoa sampai waktu Subuh. Beliau juga mudah meneteskan air mata ketika membaca ayat-ayat Allah.Ini menunjukkan lembutnya qalbu Ibnu Umar tercermin pula kuatnya darinya iman yang terpatri di dalam dada. Muridnya pernah mengisahkan, apabila beliau membaca ayat : أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ "Apakah belum tiba saatnya orang-orang yang beriman khusyu hati-hati mereka karena mengingat Allah" [Qs,  Al Hadid : 16] Inilah kehidupan malam Abdullah bin Umar. Namun bukan berarti amalan di siang hari kalah daripada malamnya. Beliau berpuasa siang harinya baik pada saat beliau safar ataupun tidak. Wara' dan zuhud menghiasi diri beliau meninggalkan yang dikhawatirkan membahayakan akhirat, bahkan yang tidak bermanfaat bagi akhirat. Ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Sesungguhnya salah pemuda Quraisy menguas ketika menghadapi dunia adalah Abdullah bin Umar" Thawus,seorang ulama generasi tabiin, juga pernah mengatakan, "Tidaklah aku melihat seseorang yang lebih wara'  dari Ibnu Umar" Beliau juga seorang yang dermawan. Ketika dunia menghampirinya, maka segera beliau gunakan di jalan Allah. Dunia yang sangat indah pada hawa nafsu manusia. Dunia yang mampu memikat hati hati manusia yang disetiap harinya mereka kejar, walaupun tanpa mendapatkan dorongan dan anjuran. Tapi sungguh Abdullah Umar mampu bin menundukkan dunia di hati beliau. Pernah suatu hari Abdullah bin Umar datang membawa dua puluh sekian ribu dirham. Tidaklah beliau menggunakannya.  Beliau justru membagi bagikan uang tersebut seluruhnya. Salah satu teladan Ibnu Umar adalah dalam hal semangat beliau dalam mengikuti sunnah Rasulullah Dan demikianlah wasiat dari Rasulullah, Beliau telah bersabda, "Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang apabila kalan berpegang teguh dengannya maka kalian tidak akan tersesat setelahnya, Kitabullah dan sunahku" Sejarah telah mencatat bagaimana Ibnu Umar mengagungkan sunah dan mengamalkannya. Sungguh- sungguh berupaya mengikuti sunah Nabinya. Bahkan, sebagian muridnya merasa takjub terhadap semangat Ibnu Umar ini. Sampai-sampai, Nafi, muridnya sendiri mengatakan "Andaikata engkau melihat Ibnu Umar ketika mengikuti Rasulullah niscaya engkau akan mengatakan'Ini gila'". I nibukanlah celaan, namun sekadar ungkapan Nafi' melihat bagaimana gurunya mengikuti Rasulullah  Pantaslah Nafi mengatakan seperti itu. Lihatlah bagaimana beliau mengikuti Rasulullah. Ibnu Umar senantiasa mengikuti jejak-jejak Rasulullah pada tempat yang Rasulullah shalat padanya. Nabipernah turun di bawah suatu pohon, Ibnu Umar pun menjaga pohon tersebut. Beliau menuangkan pada akar pohon tersebut supaya tidak kering. (Hilyatul Auliya 1/310) Mungkin sudah terbayang dan tebersit pada di kita setelah melihat penjelasan di atas. Beliau memiliki semangat yang luar biasa dalam mengikuti sunah Nabi. Dalam perkara yang dianggap remeh saja beliau tetap sangat kuat semangatnya. Apalagi dalam hal-hal yang lebih besar, tentunya beliau lebih semangat melaksanakannya. Tidak tanggung-tanggung, Ummul Mukminin Aisyah sendiri telah mempersaksikan semangat beliau dalam mengikuti sunah Nabi. Aku tidak pernah melihat ada orang yang lebih berpegang teguh dengan urusan yang pertama(sunnah Nabi) daripada Abdullah bin Umar" Karena getolnya Ibnu Umar dalam mengerjakan sunnah Nabi, Said Ibnul Musayyib pun menyimpulkan," Andaikata aku boleh mempersaksikan bagi seseorang dengan maka niscaya aku mempersaksikan untuk Abdullah bin Umar (Siyar A'laminnubala 2/212). Hanya saja, kita tidak boleh gegabah dalam menghukum seseorang masuk surga ataupun masuk neraka. Karena kita hanya mengetahui keadaan lahiriah orang tersebut. Hanya Allah lah yang mengetahui kondisi sebenarnya. Sebab itu, tidak boleh kita sebenarnya, mengatakan seseorang masuk surga atau neraka kecuali ada dalil dari Al Quran ataupun hadits yang menjelaskanya. Baca : Kaidah Mempersaksikan Orang Masuk Surga / Neraka Mudah-mudahan Allah selalu mencurahkan rahmat kepada beliau. Ibnu Umar tutup usia di Makkah tepatnya di al Fakhkh, sebuah lembah yang ada di Makkah, pada tahun 79 H dengan umur 84 tahun, Wallahu a'am bish shawab. Disalin dari Majalah Qudwah Edisi 14 Vol 2 2014 Oleh Happy Islam
7 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Abu Abdillah

ketika tentara allah berjihad di tanah persia - bagian 1

BOBOLNYA BENTENG KOKOH NAHAWAND *Sulit membayangkan betapa syahdu medan jihad Nahawand siang itu. Andai ikut serta hadir, tangis pecah kita pasti terjadi bersamaan isak tangis prajurit-prajurit Muslim lainnya. Hati siapa yang tak bergetar hebat bila mendengar pesan terakhir sang panglima tertinggi yang ia rangkai dalam sebingkai do'a.Suntikan moril yang amat berharga*. Komando puncak dipegang An Nu'man bin Muqarrin radhiyallahu 'anhu atas pilihan kalifah Umar radhiyallahu 'anhu.Tetapi bukan itu yang menggetarkan.Pesan terakhir yang diikuti dengan pembuktian dan Allah Ta'ala yang mengabulkan itulah yang menggetarkan. Bahkan khalifah Umar radhiyallahu 'anhu pun turut menangis di atas mimbar kota Madinah, saat memberitahukan gugurnya An Nu'man radhiyallahu 'anhu. Cobalah anda ikut bersama saya untuk membayangkan dalam ruang berfikir.Suasana perang yang mencekam namun dihadapi dengan ketenangan.Sekira tiga puluh ribu prajurit berdiri tegak, di bawah terik matahari, sedang khusyu' mengikuti setiap huruf dalam kata dari panglima mereka.Iya,disana An Nu'man radhiyallahu 'anhu menyampaikan. "Segenap umat Islam! Aku berulang kali mengikuti perang di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.Kalau dipagi hari tidak memulai serangan, maka beliau menunda sampai pada saat matahari tergelincir ke arah barat untuk kemudian memulai pertempuran",An Nu'man radhiyallahu 'anhu memulai pidatonya. *Ma syaa Allah! Lihatlah betapa kukuh, taguh, dan gigihnya kaum sahabat dalam meneladani tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.Sampaipun pilihan waktu untuk memulai pertempuran,mereka tidak akan tenang tanpa mencontoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam*.Disuasana genting, dalam kondisi menghadapi hidup mati,An Nu'man radhiyallahu 'anhu masih berusaha mengingatkan pasukannya kepada sosok Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian An Nu'man menjatuhkan instruksi.Takbir pertama, setiap personil telah bersiap dengan menunaikan hajat dan bersuci.Takbir kedua,setiap personil telah bersiap dengan senjata (perlengkapan) masing-masing.Takbir ketiga,serangan yang dilakukan secara serentak. *Setiap personil pasukan mendengarkan seksama kata-kata An Nu'man radhiyallahu 'anhu memanjatkan do'a "Allahummar zuq An Nu'maaan syahaadatan bi nashril Muslimin waftah 'alaihim". Seluruh pasukan meng-aminkan do'anya: Ya Allah berikan rezeki untuk An Nu'maaan berupa kematian syahid dengan memberikan pertolongan untuk umat Islam dan menangkanlah mereka*. Tiap-tiap personil prajurit bergetar saat An Nu'man berucap harapan untuk gugur.Tiap-tiap personil prajurit merasakan betapa tulusnya panglima mereka bertutur.Didalam hat kecil mereka, kata-kata tersebut bisa saja benar-benar menjadi kalimat perpisahan.Apalagi tidak sedikit prajurit yang terbawa lalu kemudian menangis. Bagaimana tidak menangis? Sudah sekian banyak momen perang yang mereka lewatkan bersama sang panglima.Suka duka-nya pertempuran mereka ukir bersama.Lalu mereka mendengarkan sebuah tekad untuk gugur sebagai syahid di hari itu.Bukankah hal itu cukup menjadi alasan mereka untuk menangis. Nahawand, Berangkali tidak semua orang pernah mendengar nama ini.Padahal sejarah perjuangan Islam sulit untuk tidak dikaitkan dengan Nahawand. Berjarak tiga hari perjalanan dari wilayah Hamadzan,Nahawand adalah sebuah kota ramai diatas dataran tinggi.Nahawand masuk dalam lingkup negeri Asbahan.Nahawand juga bisa disebut Nihawand (nun difathah atau dikasrah) . Seorang ahli geografi di zaman itu menjelaskan,"Nahawand letaknya pada iklim keempat. Panjangnya 72° dengan lebar 36°" Di puncak Nahawand terdapat sebuah benteng dengan bentuknya yang mengagumkan dan sangat tinggi. Didalam benteng tersebut terdapat kubur prajurit Islam yang gugur di awal sejarahnya. Nahawand dinilai staretegis oleh imperium persia kala itu. Menaklukkan Nahawand artinya telah menguasai Asbahan.Jika Asbahan di taklukkan, Kerajaan persia hanya tinggal menghitung hari kehancurannya. Oleh sebab itu, Umar bin khaththab radhiyallahu 'anhu menerima saran hurmuzan, seorang panglima persia yang masuk Islam. Menurut hurmuzan,"Asbahan ibaratnya kepala.persia dan azerbaijan adalah kedua sayapnya. Jika anda memotong kepala,dua sayap pasti jatuh. Jika anda memotong salah satu sayap,sayap yang lain akan bergabung dengan kepala" Selain kokoh sebagai batas pertahanan,sumber mata air nahawand dikenal dengan alirannya yang deras dan melimpah. Disana ada sejenis pohon yang tidak ditemukan pada tempat lain. Kayu pohon itu dibuat menjadi tongkat dengan kekuatan dan kualitas istimewa. Dibeberapa lokasi tepi sungai nahawand ditemukan tanah hitam sebagai bahan membuat perkakas berkualitas karena sangat hitam dan liat. Menurut Penduduk setempat,tanah tersebut di keluarkan kepiting-kepiting dari dasar sungai. Di atas gunung nawahand . ditemukan dua buah batu indah berbentuk ikan dan sapi jantan. Keduanya terbuat dari es dan tidak habis meleleh dimusim dengan maupun panas. Kini nahawand masuk dalam wilayah iran. Ibnu Katsir rahimahullah pakar sejarah Islam ternama,mendeskripsikan perang nahawand dengan jelas dalam Al Bidayah wan Nihayah, tepat pada sejarah di tahun 21H. Beliau menyebut perang nahawand dengan waq'atun 'adziimatun jiddan lahaa sya'nun rafii' wa naba-un 'ajiibun. Perang yang sangat dahsyat. Penuh cerita hebat dan kisah menakjubkan. Seperti itulah Ibnu katsir menyebut perang nahawand. Apa latar belakang meletusnya perang nahawand? Kesal,jengkel, dan dendam.itu menjadi faktor terbesar perang nahawand. Raja persia dari keluarga sasania,yaz-da-jird, tidak bisa menerima kekalahan demi kekalahan yang dialami oleh pasukannya. Berita kekalahan seolah mengalir tiada henti berdatangan ketelinganya dari berbagai medan tempur di wilayah persia. Bagaimana tidak kesal dan dendam ? Negeri demi negeri terus ditaklukkan pasukan Islam. Lebih mengesalkan lagi saat Al Madain, ibukota dan pusat pemerintahan persia,tidak dapat dipertahankan. Padahal di Al Madain, simbol-simbol kejayaan dan kekuasaan mereka ada disana,termasuk Al Qash-rul Abyadh (istana putih) . Al madain artinya kumpulan kota. Sebab setiap raja yang baru berkuasa,ia mesti membangun sebuah kota untuk dirinya sendiri dan berdampingan dengan kota sebelumnya. Yas-da-jird sekeluarga mundur teratur untuk bergabung bersama kaum loyalisnya. Dengan harta yang masih tersisa ,ia terus melakukan konsolidasi. Sampai akhirnya ia memilih asbahan sebagai pusat komando dan sentral kegiatan. Yas-da-jird bersurat kepada para pemimpin dan penguasa tiap-tiap negeri disekitar asbahan untuk bersatu dibawah kendalinya untuk menyerang kaum Muslimin. Rupanya Yas-da-jird masih mempunyai pengaruh,. Di samping sejarah besar dan lama kekuasaan keluarga sasania, yas-da-jird menggunakan uang untuk menggerakkan pasukan persia. Dari berbagai penjuru negeri,jumlah pasukan yang mampu ia kumpulkan disebut-sebut sebagai yang pertama dalam sejarah. Pasukan terbesar sepanjang sejarah itu berkumpul dan di pusatkan di nahawand. Bersambung Oleh : Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar bin Rifa'i La firlaz Ditulis dari Majallah Qudwah, Edisi.28 🌈@LilHuda🌈 🔻🔻🔻🔻🔻 📬 Telegram Ahkam, Tanya jawab 📲 tlgrm.me/LilHuda
8 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

faedah kisah julaibib

KONSEP CINTA (Renungan Kisah Julaibib bag.1) Akhi...tahukah engkau tentang konsep cinta hakiki? Mungkin selama ini, realita saat ini, konsep cinta yang sering kita saksikan identik dengan uang, intrik, putus-nyambung yang tak jelas, romantis dan air mata yang dipaksakan, perceraian, perselingkuhan, retak, ruwet, menyakitkan, buta, dan gelap. Konsep-konsep cinta yang indah dan penuh dinamika perjuangan hanya ada dalam film, sinetron, novel, cerita fiksi, bayangan kawula muda, khayalan pujangga, dan dendangan para penyair. Konsep cinta pun seolah menyakitkan. Pahit. Atau, indah dalam khayalan. Maka, jika engkau bertanya, adakah konsep cinta hakiki dalam dunia nyata, inilah jawabannya! Inilah kisah yang memuat konsep cinta hakiki, terlahir dari relung hati, tanpa paksaan, dan terikat benang Ilahi. Kisah ini bermula saat Rasulullah iba melihat salah seorang shahabatnya. Julaibib namanya. Ia adalah manusia yang tak pernah dirasakan keberadaannya, meskipun di zaman shahabat sekalipun. Perawakannya kerdil. Warnanya bagaikan arang. Wajahnya diungkapkan dalam bahasa Arab dengan lafaz "damim". Artinya bukan sekedar buruk rupa. Tapi buruk rupa yang mengerikan. Karenanya orang-orang tak berminat berdekat-dekat dengannya. Bahkan sekedar untuk mengingatnya. Apalagi menanyakan kabarnya. Atau merasakan segala gejolaknya. Keberadaannya bagaikan tiada. Ia itu miskin, kusut, dan tak memiliki nasab yang jelas. Ia terasing, walau di negri sendiri. Meskipun di zaman terbaik, zaman shahabat. Rasa iba Rasulullah menjadi berkuadrat karena Julaibib tak pernah memerdulikan keterasingannya. Ia acuh atas sikap manusia kepadanya. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana cara memenuhi panggilan Allah untuk shalat. Bagaimana cara memenuhi panggilan Rasulullah untuk berjihad. Itu saja! Hingga akhirnya, rasa iba menggerakkan kaki Rasulullah yang mulia untuk berkunjung ke rumah salah seorang shahabat Anshari. "Sahabat, maukah engkau nikahkan putrimu?" tanya Rasulullah. "Sungguh!? Betapa mulianya tawaran darimu, duhai Rasulullah," jawab Anshari. "Namun bukan untukku." "Lantas?" "Sahabatku. Julaibib." Mendengar nama Julaibib, Anshari bagaikan terserang demam tingkat tinggi. Lesu bukan main. Semangat nan riang yang tadi terpancar indah dari wajahnya seolah menjadi mendung dan gelap. Saking gelapnya, ia sampai tak sadar bahwa yang meminang untuk Julaibib Rasulullah sendiri. Padahal, apakah pantas rekomendasi Rasulullah ditolak? Begitulah. Bukan salah Anshari —juga Istrinya nanti—. Namun karena jeleknya image Julaibib sampai membuat Anshari lupa bahwa yang datang meminang adalah Rasulullah sendiri. Dan kemungkinan besarnya Allah mengampuni shahabat tadi. Sebab kesalahan seseorang saat batinnya tidak karuan, seperti terlalu gembira, terlampau sedih, begitu tertekan, dan semisalnya akan diampuni oleh Allah. Terlebih ia —juga istrinya— adalah shahabat Rasulullah. Bukankah orang yang saking gembiranya berkata, "Ya Allah, Engkau hambaku sedang aku adalah rabb-Mu" diampuni oleh Allah!? Rasulullah pun manusia bijak bestari. Beliau paham shahabatnya. Memang butuh ketegaran sebesar-besarnya untuk menerima Julaibib masuk ke dalam anggota keluarganya. Makanya, saat Anshari berkata, "Bolehkah aku musyawarahkan kepada ibunya terlebih dahulu, wahai Rasulullah,"--tentu ekspresi pesimis--, Rasulullah mengiyakan dan pamit pulang. "Hah! Julaibib!? Aneh!" teriak sang istri Anshari mendengar berita yang dibawa sang suami. Ia tidak bisa membayangkan putrinya yang cantik jelita, ayu menawan bersanding dengan si "damim". "Aneh! Pokoknya aneh!" Bahkan sang istri mengucapkan kata 'aneh' sampai tiga kali. Dari balik kamar, ternyata sang putri mendengar percakapan kedua orang tuanya. Sang putri terlihat cemas, gusar, galau. "Ayahanda..Ibunda..," kata sang putri sesaat sebelum ayahnya beranjak menemui Rasulullah hendak menyampaikan permohonan maaf tidak bisa menerima lamaran beliau. Ternyata sang putri mendengarkan percakapan kedua orang tuanya tanpa sepengetahuan keduanya. Dari tadi ia terlihat cemas, gusar, galau. "Pantaskah kita menolak pinangan Rasulullah?" Ayah Ibunya terdiam. Dramatis! Kata-kata itu tepat membasahi kalbu beliau berdua. Menyadarkan bahwa apa yang hendak mereka berdua lakukan kurang tepat. Kurang diberkahi. "Jika beliau ridha dengan pilihan tersebut, bukankah sebaiknya engkau berdua nikahkan aku saja dengan lelaki itu," lanjut sang putri meyakinkan. "Rasulullah tidak akan pernah menyia-nyiakanku." Luar biasa! Rangkaian kata yang tidak keluar kecuali dari kalbu mukmin, shadiq, hazim. Seketika kedua orang tuanya pun tersadar. "Engkau benar, putriku." Maka diberlangsungkanlah pernikahan antara Julaibib dengan Sang Putri. (bersambung, in sya Allah...) Buah goresan: Abu 'Uzair Khairul Huda (thalib Ma'had Daarus Salaf, SKH) Dikutip dari: Majalah santri Al Mufid Sumber Refrensi: -Shahih Muslim -Musnad Ahmad -Shahih Ibnu Hibban HIDUP TAK DISEBUT, WAFAT SEMERBAK HARUM NAMANYA (Kisah Julaibib bag.2/akhir) Jika kita merasa hidup kita sengsara, seharusnya kita malu dengan Julaibib. Sesengsara-sesengsaranya kita, coba bandingkan dengan...ah, janganlah! Memang tabiat kita suka mengeluh. Tidak mau disalahkan! Selalu bersembunyi di balik kalimat: 'tapi kan–tapi kan'. Selepas peristiwa menggegerkan Julaibib dengan sang putri Anshari itu — setidaknya menggegerkan menurut kita —, tetap saja Julaibib tak dikenal. Mungkin berbeda dengan kita kalau dapat anak juragan herbal kaya raya yang cantiknya bukan buatan. Atau, kalau dapat anak ustadz kondang yang sering safari dakwah hampir ke seluruh pelosok nusantara. Kadang-kadang kita terkena sindrome sok terkenal menumpang figur mertua kita. Astaghfirullah! Julaibib? Tetap dalam keterasingan. Waktu itu, kaum muslimin baru saja mendapatkan kemenangan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Tiba-tiba saja Rasulullah bertanya kepada para shahabatnya, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?" Serta merta para shahabat berebutan menjawab seolah yang mereka sebutkan namanya akan mendapat kabar gembira dari beliau, "Iya, iya, ya Rasulullah. Aku kehilangan si Fulan dan si Fulan." Rasulullah bergeming dari jawaban mereka, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?" "Saya, saya, ya Rasulullah. Saya kehilangan si Fulan dan si Fulan," para shahabat dengan sangat antusias menjawab dengan seribu satu harapan dari Rasulullah. Namun beliau tetap bergeming. Tetap menyiratkan wajah terpukul kehilangan. Dengan nada parau, beliau ulangi pertanyaan beliau, "Tidakkah kalian kehilangan seseorang?" Suasana menjadi hening. Para shahabat yang tadinya sangat antusias sekarang terdiam seribu bahasa merasa bersalah. Mereka merasa, semakin mereka menjawab, akan semakin membuat Rasulullah sedih dan terpukul. Maka Rasulullah tidak sanggup lagi menahan kesedihannya, "Aku kehilangan Julaibib." Deg.!! Mereka baru sadar bahwa di tengah-tengah mereka ada yang bernama Julaibib. Seketika nama itu benar-benar menohok hati para shahabat. Seakan mereka ingin mengutuk diri sendiri akibat lancang terhadap seseorang yang sangat dimuliakan Rasulullah. Mereka benar-benar ingin menangis. Menangisi diri sendiri. "Tolong carikan shahabatku Julaibib," pinta Rasulullah sendu. Segera para shahabat mencari Julaibib demi menebus kesalahan mereka. Akhirnya para shahabat menemukan jasad beliau berada di tengah bangkai tujuh orang musyrik. Rasulullah bersabda, "Dengan hebat dia membunuh tujuh musyrik ini, mereka pun membunuhnya." Setelah bersabda demikian, Rasullah semakin terisak-isak. Menambah suasana semakin sedih, mengharu biru, dan menyayat hati para shahabat yang semakin merasa bersalah. Dengan tangannya yang mulia, Rasulullah mengangkat kepala Julaibib dan menyandarkannya ke dada Rasulullah. "Sungguh Julaibib dariku dan aku dari Julaibib." Rasulullah terus mendekap Julaibib yang membuat para shahabat semakin menangis tersedu-sedu, sembari menunggu shahabat selesai menggali liang kubur untuk beliau. Julaibib, semoga Allah meridhainya. Sangat indah perjalanan beliau. Hidup tak disebut, meninggal semerbak wangi namanya. Bagaimana istri beliau? Disebutkan beliau adalah janda paling dermawan sekota Madinah. Janda? Iya, kawan. Pergaulan Julaibib kepada istri beliau sangatlah menyenangkan. Membuat istri beliau tidak ingin menikah lagi setelah wafatnya. Berharap tetap menjadi istri Julaibib di Surga kelak. Sumber Refrensi: - Shahih Muslim. - Musnad Ahmad. Buah Goresan: Abu Uzair Khairul Huda (kelas 10) KASYAF telegram.me/karyasyababdaarussalaf =====*****===== Publikasi: WA Salafy Solo Channel Salafy Solo https://bit.ly/salafysolo Jumadal Ula 1437 H Di publikasikan oleh : Tholibul Ilmi Cikarang Pada, . Ahad 05 Jumadil Awwal1437H/14 February 2016 M jam 17.35 wib
9 tahun yang lalu
baca 7 menit