Biografi

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah nabi isa bin maryam, mereka tidak membunuhnya

MEREKA TIDAK MEMBUNUHNYA ✍🏻 Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa'i حفظه الله تعالى Hasad benar-benar telah membutakan mata hati kaum Yahudi! Nabi Isa bin Maryam عليه السلام yang diutus Allah, mereka tenggelam dalam lautan benci dan dengki terhadapnya. Begitu buruknya kehidupan seorang hamba yang hidup dalam lingkaran benci dan dengki! Hatinya tak pernah merasakan tenang dan tenteram, penuh dengan gejolak negatif dan lebih parah dari itu, ia akan sulit untuk menerima kebenaran yang benar-benar nyata. Kaum Yahudi tak mampu menyaksikan Nabi Isa عليه السلام yang diberi banyak kelebihan oleh Allah سبحانه وتعالى. Panas hati mereka, juga memerah mata mereka kala menghadapi kenyataan Nabi Isa dengan izin dan kuasa Allah mampu menghidupkan orang yang telah mati, menyembuhkan orang buta, menyembuhkan penyakit sopak, . membentuk tanah liat dalam rupa burung lalu meniupnya sehingga benar-benar terbang sebagai burung di angkasa, serta mukjizat-mukjizat lainnya. Mukjizat-mukjizat nan agung ini bukannya membuat kaum Yahudi beriman. Mereka justru mendustakan Nabi Isa, menyelisihi, dan menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan keji. Kaum Yahudi berupaya untuk menganggu dan menyakiti Nabi Isa. Hingga akhirnya hal tersebut membuat Nabi Isa beserta sang Ibunda Maryam harus berpindah-pindah tempat agar bisa hidup tidak senegeri dengan kaum Yahudi.  Memang benar! Siapa pula yang akan tenang hidupnya jika harus senegeri dan seatap langit dengan orang-orang yang membenci dan memusuhi? Apatah nikmatnya harta benda bertumpuk jika jiwa menderita karena benci dan dengki? Apakah salah jika seorang hamba memilih bumi Allah yang lain agar dapat merasakan tenang dan tenteram di dalam beribadah ? Allah سبحانه وتعالى berfirman di dalam Al Qur'an:  يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونِ “Hai hamba-hamba-ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka beribadahlah kalian kepada Aku saja.” [Q.S. Al Ankabut: 56]. As Syaikh As Sa'di (Tafsir Karimir Rahman) menjelaskan ayat di atas, “Jika tidak mampu beribadah kepada Rabb kalian di sebuah tempat, maka tinggalkanlah tempat itu dan carilah tempat yang lain agar bisa mewujudkan ibadah hanya untuk Allah." Sudah berapa banyak hamba-hamba Allah meninggalkan negeri dan kampung halaman mereka demi beribadah kepada Allah dengan tenang. Lihatlah para shahabat yang berhijrah menuju negeri Habasyah! Renungkanlah kesabaran para shahabat yang berhijrah ke negeri Madinah! Nabi Isa dan Ibunda Maryam pun memilih untuk berpindah-pindah tempat guna mencari sebuah negeri tempat beribadah kepada Allah dengan tenang. Dengan pilihan tersebut, apakah kaum Yahudi berhenti sampai di situ ? Belum! Renungkanlah betapa buruk dan hinanya sikap iri dan dengki! Hati yang telah dibakar oleh api dengki tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Tidak ada batas-batas bumi yang bisa menghentikan dengki. Biar saja orang mendengki, toh seorang hamba tetap dalam bahagianya walau sang pendengki hidup dalam kesempitan hati. Walaupun Nabi Isa dan Ibunda Maryam telah berusaha menghindar, dengki kaum Yahudi tetap belum berhenti. Kejahatan macam apa lagi yang mereka lakukan? NABI ISA DIANGKAT KE LANGIT Sejumlah utusan kaum Yahudi datang menemui Raja Damaskus yang ketika itu berkeyakinan musyrik penyembah bintang. Misi mereka adalah menghasut dan memprovokasi Sang Raja agar menjatuhkan hukuman seberat-beratnya atas Nabi Isa. Tentunya hasutan itu berisi dengan fitnah dan tuduhan-tuduhan keji. Demikianlah mata rantai kejahatan yang disebabkan oleh hasad dan dengki. نعوذ بالله. “Ada seseorang yang kini sedang berada di Baitul Maqdis. Ia menimbulkan keributan di antara penduduk negeri. la berusaha untuk menyesatkan orang-orang dan merusak tatanan negeri.” demikian hasutan kaum Yahudi di hadapan Sang Raja.  Raja pun marah!Sang Raja segera membuat surat perintah untuk Gubernur Maqdis agar menindaklanjuti laporan kaum Yahudi. Surat itu berisi, “Tangkaplah orang itu! Saliblah dia dan letakkan duri di atas kepalanya supaya dia tidak lagi mengganggu orang-orang!"  Jumat petang hingga malam Sabtu, Gubernur Maqdis beserta sejumlah prajurit dan ditemani beberapa orang Yahudi bergerak menuju tempat tinggal Nabi Isa. Surat perintah Sang Raja telah sampai kepadanya. Sehingga ia merasa tidak perlu berlama-lama untuk melaksanakan titah Sang Raja. Rumah Nabi Isa عليه السلام telah terkepung rapat! Melihat kenyataan tersebut, Nabi Isa عليه السلام menilai sudah tidak ada lagi pilihan. Apakah nantinya prajurit-prajurit tersebut akan berhasil merangsek masuk ke dalam rumah? Ataukah nantinya beliau yang harus keluar untuk menemui dan menyerahkan diri kepada mereka? Pada saat itulah, keajaiban dari Allah muncul ! “Siapakah di antara kalian yang bersedia berkorban? Ia akan dibuat mirip denganku. Kelak di surga ia akan menjadi kawan pengiringku.” Nabi Isa عليه السلام menyampaikan tawaran tersebut kepada 12 atau 13 muridnya yang saat itu sedang bersama menemani Nabi Isa عليه السلام di dalam rumah.  Murid yang paling muda tampil menawarkan diri. Akan tetapi Nabi Isa menolaknya dengan halus. Barangkali karena Nabi Isa menganggap muridnya itu masih terlalu muda untuk melaksanakan tugas tersebut. Namun meskipun telah diulang oleh Nabi Isa عليه السلام untuk yang kedua dan yang ketiga kalinya, tetap saja yang menawarkan diri adalah muridnya yang paling muda. Akhirnya Nabi Isa عليه السلام pun menyatakan, “Kalau begitu engkaulah orang yang terpilih.” Saat itu juga -dengan kuasa Allah- muridnya yang paling muda tersebut menjadi sangat mirip dengan Nabi Isa. Bahkan seakan-akan tidak ada lagi bedanya dengan Nabi Isa عليه السلام. Setelah itu, salah satu sisi dari atap rumah terbuka dan Nabi Isa عليه السلام terbawa oleh rasa kantuk. Malam itu jasad dan ruh Nabi Isa عليه السلام diangkat ke atas langit dari bumi. Untuk kemudian nantinya di akhir zaman beliau akan turun kembali ke bumi demi melaksanakan misi-misi suci dalam rangka membenarkan ajaran Nabi Muhammad ﷺ. Allah سبحانه وتعالى berfirman di dalam Al Qur'an: إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَىٰ إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا  "(Ingatlah), ketika Allah berfirman, 'Hai 'Isa, sesungguhnya Aku akan membuatmu tertidur dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang- orang kafir.” (Q.S. Ali Imran: 55)  Setelah Nabi Isa عليه السلام diangkat ke langit, murid-murid beliau pun keluar meninggalkan rumah untuk menemui prajurit-prajurit Damaskus yang telah mengepung. Melihat murid paling muda yang telah menjadi sangat mirip dengan Nabi Isa, mereka pun segera menangkapnya. Malam itu juga sang murid termuda disalib. Tidak lupa mereka meletakkan duri-duri di atas kepalanya sesuai perintah Sang Raya. Kaum Yahudi merasa berbangga karena menganggap telah membunuh Nabi Isa عليه السلام. Sementara kaum Nasrani menerima begitu saja kedustaan kebohongan kaum Yahudi. Seluruh kaum Nasrani memercayai bahwa Nabi Isa telah disalib kecuali murid-murid Nabi Isa عليه السلام yang menyaksikan peristiwa diangkatnya beliau ke langit serta para pengikutnya yang setia. Setelah membawakan kisah di atas, Al Hafizh Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir 2/353) menyatakan, “Seluruh peristiwa ini merupakan ujian keimanan dari Allah untuk hamba-hamba-Nya. Sebab di balik peristiwa besar ini terdapat hikmah yang sangat mendalam." APAKAH NABI ISA TELAH MENINGGAL DUNIA? Kaum Yahudi beranggapan bahwa Nabi Isa telah terbunuh dalam keadaan disalib. Kaum Nasrani kemudian terpengaruh juga dengan meyakini bahwa Nabi Isa disalib untuk menebus dosa-dosa manusia karena kesalahan yang telah dilakukan oleh Nabi Adam. Padahal Nabi Isa masih hidup di atas langit. Kaum Yahudi tidak berhasil membunuh Nabi Isa. Renungkanlah firman Allah سبحانه وتعالى di bawah ini:  وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۚ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ ۚ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا  “Dan karena ucapan mereka, 'Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah.' Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa." (Q.S. An Nisa: 157).  Resapilah firman Allah di atas! Jelas sekali Allah membantah keyakinan kaum Yahudi dan kaum Nasrani! Mereka tidak membunuh Nabi Isa! Bukan pula Nabi Isa yang mereka salib! Lalu siapakah yang telah mereka bunuh dan disalib? Benar-benar jelas Allah menyatakan bahwa yang mereka bunuh dan salib adalah orang yang diserupakan dengan Nabi Isa عليه السلام. Sejatinya, mereka sendiri pun tidak begitu yakin bahwa Nabi Isa عليه السلام benar-benar terbunuh dan disalib. Mereka berada di dalam keraguan, apakah Isa memang telah terbunuh ataukah belum? Orang-orang yang berakal di antara mereka -hingga saat ini- masih terus merasa bimbang tentang kebenaran Nabi Isa عليه السلام yang disalib. Namun apa guna keraguan dan kebimbangan tersebut jika tidak disertai dengan keimanan terhadap berita Al Qur'an ? Allah سبحانه وتعالى berfirman yang artinya, "Mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.” (Q.S. An Nisa: 157). Abdullah bin Abbas رضي الله عنهما (Tafsir Ibnu Abi Hatim 4/1110) menjelaskan bahwa setelah peristiwa tersebut kaum Nasrani menjadi tiga kelompok.  Pertama adalah kelompok Ya'qubiyah; mereka berkeyakinan bahwa yang diangkat ke langit adalah Allah sendiri bukan Nabi Isa. Kelompok Nasthuriyyah menyatakan bahwa yang diangkat ke langit adalah putra Allah.  Sementara sejumlah kecil yang mengikuti Nabi Isa عليه السلام menyatakan bahwa yang diangkat ke langit adalah hamba dan utusan Allah. Kelompok Ya'qubiyah dan Nasthuriyyah bekerjasama untuk menumpas para pengikut setia Nabi Isa, hingga akhirnya Nabi Muhammad ﷺ diutus oleh Allah سبحانه وتعالى. NABI ISA MASIH HIDUP DI LANGIT  Inilah keyakinan yang benar! Hingga saat ini, Nabi Isa masih hidup di atas langit. Tidak ada sedikit pun celah yang dibuka untuk akal picik manusia untuk mengingkari, meragukan atau sekadar mempertanyakan hal ini. Bukanlah sesuatu yang mustahil, bukan pula hal yang tidak masuk akal jika Allah telah menetapkannya.  Bukankah Allah adalah Dzat yang mematikan dan menghidupkan? Bukankah Allah maha mampu untuk melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya? Lalu, dengan alasan apa kita menolak berita langit dan sabda utusan-Nya? Marilah kita membaca dengan mata hati dan dada yang lapang keterangan dari Al Imam Ibnu Katsir di bawah ini.  Setelah membawakan beberapa penafsiran ulama tentang firman Allah di dalam surat An Nisa' ayat 159,  beliau menyatakan, “Tidak ada sedikit pun keraguan lagi! Pendapat Ibnu Jarir (seorang ahli tafsir terkemuka) merupakan pendapat yang benar! Itulah yang dimaksud dari beberapa ayat tersebut. Untuk menegaskan batilnya keyakinan kaum Yahudi yang mengaku telah membunuh Nabi Isa. Demikian pula untuk menegaskan batilnya keyakinan kaum Nasrani bodoh yang menerima anggapan kaum Yahudi begitu saja.  Allah سبحانه وتعالى memberitakan bahwa pembunuhan Nabi Isa tidak pernah terjadi! Hanya saja, ada seseorang yang dibuat mirip dengan Nabi Isa. Orang itulah yang dibunuh, dan mereka tidak menyadarinya. Lantas setelah itu, Allah mengangkat Nabi Isa kepada-Nya. Sungguh Nabi Isa masih ada dan hidup. Menjelang bangkitnya kiamat, Nabi Isa عليه السلام akan turun ke bumi sebagaimana disebutkan di dalam hadits-hadits yang mutawatir (derajat hadits yang paling shahih karena diriwayatkan oleh orang yang sangat banyak, sehingga mustahil untuk salah, baik disengaja ataupun tidak)." Apakah masih ada ragu yang tersisa di hati? Lihatlah pula ijma' dan kesepakatan para ulama' dalam hal ini! Al Qadhi Abu Muhammad menyatakan, "Umat telah berijma' sesuai dengan yang terkandung dalam hadits yang mutawatir, bahwa Nabi Isa masih hidup di langit dan bahwa ia akan turun di akhir zaman."[Tafsir Al Muharrar 3/143].  BARANGKALI MASIH ADA YANG TERSISA? Begitulah akibatnya jika memahami agama Islam dengan akal dan pendapat sendiri. Bingung, bimbang, dan menganggap ajaran agama sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan. Padahal andai saja ia mau mengembalikan masalah-masalah agama kepada ahlinya, pasti tidak ada sedikit pun yang membingungkan. Bukankah Allah telah memerintahkan kita untuk berpulang kepada ulama untuk memahami agama?Salah siapa jika muncul kebingungan karena bertanya tentang agama kepada orang yang tidak mengenal agama itu sendiri secara baik? Sejumlah kalangan mengingkari keberadaan Nabi Isa عليه السلام yang hingga saat ini masih tetap hidup di atas langit. Tidak masuk akal, kata sebagian mereka. Masya Allah! Apakah kebenaran ilahi mesti ditimbang dengan akal manusia yang sangat terbatas? Ini berita dari Allah dan rasul-Nya! Bukankah salah satu ciri seorang mukmin adalah beriman, tunduk, yakin, percaya, dan menerima sepenuh hati terhadap hal-hal yang bersifat gaib? Ada lagi yang sok ilmiah dengan memenggal satu dua kalimat dari firman Allah untuk mendukung pemahaman dangkal tersebut. Apakah hanya karena keliru memahami satu dua kalimat Al Qur'an, lalu kita mesti menolak ayat -ayat dan hadits-hadits yang secara gamblang menyatakan Nabi Isa عليه السلام masih hidup di atas langit? Hendak ke mana ia akan membawa agama ini? Alah سبحانه وتعالى berfirman di dalam Al Qur'an:  إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَىٰ إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا "(Ingatlah), ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir.” [Q.S. Ali Imran: 55]. Sebagian kalangan memahami makna dari firman Allah (مُتَوَفِّيكَ) adalah mewafatkan Nabi Isa. Lihat, kata mereka, Allah sendiri menyatakan bahwa Nabi Isa telah diwafatkannya? la memahami kalimat 'wafat' secara sempit dan dangkal! Kenapa ia tidak merujuk penafsiran para ulama? Kenapa ia menjadikan hal ini sebagai argumen pendapatnya sehingga ia membuang ayat-ayat lain dan hadits-hadits Rasulullah ﷺ yang menjelaskan Nabi Isa masih tetap hidup di atas langit? Untuk menjawab pemahaman yang keliru ini, para ulama telah menerangkan beberapa keterangan. Hanya saja, mayoritas ulama memilih jawaban bahwa yang dimaksud dengan "wafat" adalah tidur. Maksudnya, ketika Nabi Isa diangkat ke langit pada malam itu, beliau dibuat tertidur terlebih dahulu. Apakah mungkin kalimat "wafat" diartikan tidur? Kenapa tidak? Al Qur'an bukan diturunkan dengan bahasa Indonesia sehingga kita boleh memahaminya dengan konteks bahasa Indonesia. Allah سبحانه وتعالى memilih bahasa Arab sebagai bahasa Al Qur'an. Di dalam bahasa Arab, wafat juga bermakna tidur. Apalagi, makna ini didukung oleh ayat dan hadits Rasulullah ﷺ.  Allah سبحانه وتعالى berfirman:  وَهُوَ الَّذِي *يَتَوَفَّاكُمْ* بِاللَّيْلِ “Dan Dialah yang mewafatkan (yakni menidurkan) kalian di malam hari.” [Q.S. Al An'am: 60]. Tentunya Anda menghafal benar doa ketika bangun dari tidur? Rasulullah ﷺ mengajarkan [hadits Hudzaifah رضي الله عنه riwayat Al Bukhari 6312], agar kita ketika bangun tidur membaca doa: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kita setelah mematikan kita (yakni tidur). Dan hanya kepada-Nyalah kita akan kembali.” Apa pun sikap mereka, biarlah saja kesombongan dan keangkuhan mereka yang menolak kebenaran ini akan berhadapan dengan sebuah kenyataan manis di akhir zaman nanti. Sebuah kenyataan manis yang telah diberitakan oleh Nabi Muhammad ﷺ di dalam hadits Abu Hurairah رضي الله عنه (AI Bukhari 3264 dan Muslim 155) yang artinya,  “Demi Yang jiwaku ada di tangan-Nya, sebentar lagi Ibnu (putra) Maryam akan turun di tengah-tengah kalian sebagai hakim yang adil. la memecahkan salib, membunuh babi, dan tidak memungut jizyah (upeti). Dan harta ketika itu melimpah, namun tidak seorang pun menerimanya. Sehingga satu sujud menjadi lebih baik dibanding dunia dan seisinya." والله أعلم. Sumber ||Majalah Qudwah Edisi 11 || https://t.me/Majalah_Qudwah
3 tahun yang lalu
baca 12 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi alqamah bin qais, potret sang guru

Potret Sang Guru Oleh : Ustadz Abu Hafiy Abdullah Sungguh penting untuk sejenak menoleh ke belakang, melihat kisah penuh hikmah para ulama salaf. Dari kalangan tabi'in (murid generasi sahabat) tertoreh nama seorang figur ulama dikenal dengan kapasitas ilmu fikih dan qira'ahnya. Beliau disebut-sebut sebagai muridnya Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu yang secara karakter dan kapasitas keilmuan paling mirip dengan gurunya tersebut. Beliau adalah Alqamah bin Qais bin Abdillah bin Malik bin Alqamah bin Sulaiman bin Kahl An Nakhai Al Kufi rahimahullah dengan kunyah Abu Sibl . Pertumbuhan beliau terdukung dengan suasana keluarga yang penuh dengan suasana ilmiah yang sangat baik. Tentu faktor keberadaan para sahabat di sekitarnya juga memiliki peran yang sangat vital dalam pertumbuhan ilmiahnya. Beliau adalah paman Al Aswad bin Yazid dan masanya. Alqamah dilahirkan pada masa kenabian dan tergolong sebagai Mukhadram. Mukhadram adalah orang yang beriman kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau masih hidup namun tidak bertemu dengan Nabi. MIRIP DENGAN ABDULLAH BIN MAS'UD RADHIYALLAHU 'ANHU Beliau berhijrah untuk menuntut ilmu agama dan jihad lalu tinggal di Kufah. Di kota itulah, beliau bermulazamah dengan Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu dan akhirnya menjadi pemimpin ulama dalam ilmu serta amal. Tak heran jika Alqamah menjadi ulama ahli qira'ah yang menuai pujian dari para ulama. . Beliaulah salah satu manusia paling fasih di zamannya dalam membaca Al Quran. Sebagaimana guru besarnya yang langsung dibimbing oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Simaklah hadis yang merekomendasikan bacaan Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu berikut ini. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: مَنْ سَرَّهُ أنْ يَقْرَأ الْقُرْآنَ غَضًّا كَمَا أُنْزِلَ فَلْيَقْرَاهُ بِقِرَاءَةِ بْنِ أُمِّ عَبْد "Barangsiapa ingin membaca Al Quran sebagaimana ketika baru saja diturunkan, maka bacalah Al Quran sebagaimana bacaan Ibnu Ummi 'Abd (Abdullah bin Mas'ud)." [H.R. Ahmad dengan sanad yang shahih]. Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu  dinisbatkan kepada ibunya karena bapaknya meninggal pada zaman jahiliyah. Adapun ibunya yang bergelar Ummu 'Abdu masuk Islam. Ibnu Mas;ud radhiyallahu 'anhu menyukai suara Alqamah yang indah dalam membaca Al Quran. Suatu saat Ibnu Mas'ud menyuruh Alqamah agar membacakan Al Quran untuknya. Kemudian setelah selesai membaca Al Quran, beliau meminta agar dibacakan lagi seraya berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda : إِنَّ حُسْنَ الصَّوْتِ زِيْنَة الْقُرْآنِ "Sesungguhnya suara yang indah adalah perhiasan Al Quran." Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu pernah meminta Alqamah agar menyimak bacaannya dan beliau memilih surat Al Baqarah. Setelah membaca surat tersebut, Ibnu Mas'ud bertanya kepadanya, "Apakah ada bacaan dalam surat ini yang terlewatkan?" Alqamah menjawab, "Ya ada satu huruf yang terlewatkan." "Apakah huruf ini dan ini?" Tanya Ibnu Mas'ud. "Ya benar" jawab Alqamah. Kuniah Abu Syibl adalah pemberian dari Abdullah bin Mas'ud kepada Alqamah. Sungguh Abdullah bin Mas'ud menjadi salah satu guru yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. Hingga Ibnu Al Madini mengatakan "Tidak ada seorang sahabat yang memiliki murid-murid yang menghafal darinya dan selalu mengambil ucapan fikihnya kecuali tiga sahabat saja, yaitu Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum. Dan orang yang pling berilmu tentang Ibnu Mas'ud adalah Alqamah, Al Aswad, Abidah dan Al Harits. Al Aswad berkisah, "Sungguh aku pernah melihat Abdullah bin Mas'ud mengajarkan tasyahud kepada Alqamah sebagaimana dia mengajarkan surat Al Quran kepadanya." Bahkan Ibnu Mas'ud telah berusaha mengajarkan segala yang beliau miliki kepada Alqamah. Sebagaimana beliau tegaskan dalam pernyataannya, 'Tidaklah aku membaca sesuatu dan mengajarkan ilmunya kecuali kepada Alqamah, sehingga dialah yang bisa membacanya atau mengetahui ilmunya." Ziyad bin Hudair pernah mengatakan kepada Ibnu Mas'ud, "Demi Allah, Alqamah bukanlah orang yang paling pandai membaca Al Quran di antara kami." Mendengar hal itu, sontak Ibnu Mas'ud menegaskan 'Bahkan demi Allah, dialah yang paling mahir di antara kalian." Wajar jika para ulama pun memandang  karakter dan kepribadian Alqamah rahimahullah sangat mirip dengan Abdullah bin Mas'ud radhyalllahu anhu. Utsman bin Sa'id menyatakan bahwa Alqamah adalah orang yang paling menguasai ilmunya Abdullah bin Mas'ud. Abu Ma'mar mengatakan, "Marilah kita menuju kepada orang yang paling menyeruai Abdullah bin Mas'ud dalam hal petunjuk, kepribadian, dan karakternya." Mereka pun mendatangi majelisnya Alqamah dan menimba ilmu darinya. Hal ini sebagaimana Abdullah bin Mas'ud disreupakan kerpribadian dan akhlaknya dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Asy Sya'bi rahimahullah juga menegaskan bahwa murid Ibnu Mas'ud yang paling menguasai ilmunya adalah Alqamah bin Qais. Beliau memang termasuk murid Abdullah bin Mas'ud yang paling istimewa. Sepeninggal Ibnu Mas'ud ada enam murid beliau yang mengajarkan Al Quran dan sunnah Nabi shalallallahu alaih wasallam, mereka adalah Alqamah, Al Aswad, Masruq, Abidah, Abu Maisarah, Amr bin Syurahbil, dan Al Harits bin Qais. Di samping itu, Alqamah banyak belajar juga dari pembesar sahabat seperti Umar, Utsman, Ali, Abu Darda', Khalid bin Al Walid, Hudzaifah Khabbab, Aisyah, Sa'ad, Ammar, Abu Mas'ud Al Badry, Abu Musa al Asy'ari radhiyallahu anhum dan ulama yang lainnya. Oleh karena itu, gelar sebagai pakar fikih pun disandangkan oleh para ulama kepada beliau. Alqamah senantiasa salat wajib berjamaah di belakang Umar radhiyallahu anhu selama dua tahun. Beliau juga menyertai Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma dalam safarnya. Demikianlah seorang pengajar dituntut untuk tidak sebatas mengajarkan teori. Sungguh pengjaran akhlak secara aplikatif yang mulia baik tutur kata atau tindak tanduknya tidak kalah penting. PUJIAN ULAMA Keluasan ilmu dan kemiripannya dengan Abdullah bin Mas'ud membuat kagum ulama di zamannya. Berbagai pujian dan sanjungan pun tertuju kepada Alqamah, di antaranya adalah pujian Ahmad bin Hambal rahimahullah yang menyatakan bahwa Alqamah adalah seorang perawi yang tsiqah dan termasuk ulama yang baik. Ketsiqahan beliau ditegaskan pula oleh Yahya bin Ma'in dan ulama yang lainnya. Al Fadhl bin Dukain juga menegaskan bahwa Alqamah  adalah seorang yang tsiqah dan banyak meriwayatkan  hadis. Adz Dzahabi  dalam biografinya telah memberikan pujian yang baik bahwa Alqamah adalah ahli fikih dan ulama Kufah, ahli qira'ah, seorang imam, al hafizh, ahli tajwid, dan ulama besar yang mencapai derajat mujtahid. Ibrahim An Nakhai rahimahullah pernah ditanya siapakah yang lebih utama antara Alqamah dengan al Aswad, maka beliau mengaskan bahwa Alqamah lebih utama karena beliau pernah menyaksikan Perang Shiffin. Hal yang sama juga pernah ditanyakan kpada Asy Sya'bi, maka ia menjawab. "Adapun Al Aswad maka dia banyak melakukan puasa, salat malam dan haji. Namun Alqamah, meskipun lebih lambat (ibadahnya) namun bisa melampui orang yang cepat ibadahnya." Murah Al Hamdani mengatakan, "Alqamah termasuk ulama Rabbaniyyin meskipun beliau mandul dan tidak bisa mempunyai keturunan." Ulama Rabbaniyun adalah para ulama berilmu yang mengamalkan ilmunya dan mendakwahkannya kepada manusia. Merekalah suri teladan yang baik dalam ucapan, perbuatan, dan akhlaknya. Sementara itu Qabus bin Abi Thibyan bertanya kepada bapaknya yang begitu antusias dan semangat menghadiri majelisnya Alqamah. Padahal saat itu masih banyak sahabat Nabi yang masih hidup. Qabus berkata, "Apa yang membuatmu mendatangi Alqamah dan meninggalkan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam?" Dia menjawab,"Aku menjumpai sekelompok sahabat Nabi bertanya kepada Alqamah dan meminta fatwa kepadanya." Ulama sekelas Ar Rabi' bin Khutsaim pun rela mengunjungi Alqamah di rumah. Dan tidak ada seorang ulama pun yang pernah dikunjungi Ar Rabi' kecuali Alqamah. Ibrahim An Nakhai termasuk ulama yang menaruh respek besar terhadap Alqamah. Hingga Ibrahim pernah menyambut kedatangan Alqamah di atas tunggangannya lalu menuntun tanggungannya layaknya seorang pelayan. Subhanallah, seperti itulah kita diajari oleh ulama salaf untuk mnghormati orang-orang yang berilmu. Alqamah adalah pribadi yang zuhud terhadap kepemimpinan dan popularitas. Berprinsip tegas tidak ingin dekat dengan penguasa dan menjaga jarak dengan mereka. Di antara untaian nasihatnya adalah, "Tidaklah kalian mendapatkan keuntungan dunia dari penguasa melainkan mereka akan mendapatkan sebagian agamamu yang lebih utama dari apa yang kalian peroleh. Aku tidak suka mempunyai ribuan tentara sedangkan aku adalah tentara yang paling mulia di antara mereka." Suatu saat Abu Burdah telah mencatat Alqamah sebagai rombongan utusan kepada Mu'awiyah, maka Alqamah memerintahkan agar namanya dihapus dari rombongan tersebut. Sebagian muridnya pernah mengatakan, "Kalau sekiranya Anda salat di masjid lalu duduk dan kami pun ikut duduk bersamamu untuk bertanya kepadamu (perihal agama)." Maka beliau menjawab, "Aku tidak suka orang-orang mengatakan bahwa 'inilah Alqamah'. Mereka kembali berkata, "Sekiranya Anda pergi menemui para penguasa sehingga mereka bisa mengetahui kemuliaan Anda?" beliau pun menjawab, "Aku khawatir mereka akan menghinakanku melebihi penghinaanku terhadap mereka." Ini semua merupakan hasil manifestasi dari sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :  ومن أتى أبواب السلطان افتتن، وما ازداد أحد من السلطان قرباً، إلا ازداد من الله بعداً "Barangsiapa mendatangi pintu-pintu penguasa, maka dia akan terfitnah dan semakin dekat seseorang kepada penguasa, maka dia pun akan semakin jauh dari Allah" [Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Abani dalam Ash Shahihah no.1272] Alqamah lebih memilih kehidupan sederhana di rumahnya meskipun hasilnya tdak seberapa. Beliau memelihara kambing di rumah dan memberi makan kepada kambing-kambingnya sendiri. PETUAH-PETUAHNYA Alqamah mengatakan, "Hendaknya kalian terus mengulangi pelajaran ilmu agama (murajaah), karena dengan itulah ilmu agama agar senantiasa hidup." "Sesungguhnya kesempurnaan salam adalah dengan berjabat tangan dan di antara kesempurnaan hajia dalah engkau menghadiri sata dua rakaat bersama imam di Arafah." Menjelang kematiannya, Alqamah berpesan kepada sahabatnya, "Hendaknya kalian menalqin aku dengan kalimat 'Laa ilaaha illallaah', bersegeralah kalian membawa jenazahku ke kuburan dan jangan mengumumkan kmatianku. Sesungguhnya aku khawatir akan mnjadi pengumuman model jahiliyah." Pada dasarnya mengumumkan kematian bukanlah suatu hal yang terlarang selama sesuai dengan prosedur syariat. Karena Nabi dahulu pernah melakukannya. Seperti ketika beliau mengumumkan berita kematian raja Najasyi atau sebagian sahabatnya yang meninggal dalam perang Mu'tah. Adapun pengumuman yang terlarang dalam agama adalah pengumuman yang menyerupai perbuatan orang-orang jahiliyah. Seperti mengumumkan kematian di atas menara-menara atau berkeliling desa dengan mengeraskan suara dan semisalnya. Inilah na'yu (pengumuman) kematian yang dilarang oleh Nabi hadisnya. Dalam kesempatan lain beliau mengatakan, "Jika kalian keluar membawa jenazahku, maka tutuplah pintu rumah sehingga tidak ada seorang wanita pun yang mengikuti jenazahku. Al Fadhl bin Dukain menjelaskan bahwa Alqamah meninggal di Kufah pada tahun 62 H pada nasa pemerintahan Yazid. Abu Nuaim An Nakhai menuturkan bahwa Alqamah meninggal pada usia sembilan puluh rahmat dan ampunan-Nya kepada Alqamah bin Qais. Allahu a'lam Sumber :  Siyar A'lam Nubala karya Adz Dzahabi. Ath Thabaqah Al Kubra karya Ibnu Sa'ad Majalah Qudwah Edisi 75 Vol 07/1441 H
4 tahun yang lalu
baca 9 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi uwais al qarni, tabi'in terbaik

UWAIS AL-QORONIY: TABIIN TERBAIK Biografi Uwais Al Qarni, Tabi'in Terbaik Tabi’in adalah orang-orang yang tidak pernah bertemu Nabi, namun pernah bertemu dengan setidaknya seorang Sahabat Nabi. Tabi’in terbaik adalah Uwais al-Qoroniy. Disebutkan dalam sebuah hadits: Sebaik-baik Tabi’in adalah seorang laki-laki yang disebut dengan Uwais. Ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepadanya. Ia (pernah) memiliki penyakit putih (pada kulit). Mintalah agar dia memohonkan ampunan (Allah) untuk kalian (H.R Muslim dari Umar) Sekilas tentang Uwais al-Qoroniy Nama Asli: Uwais bin ‘Amir al-Qoroniy Kuniah: Abu ‘Amr Lahir : { hidup semasa Nabi namun tidak pernah berjumpa dengan Nabi – disebut pula al Mukhodhrom } Wafat: pada perang Shiffin (37 H). Tempat Tinggal: Yaman. Kufah Guru Beliau: Umar bin al-Khoththob, Ali bin Abi Tholib Murid Beliau: Abdurrahman bin Abi Laila, Yasir bin ‘Amr Sangat Berbakti kepada Ibunya Berbakti kepada ibu adalah suatu amalan yang sangat mulia. Bahkan, Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma pernah menyatakan: إِنِّي لَا أَعْلَمُ عَمَلًا أَقْرَبَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ بِرِّ الْوَالِدَةِ Sesungguhnya aku tidak mengetahui adanya suatu amalan yang lebih mendekatkan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla selain berbakti kepada ibu (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan Syaikh al-Albaniy) Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallahu anhu pernah menasihati seseorang bahwa jika ia berbuat baik pada ibunya, akan menghantarkan dirinya ke dalam Surga. Selama ia tinggalkan dosa-dosa besar. Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata: وَاللَّهِ لَوْ أَلَنْتَ لَهَا الْكَلَامَ وَأَطْعَمْتَهَا الطَّعَامَ لَتَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَا اجْتَنَبْتَ الْكَبَائِرَ Demi Allah, kalau engkau berlembut kata kepada ibumu dan memberikan makanan (yang baik) kepadanya, niscaya pasti engkau masuk Surga selama engkau meninggalkan dosa-dosa besar (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan Syaikh al-Albaniy) Uwais al-Qoroniy termasuk teladan dalam berbakti kepada ibunya. Ia hidup sejaman dengan Nabi. Namun tidak pernah bertemu dengan Nabi. Bisa jadi karena ia tidak bisa meninggalkan ibunya. Sibuk untuk berbuat baik kepada ibunya tercinta. Ashbagh bin Yazid rahimahullah menyatakan: إِنَّمَا مَنَعَ أُوَيْسًا أَنْ يُقَدِّمَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرُّهُ بِأُمِّهِ  Sesungguhnya yang menghalangi Uwais untuk datang menemui Rasulullah shollallahu alaihi wasallam adalah kesibukannya dalam berbakti kepada ibunya (riwayat Ahmad dalam az-Zuhud, Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’) Nabi shollallahu alaihi wasallam sendiri yang menilai Uwais sebagai seorang anak yang berbakti kepada ibunya: ...لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ... ...ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepadanya...(H.R Muslim) Mungkin seseorang merasa telah berbakti kepada ibunya. Tapi belum tentu dalam penilaian Allah ia telah berbakti. Jika seseorang telah dipastikan bahwa ia berbakti kepada ibunya oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, maka ia benar-benar orang yang telah berbakti. Uwais adalah salah satu orang yang telah mendapat kepastian itu. Doa dan Sumpahnya Mustajab Nabi menjelaskan bahwa Uwais al-Qoroniy pada awalnya memiliki penyakit kulit sejenis kusta. Namun ia terus berdoa kepada Allah Ta’ala agar menghilangkan penyakit itu. Allah bersihkan pada kulitnya penyakit tersebut hingga tersisa hanya seukuran dinar atau dirham saja. قَدْ كَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَدَعَا اللَّهَ فَأَذْهَبَهُ عَنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ الدِّينَارِ أَوِ الدِّرْهَم Ia dulunya memiliki penyakit kusta kemudian ia berdoa kepada Allah hingga melenyapkan penyakit itu dari dirinya kecuali seukuran dinar atau dirham (H.R Muslim) Uwais banyak berdoa agar Allah menghilangkan penyakitnya itu bukanlah karena ketidakrelaan dia mendapatkan musibah tersebut, namun bisa jadi karena ia ingin lebih mudah melayani ibunya, agar ibunya tidak merasa jijik dan tersakiti jika berada dekat dengannya (disarikan dari Daliilul Faalihin li Thuruqi Riyaadhis Sholihin karya Ibnu ‘Allaan (4/61)). Diriwayatkan bahwa Uwais berdoa agar disisakan sebagian kecil dari bekas penyakit kustanya itu adalah agar sebagai pengingat nikmat Allah terhadapnya: اللَّهُمَّ دَعْ لِي فِي جَسَدِي مِنْهُ مَا أَذْكُرُ بِهِ نِعْمَكَ عَلَيَّ  Ya Allah, sisakanlah di badanku dari penyakit itu yang membuatku selalu ingat nikmat-nikmatMu kepadaku (riwayat al-Baihaqiy dalam Dalaailun Nubuwwah dan Abu Ya’la dalam musnadnya, melalui jalur Mubarok bin Fadhoolah dari Abul Ashfar dari Sho’sho’ah bin Muawiyah. Abul Ashfar dinilai masyhur oleh Yahya bin Ma’in) Kenikmatan sehat seringkali terabaikan. Tidak jarang orang yang sadar akan besarnya nikmat itu saat ia mengalami sakit. Jika seseorang pernah mengalami sakit kemudian sembuh, ingatannya akan perasaan sakit di waktu ia telah sehat akan menyadarkannya kembali akan begitu besarnya nikmat Allah kepadanya. Sungguh kita banyak lalai dari nikmat kesehatan. Padahal, kesehatan yang prima, perasaan aman, dan tercukupnya kebutuhan makan harian adalah kenikmatan yang luar biasa.  مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا Barangsiapa yang berada di waktu pagi merasa aman dalam dirinya, sehat jasmaninya, dan memiliki kecukupan makan hari itu (dari rezeki yang halal), seakan-akan seluruh (kenikmatan) dunia telah berkumpul padanya (H.R atTirmidzi dan Ibnu Majah dari Ubaidullah bin Mihshon, dishahihkan Syaikh al-Albaniy) Saat Umar bertemu dengan Uwais, Umar bertanya: Apakah engkau pernah memiliki penyakit kusta? Uwais membenarkan, dengan menyatakan: نَعَمْ فَدَعَوْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَأَذْهَبَهُ عَنِّي إِلَّا مَوْضِعَ الدِّرْهَمِ مِنْ سُرَّتِي لِأَذْكُرَ بِهِ رَبِّي Ya, kemudian aku berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla sehingga Dia hilangkan penyakit itu dariku kecuali seukuran dirham pada pusarku. Hal itu agar aku mengingat (nikmat) Rabbku (H.R Ahmad dan al-Hakim, dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim oleh adz-Dzahabiy) Nabi juga memerintahkan Sahabat yang bertemu dengan Uwais untuk memintakan ampunan kepadanya: فَمَنْ لَقِيَهُ مِنْكُمْ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ Barangsiapa di antara kalian yang bertemu dengannya, mintalah dia agar memohonkan ampunan (beristighfar) untuk kalian (H.R Muslim) Jika Uwais bersumpah akan sesuatu hal, Allah akan memenuhi isi sumpahnya.  Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ Jika ia (Uwais) bersumpah atas nama Allah, Allah akan mewujudkan isi sumpahnya itu (H.R Muslim) Rendah Hati, Sederhana, dan Menjauh dari Ketenaran  Salah satu karakter terpuji pada orang yang beriman adalah rendah hati, tidak ingin dipuja dan disanjung. Di kalangan manusia mungkin ia tidak dikenal. Dipandang sebelah mata. Namun ia mulia di sisi Allah Ta’ala. Bahkan, lebih mulia dibandingkan orang-orang yang lebih terkenal di kalangan manusia. Itulah Uwais al-Qoroniy. Beliau khawatir orang-orang memuliakannya. Di saat banyak pihak mencari ketenaran, justru Uwais menjauh darinya. Ada beberapa kejadian yang menunjukkan ketawadhu’an Uwais, sikapnya yang sederhana, dan beliau sangat tidak ingin masyhur di tengah-tengah manusia. Pertama: Saat bertemu dengan Umar, Umar menanyakan keadaan Uwais. Setelah tahu bahwa ia memang Uwais yang dimaksudkan oleh Nabi, Umar pun meminta Uwais memohonkan ampunan untuknya. Tapi Uwais justru merasa bahwa Umar lebih layak mendoakan ampunan untuknya karena Umar adalah Sahabat Nabi. Barulah Uwais mau mendoakan ampunan untuk Umar setelah mendengar hadits yang didengar Umar dari Nabi. لَمَّا أَقْبَلَ أَهْلُ الْيَمَنِ جَعَلَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَسْتَقْرِي الرِّفَاقَ فَيَقُولُ هَلْ فِيكُمْ أَحَدٌ مِنْ قَرَنٍ حَتَّى أَتَى عَلَى قَرَنٍ فَقَالَ مَنْ أَنْتُمْ قَالُوا قَرَنٌ فَوَقَعَ زِمَامُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَوْ زِمَامُ أُوَيْسٍ فَنَاوَلَهُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَعَرَفَهُ فَقَالَ عُمَرُ مَا اسْمُكَ قَالَ أَنَا أُوَيْسٌ فَقَالَ هَلْ لَكَ وَالِدَةٌ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَهَلْ كَانَ بِكَ مِنْ الْبَيَاضِ شَيْءٌ قَالَ نَعَمْ فَدَعَوْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَأَذْهَبَهُ عَنِّي إِلَّا مَوْضِعَ الدِّرْهَمِ مِنْ سُرَّتِي لِأَذْكُرَ بِهِ رَبِّي قَالَ لَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ اسْتَغْفِرْ لِي قَالَ أَنْتَ أَحَقُّ أَنْ تَسْتَغْفِرَ لِي أَنْتَ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَدَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَأَذْهَبَهُ عَنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ الدِّرْهَمِ فِي سُرَّتِهِ فَاسْتَغْفَرَ لَهُ Ketika datang penduduk Yaman, Umar bertanya-tanya kepada anggota rombongan: Apakah ada di antara kalian seorang dari Qoron? Hingga beliau mendatangi orang-orang dari Qoron dan bertanya: Siapakah kalian? Mereka menjawab: (kami dari) Qoron. Kemudian tali kekang Umar atau Uwais terjatuh dan salah seorang dari keduanya (Uwais atau Umar) mengambilkannya untuk yang lain sehingga dia mengenalnya. Umar bertanya: Siapa namamu? Di menjawab: Aku Uwais. Umar bertanya: Apakah engkau memiliki ibu? Uwais berkata: Ya. Umar bertanya: Apakah dulu engkau memiliki penyakit putih pada kulit? Uwais berkata: Ya. Kemudian aku berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla sehingga Dia menghilangkan penyakit itu dariku kecuali seukuran dirham pada pusarku. Agar aku tetap mengingat (nikmat) Rabbku itu. Maka Umar radhiyallahu anhu pun berkata kepadanya: Mohonkanlah ampunan untukku. Uwais berkata: Anda yang lebih layak memohonkan ampunan untuk saya. Anda adalah Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Umar radhiyallahu anhu berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: << Sesungguhnya tabiin terbaik adalah seorang laki-laki yang disebut Uwais. Dia memiliki seorang ibu. Ia memiliki penyakit putih pada kulitnya, kemudian dia berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla sehingga Allah menghilangkan penyakitnya itu kecuali seukuran dirham pada pusarnya >> maka Uwais pun memohonkan ampunan untuk Umar (H.R Ahmad dari Usair bin Jabir) Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika ada orang menyampaikan pesan Umar itu dan meminta agar Uwais memohonkan ampunan untuknya, Uwais mau memohonkan ampunan untuk orang itu, dengan salah satu syaratnya adalah agar orang itu tidak memberitahukan kepada siapapun tentang ucapan Umar tersebut. مَا أَنَا بِمُسْتَغْفِرٍ لَكَ حَتَّى تَجْعَلَ لِي ثَلَاثًا قَالَ : وَمَا هُنَّ قَالَ : لَا تُؤْذِيْنِي فِيْمَا بَقِيَ وَلَا تُخْبِرْ بِمَا قَالَ لَكَ عُمَرُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ...  (Uwais al-Qoroniy berkata): Aku tidak akan memohonkan ampunan untukmu hingga engkau memenuhi 3 syarat. Orang itu berkata: Apakah syarat-syaratnya? Uwais berkata: Jangan sakiti aku lagi di masa mendatang (dengan cemoohan atau ejekan, pent), dan jangan beritahukan kepada manusia siapapun ucapan Umar tersebut...(perawi lupa syarat ketiga)(H.R al-Hakim dari Usair bin Jabir, dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim oleh adz-Dzahabiy). Kedua: Saat akan berpisah dengan Umar, Umar menawari Uwais, apakah perlu Umar menuliskan sesuatu perintah kepada pejabat di tempat yang akan dituju Uwais, agar memudahkan urusan atau memberikan bantuan kepada Uwais. Namun Uwais menolaknya. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ الْكُوفَةَ قَالَ أَلَا أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا قَالَ أَكُونُ فِي غَبْرَاءِ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيَّ Umar berkata kepadanya: Ke mana engkau akan pergi? Uwais menjawab: Kufah. Umar berkata: Apakah perlu aku tuliskan sesuatu untuk pejabat di sana? Uwais berkata: Aku menjadi orang lemah, miskin (tak dipandang), lebih aku sukai (H.R Muslim dari Usair bin Jabir) Uwais pun kembali berbaur dengan manusia, tanpa terlihat ia memiliki keistimewaan dibandingkan orang lain. Dalam riwayat Ahmad, Usair bin Jabir menceritakan keadaan ketika Uwais berpisah dengan Umar: ثُمَّ دَخَلَ فِي غِمَارِ النَّاسِ فَلَمْ يُدْرَ أَيْنَ وَقَعَ Kemudian Uwais berbaur dengan sekumpulan manusia hingga tidak diketahui beliau yang mana (H.R Ahmad) Ketiga: Tahun berikutnya setelah pertemuan dengan Umar, Umar bertanya kepada orang yang dari Kufah tentang keadaan Uwais. Orang itu menjelaskan bahwa Uwais hidup sederhana dengan harta yang sedikit. فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ حَجَّ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ فَوَافَقَ عُمَرَ فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسقَالَ تَرَكْتُهُ رَثَّ الْبَيْتِ قَلِيلَ الْمَتَاعِ Ketika pada tahun berikutnya, seorang laki-laki yang termasuk pembesar mereka (Kufah) berhaji. Ia bertemu dengan Umar dan Umar bertanya kepadanya tentang Uwais. Orang itu menyatakan: Aku tinggalkan dia dalam keadaan rumah yang sederhana dan perabotan yang sedikit (H.R Muslim) Keempat: Jika Uwais memberi nasihat atau mengingatkan orang-orang lain, nasihatnya sangat berkesan di hati. Pengaruhnya sangat kuat dan berkesan, dibandingkan nasihat yang disampaikan orang lain. Namun suatu ketika Uwais tidak terlihat dalam waktu yang lama. Ternyata beliau mendekam di rumahnya karena tidak ada pakaian (bagian atas) yang bisa dikenakan keluar. ثُمَّ قَدِمَ الْكُوْفَةَ فَكُنَّا نَجْتَمِعُ فِي حَلْقَةٍ فَنَذْكُرُ اللهَ وَكَانَ يَجْلِسُ مَعَنَا فَكَانَ إِذْ ذَكَّرَهُمْ وَقَعَ حَدِيْثُهُ مِنْ قُلُوْبِنَا مَوْقِعًا لَا يَقَعُ حَدِيْثُ غَيْرِهِ فَفَقَدْتُهُ يَوْمًا فَقُلْت لِجَلِيْسٍ لَنَا مَا فَعَلَ الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ يَقْعُدُ إِلَيْنَا لَعَلَّهُ اشْتَكَى فَقَالَ رَجُلٌ مَنْ هُوَ ؟ فَقُلْتُ : مَنْ هُوَ قَالَ : ذَاكَ أُوَيْس الْقَرَنِي فَدَلَلْتُ عَلَى مَنْزِلِهِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللهُ أَيْنَ كُنْتَ وَلِمَ تَرَكْتَنَا فَقَالَ : لَمْ يَكُنْ لِي رِدَاءٌ فَهُوَ الَّذِي مَنَعَنِي مِنْ إِتْيَانِكُمْ Kemudian Uwais pergi ke Kufah. Kami suka berkumpul untuk mengingat Allah. Uwais juga duduk bersama kami. Jika Uwais mengingatkan (menasihati) mereka yang di majelis, nasihatnya sangat membekas di hati kami, tidak seperti dari orang lain. Suatu hari kami kehilangan dia. Aku berkata kepada teman duduk kami. Apa yang terjadi dengan orang yang biasa duduk bersama kita. Jangan-jangan dia sakit. Ada orang yang bertanya: Siapa dia? Aku pun berkata: Siapa dia? Orang itu berkata: Dia adalah Uwais al-Qoroniy. Aku pun ditunjukkan pada rumahnya. Aku datang ke tempatnya, dan berkata: Semoga Allah merahmati anda. Ke mana anda dan mengapa meninggalkan kami? Uwais berkata: Aku tidak punya ridaa’ (kain bagian atas) untuk dipakai keluar. Itulah yang menghalangi aku untuk berkumpul bersama kalian (H.R al-Hakim) Pemberi Syafaat Manusia dalam Jumlah Besar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَكْثَرُ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ  Akan masuk surga sejumlah orang yang lebih banyak dari Bani Tamim dengan syafaat seorang laki-laki dari umatku (H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albaniy) Bani Tamim adalah suatu kabilah yang sangat besar. Hadits Nabi itu menunjukkan bahwa ada seorang laki-laki dari umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam yang dengan izin Allah memberikan syafaat kepada banyak orang. Saking banyaknya, jumlah orang yang mendapat syafaat dari laki-laki tersebut lebih banyak dibandingkan orang-orang pada Bani Tamim, suatu kabilah yang sangat besar. Sebagian Ulama ada yang menyatakan bahwa laki-laki pemberi syafaat itu adalah Utsman bin Affan. Sedangkan sebagian Ulama lain ada yang menyatakan bahwa itu adalah Uwais al-Qoroniy. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berpendapat bahwa orang yang dimaksud Nabi tersebut adalah Uwais al-Qoroniy (al-Mustadrak karya al-Hakim no riwayat 5729 (3/461)). Para Nabi bisa memberikan syafaat, demikian juga para Malaikat maupun orang sholih. Namun semuanya hanya bisa memberikan syafaat dengan izin Allah Ta’ala.  ...مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ... ...dan siapakah yang bisa memberikan syafaat di sisi-Nya kecuali atas izin-Nya?! (Tidak ada)...(Q.S al-Baqoroh ayat 255) Pemberian syafaat juga tidak bisa diperoleh jika Allah tidak meridhai: وَلَا يَشْفَعُوْنَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى Mereka tidaklah memberikan syafaat kecuali kepada orang yang diridhai (oleh Allah) (Q.S al-Anbiyaa’ ayat 28) وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئاً إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى Betapa banyak Malaikat di langit tidaklah syafaatnya bermanfaat untuk mereka sedikitpun kecuali setelah diizinkan Allah bagi siapa yang dikehendaki dan diridhai-Nya (Q.S anNajm ayat 26) Salah satu syarat utama untuk mendapatkan syafaat itu adalah orang tersebut mentauhidkan Allah, tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, tidak berbuat kesyirikan. Karena Allah tidaklah meridhai kecuali tauhid. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا Setiap Nabi memiliki doa mustajabah. Setiap Nabi telah menyegerakan doanya. Sedangkan aku menyimpan doaku sebagai syafaat bagi umatku pada hari kiamat. Syafaat itu akan diperoleh InsyaAllah bagi orang yang meninggal dari kalangan umatku yang tidak mensekutukan Allah dengan suatu apapun (H.R Muslim dalam Kitabul Iman, dari Abu Hurairah) Nasihat Uwais untuk Membangkitkan Perasaan Takut Kepada Allah Tidak jarang seseorang merasa aman dari adzab Allah. Meski ia telah banyak berbuat dosa, namun seakan-akan itu tidak berbekas dalam hatinya. Tak ada penyesalan sama sekali. Tidak ada perasaan khawatir sedikitpun bahwa Allah akan mengadzabnya. Lalai, larut dalam menikmati kehidupan dunia. Salah satu nasihat Uwais al-Qoroniy adalah hendaknya kita merasa sangat takut kepada Allah, seakan-akan kita telah membunuh manusia seluruhnya. Uwais al-Qoroniy rahimahullah menyatakan: كُنْ فِي أَمْرِ اللَّهِ كَأَنَّكَ قَتَلْتَ النَّاسَ كُلَّهُمْ Jadilah engkau dalam urusan Allah, seakan-akan engkau telah membunuh manusia seluruhnya (riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Baihaqiy dalam Syuabul Iman, dan Ibnu Asaakir dalam tarikh Dimasyq) Bisa dibayangkan jika kita membunuh semua orang, akan terbayang besarnya dosa itu sehingga kita akan berusaha untuk bertaubat dan memperbanyak amal sholih. Kita benar-benar takut Allah akan mengadzab kita akan besarnya dosa tersebut. Hal utama yang mendominasi pikiran kita adalah bagaimana caranya agar Allah mengampuni dosa kita yang sangat besar dan banyak itu. Seringkali orang meremehkan suatu dosa. Dianggapnya kecil. l bisa jadi dosa-dosa  itu akan membinasakannya. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَرَبَ لَهُنَّ مَثَلًا كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا أَرْضَ فَلَاةٍ فَحَضَرَ صَنِيعُ الْقَوْمِ فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَنْطَلِقُ فَيَجِيءُ بِالْعُودِ وَالرَّجُلُ يَجِيءُ بِالْعُودِ حَتَّى جَمَعُوا سَوَادًا فَأَجَّجُوا نَارًا وَأَنْضَجُوا مَا قَذَفُوا فِيهَا Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Hati-hatilah kalian dari dosa-dosa yang dianggap remeh. Karena sesungguhnya dosa-dosa itu akan berkumpul pada seseorang hingga membinasakannya. Dan sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam membuat permisalan, seperti suatu kaum yang singgah di padang luas. Kemudian seorang laki-laki datang dengan membawa ranting (untuk kayu bakar), seorang lagi datang dengan satu ranting, hingga terkumpul banyak. Mereka pun bisa membuat api dan api tersebut bisa memanggang semua yang dilemparkan ke dalamnya (H.R Ahmad, dinyatakan shahih li ghoirihi oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahih atTarghib) Wafat dalam Perang Shiffin Yahya bin Ma’in rahimahullah menyatakan: قُتِلَ أُوَيْسُ الْقَرَنِي بَيْنَ يَدَيِ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ يَوْمَ صِفِّيْن Uwais al-Qoroniy terbunuh di hadapan Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib pada hari Shiffin (al-Mustadrak alas Shohihayn karya al-Hakim (3/455)). Semoga Allah Ta’ala merahmati Uwais...sang Tabi’i terbaik. (Abu Utsman Kharisman) WA al I'tishom
5 tahun yang lalu
baca 18 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah keajaiban maryam bintu imran

KEAJAIBAN MARYAM Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa'i حفظه الله تعالى Kisah Keajaiban Maryam bintu Imran Subhanallah, Benar-benar ajaib. Kami benar-benar beriman tentangnya, ya Allah. Keluarga Imran bin Yasyim adalah keluarga terpilih dan terhormat di kalangan Bani Israil. Bahkan termasuk keluarga terhormat sepanjang sejarah hingga dunia berakhir kelak. Keajaiban demi keajaiban pada keluarga Imran, Allah perlihatkan di hadapan Bani Israil saat itu. Lalu Allah ceritakan untuk kita di dalam Al Qur’an. Supaya mereka dan kita beriman sepenuh hati akan kekuasaan Allah yang tanpa batas. Janganlah berputus asa! Sungguh, Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Hannah bintu Faqudz adalah istri tercinta Imran. Hannah terhitung wanita yang gemar dan rajin beribadah. Sekian lama, sepasang suami istri lmran dan Hannah tidak beroleh kurnia berupa anak keturunan. Dan mereka pun bersabar. Hingga suatu hari, Hannah asyik memperhatikan seekor burung yang sedang menyuapi anaknya. Terlintaslah keinginan Hannah untuk mempunyai seorang anak. Lalu, langkah apa yang ditempuh oleh Hannah? Kepada Allah, Hannah berdoa dan meminta. Bukankah Allah yang memiliki kerajaan langit dan bumi? Bukankah Allah yang menentukan, apakah hambanya akan beroleh anak ataukah tidak? Bukankah Allah yang mengatur, anak yang bakal lahir laki-laki atau perempuan? Janganlah berputus asa! Sungguh, . Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Allah pun mengabulkan permohonan Hannah. Tidak berselang lama, Hannah telah dipastikan mengandung. Ya, Hannah benar-benar hamil. Alhamdulillah. Alangkah bahagia seorang wanita yang berharap untuk beroleh anak, Ialu harapan itu sungguh-sungguh nyata. Namun, tidakkah seharusnya seorang hamba bersyukur kepada Allah yang telah berkenan melimpahkan karunia berupa anak untuknya. Bukankah seharusnya orangtua membimbing dan memotivasi anaknya untuk mengejar akhirat. Menjadi hamba yang taat. Bukannya malah mengarahkan sang anak untuk menjadi budak-budak dunia. Bangga jika anaknya menjadi pembesar, orang kaya raya, menumpuk segudang prestasi duniawi, atau minimalnya bisa mengikuti arus perubahan zaman. Na’udzu billah. Cobalah belajar dari kesucian Hannah. Kesucian hati dan kebersihan jiwa orang tua akan berpengaruh kepada kesucian hati dan kebersihan jiwa anaknya. Jika hendak mempunyai anak yang suci hati bersih jiwa, sudahkah Anda sebagai orangtua juga suci hati bersih jiwa? Lihatlah Ialu renungkanlah bentuk syukur Hannah berikut ini. Hannah bernadzar untuk menyerahkan sang anak, buah hati dan harapan jiwa, untuk mengabdi dan menghamba kepada Allah di Baitul Maqdis, tempat suci dan pusat ibadah saat itu. Hannah berjanji, sebagaimana yang Allah kisahkan: رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ”Ya Rabbku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [Q.S. Ali lmran: 35]. Setelah melahirkan, bayi perempuan yang mungil itu pun diberi nama Maryam. Lagi-lagi sebuah keajaiban. Saat Maryam terlahir di dunia, tidak ada suara tangisnya terdengar. Padahal, setiap bayi yang lahir pasti akan berteriak menangis. Memang, sang bunda, Hannah telah berdoa kepada Allah agar melindungi anaknya dari kejahatan setan. Hannah berdoa: وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ”Aku menamainya Maryam, dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaithan yang terkutuk.” [Q.S. Ali Imran: 36]. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga menjelaskan (Al Bukhari 3431 dan Muslim 2366) bahwa setiap bayi yang terlahir di dunia pasti akan ditusuk oleh setan. Oleh sebab itu, bayi yang lahir pasti menangis. Kecuali Maryam dan putranya, yaitu Isa bin Maryam. Janganlah berputus asa. Sungguh,  Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Lihatlah, saudaraku, Kekuatan doa hamba yang dipanjatkan kepada Allah, Dzat yang maha kuasa lagi maha berbuat. Hannah berdoa dan memohon kepada Allah agar melindungi anak dan keturunannya dari rayuan setan yang terkutuk. Sudahkah Anda mendoakan anak-anak Anda. Hannah benar-benar menunaikan nadzarnya. Setelah berakhir masa menyusu dan telah siap untuk berkhidmah, Maryam pun diserahkan kepada ahli-ahli ibadah Baitul Maqdis. Tetapi, terbitlah pertengkaran dan perselisihan di antara mereka. Siapakah yang pantas dan berhak untuk merawat serta mendidik Maryam? Lagi-Iagi keajaiban. Subhananah. Janganlah berputus asa! Sungguh,  Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Untuk menentukan siapakah yang berhak untuk mengasuh serta mendidik Maryam, akhirnya ditempuh cara undian. Sebab, tidak ada seorang pun yang mau mengalah. Masing-masing, termasuk nabi Zakariya -suami bibinya-, harus menyerahkan sebuah pena yang telah bertanda. Pena-pena itu Ialu dikumpulkan dan diletakkan di sebuah tempat. Setelah itu, seorang anak yang belum mencapai usia baligh diminta untuk memilih dan mengambil sebuah pena yang terkumpul. Pena Zakariya yang diambil. Mereka tidak bisa menerima kenyataan itu. Disepakati lagi untuk mengulang undian. Caranya, pena-pena tersebut dilemparkan ke arus sungai. Pena yang bergerak menentang arus sungai,  pemiliknyalah yang berhak merawat Maryam. Hanya pena milik Zakariya yang menentang arus sungai. Tetap belum menyerah. Mereka kembali mengusulkan untuk melakukan undian ketiga. Berbeda dengan sebelumnya, pena-pena tersebut dilemparkan ke arus sungai. Dan pena yang bergerak searah dengan arus sungai, maka pemiliknya yang berhak mengasuh Maryam. Semua pena bergerak menentang arus sungai kecuali pena Zakariya. lbnu Katsir (dalam kitab Qashashul Anbiya’) menegaskan, "Maka Zakariyalah yang memenangkan undian tersebut. Sehingga dialah yang pantas merawat Maryam. Sebab, secara syariat dan kenyataan kodrat, Zakariya adalah orang yang paling berhak untuk merawat Maryam, ditinjau dari banyak sudut pandang." Sisi syar’i, beliaulah yang paling shalih, dari sisi kenyataan kodrat, beliau adalah kerabat Maryam. ذَٰلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ ۚ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ ”Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan pena-pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.” [Q.S. Ali Imran: 44]. IBADAH DI BAITUL MAQDIS Zakariya, sebagai paman dan pemenang undian, lalu menyiapkan sebuah ruangan khusus untuk Maryam bintu Imran di sisi timur Baitul Maqdis. Tidak seorang pun yang diperbolehkan untuk memasuki ruangan tersebut kecuali Zakariya. Sejak hari itu, Maryam mulai konsentrasi dan fokus untuk beribadah kepada Allah. Siang dan malam dipenuhi dan dihiasi dengan amal-amal ketaatan. Jika tiba gilirannya, Maryam melaksanakan tugas sebagai penjaga dan pemelihara Baitul Maqdis. Begitu tekunnya Maryam bintu Imran beribadah, sampai-sampai Maryam menjadi keluhuran akhlak dan sifat-sifatnya yang mulia tersebar dan menjadi buah bibir di kalangan Bani Israil. Gadis suci, Maryam bintu Imran, semoga Allah mencurahkan salaam untuknya. Bahkan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebut nama beliau sebagai salah satu dari empat wanita terbaik di dunia. Beliau bersabda di dalam hadits Anas bin Malik رضي الله عنه yang dishahihkan Al Albani (Shahihul Jami’ 3328): خَيْرُ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ أَرْبَعٌ: مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَ خَدِ يْجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَا طِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَ آ سِيَةُ اِمْرَأَةُ فِرْعَوْنِ ”Wanita terbaik di dunia ada empat; Maryam bintu Imran, Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad, dan Asiyah, istri Fir’aun." Laa haula wa Iaa quwwata illa billah Rasa-rasanya ingin menangis sekadar meluapkan kesedihan dan kesempitan hati. Alangkah sulitnya, di zaman ini, menemukan sosok wanita semisal mereka. Semacam Maryam bintu Imran, Khadijah, Fathimah, dan Asiyah. Digelari sebagai wanita terbaik dunia karena keimanan, takwa, ibadah, shalihah, dan akhlak-akhlak luhur Iainnya. Tidak seperti di zaman ini, Wanita terbaik dunia dinilai dengan apa? Wanita terbaik dunia karena dipandang dari sudut mana? Silahkan menjawab sendiri. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا ”Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-isti kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa."[Q.S. Al Furqan: 74] Janganlah berputus asa! Sungguh,  Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Benar, Janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sebab Allah maha berbuat lagi maha kuasa. Keajaiban demi keajaiban pada kisah Maryam bintu Imran pun menjadi salah satu buktinya. Maka, janganlah ragu akan keajaiban-keajaiban dari Allah. Subhaanallah. Setiap kali masuk ke dalam ruangan Maryam, Zakariya selalu menyaksikan keajaiban. Jika musim dingin tiba, Zakariya selalu melihat buah-buahan yang hanya berbuah di musim panas, tersedia di dalam ruangan Maryam. Pada musim panas, di dalam ruangan Maryam pasti tersedia buah-buahan yang hanya dipetik pada musim dingin. Ajaib! Dan benar-benar ajaib! ”Wahai Maryam, berasal dari manakah buah-buahan ini?” Tanya Zakariya penuh takjub dan heran. Maryam menjawab dengan penuh ketenangan: هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ "Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab." [Q.S. Ali Imran: 37]. Ya Allah, curahkanlah ampunan untuk kami yang terlalu sering berprasangka buruk terhadap-Mu. Terlalu sering kami melupakan-Mu. Entah tidak terhitung lagi, berapa banyak kami mengharap dan menggantungkan rezeki dari makhluk-Mu. Seolah-olah rezeki itu datang dari manusia. Ya Allah, gugurkanlah dosa-dosa kami. Betapa seringnya kami mengeluh saat rezeki terasa sempit. Padahal, limpahan rezeki dari-Mu tak mungkin dihitung dan dibatasi. Penuhkanlah ruang hati kami dengan rasa syukur dan qana’ah. Janganlah berputus asa! Sungguh, Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Menyaksikan keajaiban itu, pintu hati Zakariya pun terketuk. Ia pun berharap keajaiban dapat terjadi padanya. Zakariya telah berusia lanjut, sementara istrinya adalah seorang wanita mandul. Sungguh, istrinya adalah wanita yang mandul. Namun, Allah benar-benar maha kuasa. Zakariya pun berdoa: رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ ”Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” [Q.S. Ali Imran: 38]. Allah pun mengabulkan doa hamba-Nya, Zakariya. Lahirlah ke dunia seorang nabi, putra Zakariya yang bernama Yahya. Apakah belum cukup bukti nyata keajaiban-keajaiban di dalam keluarga Imran. Apapun yang Anda harapkan, berdoalah kepada Allah agar mengabulkannya. Apapun permintaan itu. Janganlah berputus asa. Sesungguhnya Allah maha mendengar doa. Sumber || Majalah Qudwah Edisi 06 || https://t.me/Majalah_Qudwah
5 tahun yang lalu
baca 11 menit