Kisah

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi uwais al qarni, tabi'in terbaik

UWAIS AL-QORONIY: TABIIN TERBAIK Biografi Uwais Al Qarni, Tabi'in Terbaik Tabi’in adalah orang-orang yang tidak pernah bertemu Nabi, namun pernah bertemu dengan setidaknya seorang Sahabat Nabi. Tabi’in terbaik adalah Uwais al-Qoroniy. Disebutkan dalam sebuah hadits: Sebaik-baik Tabi’in adalah seorang laki-laki yang disebut dengan Uwais. Ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepadanya. Ia (pernah) memiliki penyakit putih (pada kulit). Mintalah agar dia memohonkan ampunan (Allah) untuk kalian (H.R Muslim dari Umar) Sekilas tentang Uwais al-Qoroniy Nama Asli: Uwais bin ‘Amir al-Qoroniy Kuniah: Abu ‘Amr Lahir : { hidup semasa Nabi namun tidak pernah berjumpa dengan Nabi – disebut pula al Mukhodhrom } Wafat: pada perang Shiffin (37 H). Tempat Tinggal: Yaman. Kufah Guru Beliau: Umar bin al-Khoththob, Ali bin Abi Tholib Murid Beliau: Abdurrahman bin Abi Laila, Yasir bin ‘Amr Sangat Berbakti kepada Ibunya Berbakti kepada ibu adalah suatu amalan yang sangat mulia. Bahkan, Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma pernah menyatakan: إِنِّي لَا أَعْلَمُ عَمَلًا أَقْرَبَ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ بِرِّ الْوَالِدَةِ Sesungguhnya aku tidak mengetahui adanya suatu amalan yang lebih mendekatkan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla selain berbakti kepada ibu (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan Syaikh al-Albaniy) Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallahu anhu pernah menasihati seseorang bahwa jika ia berbuat baik pada ibunya, akan menghantarkan dirinya ke dalam Surga. Selama ia tinggalkan dosa-dosa besar. Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata: وَاللَّهِ لَوْ أَلَنْتَ لَهَا الْكَلَامَ وَأَطْعَمْتَهَا الطَّعَامَ لَتَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَا اجْتَنَبْتَ الْكَبَائِرَ Demi Allah, kalau engkau berlembut kata kepada ibumu dan memberikan makanan (yang baik) kepadanya, niscaya pasti engkau masuk Surga selama engkau meninggalkan dosa-dosa besar (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan Syaikh al-Albaniy) Uwais al-Qoroniy termasuk teladan dalam berbakti kepada ibunya. Ia hidup sejaman dengan Nabi. Namun tidak pernah bertemu dengan Nabi. Bisa jadi karena ia tidak bisa meninggalkan ibunya. Sibuk untuk berbuat baik kepada ibunya tercinta. Ashbagh bin Yazid rahimahullah menyatakan: إِنَّمَا مَنَعَ أُوَيْسًا أَنْ يُقَدِّمَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرُّهُ بِأُمِّهِ  Sesungguhnya yang menghalangi Uwais untuk datang menemui Rasulullah shollallahu alaihi wasallam adalah kesibukannya dalam berbakti kepada ibunya (riwayat Ahmad dalam az-Zuhud, Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’) Nabi shollallahu alaihi wasallam sendiri yang menilai Uwais sebagai seorang anak yang berbakti kepada ibunya: ...لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ... ...ia memiliki seorang ibu yang ia berbakti kepadanya...(H.R Muslim) Mungkin seseorang merasa telah berbakti kepada ibunya. Tapi belum tentu dalam penilaian Allah ia telah berbakti. Jika seseorang telah dipastikan bahwa ia berbakti kepada ibunya oleh Rasulullah shollallahu alaihi wasallam, maka ia benar-benar orang yang telah berbakti. Uwais adalah salah satu orang yang telah mendapat kepastian itu. Doa dan Sumpahnya Mustajab Nabi menjelaskan bahwa Uwais al-Qoroniy pada awalnya memiliki penyakit kulit sejenis kusta. Namun ia terus berdoa kepada Allah Ta’ala agar menghilangkan penyakit itu. Allah bersihkan pada kulitnya penyakit tersebut hingga tersisa hanya seukuran dinar atau dirham saja. قَدْ كَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَدَعَا اللَّهَ فَأَذْهَبَهُ عَنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ الدِّينَارِ أَوِ الدِّرْهَم Ia dulunya memiliki penyakit kusta kemudian ia berdoa kepada Allah hingga melenyapkan penyakit itu dari dirinya kecuali seukuran dinar atau dirham (H.R Muslim) Uwais banyak berdoa agar Allah menghilangkan penyakitnya itu bukanlah karena ketidakrelaan dia mendapatkan musibah tersebut, namun bisa jadi karena ia ingin lebih mudah melayani ibunya, agar ibunya tidak merasa jijik dan tersakiti jika berada dekat dengannya (disarikan dari Daliilul Faalihin li Thuruqi Riyaadhis Sholihin karya Ibnu ‘Allaan (4/61)). Diriwayatkan bahwa Uwais berdoa agar disisakan sebagian kecil dari bekas penyakit kustanya itu adalah agar sebagai pengingat nikmat Allah terhadapnya: اللَّهُمَّ دَعْ لِي فِي جَسَدِي مِنْهُ مَا أَذْكُرُ بِهِ نِعْمَكَ عَلَيَّ  Ya Allah, sisakanlah di badanku dari penyakit itu yang membuatku selalu ingat nikmat-nikmatMu kepadaku (riwayat al-Baihaqiy dalam Dalaailun Nubuwwah dan Abu Ya’la dalam musnadnya, melalui jalur Mubarok bin Fadhoolah dari Abul Ashfar dari Sho’sho’ah bin Muawiyah. Abul Ashfar dinilai masyhur oleh Yahya bin Ma’in) Kenikmatan sehat seringkali terabaikan. Tidak jarang orang yang sadar akan besarnya nikmat itu saat ia mengalami sakit. Jika seseorang pernah mengalami sakit kemudian sembuh, ingatannya akan perasaan sakit di waktu ia telah sehat akan menyadarkannya kembali akan begitu besarnya nikmat Allah kepadanya. Sungguh kita banyak lalai dari nikmat kesehatan. Padahal, kesehatan yang prima, perasaan aman, dan tercukupnya kebutuhan makan harian adalah kenikmatan yang luar biasa.  مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا Barangsiapa yang berada di waktu pagi merasa aman dalam dirinya, sehat jasmaninya, dan memiliki kecukupan makan hari itu (dari rezeki yang halal), seakan-akan seluruh (kenikmatan) dunia telah berkumpul padanya (H.R atTirmidzi dan Ibnu Majah dari Ubaidullah bin Mihshon, dishahihkan Syaikh al-Albaniy) Saat Umar bertemu dengan Uwais, Umar bertanya: Apakah engkau pernah memiliki penyakit kusta? Uwais membenarkan, dengan menyatakan: نَعَمْ فَدَعَوْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَأَذْهَبَهُ عَنِّي إِلَّا مَوْضِعَ الدِّرْهَمِ مِنْ سُرَّتِي لِأَذْكُرَ بِهِ رَبِّي Ya, kemudian aku berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla sehingga Dia hilangkan penyakit itu dariku kecuali seukuran dirham pada pusarku. Hal itu agar aku mengingat (nikmat) Rabbku (H.R Ahmad dan al-Hakim, dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim oleh adz-Dzahabiy) Nabi juga memerintahkan Sahabat yang bertemu dengan Uwais untuk memintakan ampunan kepadanya: فَمَنْ لَقِيَهُ مِنْكُمْ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ Barangsiapa di antara kalian yang bertemu dengannya, mintalah dia agar memohonkan ampunan (beristighfar) untuk kalian (H.R Muslim) Jika Uwais bersumpah akan sesuatu hal, Allah akan memenuhi isi sumpahnya.  Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ Jika ia (Uwais) bersumpah atas nama Allah, Allah akan mewujudkan isi sumpahnya itu (H.R Muslim) Rendah Hati, Sederhana, dan Menjauh dari Ketenaran  Salah satu karakter terpuji pada orang yang beriman adalah rendah hati, tidak ingin dipuja dan disanjung. Di kalangan manusia mungkin ia tidak dikenal. Dipandang sebelah mata. Namun ia mulia di sisi Allah Ta’ala. Bahkan, lebih mulia dibandingkan orang-orang yang lebih terkenal di kalangan manusia. Itulah Uwais al-Qoroniy. Beliau khawatir orang-orang memuliakannya. Di saat banyak pihak mencari ketenaran, justru Uwais menjauh darinya. Ada beberapa kejadian yang menunjukkan ketawadhu’an Uwais, sikapnya yang sederhana, dan beliau sangat tidak ingin masyhur di tengah-tengah manusia. Pertama: Saat bertemu dengan Umar, Umar menanyakan keadaan Uwais. Setelah tahu bahwa ia memang Uwais yang dimaksudkan oleh Nabi, Umar pun meminta Uwais memohonkan ampunan untuknya. Tapi Uwais justru merasa bahwa Umar lebih layak mendoakan ampunan untuknya karena Umar adalah Sahabat Nabi. Barulah Uwais mau mendoakan ampunan untuk Umar setelah mendengar hadits yang didengar Umar dari Nabi. لَمَّا أَقْبَلَ أَهْلُ الْيَمَنِ جَعَلَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَسْتَقْرِي الرِّفَاقَ فَيَقُولُ هَلْ فِيكُمْ أَحَدٌ مِنْ قَرَنٍ حَتَّى أَتَى عَلَى قَرَنٍ فَقَالَ مَنْ أَنْتُمْ قَالُوا قَرَنٌ فَوَقَعَ زِمَامُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَوْ زِمَامُ أُوَيْسٍ فَنَاوَلَهُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَعَرَفَهُ فَقَالَ عُمَرُ مَا اسْمُكَ قَالَ أَنَا أُوَيْسٌ فَقَالَ هَلْ لَكَ وَالِدَةٌ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَهَلْ كَانَ بِكَ مِنْ الْبَيَاضِ شَيْءٌ قَالَ نَعَمْ فَدَعَوْتُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَأَذْهَبَهُ عَنِّي إِلَّا مَوْضِعَ الدِّرْهَمِ مِنْ سُرَّتِي لِأَذْكُرَ بِهِ رَبِّي قَالَ لَهُ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ اسْتَغْفِرْ لِي قَالَ أَنْتَ أَحَقُّ أَنْ تَسْتَغْفِرَ لِي أَنْتَ صَاحِبُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَدَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَأَذْهَبَهُ عَنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ الدِّرْهَمِ فِي سُرَّتِهِ فَاسْتَغْفَرَ لَهُ Ketika datang penduduk Yaman, Umar bertanya-tanya kepada anggota rombongan: Apakah ada di antara kalian seorang dari Qoron? Hingga beliau mendatangi orang-orang dari Qoron dan bertanya: Siapakah kalian? Mereka menjawab: (kami dari) Qoron. Kemudian tali kekang Umar atau Uwais terjatuh dan salah seorang dari keduanya (Uwais atau Umar) mengambilkannya untuk yang lain sehingga dia mengenalnya. Umar bertanya: Siapa namamu? Di menjawab: Aku Uwais. Umar bertanya: Apakah engkau memiliki ibu? Uwais berkata: Ya. Umar bertanya: Apakah dulu engkau memiliki penyakit putih pada kulit? Uwais berkata: Ya. Kemudian aku berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla sehingga Dia menghilangkan penyakit itu dariku kecuali seukuran dirham pada pusarku. Agar aku tetap mengingat (nikmat) Rabbku itu. Maka Umar radhiyallahu anhu pun berkata kepadanya: Mohonkanlah ampunan untukku. Uwais berkata: Anda yang lebih layak memohonkan ampunan untuk saya. Anda adalah Sahabat Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Umar radhiyallahu anhu berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: << Sesungguhnya tabiin terbaik adalah seorang laki-laki yang disebut Uwais. Dia memiliki seorang ibu. Ia memiliki penyakit putih pada kulitnya, kemudian dia berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla sehingga Allah menghilangkan penyakitnya itu kecuali seukuran dirham pada pusarnya >> maka Uwais pun memohonkan ampunan untuk Umar (H.R Ahmad dari Usair bin Jabir) Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ketika ada orang menyampaikan pesan Umar itu dan meminta agar Uwais memohonkan ampunan untuknya, Uwais mau memohonkan ampunan untuk orang itu, dengan salah satu syaratnya adalah agar orang itu tidak memberitahukan kepada siapapun tentang ucapan Umar tersebut. مَا أَنَا بِمُسْتَغْفِرٍ لَكَ حَتَّى تَجْعَلَ لِي ثَلَاثًا قَالَ : وَمَا هُنَّ قَالَ : لَا تُؤْذِيْنِي فِيْمَا بَقِيَ وَلَا تُخْبِرْ بِمَا قَالَ لَكَ عُمَرُ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ...  (Uwais al-Qoroniy berkata): Aku tidak akan memohonkan ampunan untukmu hingga engkau memenuhi 3 syarat. Orang itu berkata: Apakah syarat-syaratnya? Uwais berkata: Jangan sakiti aku lagi di masa mendatang (dengan cemoohan atau ejekan, pent), dan jangan beritahukan kepada manusia siapapun ucapan Umar tersebut...(perawi lupa syarat ketiga)(H.R al-Hakim dari Usair bin Jabir, dinyatakan shahih sesuai syarat Muslim oleh adz-Dzahabiy). Kedua: Saat akan berpisah dengan Umar, Umar menawari Uwais, apakah perlu Umar menuliskan sesuatu perintah kepada pejabat di tempat yang akan dituju Uwais, agar memudahkan urusan atau memberikan bantuan kepada Uwais. Namun Uwais menolaknya. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ الْكُوفَةَ قَالَ أَلَا أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا قَالَ أَكُونُ فِي غَبْرَاءِ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيَّ Umar berkata kepadanya: Ke mana engkau akan pergi? Uwais menjawab: Kufah. Umar berkata: Apakah perlu aku tuliskan sesuatu untuk pejabat di sana? Uwais berkata: Aku menjadi orang lemah, miskin (tak dipandang), lebih aku sukai (H.R Muslim dari Usair bin Jabir) Uwais pun kembali berbaur dengan manusia, tanpa terlihat ia memiliki keistimewaan dibandingkan orang lain. Dalam riwayat Ahmad, Usair bin Jabir menceritakan keadaan ketika Uwais berpisah dengan Umar: ثُمَّ دَخَلَ فِي غِمَارِ النَّاسِ فَلَمْ يُدْرَ أَيْنَ وَقَعَ Kemudian Uwais berbaur dengan sekumpulan manusia hingga tidak diketahui beliau yang mana (H.R Ahmad) Ketiga: Tahun berikutnya setelah pertemuan dengan Umar, Umar bertanya kepada orang yang dari Kufah tentang keadaan Uwais. Orang itu menjelaskan bahwa Uwais hidup sederhana dengan harta yang sedikit. فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ حَجَّ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ فَوَافَقَ عُمَرَ فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسقَالَ تَرَكْتُهُ رَثَّ الْبَيْتِ قَلِيلَ الْمَتَاعِ Ketika pada tahun berikutnya, seorang laki-laki yang termasuk pembesar mereka (Kufah) berhaji. Ia bertemu dengan Umar dan Umar bertanya kepadanya tentang Uwais. Orang itu menyatakan: Aku tinggalkan dia dalam keadaan rumah yang sederhana dan perabotan yang sedikit (H.R Muslim) Keempat: Jika Uwais memberi nasihat atau mengingatkan orang-orang lain, nasihatnya sangat berkesan di hati. Pengaruhnya sangat kuat dan berkesan, dibandingkan nasihat yang disampaikan orang lain. Namun suatu ketika Uwais tidak terlihat dalam waktu yang lama. Ternyata beliau mendekam di rumahnya karena tidak ada pakaian (bagian atas) yang bisa dikenakan keluar. ثُمَّ قَدِمَ الْكُوْفَةَ فَكُنَّا نَجْتَمِعُ فِي حَلْقَةٍ فَنَذْكُرُ اللهَ وَكَانَ يَجْلِسُ مَعَنَا فَكَانَ إِذْ ذَكَّرَهُمْ وَقَعَ حَدِيْثُهُ مِنْ قُلُوْبِنَا مَوْقِعًا لَا يَقَعُ حَدِيْثُ غَيْرِهِ فَفَقَدْتُهُ يَوْمًا فَقُلْت لِجَلِيْسٍ لَنَا مَا فَعَلَ الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ يَقْعُدُ إِلَيْنَا لَعَلَّهُ اشْتَكَى فَقَالَ رَجُلٌ مَنْ هُوَ ؟ فَقُلْتُ : مَنْ هُوَ قَالَ : ذَاكَ أُوَيْس الْقَرَنِي فَدَلَلْتُ عَلَى مَنْزِلِهِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللهُ أَيْنَ كُنْتَ وَلِمَ تَرَكْتَنَا فَقَالَ : لَمْ يَكُنْ لِي رِدَاءٌ فَهُوَ الَّذِي مَنَعَنِي مِنْ إِتْيَانِكُمْ Kemudian Uwais pergi ke Kufah. Kami suka berkumpul untuk mengingat Allah. Uwais juga duduk bersama kami. Jika Uwais mengingatkan (menasihati) mereka yang di majelis, nasihatnya sangat membekas di hati kami, tidak seperti dari orang lain. Suatu hari kami kehilangan dia. Aku berkata kepada teman duduk kami. Apa yang terjadi dengan orang yang biasa duduk bersama kita. Jangan-jangan dia sakit. Ada orang yang bertanya: Siapa dia? Aku pun berkata: Siapa dia? Orang itu berkata: Dia adalah Uwais al-Qoroniy. Aku pun ditunjukkan pada rumahnya. Aku datang ke tempatnya, dan berkata: Semoga Allah merahmati anda. Ke mana anda dan mengapa meninggalkan kami? Uwais berkata: Aku tidak punya ridaa’ (kain bagian atas) untuk dipakai keluar. Itulah yang menghalangi aku untuk berkumpul bersama kalian (H.R al-Hakim) Pemberi Syafaat Manusia dalam Jumlah Besar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَكْثَرُ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ  Akan masuk surga sejumlah orang yang lebih banyak dari Bani Tamim dengan syafaat seorang laki-laki dari umatku (H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh al-Albaniy) Bani Tamim adalah suatu kabilah yang sangat besar. Hadits Nabi itu menunjukkan bahwa ada seorang laki-laki dari umat Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam yang dengan izin Allah memberikan syafaat kepada banyak orang. Saking banyaknya, jumlah orang yang mendapat syafaat dari laki-laki tersebut lebih banyak dibandingkan orang-orang pada Bani Tamim, suatu kabilah yang sangat besar. Sebagian Ulama ada yang menyatakan bahwa laki-laki pemberi syafaat itu adalah Utsman bin Affan. Sedangkan sebagian Ulama lain ada yang menyatakan bahwa itu adalah Uwais al-Qoroniy. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berpendapat bahwa orang yang dimaksud Nabi tersebut adalah Uwais al-Qoroniy (al-Mustadrak karya al-Hakim no riwayat 5729 (3/461)). Para Nabi bisa memberikan syafaat, demikian juga para Malaikat maupun orang sholih. Namun semuanya hanya bisa memberikan syafaat dengan izin Allah Ta’ala.  ...مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ... ...dan siapakah yang bisa memberikan syafaat di sisi-Nya kecuali atas izin-Nya?! (Tidak ada)...(Q.S al-Baqoroh ayat 255) Pemberian syafaat juga tidak bisa diperoleh jika Allah tidak meridhai: وَلَا يَشْفَعُوْنَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى Mereka tidaklah memberikan syafaat kecuali kepada orang yang diridhai (oleh Allah) (Q.S al-Anbiyaa’ ayat 28) وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئاً إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى Betapa banyak Malaikat di langit tidaklah syafaatnya bermanfaat untuk mereka sedikitpun kecuali setelah diizinkan Allah bagi siapa yang dikehendaki dan diridhai-Nya (Q.S anNajm ayat 26) Salah satu syarat utama untuk mendapatkan syafaat itu adalah orang tersebut mentauhidkan Allah, tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, tidak berbuat kesyirikan. Karena Allah tidaklah meridhai kecuali tauhid. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: لِكُلِّ نَبِىٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِىٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّى اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِىَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِى لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا Setiap Nabi memiliki doa mustajabah. Setiap Nabi telah menyegerakan doanya. Sedangkan aku menyimpan doaku sebagai syafaat bagi umatku pada hari kiamat. Syafaat itu akan diperoleh InsyaAllah bagi orang yang meninggal dari kalangan umatku yang tidak mensekutukan Allah dengan suatu apapun (H.R Muslim dalam Kitabul Iman, dari Abu Hurairah) Nasihat Uwais untuk Membangkitkan Perasaan Takut Kepada Allah Tidak jarang seseorang merasa aman dari adzab Allah. Meski ia telah banyak berbuat dosa, namun seakan-akan itu tidak berbekas dalam hatinya. Tak ada penyesalan sama sekali. Tidak ada perasaan khawatir sedikitpun bahwa Allah akan mengadzabnya. Lalai, larut dalam menikmati kehidupan dunia. Salah satu nasihat Uwais al-Qoroniy adalah hendaknya kita merasa sangat takut kepada Allah, seakan-akan kita telah membunuh manusia seluruhnya. Uwais al-Qoroniy rahimahullah menyatakan: كُنْ فِي أَمْرِ اللَّهِ كَأَنَّكَ قَتَلْتَ النَّاسَ كُلَّهُمْ Jadilah engkau dalam urusan Allah, seakan-akan engkau telah membunuh manusia seluruhnya (riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Baihaqiy dalam Syuabul Iman, dan Ibnu Asaakir dalam tarikh Dimasyq) Bisa dibayangkan jika kita membunuh semua orang, akan terbayang besarnya dosa itu sehingga kita akan berusaha untuk bertaubat dan memperbanyak amal sholih. Kita benar-benar takut Allah akan mengadzab kita akan besarnya dosa tersebut. Hal utama yang mendominasi pikiran kita adalah bagaimana caranya agar Allah mengampuni dosa kita yang sangat besar dan banyak itu. Seringkali orang meremehkan suatu dosa. Dianggapnya kecil. l bisa jadi dosa-dosa  itu akan membinasakannya. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَرَبَ لَهُنَّ مَثَلًا كَمَثَلِ قَوْمٍ نَزَلُوا أَرْضَ فَلَاةٍ فَحَضَرَ صَنِيعُ الْقَوْمِ فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَنْطَلِقُ فَيَجِيءُ بِالْعُودِ وَالرَّجُلُ يَجِيءُ بِالْعُودِ حَتَّى جَمَعُوا سَوَادًا فَأَجَّجُوا نَارًا وَأَنْضَجُوا مَا قَذَفُوا فِيهَا Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Hati-hatilah kalian dari dosa-dosa yang dianggap remeh. Karena sesungguhnya dosa-dosa itu akan berkumpul pada seseorang hingga membinasakannya. Dan sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam membuat permisalan, seperti suatu kaum yang singgah di padang luas. Kemudian seorang laki-laki datang dengan membawa ranting (untuk kayu bakar), seorang lagi datang dengan satu ranting, hingga terkumpul banyak. Mereka pun bisa membuat api dan api tersebut bisa memanggang semua yang dilemparkan ke dalamnya (H.R Ahmad, dinyatakan shahih li ghoirihi oleh Syaikh al-Albaniy dalam Shahih atTarghib) Wafat dalam Perang Shiffin Yahya bin Ma’in rahimahullah menyatakan: قُتِلَ أُوَيْسُ الْقَرَنِي بَيْنَ يَدَيِ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ يَوْمَ صِفِّيْن Uwais al-Qoroniy terbunuh di hadapan Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib pada hari Shiffin (al-Mustadrak alas Shohihayn karya al-Hakim (3/455)). Semoga Allah Ta’ala merahmati Uwais...sang Tabi’i terbaik. (Abu Utsman Kharisman) WA al I'tishom
5 tahun yang lalu
baca 18 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah : goresan rindu di ujung mata pena

Goresan Rindu di Ujung Mata Pena Tak jarang memori ini terpelanting jauh kebelakang . Menapaki seberkas demi seberkas jalan yang pernah kutelusuri  Goresan ini bukan tentang rintihan luka yang berbicara  Adalah deretan rindu yang terangkai di ujung mata pena  Aku sulung dari 3 bersaudara. Berlatar belakang dari keluarga sederhana yang selalu ternaungi oleh limpahan kasih sayang-Nya. Tumbuh di kalangan keluarga agamis bernuansa tradisional. Ya, aku tidak terlahir dari kedua orang tua yang berjalan di atas manhaj salafi. Beberapa ritual kebid'ahan pun sempat aku lakoni kala aku masih berstatus kanak-kanak. Itu karena dorongan dari nenek dan bude (kakak ayah) yang berusaha menjadikanku seorang yang taat beragama dan gemar beribadah. Hingga akhirnya, Allah berkehendak memancarkan semburat cahaya salafi di tengah perjalanan hidup ini- Alhamdulillah-. Sejak usia 19 tahun ayahku terdiagnosa memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi). Seiring berjalan waktu pergantian usia demi usia menambah beban dan tanggung jawab ayahku sebagai seorang suami dan ayah, kian berat. Muncullah kekhawatiran dari ayahku tentang kesehatan dirinya. Hingga terdengar kabar bahwa ada satu pengobatan alternatif yang 'katanya' bisa menyembuhkan hipertensi. Namanya 'reki', salah satu jenis pengobatan yang dilakukan dengan cara mentransfer 'tenaga dalam' yang tampaknya dengan bantuan jin.  Untuk lebih meyakinkan ibu pun membantu untuk mencari informasi demi informasi tentang jenis pengobatan ini. Dan ternyata, banyak orang yang berpendapat bahwa reki benar bisa menyembuhkan hipertensi. Akhirnya ayahku mengikuti ritual ini untuk memperoleh kesembuhan -semoga Allah mengampuni keduanya karena minimnya ilmu agama saat itu-.  Pengobatan alternatif ini sempat berjalan beberapa bulan dan dari situ berefek pada diri ayah. Bahkan saat itu ayah sampai bisa menyembuhkan orang-orang sakit. Kami mengira itu karena banyaknya jin yang ada dalam tubuh ayah. 'Katanya', jin-jin itu masuk ke dalam tubuh ayah melewati 'pintu cakra' yang dibuka oleh 'dokter reki'. Entahlah!  Berjalan 3 atau 4 bulan dari rutinitas 'reki', qadarullah wa ma syaa fa'ala, ayah terserang stroke yang menyebabkan setengah saraf tubuhnya tidak dapat di gunakan dengan maksimal. Akhirnya, ayah dilarikan ke Rumah Sakit Daerah yang berada dekat rumahku. Namun karena peralatan kedokteran yang terbatas ayah dirujuk ke rumah sakit yang agak jauh dari tempat kami.  Sementara itu, ibu berinisiatif untuk memberi kabar kepada 'dokter reki' tentang kondisi ayah. Sang 'dokter' pun mengatakan bahwa ayah akan 'ditransfer' lagi dalam waktu dekat. Dan benar, setelah pen'transfer'an usai keadaan ayah jauh lebih baik, hingga pihak rumah sakit mengizinkan ayah untuk pulang keesokan harinya. Namun, malam hari sebelum kepulangannya 'katanya' ayah di'transfer' lagi. Malam itu terjadilah apa yang terjadi. Ayah tiba-tiba tak sadarkan diri (koma). Sekujur tubuhnya membiru, tekanan darahnya sangat tinggi. Meskipun matanya terbuka, namun pandangannya sayu tak bercahaya seakan tak ada harapan lagi. Seakan gelap akan membumihanguskan kehidupan kami.  Namun Allah berkehendak lain. Beberapa hari kemudian, kondisi ayah semakin pulih dan membaik, meskipun masih harus melanjutkan rawat inap. Hingga akhirnya ayah diizinkan pulang kerumah.  MasyaAllah betapa senang hati ini, bisa berjumpa dengan beliau lagi setelah sekian lama tidak berjumpa; meskipun beliau masih harus dibantu dengan kursi roda. Akan tetapi rupanya ujian belum berakhir. sejak kepulangannya dari rumah sakit, ibu merasakan ada yang aneh pada diri ayah. Tatapan dan tingkah laku beliau agak aneh. Ibu merasakan pada diri ayah ada pribadi yang lain.  Hal ini ternyata juga dirasakan paman ayah (adik nenek). Paman ayah yang juga teman sepermainan ayah sejak kecil merasakan ada yang berubah pada diri ayah. Usut punya usut ternyata dalam tubuh ayah bersemayam makhluk lain (jin). Menurut pengakuannya, ia jin perempuan putri bangsawan Cina. Entahlah. Yang jelas jin yang terkadang merasuki tubuh ayah ini sungguh mengganggu dan memudaratkan kami.  Karena gangguan jin inilah, kemudian ibu dan keluarga ayah menghentikan rutinitas 'reki' dan berkeinginan untuk mengeluarkan jin yang merasuki tubuh ayah. Beberapa 'orang pintar' (dukun) pun sempat diundang ke rumah untuk mengusir jin (yang ternyata banyak) yang ada dalam tubuh ayah. Allahu musta'an kesyirikan dibalas kesyirikan. Semoga Allah mengampuni mereka karena minimnya ilmu pada saat itu. Namun, tidak semua jin bisa dikeluarkan termasuk 'sang putri Cina' yang masih bertahan dalam tubuh ayah.  Di tengah kegalauan masalah jin yang ada dalam tubuh ayah, dengan karunia Allah, teman ayah semasa SMP datang menjenguk dan menyarankan agar ayah di ruqyah. Nah, di situlah awal perkenalan kami dengan salafi. Meskipun pihak keluarga sempat meragukan ruqyah, namun saran ruqyah ini tetap dilakukan. Beberapa ikhwah dari manhaj ahlussunnah terdekat dimintai ta'awun untuk membantu untuk meruqyah ayah. Dan alhamdulillah, dengan izin Allah, jin-jin dalam tubuh ayah pun pergi termasuk 'sang putri Cina' yang yang paling sulit keluar.  Setelah prosesi ruqyah selesai, ikhwah menyarankan agar foto-foto, patung, dan semua gambar makhluk bernyawa dihilangkan. Ayah melaksanakan saran mereka meskipun ada pertentangan keras dari pihak keluarga besar. Namun alhamdulillah, lambat laun mereka pun menerimanya. Selanjutnya ayah juga meminta untuk ikut tinggal sementara di pondok ahlussunnah tersebut dengan tujuan untuk membentengi diri. Sehingga selama beberapa waktu ayah tinggal di pondok itu melakukan aktivitas bersama santri walaupun dengan susah payah. Efek dari stroke, ayah harus kembali belajar menyeimbangkan tubuh lagi. Belajar berjalan, belajar menulis, bahkan belajar berbicara. Sedangkan ibu, setelah musibah yang menimpa ayah, beliau memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya.  Maha sempurna hikmah Allah, hikmah yang selalu membanjiri alur hidup para hamba-Nya. Meskipun kondisi ayah tak sekekar sebelumnya, meskipun ibu kehilangan pekerjaannya, namun karena semua itulah kami mulai belajar menggenggam manhaj salafi. Allah memberi yang kita butuhkan. Manhaj yang shahih inilah semua yang kita butuhkan. Meskipun fananya kemewahan dunia terluputkan. Kejadian di atas terjadi sekitar tahun 2005, ketika aku berusia 5 tahunan. Hanya dari rekaman ingatan dan serpihan memori sederhana dan bantuan penuturan ibu, terangkailah yang akhirnya terbaca. Alhamdulillah.  * * * Pertengahan 2012. Memori ini berhenti di sini. Saat aku memulai kehidupan baru di alam thalibatul ilmi. Tepatnya tanggal 27 Juli 2012. Sebuah ma'had yang awalnya adalah pelarian dari aturan rumah yang begitu mengekang. 'Adat' menjadi 'sulung' yang terbiasa disalahkan membuatku lebih memilih mondok, walau sebenarnya ingin melanjutkan jenjang pendidikan di sekolah negeri. Sebuah ma'had yang terletak sekitar 4 jam perjalanan dari rumahku adalah pondok pertamaku. Ma'had yang telah tergelincir ke jalan yang salah. Karena minimnya ensiklopedia agama ayah dan ibu, aku dimasukkan ke sana. Lagi-lagi pertentangan keluarga, terutama nenek, tentang keputusan orang tua yang akan memasukkan ke pondok. Ketidaksetujuan nenek yang memperjuangkan pendidikan formal, yang memprioritaskan duniawi- sekolah, kuliah, sarjana, dan bekerja-. Namun pondok yang aku masuki ini ternyata mengeluarkan ijazah negara. Nah, inilah yang membuat nenek akhirnya menyetujui aku mondok di situ.  Masuknya diriku ke ma'had tersebut akhirnya tersebar ke ikhwah salafiyin rekan-rekan ayah. Nasehat demi nasehat ayah dapatkan dari ikhwah, agar aku ditarik darinya. Masya allah betapa perhatiannya mereka dalam menjaga agama saudaranya. Namun karena beberapa faktor ayah mempertimbangkan agar aku bertahan disana. Empat setengah tahun kemudian, saat aku sudah mulai menyukai segala jenis yang ada di sana, saat itu pula suratan takdir aku harus menutup kisah di ma'had pertama. Tak bisa berbuat banyak, saat keinginan dan keharusan di jalan takdir yang sama. Hati yang masih merindu dan menginginkan hanya bisa membuahkan tetesan air mata. Pada saat seperti ini ayah bersemangat mencarikan ma'had baru untukku. Beliau tidak ingin aku 'futur'.  Ma'had demi ma'had ahlussunnah ayah telusuri informasinya. Namun berhubung saat itu adalah pertengahan tahun ajaran, agak sulit mendapatkan kesempatan untuk mencari ma'had yang menerima santri baru. Semua itu membuat kami hampir putus asa. Terkecuali ayah, beliau masih sangat bersemangat mencarikan ma'had untukku. Sampai akhirnya ayah mengajakku ke sebuah tempat yang belum pernah kupijak sebelumnya. Ternyata ayah sengaja menemui pengurus sebuah ma'had untuk membicarakan perihalku agar bisa diterima meskipun di tengah tahun ajaran. Kesungguhan ayah membuahkan hasil yang menggembirakan beliau. Aku diterima di ma'had itu. Segala puji hanya milik Allah semata.  * * * Ahad 12 Februari 2017, di tanggal itulah kisah baru mulai terangkai. Ditempat baru bersama tokoh-tokoh kehidupan yang baru. Sebuah tempat yang semoga Allah limpahkan keistiqomahan di atas kebenaran-Amin-. Berawal dari detik yang terus berdetak tanpa kenal lelah. Pergi meninggalkan menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun. Terangkailah kisah demi kisah yang tersimpan dalam ingatan. Hingga akhirnya waktu bergilir di tanggal 4 Juli 2018. Jatuh pada hari Rabu, hari pemberangkatan tahun ajaran baru yang kedua yang ku jelajahi masa tarbiyah di sana. Seperti biasa, aku dan adik berangkat ke ma'had diantar ayah. Mengendarai bis umum, menyusuri kota demi kota menuju ma'had. Alhamdulillah saat mentari semakin meninggi kami sampai ke tujuan. Setelah istirahat sejenak di warung dekat ma'had ayah segera ingin bergegas pulang dengan alasan mengejar jadwal kepulangan bis ke kota asal.  Sebelum pulang beliau sempat berpesan kepadaku, "Ubahlah rumahmu dengan ilmu yang telah engkau pelajari. Penuhi ia dengan ilmu. Yang rukun sama adik, saling menjaga... Dan yang terakhir, besok hari jumat sudah boleh telepon kan? Abi telepon Insya Allah." Ayah pun pulang kembali ke rumah. Tak ada kata yang bisa kuucapkan saat itu. Hanya diam menatap langkah kepergiannya dengan berat hati. Entahlah saat itu aku merasa seakan tak kan pernah melihatnya lagi.  Dua hari setelah pengantaran, aktivitas belajar mengajar belum terlaksana dengan maksimal. Sore ini, Jumat, selepas salat Asar, segera kulangkahkan kaki menuju asrama. Kuraih Al Quran dan segera kubaca surat Al Kahfi. Baru beberapa ayat terbaca, seorang musyrifah mencariku dan mengatakan aku akan dijenguk. Sontak saja aku heran, "Baru dua hari datang, kok sudah ditengok?" gumamku. Untuk memastikan aku pun segera menemui 'tamu' yang mencariku. Saat kulihat dari kejauhan, kukatakan padamu musyrifah, "Afwan, Mah, ana nggak kenal sama orang itu, mungkin salah nyari..." "Tapi tadi bilangnya mencari anti," kata muysrifah tersebut. "Mungkin salah dengar...? Ada yang namanya mirip ana." Musyrifah tersebut akhirnya percaya. Setelah yakin, aku segera kembali ke asrama melanjutkan aktivitas yang tertunda. Namun baru beberapa menit, lagi-lagi aku dipanggil dan diminta segera menemui tamu tadi. Dengan perasaan aneh, aku pun segera menemuinya.  Sampai di ruang tamu, tampak adikku sedang mengobrol akrab dengannya. Adikku bilang, "Mbak, ini adeknya Pakde, mbak emang belum pernah ketemu." Aku hanya mengangguk sembari tanpa basa-basi aku bertanya mengapa beliau sampai bisa menjenguk kami. Betapa terkejutnya aku, ketika beliau menyampaikan bahwa aku harus segera pulang. Beliau bermaksud menjemput aku dan adik. Aku terdiam, hanya firasat yang kala itu berbicara. Bahkan aku tak berani bertanya mengapa. Tak menunggu lama, aku dan adikku segera bersiap-siap untuk pulang. Perasaan campur aduk tak ada kejelasan. Rasanya ingin menangis tapi segera aku tahan, meskipun akhirnya menetes juga air mataku. Setelah persiapan selesai, aku segera berpamitan dengan teman-teman. Mereka pun bertanya-tanya mengapa aku harus pulang. Aku hanya menjawab singkat, "Aku nggak tahu." Salah seorang temanku yang bersalaman denganku berkata, "Apapun yang terjadi nanti kamu harus bersabar." Kata-kata itu senantiasa mengiang di telingaku selama dalam perjalanan. Dan satu firman Allah yang selalu kubaca dan kucoba maknai artinya, "Laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha."  Kulihat mata adikku memerah selama perjalanan. Dengan berusaha tenang, aku mengatakan, "Dek, jangan menangis dulu. Kita nggak tahu apa yang terjadi. Husnudzan, minta yang terbaik sama Allah." Adik hanya mengangguk. Subhanallah. Betapa kacaunya perasaan kami saat itu. Hanya ada satu nama yang terbentuk dalam dadaku, "Abi." Azan Maghrib berkumandang saat kami masih di perjalanan. Mobil segera berhenti di SPBU agar kami semua bisa menunaikan salat Maghrib dan Isya' dijamak. Pada saat sujud itulah aku berdoa, "Ya Allah, kalau memang Abi meninggal, dengan menyebut nama-Mu aku ikhlas. Mudahkan Abi di sana. Ampunilah dosa-dosanya. Lapangkan dan terangi kuburnya. Bantu hatiku untuk kuat Ya Allah..." Seusai salat perjalanan dilanjutkan.  Akhirnya kami pun tiba di kota tercinta. Mobil diparkir di lapangan, sedang rumah masih agak berjarak dari lapangan. Dengan diantar pakdhe yang sudah menunggu kami di lapangan, segera saja kami menuju rumah. Dari kejauhan, tenda biru berdiri tegak menaungi halaman rumah. Kursi-kursi berjajar rapi, lampu neon 25 watt menerangi halaman rumah kami. Dugaanku bertambah pasti. Harapan agar yang menyambutku adalah Ayah, kini benar-benar sirna. Aku tak lagi mencarinya, walau aku belum tahu pasti siapa yang tiada. Namun hatiku berkata, "Abi."  Kakak-kakak sepupuku datang menghampiri aku dan adik kemudian menuntun kami ke ruang tengah. Tampak di sana, ibu duduk dengan pandangan kosong. Bude-bude (kakak-kakak ayah) langsung mendekat dan memeluk aku dan adik, seraya berkata, "...Yang sabar ya, Nduk... Abinya didoakan. Nangis boleh, ngga pa pa, tapi inget jangan kebablasan," katanya. Kulempar pandanganku kearah Ibu. Aku ingin kuat..., namun..., air mata ini akhirnya tak kuasa tertahan..., pecah.  Ayah..., sosok yang selalu kurindu hadirnya kini telah pergi menemui Rabbnya... Figur yang selalu kubanggakan, kini tak ada lagi kisah tentangnya, suaranya, candanya, nasehatnya. Ayah meninggal di hari Jumat itu waktu dhuha, tanpa sakit sebelumnya. Bahkan ceritanya ayah sudah bersiap untuk berangkat bekerja. Menurut teori kesehatan, katanya, ada kemungkinan terkena serangan jantung.  Dada terasa sakit dan keringat mengucur deras. Dimakamkan bakda Asar, dan kami tiba di rumah sudah pukul setengah sembilan malam. Tokoh besar dalam sejarah kehidupanku kini telah tiada. Figur yang selalu kubanggakan kini tiada lagi kisah tentangnya. Entah sampai kapan rindu ini akan terurai.  Rabb, inilah ketetapan-Mu  Kepada takdir aku tak kan lancang menyalahkan-Mu Tak akan kulampirkan surat gugatan di hadapan-Mu  Hanya harap yang selalu melesat  Agar akhir ucapannya adalah nama-Mu Aamiin Ya Mujibassailin  Rabb..., air mata yang menetes saat aku mengingatnya...  Bukankah air mata tak terima...  Hanya saja rindu ini masih saja bersuara...  Saudaraku sekalian,  Orang tua adalah salah satu yang berarti bagi kehidupanmu  Salah satu pintu surga untukmu  Jangan sia-siakan keberadaan mereka  Berbaktilah selagi bisa  Kita tak pernah tahu tentang ajal  Dan jika kalian tahu, 'kehilangan' mereka adalah sesuatu yang sangat berat  Yang butuh proses untuk menata hati dalam menghadapi kenyataan  Wamaa tadrii nafsun maa dza taksibu ghadan wamaa tadrii nafsun bi ayyi ardhin tamuut  Semoga bermanfaat Baca Juga : Kisah Perjalananan Seseorang dari Nasrani sampai menjadi Salafy Sumber Majalah Qudwah Edisi 74 Vol. 07 1441 H Baca juga kisah inspiratif lainnya disini
5 tahun yang lalu
baca 14 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah perjalanan umrah ke baitullah

MENGGAPAI BAITULLAH Kisah Perjalanan Umrah ke Baitullah Muslim mana yang hatinya tak merindu Baitullah? Gema talbiyah menggetarkan relung hati terdalam. Meluruhkan jiwa, memunculkan kerinduan tak terperi. Seorang muslim taat tentu sangat mengharap dirinya bisa menginjakkan kaki di Tanah Haram. Walau itu cuma sekali dalam seumur hidupnya. Dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada-Nya. Dalam rangka menghidupkan sunnah Nabi-Nya. Menggapai Baitullah merupakan harapan yang menggayut di setiap dada seorang muslim. Rihlah sa’idah, perjalanan yang menyenangkan lantaran didorong keimanan. Perjalanan yang tiada menjemukan lantaran diiringi sejuta harapan mendapat ganjaran. Perjalanan yang tiada akan menuai kerugian, walau sekian banyak harta dikorbankan. Tidak. Tidak akan merugi. Karena sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى telah menyiapkan penggantinya yang Iebih baik. Jadi, muslim mana yang hatinya tak rindu menggapai Baitullah? Terlebih, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: . العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا ”Umrah ke umrah yang lain merupakan kaffarah (peluruh dosa) yang terjadi di antara rentang waktu itu." [H.R. AI-Bukhari no.1773 dan Muslim no. 3289 hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه].  Juga sabda beliau shallallahu alaihi wasallam : تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ ”Iringkanlah oleh kalian antara haji dan umrah, karena keduanya bisa menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa, sebagaimana tungku besi membersihkan besi dari karat.” [H.R. An-Nasai no.2630 dari shahabat Abdullah bin Abbas رضي الله عنهما dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani رحمه الله dalam Ash Shahihah]. Secara bahasa, umrah artinya berziarah (berkunjung). Secara syar'i didefinisikan; menziarahi Baitul-Atiq (Ka’bah) untuk thawaf di Ka'bah dan melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah. (Tabshiru An-Naasik bi Ahkami Al-Manasik, hlm.30. Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-'Abbad Al-Badr]. Tak sebagaimana berhaji, menunaikan umrah bisa dilakukan dengan cara santai, walau tetap diselimuti semangat untuk beribadah.  Pada umumnya, jamaah umrah dari Indonesia, setiba di Bandar Udara King Abdul Aziz Jeddah memilih langsung ke Madinah. Tidak langsung menuju ke Makkah untuk menunaikan manasik umrah. Perjalanan dari Jeddah ke Madinah bisa ditempuh dalam rentang waktu lima hingga enam jam. Pemandangan kanan-kiri jalan, sejauh mata memandang, diwarnai gunung batu, padang pasir, Iembah ditumbuhi pepohonan nan rimbun menghijau seperti di Indonesia. Bila terjadi angin kencang, pasir-pasir beterbangan. Bukit pasir nan menggunung pun bisa sirna dan berubah bentuk menjadi dataran pasir. Jalan aspal yang mulus pun bisa tertutupi butiran-butiran pasir. Sebuah pemandangan yang sulit didapatkan di Tanah Air. Masya Allah Tabarakallah. Terkadang, dari kejauhan ada segerombolan unta atau kambing milik orang-orang badui yang tengah digembala. Penduduk badui hidup nomaden. Berpindah dari satu tempat ke tampat Iain. Karenanya, tak jauh dari gerombolan unta dan kambing yang tengah digembala, terlihat satu-dua buah tenda. Itulah tempat hunian mereka. Bila telah tiba di Madinah, ada dua masjid yang disyariatkan untuk diziarahi, yaitu pertama Masjid Nabawi, yang keutamaan shalat di dalamnya tentu teramat agung. Shalat di dalamnya Iebih baik seribu kali dibanding shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram. [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Kedua, Masjid Quba’. Di Masjid Quba' disunnahkan menunaikan shalat dua rakaat. Rasulullah ﷺ mendatangi Masjid Quba’ setiap Sabtu.  Baik dengan berjalan kaki maupun berkendara, lantas beliau shalat dua rakaat di dalamnya. [H.R. Al-Bukhari dan Muslim]. Bahkan, dalam sabda beliau shallallahu alaihi wasallam yang artinya, ”Barangsiapa yang bersuci di rumahnya, Iantas mendatangi Masjid Quba’, kemudian shalat dua rakaat di dalam Masjid Quba tersebut, maka bagi dia mendapat pahala umrah." [H.R. Ibnu Majah dan selainnya dari shahabat Abu Umamah Sahl bin Hunaif رضي الله عنه, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani رحمه الله dalam Shahihul Jami']. Hal yang disyariatkan pula saat berada di Madinah, yaitu menziarahi tiga pemakaman, yaitu makam Rasulullah ﷺ beserta makam Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Al Khaththab رضي الله عنهما (tiga makam ini berada dalam satu kamar), pemakaman Baqi’ dan pemakanan Syuhada’ Uhud. Untuk melakukan kunjungan ke Masjid Quba’ dan Uhud, biasanya pihak penyelenggara umrah (biro travel) menyediakan sarana transportasi bus. Kunjungan ke kedua tempat tersebut biasanya digabungkan dengan program city tour. Seperti mengunjungi percetakan mushaf Alquran, serta melihat dan berbelanja di Kebun Kurma, sebuah tempat hijau di Kota Madinah.  Adapun menziarahi makam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Al Khaththab رضي الله عنهما, atau ziarah ke pemakanan Baqi’ dan mengunjungi Raudhah, bisa dilakukan disela-sela waktu longgar. Misal, setelah melakukan shalat lima waktu di Masjid Nabawi, seseorang bisa langsung berziarah. Kecuali pemakaman Baqi’, biasanya dibuka setelah shalat Shubuh. Berziarah ke pemakaman hanya diperuntukkan kaum laki-laki. Sedang mengunjungi Raudhah, bagi wanita disediakan waktu-waktu tertentu yang khusus. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, ”Apa yang ada di antara rumahku dan mimbarku adalah raudhah (taman) dari taman-taman surga.” Bila jamaah memilih paket perjalanan umrah sembilan hari. Di Madinah, diberi kesempatan tinggal selama tiga hari. Di Makkah empat hari. Sisa dua hari untuk perjalanan pergi-pulang Indonesia-Saudi Arabia. Berbeda dengan paket perjalanan umrah yang lebih dari sembilan hari, tentu akan terasa lebih Ionggar dan lebih banyak waktu untuk beraktifitas ibadah dan Iainnya.  Setelah tiga hari di Madinah, para jamaah bersiap menuju Makkah guna menunaikan umrah. Untuk memudahkan, semenjak di hotel tempat menginap disarankan sudah mandi janabah dan dalam keadaan mengenakan perlengkapan umrah. Adapun melafazhkan, "Labbaik Allahumma ’Umratan”, sebagai wujud seseorang memulai berihram, diucapkan saat di atas kendaraan yang hendak melaju dari tempat miqat.  Perjalanan menuju tempat miqat dari penginapan atau hotel tidak lebih dari setengah jam. Para jamaah akan disinggahkan ke satu masjid yang bertempat di Dzulhulaifah (masyarakat sering menyebut dengan Bir Ali, yang merupakan miqat penduduk Madinah). Di lokasi ini, disediakan tempat mandi dan wudhu. Disunnahkan shalat di tempat yang senyatanya merupakan wadi Al-Aqiq (Iembah Al-Aqiq) yang diberkahi. Kata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (artinya), ”Shalatlah engkau di wadi yang diberkahi ini.” [H.R. Al-Bukhari no.1534].  Perjalanan menuju ke Makkah ditempuh sekira enam jam. Dalam perjalanan hingga menjelang thawaf, talbiyah terus dikumandangkan. Setiba di Makkah Al-Mukarramah, sebelum menuju Masjidil Haram dan menunaikan manasik umrah, diberi kesempatan untuk istirahat sejenak di pemondokan. Tentunya, seraya merapikan barang bawaannya masing-masing ke kamarnya.  Setelah itu, jamaah beranjak menuju Masjidil Haram, di mana Ka’bah ada di dalamnya. Jamaah menunaikan umrah; thawaf mengitari Ka’bah, shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, meminum air zam-zam, lalu mengguyurkan ke atas kepala, lantas menuju ke Bukit Shafa untuk memulai sa’i. Pungkas dari manasik umrah ini dengan tahalul. Yaitu menggundul bersih rambut di kepala atau memendekkannya. Adapun bagi wanita cukup dengan memotong seluruh ujung rambut sepanjang satu ruas jemari. Jika semua itu sudah dilakukan, selesailah sudah ibadah umrah. Para jamaah pun bisa mengganti pakaian dan beraktivitas seperti biasa. Tinggal memperbanyak ibadah di Masjidil Haram. Bila ada kelapangan rezeki bisa belanja, membeli sesuatu sebagai buah tangan untuk kerabat dan handai taulan di Tanah Air. Selama empat hari di Kota Makkah, pihak penyelenggara umrah biasanya mengagendakan city tour guna melihat beberapa obyek yang patut dllihat. Di antaranya, jamaah akan diajak keliling kota melihat masy’aril haram di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Ketiga tempat itu merupakan tempat-tempat yang dijadikan pusat peribadahan saat menunaikan haji. Dengan mengunjungi tempat-tempat tersebut, diharapkan mampu membangkitkan semangat untuk berhaji. Kunjungan memupuk rindu. Ya, rindu untuk menunaikan rukun Islam kelima. Sebuah harapan dan cita-cita mulia. Juga, jamaah akan ditunjukkan Gua Hira yang berada di Jabal Nur. Letak Jabal Nur di sebelah timur Iaut Masjidil Haram, menjorok ke jalan Al-Adi. Karena ketinggian gunung ini mencapai 642 m, tentu jamaah tidak diajak untuk menaiki gunung Nur tersebut. Apalagi masuk ke dalam gua. Hanya sekadar tahu wujud Jabal Nur, di mana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kali pertama menerima wahyu. Lebih dari itu, tak ada urgensinya secara syariat menziarahi Jabal Nur.  Sama halnya dengan Jabal Nur, saat mengitari kota Makkah akan ditunjukkan pula Jabal Tsur. Di gunung itulah terdapat Gua Tsur. Sebuah gua tempat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan Abu Bakar Ash-Shiddiq menyembunyikan diri dari kejaran kaum musyrikin Quraisy saat hendak hijrah ke Madinah. Letaknya sebelah selatan Masjidil Haram.  Perjalanan keliling Kota Makkah bisa ditambah rute menuju Hudaibiyah. Karena letak tempat yang sudah berada di luar Kota Makkah, biasanya sang pengemudi bus minta biaya tambahan. Di Hudaibiyah, jamaah bisa mengunjungi peternakan unta yang dikelola orang badui. Di tempat  itulah jamaah bisa minum susu unta dan air seni unta.  Dengan mengeluarkan lima hingga sepuluh reyal Saudi, jamaah sudah bisa mencicipi susu unta segar yang langsung diperas dari unta-unta yang ada di situ. Demikian halnya dengan air seni unta. Walau terasa getir, baik untuk pengobatan. Berdasar hadits dari shahabat Anas bin Malik رضي الله عنه, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan orang-orang yang sakit setelah tiba di Madinah untuk mengikuti penggembala unta, lalu mereka (diminta) meminum susu dan air seni unta. Setelah mereka meminum susu dan air seni unta, sehatlah tubuh-tubuh mereka. [H.R. AI Bukhari no 5686].  Melakukan rihlah (perjalanan) yang panjang dengan sarat nilai ibadah, seperti rihlah untuk umrah, jangan menyepelekan masalah teman seiring. Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad حفظه الله bahkan menekankan pentingnya pertemanan saat haji dan umrah. Setelah menjelaskan pentingnya keikhlasan dan mengetahui hukum-hukum terkait manasik, beliau sebutkan pentingnya memilih teman seiring tatkala safar untuk haji dan umrah. Memilih teman dimaksud adalah teman yang bisa memberi faedah dalam ilmu dan adab. [Tabshiru An-Nasik bi Ahkami Al-Manasik, hlm.9].  Hati siapa yang tak merindu untuk menggapai Baitullah?. Ya Allah, berilah kami kekuatan dan kemudahan untuk bisa menggapainya. Amin. Alhamdulillah. Wallahu a’lam. Sumber Majalah Qudwah Edisi 07 Oleh : Tim Reportase Majalah Qudwah  https://t.me/Majalah_Qudwah
5 tahun yang lalu
baca 10 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah pembunuhan para penghafal al quran

PEMBUNUHAN PARA PENGHAFAL AL-QUR'AN Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc حفظه الله تعالى Kisah Pembunuhan Para Penghafal Al Quran Ka'ab bin Zaid bin An-Najjar رضي الله عنه berada di tengah-tengah tumpukan mayat Syuhada. Beliau terluka parah. Namun, tak ada yang menyangka ia akan terus hidup. Allah سبحانه وتعالى takdirkan Ka’ab berumur panjang hingga mengikuti perang Khandaq bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam, dan syahid di perang tersebut. Apakah gerangan yang terjadi pada diri Ka’ab bin Zaid رضي الله عنه? Bersama jasad-jasad siapa tubuh beliau berlumur darah? Beliaulah saksi hidup kekejian dan penghianatan kuffar (orang-orang kafir) terhadap perjanjian bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada peristiwa Bi’r Ma’unah. Tragedi berdarah Bi’r Ma’unah mengantarkan semua shahabat, tujuh puluh ahli Al-Quran menemui Rabb-Nya dalam keadaan Syahid. Kecuali Ka’ab bin Zaid. Bagaimana kisahnya? Perang Uhud masih menyisakan kesedihan. Tujuh puluh shahabat terbaik, dari kaum Muhajirin dan Anshar meninggal. Hamzah bin Abdul Muththalib, Mush'ab bin Umair, Abdullah bin Haram, dan sederet nama patriot Islam menghembuskan nafas terakhir untuk Allah, syahid di bumi Uhud. Selang beberapa bulan, musibah kembali menimpa kaum muslimin. Dua peristiwa, Ar-Rajii' dan Bi'r Ma'unah menjadi saksi pengorbanan shahabat dalam menyebarkan IsIam. Sekaligus bukti kegigihan mereka menegakkan kalimat Allah di muka Bumi. SEBAB PENGIRIMAN SATUAN PASUKAN DALAM PERISTIWA BI’R MA'UNAH Imam Muslim رحمه الله meriwayatkan dalam kitab Shahihnya¹, bahwa sebab pengiriman satuan perang ini adalah datangnya serombongan tamu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meminta beliau agar mengutus shahabat-shahabat untuk mangajari mereka AI-Quran dan As-Sunnah. Selaras dengan riwayat Muslim rahimahullah, Al-Bukhari رحمه الله menyebutkan bahwa sebab pengiriman rombongan shahabat adalah permohonan Ri’l dan Dzakwan dari Bani Sulaim, dan Ushayyah dari Bani Lahyan, mereka memohon bantuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Maka beIiau mengutus tujuh puluh shahabat. Dalam referensi Sirah Nabawiyah² disebutkan bahwa suatu ketika Abu Barra’, Amir bin Malik bin Ja‘far, pembesar Bani Amir, yang dikenal sebagai ahli tombak menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam .di Madinah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menawarkan Islam kepadanya. Abu Barra' tidak menerima ajakan Islam, namun tidak pula menolaknya. Abu Barra' kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, seandainya Engkau mengutus shahabat-shahabatmu ke penduduk Najd untuk mengajak mereka kepada Islam. Aku berharap mereka mau menerima seruan tersebut." Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menjawab, "Aku mengkhawatirkan mereka dari berbagai kemungkinan buruk yang dilakukan oieh penduduk Najd." Kekhawatiran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sangat beralasan. Wilayah Najd saat itu masih dikuasai kuffar. Abu Barra’ menyahut, "Aku yang menjamin keselamatan mereka." Mendapat jaminan Abu Barra‘, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun mengutus 70 orang shahabat untuk membawa misi dakwah. Dari semua riwayat-riwayat di atas, mungkin kita katakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengutus para shahabat dengan semua sebab itu. Pertama: permintaan Bani Sulaim, kedua: permintaan Abu Barra’. Allahu a’lam. Siapa tujuh puluh orang shahabat yang diutus Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Mereka adalah shahabat-shahabat pilihan yang disebut qurra‘ (ahli Al-Qur‘an). Hari-hari mereka dipenuhi dengan amalan shalih dan semangat menuntut ilmu. Di siang hari mereka bekerja sebagai pencari kayu bakar, hasilnya mereka sedekahkan untuk ahli suffah, shahabat-shahabat fuqara'. Adapun di malam hari, mereka tekun menegakkan shalat dan ibadah kepada Allah.³ Dengan penuh pengharapan dan tawakkal kepada Allah, berangkatlah kesatuan pasukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Al-Mundzir bin Amr رضي الله عنه dari Bani Sa'idah ditunjuk sebagai pimpinan sariyyah (pasukan kecil) itu. Dialah shahabat yang berjuluk 'aI-Mu'niq Ii Yamût', ’Sang pemberani mati, orang yang bergegas meraih syahadah (mati syahid)’.  Di bawah kepemimpinannya, berangkatlah shahabat qurra’ lainnya seperti Amir bin Fuhairah, seorang bekas budak Abu Bakar Ash-Shiddiq, Haram bin Milhan, Ka'ab bin Zaid bin An-Najjar, AI-Harits bin Ash-Shimmah, Urwah bin Asma', Nafi’ bin Budail bin Warqâ', dan shahabat-sahabat pilihan Iainnya. Mereka meninggalkan Madinah pada bulan Shafar tahun 4 hijriyah, empat bulan setelah perang Uhud. TIBA DI BI'R MA’UNAH DAN WAFATNYA HARAM BIN MILHAN Sampailah rombongan Al-Mundzir bin Amr di sebuah tempat bernama Bi‘r Ma'unah. Daerah ini berada di antara wilayah Bani Amir dan wilayah Bani Sulaim. Kedua daerah tersebut berdekatan, namun Bi'r Ma'unah lebih dekat kepada wilayah Bani Sulaim daripada wilayah Bani Amir. Setibanya di Bi’r Ma'unah, diutuslah Haram bin Milhan, saudara Ummu Sulaim bintu Milhan untuk menyampaikan surat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada musuh Allah, Amir bin Ath Thufail. Ternyata Haram رضي الله عنه tidak disambut sebagaimana mestinya seorang utusan yang terhormat. Surat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak dihiraukan sama sekali oleh Amir bin Ath Thufail. Bahkan, ia memberi isyarat kepada seseorang agar Haram bin Milham dibunuh. Tombak nan tajam melesat, ditusukkan dengan demikian kuat dari belakang tubuh Haram. Benda tajam itu menembus dadanya, merobek dada yang selama ini dipenuhi dengan Kalamullah, Al-Qur'an. Innalillahi wa inna ilaihi Raji'un. Darah bersimbah. Detik-detik kematian menghampiri shahabat yang mulia, Haram bin Milhan رضي الله عنه. Demi melihat darah segar, bukan kesedihan yang tersirat dari wajah Haram, justru kebahagiaan melingkupi relung qalbunya. Dengan lantang Haram bin Milhan, seorang yang pincang kakinya berteriak penuh kebahagiaan: اللهُ أَكْبَرُ فُزْتُ وَرَبِّ الْكَعْبَتِ "Allahu Akbar, Aku telah beruntung, Demi Rabb Ka’bah" Subhanallah, sungguh tidak terbayang kalimat indah ini terucap  Tubuh Haram bin Milhan rebah, bersama diangkatnya Roh menuju keridhaan dan ampunan Rabbul'izzah. AMIR BIN ATH THUFAIL MENGHASUT BANI AMIR DAN BANI SULAIM Kematian Al-Haram tidak cukup bagi Amir bin Ath Thufail. Dia lanjutkan makar dan pengkhianatannya dengan menghasut orang-orang Bani Amir agar memerangi rombongan qurra’. Namun mereka menolak karena adanya perlindungan Abu Barra‘. Dia pun menghasut Bani Sulaim. Ajakan ini kemudian disambut oleh Ushayyah, Ri'l, dan Dzakwan, padahal merekalah yang meminta kedatangan shahabat, dan mereka masih terikat perjanjian dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ushayyah, Ri’l, dan Dzakwan termakan hasutan lbnu Ath Thufail. Segera mereka mengepung para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Meskipun shahabat Qurra’ mencoba mengadakan perlawanan dengan senjata-senjata yang mereka bawa, namun Allah سبحانه وتعالى menghendaki kemuliaan atas mereka. Semua dibunuh, kecuali Ka’ab bin Zaid bin An-Najjar, tubuhnya terlempar, terbaring bersama jenazah lainnya dengan luka yang sangat parah. Hingga beliau selamat, bahkan menyaksikan Perang Khandaq, dan syahid di pertempuran tersebut. lbnu Hajar رحمه الله dalam Fathul Bari juga memaparkan kisah yang disebutkan Al-lmam Al-Bukhari dalam Shahih-nya. Beliau mengatakan, ”Bahwasanya ada perjanjian antara kaum musyrikin dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam. Mereka adalah kelompok yang tidak ikut memerangi beliau. Diceritakan oleh Ibnu Ishaq dari para gurunya, demikian pula oleh Musa bin Uqbah dari Ibnu Syihab, bahwa yang mengadakan perjanjian dengan beliau adalah Bani Amir yang dipimpin oleh Abu Barra‘ Amir bin Malik bin Ja'far si Pemain Tombak. Sedangkan kelompok lain adalah Bani Sulaim. Amir bin Ath Thufail ingin mengkhianati perjanjian dengan para shahabat Rasulullah. Dia pun menghasut Bani Amir agar memerangi para shahabat. Namun, Bani Amir menolak. Kata mereka. "Kami tidak akan melanggar jaminan yang diberikan Abu Barra.” Kemudian dia menghasut Ushayyah dan Dzakwan dari Bani Sulaim. Mereka pun mengikutinya, membunuh para shahabat." Demikian secara ringkas. PASCA PERISTIWA BI’R MA’UNAH Pada saat pembantaian, Amr bin Umayyah Adh-Dhamri dan Al-Mundzir bin Uqbah bin Amir tidak bersama pasukan. Keduanya sedang mengurusi keperluan kaum Muslimin. Mereka tidak mengetahui peristiwa, melainkan karena adanya burung-burung yang mengitari tempat kejadian. Akhirnya kedua shahabat ini melihat kenyataan yang memilukan. Menyaksikan para utusan berlumuran darah, sementara kuda-kuda mereka masih berdiri. Berkatalah Al-Mundzir bin Uqbah kepada Amr bin Umayyah, "Bagaimana pendapatmu?" Amr bin Umayyah berkata, "Aku berpendapat sebaiknya kita segera menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan memberitakan kepada beliau apa yang terjadi." Namun Al-Mundzir bin Uqbah menolak dan lebih suka turun  menyerang kaum musyrikin. Ia berkata, ”Aku lebih suka terbunuh bersama Al-Mundzir bin Amr di tempat ia terbunuh." Kemudian ia menyerang kabilah tersebut dan gugur terbunuh. Adapun Amr, dia ditawan. Namun, ketika dia menyebutkan  bahwa dia berasal dari kabilah Mudhar, Amir bin Ath Thufail  membebaskannya dan hanya memotong (mencukur) rambut ubun-ubunnya. Amr bin Umayyah bergegas pulang ke Madinah. Setibanya di Al-Qarqarah, sekitar 8 burud (sekitar 177 Km) dari Madinah, dia berhenti  berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian datanglah dua laki-laki Bani Kilab dan turut berteduh di  tempat itu juga. Ketika keduanya tertidur, Amr menyergap mereka dan membunuhnya. Dia beranggapan bahwa ia telah membalas dendam para shahabatnya. Ternyata, keduanya mempunyai ikatan perjanjian dengan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam yang tidak disadarinya. Setelah tiba di Madinah, dia ceritakan semuanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau pun berkata, "Sungguh kamu membunuh mereka berdua, tentu saya akan tebus keduanya.”5 KARAMAH IBNU FUHAIRAH Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari Ayahnya, bahwa ketika orang-orang yang pergi ke Bi'r Ma’unah terbunuh, dan Amr bin Umayyah Adh-Dhamri ditawan, Amir bin Ath Thufail bertanya kepada Amr bin Umayyah, ”Siapa orang ini?" Sambil menunjuk kepada salah seorang yang terbunuh. Amr bin Umayyah menjawab, ”lni Amir bin Fuhairah.” Amir bin Ath Thufail berkata, ”Sungguh, setelah ia terbunuh, aku melihatnya diangkat ke atas, sehingga berada di antara langit dan bumi. Kemudian diletakkan kembali ke bumi." SAMPAINYA BERITA DAN TURUNNYA WAHYU KEPADA RASULULLAH Berita tentang musibah yang menimpa satuan dakwah Nabi sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui Malaikat Jibril. Berita mereka juga datang dari Amr bin Umayyah Adh Dhamri. Lalu beliau mengabarkan kematian mereka kepada para shahabat. Beliau shallallahu alaihi wasallam berkata, “Shahabat-shahabat kalian telah gugur dan mereka teIah berdoa kepada Allah, ”Wahai Rabb kami, beritahukanlah kepada saudara-saudara kami, bahwa kami ridha kepada-Mu dan Engkau ridha kepada kami." Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengabarkan hal tersebut kepada para shahabat. [H.R. Al Bukhari dari jalur Hisyam bin Urwah]. Dalam Riwayat AI-Imam Al-Baihaqi, lbnu Mas'ud رضي الله عنه menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengirim pasukan. Tidak lama kemudian Rasulullah berdiri, memuji Allah, dan berkata, "Saudara-saudara kalian telah berhadapan dengan orang-orang musyrik dan mereka gugur, hingga tidak tersisa seorang pun. Mereka telah berdoa, ‘Wahai Rabb, sampaikan kepada kaum kami bahwa kami telah ridha kepada-Mu dan Engkau telah ridha kepada kami.‘ Aku adalah utusan mereka untuk menyampaikan hal ini kepada kalian. Mereka telah ridha dan Allah meridhai mereka." Demikianlah syuhada, mereka meninggal, namun sesungguhnya mereka telah meraih kehidupan barzakh yang membahagiakan. Mereka ingin mengabarkan kabar gembira kepada kaum mukminin di dunia akan nikmat yang mereka raih. Allah سبحانه وتعالى berfirman: وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (١٦٩) فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (١٧٠) "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabb mereka dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” [Q.S. Ali lmran: 169-170]. QUNUT NAZILAH Kesedihan sangat tampak pada wajah beliau dengan tragedi Bi'r Ma’unah. Sebagaimana dikisahkan shahabat Anas bin Malik رضي الله عنه dalam riwayat Al-Bukhari. Belum pernah para shahabat melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam begitu berduka dibandingkan ketika mendengar berita ini. Dengan sebab kejadian inilah, kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melakukan qunut selama sebulan mendoakan kejelekan atas orang-orang yang membunuh shahabat-shahabat qurra‘ di Bi‘r Ma’unah. Al-Imam Al-Bukhari menceritakan dari Anas bin Malik رضي الله عنه, ”Rasulullah shallallahu alaihi wasallam qunut selama satu bulan ketika para qurra‘ itu terbunuh. Dan aku belum pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam begitu berduka dibandingkan ketika kejadian tersebut.” Dalam Shahih Muslim diriwayatkan bahwa Anas bin Malik رضي الله عنه berkata, “Rasulullah ﷺ berdoa untuk kehancuran orang-orang yang telah membunuh para shahabat di Bi’r Ma'unah sebanyak tiga puluh kali setiap Shubuh. Beliau juga mendoakan untuk kehancuran Bani Ri‘l, Bani Dzakwan, Bani Lihyan, dan Bani Ushayyah, serta orang yang mendustai Allah dan Rasul-Nya." [H.R. Muslim No.1085]. Ya Allah, dengan Nama-nama dan Shifat-Mu Aku memohon kepada Mu, kumpulkanlah diri-diri kami bersama dengan Rasul-Mu dan shahabat-shahabat beliau di jannah -Mu. Ampunilah kami sebagaimana Engkau telah mengampuni mereka, dan ridhailah kami sebagaimana Engkau telah meridhai mereka. Amin. FAEDAH-FAEDAH KISAH Banyak pelajaran penting dan berharga yang mungkin kita ambil dari peristiwa Bi’r Ma'unah. Di antara faedah-faedahnya adalah: 1. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mengetahui perkara ghaib. Beliau tidak mengetahui sama sekali apa yang akan terjadi atas shahabat Qurra' di Bi’r Ma’unah. lni di antara pelajaran akidah yang perlu kita tanamkan. Bahwasannya perkara ghaib hanya di sisi Allah سبحانه وتعالى. 2. Wali-wali Allah mendapatkan mushibah sebagai ujian untuk mengangkat derajat mereka sebagaimana hal ini menimpa para shahabat dalam banyak peristiwa termasuk Bi’r Ma’unah. 3. Syuhada, jasad-jasad mereka terluka di dunia namun mereka hidup mendapatkan rezeki dan kebahagiaan di sisi Rabbul 'alamin. 4. Kisah ini memberikan pelajaran agar kaum muslimin selalu waspada terhadap makar dan pengkhianatan kuffar. Mereka adalah kaum yang terus melakukan upaya penipuan demi menjebak umat Islam dalam segala aspek kehidupan. 5. Telah menjadi sunnatullah bahwa musuh-musuh Islam akan terus berupaya memadamkan cahaya agama ini. Tidak saja dengan menghalangi penyebaran dakwah Islam, bahkan bisa jadi berupaya membunuh para ulama dan dainya. Seperti makar Amr bin Ath-Thufail membunuh shahabat ahli Al-quran yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam utus kepada mereka. 6. Keberuntungan dan kebahagiaan yang sesungguhnya adalah meraih keridhaan Allah. Renungkanlah ucapan Haram bin Milhan, ”Allahu Akbar, Fuztu Birabbil Ka’bah," saat ajal menjemput. Sungguh, ucapan ini salah satu di antara bukti yang menunjukkan bagaimana shahabat memahami arti kebahagiaan dan keberuntungan. 7. Pentingnya dakwah dan pengutusan delegasi dakwah sebagaimana dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Perang Uhud yang menjadi sebab gugurnya tujuh puluh shahabat tidak menghalangi Rasulullah ﷺ untuk tetap mengutus delegasi yang berakhir dengan wafatnya para shahabat dalam dua peristiwa, Ar-Rajii’ dan Bi’r Ma’unah. 8. Disyariatkan Qunut Nazilah atas mushibah yang menimpa kaum muslimin 9. Perlu menjadi perhatian bahwasanya qunut yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam hanyalah qunut nazilah. Itupun beliau lakukan selama satu bulan, mendoakan kejelekan terhadap Bani Libyan, 'Ushayyah, dan Iain-lain. Qunut yang beliau lakukan bukanlah Qunut yang dilakukan terus menerus pada shalat shubuh. AI-lmam Ahmad dan lainnya meriwayatkan dari Anas bin Malik رضي الله عنه beliau berkata, "Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam qunut selama satu bulan lalu meninggalkannya.“ Kisah Amir bin Fuhairah yang diangkat ke langit di antara bukti bahwa karamah Wali-wali Allah adalah perkara yang ada dan wajib diyakini keberadaannya. 11. Bolehnya bersedih atas mushibah yang menimpa. Dan sesungguhnya kesedihan tidaklah menafikkan kesabaran sebagaimana kesedihan Rasulullah ﷺ atas peristiwa Bi’r Ma’unah. Bahkan tetesan air mata sekalipun, sebagaimana Rasulullah ﷺ meneteskan air mata saat kematian putranya, Ibrahim. Yang tercela adalah An-Niyahah, yaitu meratapi mayit dengan ratapan-ratapan jahiliah. 12. Bolehnya mengabarkan kematian saudara muslim, sebagaimana Rasulullah ﷺ kabarkan wafatnya delegasi beliau. Rasulullah ﷺ juga mengabarkan kematian Najasyi di hari kematiannya. 13. Semua apa yang menimpa kita hendaknya selalu diserahkan dan diadukan kepada Allah Yang Maha Agung. ltulah yang dilakukan Rasuluiiah ﷺ. Beliau mengadukan semua kepedihan itu kepada Allah dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Di antaranya dengan Qunut Nazilah. Demikian yang dilakukan semua Nabi dan Rasul. Adalah Nabi Ya'qub ketika cobaan demi cobaan datang mendera beliau mengadukan urusannya kepada Allah سبحانه وتعالى: قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ "Ya'qub mengatakan, ‘Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tiada mengetahuinya.” [Q.S. Yusuf: 86].   14. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap adil dan selalu menetapi perjanjian meskipun kepada musuh. Lihatlah kisah di atas, ketika Amr bin Umayyah Adh-Dhamri membunuh dua orang Bani Kilab, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersama kaum Muslimin tetap bertanggungjawab membayar diat (denda). Amr bin Umayyah semula hanya berniat membalas dendam atas terbunuhnya shahabat-shahabat beliau. Ternyata yang dia bunuh adalah dua orang dari Bani Kilab yang telah mengadakan perjanjian damai dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di Madinah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tetap bertanggungjawab membayar diatnya. Semua ini memberikan tauladan kepada kaum muslimin untuk bersikap adil dan selalu menjaga hak-hak manusia bagaimana pun gentingnya suasana. BACA JUGA : BIOGRAFI PARA ULAMA Catatan Kaki: 1) Shahih Muslim (3/1511 no. 677)  2) Sirah Ibnu Hisyam (3/260) dengan sanad Mursal, Ibnu Sa'd dalam Ath-Thabaqat (2/51) tanpa sanad, dan Al-Waqidi (1/346). 3) Lihat Shahih Al-Bukhari no. 3064. 4) Amir bin Fuhairah رضي الله عنه memiliki jasa andil dalam perjalanan Hijrah Rasulullah ﷺ dari Makkah ke Madinah. Dialah shahabat yang ditugasi Abu Bakar رضي الله عنه untuk mengembalakan kambing di sekitar persembunyian Rasulullah ﷺ untuk menghilangkan jejak. 5) Ibnu Jarir meriwayatkan pula dalam Tarikh-nya (2/81), dan dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma'ad (3/247). 6) Lihat keterangan Ibnul Qayyim tentang masalah ini dalam kitabnya Zaadul Ma'ad (1/273-285). Sumber : Majalah Qudwah Edisi 07 | Telegram : t.me/majalah_qudwah
5 tahun yang lalu
baca 17 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

khadijah, penepis duka pelipur lara

KHADIJAH, PENEPIS DUKA PELIPUR LARA Al-Ustadz Abu Hamid Fauzi bin Isnaini حفظه الله تعالى Khadijah, Penepis Duka Pelipur Lara Semenjak dulu, komunitas Quraisy memang dikenal gemar berdagang. Banyak dari mereka merupakan saudagar kaya yang biasa berekspansi ke negeri-negeri jiran. Saat musim dingin tiba, mereka berjalan ke Yaman. Sedang di musim panas, negeri Syam yang menjadi sasaran. . Khadijah رضي الله عنها, wanita Quraisy yang mulia dan terkenal dengan kepandaiannya adalah juga seorang saudagar kaya raya. Sebagai seorang wanita yang menjaga kehormatannya, Khadijah رضي الله عنها tidaklah menjalankan niaganya sendiri. la sewa beberapa orang lelaki untuk membawa dagangannya  dengan berbagi hasil. Tentu beliau tidaklah sembarang menyewa orang sebagai pekerja untuk sebuah bisnis berskala internasional. Apa yang sedang menjadi buah bibir di kalangan Quraisy akan kejujuran, amanah, dan akhlak yang mulia pada diri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (saat itu beliau belum diangkat menjadi Nabi), begitu mengusik hati Khadijah رضي الله عنها. Diutuslah budak yang bernama Maisarah untuk menawarkan sebuah kerjasama saling menguntungkan dengan upah yang lebih tinggi dari pekerja biasa. Beliau terima tawaran dari Khadijah رضي الله عنها ini, hingga sampailah beliau di negeri Syam, menjalankan niaganya, lalu kembali ke Makkah dengan nilai laba yang tak pernah disangka sebelumnya. Maisarah yang turut mengawal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam begitu takjub dan terkesima dengan keluhurun pribadi Nabi shallallahu alaihi wasallam. Sepulang dari perjalanan dagang ini, Maisarah pun menuturkan kepada Khadijah رضي الله عنها apa yang disaksikannya dari diri Nabi shallallahu alaihi wasallam.  Bibit-bibit mahabah yang telah tumbuh pada qalbu Khadijah makin subur bersemi. Pada akhirnya Khadijah radhiyallahu 'anha titipkan sebuah pesan melalui orang yang dipercayanya, bahwa ia ingin menikah dengan beliau shallallahu alaihi wasallam dengan pertimbangan ingin mempererat kekerabatan. Dimana, Khadijah رضي الله عنها bertemu nasabnya dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada Qushay bin Kilab. Juga karena beliau seorang yang jujur ucapannya, baik pekertinya, tinggi amanahnya, dan merupakan pemuda yang paling baik nasabnya. Sebenarnya, banyak orang kaya dan berpengaruh ingin melabuhkan cinta pada Khadijah رضي الله عنها. Bahkan setiap kaum berambisi menyunting putri Khuwailid yang digelari dengan ath thahirah, sebab beliau memang dikenal cerdas, punya jiwa besar, akhlak yang luhur, sangat menjaga kehormatan diri, dan kaya raya. Namun tidak ada satu pun lambaian cinta dibalasnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bermusyawarah dengan pamannya, Hamzah bin Abdul Muththalib tentang tawaran ini. Akhirnya Hamzah mendatangi Khuwailid bin Asad guna melamar Khadijah untuk kemenakannya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Maka berlangsunglah pernikahan agung itu dengan izin Allah. Rasulullah memberikan 20 unta muda sebagai maskawin atas pernikahan pertama ini. PUTRA-PUTRI RASULULLAH ADALAH BUAH CINTA DARI KHADIJAH Diriwayatkan bahwa pernikahan agung itu terjadi saat Khadijah betusia 40 tahun. Sedangkan Nabi shallallahu alaihi wasallam berusia 25 tahun. Dari pernikahan inilah Nabi beroleh keturunan. Putra Ielaki beliau dari Khadijah ada dua; Al Qasim dan Abdullah. Al Qasim adalah putra sulung, itulah sebabnya Nabi shallallahu alaihi wasallam berjuluk Abul Qasim, sebagaimana pula Khadijah رضي الله عنها dijuluki Ummul Qasim.  Sedangkan Abdullah adalah putra bungsu dari Khadijah. Dialah yang dijuluki dengan Ath Thayib atau Ath Thahir. Allah berketetapan, bahwa Rasulullah harus menyaksikan kepergian kedua belahan hatinya di saat belia. Lalu mereka tidak lagi berkesempatan menjumpai masa- masa lslam.  Putri beliau empat. Mereka adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fathimah. Zainab dinikahkan dengan Abul Ash AI Asadi atas permintaan Khadijah رضي الله عنها. Abul Ash adalah anak saudari kandungnya Halah binti Khuwailid. Ruqayyah dan Ummu Kultsum dinikahkan dengan Utsman bin Affan. Sedangkan Fathimah dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib. Putri-putri ini Allah takdirkan menjumpai masa kenabian, bahkan turut serta dalam hijrah. Namun pada akhirnya Rasul pun harus bersedih melepas kepergian belahan-belahan jiwanya. Semua meninggal di masa hidup Rasulullah. Terkecuali Fathimah yang menyusul ayahanda setengah tahun kemudian.  KHADIJAH PENEGUH JIWA DI AWAL KENABIAN Menjelang turun wahyu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam senang menyendiri di gua Hira'. Kebiasaan ini menjadi amat beliau sukai setelah sering bermimpi dalam tidur, lalu mimpi itu menjadi kenyataan. Beliau beribadah kepada Allah di gua itu dengan sisa-sisa ajaran Ibrahim عليه السلام. Berhari-hari beliau jalani dalam keheningan, dengan bekal secukupnya dari Khadijah yang taat dan selaIu memompa semangat. Jika bekal habis, maka beliau pulang rumah, dan berangkat lagi dengan bekal baru dan tentu semangat baru.  Rutinitas ini terus berjalan hingga datang wahyu Allah. Di saat yang hening, datanglah malaikat Jibril ke gua Hira‘. la membawa wahyu pertama dari Allah, surat Al'Alaq. "Bacalah!" Perintah jibril عليه السلام. "Aku tidak bisa membaca." Jawab Nabi.  Kata Nabi. "Lalu ia meraihku dan mendekapku kuat-kuat hingga aku merasakan kepayahan. Kemudian dilepaskan." "Bacalah!" Pintanya lagi.  "Aku tidak sanggup membaca." Ucap Nabi.  Nabi menceritakan, "Untuk yang kedua kalinya ia kembali menarikku dan mendekapku dengan keras sampai aku merasa sesak. Barulah ia melepaskannya.” "Bacalah!" "Aku tidak tahu membaca." Nabi mengisahkan, ”Untuk yang ketiga kalinya ia kembali menarikku dan mendekapku dengan keras sampai aku merasa sesak. Barulah ia melepaskannya." Kemudian membacakan 5 ayat di permulaan surat AI ’Alaq. Setelah itu, Nabi pulang ke rumah Khadijah dengan qalbu yang bergoncang dahsyat. Beliau diliputi rasa takut sehingga meminta keluarganya untuk menutupkan selimut ke tubuh beliau untuk meredam takut. "Zammiluni...Zammiluni.. Selimutilah aku!”  Setelah tenang, beliau ceritakan peristiwa itu selengkapnya kepada Khadijah رضي الله عنها dan menyatakan kekhawatiran atas dirinya.  "Sungguh aku khawatir dengan diriku.” "Tidak mungkin. Allah tidak akan membuatmu terhina selama-lamanya. Bukankah engkau selalu menyambung tali kekerabatan, menanggung beban keluarga, manyantuni fakir miskin, memuliakan tamu, menolong kepentingan manusia dan hak-hak mereka? Tidak, Engkau tidak akan dihinakan." Sirnalah kekhawatiran pada diri beliau dengan tutur kata Khadijah yang penuh keyakinan. Tidak berhenti di sini upaya Khadijah untuk melipur Nabi. Diajaknya Rasulullah kepada Waraqah bin Naufal, anak pamannya yang telah berusia lanjut dan buta. la adalah pemeluk agama Nashrani di masa jahiliyah. Ia mampu menulis dengan bahasa Ibrani. lnjil pun disalinnya dengan bahasa Ibrani menurut apa yang dikehendaki Allah untuk ia tulis.  "Wahai anak pamanku, simaklah cerita kemenakanmu ini.” ”Apa yang kau Iihat wahai anak saudaraku?" Maka Nabi bercerita dengan lengkap apa yang beliau alami di gua Hira‘ ketika awal turun wahyu. "Itu adalah An Namus yang pernah Allah utus kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan masih hidup ketika kaummu mengusirmu." ”Apakah mereka akan tega mengusirku." ”Sudah pasti, tidaklah ada seorang rasul yang membawa ajaran seperti ini kecuali pasti akan dimusuhi. Kalau aku menjumpai masa itu, aku akan menolongmu dengan sekuat tenaga." Tak lama berselang, Waraqah meninggal. Wahyu pun terhenti beberapa saat Iamanya. KHADIJAH BERSEGERA MENYAMBUT DAKWAH TAUHID Ketika Nabi mulai berdakwah, Abu Bakar segera menyambut. la tolong Nabi mendakwahkan agama-Nya. Dengan dakwah Abu Bakar, masuk Islam pula di masa-masa itu Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Khadijah juga termasuk orang yang paling pertama menyambut dakwah ini. la beriman kepada Nabi. Membenarkan apa yang beliau bawa. Ia bantu Nabi dalam berdakwah sehingga tugas dakwah yang berat menjadi lebih ringan dengan izin Allah. Cemoohan, caci maki, pendustaan dari kaumnya saat berdakwah selalu sirna dan tiada artinya ketika pulang bertemu Khadijah. Tidaklah yang terucap dari lisannya kecuali kata-kata yang baik dan menentramkan jiwa, memberikan kekokohan pada qalbu Nabi untuk terus berjuang. KHADIJAH WAFAT Khadijah wafat 3 tahun sebelum Hijrah. Beberapa hari sebelumnya meninggal pula Abu Thalib, yang walaupun ia tidak mau masuk Islam, Allah menjadikannya sebagai sebab kafir Quraisy segan mengganggu Nabi. Setelah kematian pembela-pembela dakwah ini, orang-orang kafir Quraisy tidak lagi terhalangi untuk bertindak tegas kepada Nabi. Mereka menyakiti bahkan merencanakan pembunuhan. Namun upaya mereka selalu gagal, dipatahkan oleh Allah سبحانه وتعالى.  NABI SULIT MELUPAKAN KHADIJAH رضي الله عنها  Walaupun Khadijah رضي الله عنها telah meninggal, namun Nabi tidak bisa melupakan kebaikan-kebaikannya. Nabi tidak menikah dengan wanita lain kecuali 2 tahun setelah Khadijah meninggal. Wanita pertama yang beliau nikahi setelah Khadijah, adalah Aisyah. Aisyah berkata, "Aku tidak pernah cemburu kepada satu pun dari istri Rasulullah seperti kecemburuanku kepada Khadijah. Padahal aku tidak berjumpa. Terkadang nabi menyebut-nyebut kebaikan Khadijah di hadapanku. Menyembelih seekor domba Ialu dagingnya dibagi-bagikan kepada kerabat Khadijah. Terkadang aku tidak kuasa menyembunyikan kecemburuanku, sehingga aku katakan kepada nabi, seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah رضي الله عنها. Sungguh besar jasa Khadijah. Jasa yang tidak pernah dilupakan. Ia beriman saat manusia mengingkari. Membela saat manusia membenci dan memusuhi. Dikerahkan jiwa dan hartanya untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi. Semoga Allah meridhai Khadijah, ibunda kita, ibunda kaum mukminin seluruhnya, salah satu wanita terbaik di sisi Allah سبحانه وتعالى. JANJI UNTUK KHADIJAH رضي الله عنها Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa suatu hari datanglah Jibril kepada Nabi.  ”Wahai Rasulullah, sebentar lagi Khadijah akan datang. Ia membawa sebuah bejana berisi Iauk, makanan, dan minuman." Kata Jibril membuka perbincangan.  "Setibanya nanti, sampaikan salam untuknya dari Allah dan juga dariku," Ianjut Jibril. ”Kabarkanlah kepadanya dengan sebuah tempat tinggal yang terbuat dari permata. Tak kan terdengar suara-suara bising sedikit pun, tidak akan pula merasa |e|ah di dalamnya." Ucap Jibril menutup pembicaraan.  Sumber || Majalah Qudwah Edisi 07 || https://t.me/Majalah_Qudwah
5 tahun yang lalu
baca 10 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah ma'had yang diserang bangsa jin

 .“MEREKA” ITU ADA – Dinukil dari Majalah Qudwah Edisi 20 Volume 02 Tahun 2014 dalam rubrik “Kisahku” halaman 86 dengan sedikit pengeditan tulisan dan ejaan tanpa merubah makna- Kisah ini adalah tentang pondok pesantren Kami. Kisah yang sangat berkesan dan sulit dilupakan bagi yang mengalaminya. Kami adalah pengurus sebuah pondok pesantren. Awal perintisan pondok pesantren Kami kurang lebih 12 tahun yang lalu. Ketika itu, jangankan sebuah bangunan milik sendiri, tanah untuk mendirikan bangunan saja Kami tidak punya. Namun, Kami mencoba merintis sebuah pondok pesantren, awalnya hanya pondok pesantren putri, sekedar untuk mencari amalan kebaikan di jalan Allah, menyibukkan diri dengan belajar dan mengajar karena Allah, serta berharap dapat menyebarkan dakwah salaf di daerah Kami. Suatu keinginan yang tidak muluk-muluk. Kami memilih sebuah desa di dekat tempat tinggal Kami dengan beberapa pertimbangan. Desa itu adalah desa dengan penduduk Nasrani terbanyak di kecamatan Kami. Padanya terdapat gereja terbesar se-kecamatan. Misionarisme nampak jelas terlihat. Mungkin itu adalah salah satu alasan yang menyebabkan masyarakat di daerah itu antusias terhadap rencana Kami membangun sebuah pondok pesantren di sana. Beberapa kelompok organisasi Islam di sana yang biasanya berseteru, tiba-tiba sepakat mendukung rencana Kami tersebut. Mungkin dirasakan pendirian salah satu lembaga pendidikan Islam dapat menambah semangat mereka dalam menghadapi kaum misionaris, wallahu a’lam. Antusias penduduknya yang begitu besar terhadap rencana Kami itulah yang membuat Kami memilih desa tersebut. Sementara desa yang lain mayoritasnya masih terkungkung dengan adat istiadat yang begitu kental. Alhamdulillah, Kami dimudahkan oleh Allah untuk menggalang dana. Walau jumlahnya tidak begitu besar, tapi cukup untuk merenovasi sebuah rumah yang diserahkan oleh salah seorang warga desa untuk Kami pergunakan. Sebuah rumah kuno yang sudah lama tidak ditempati, tapi cukup luas untuk dijadikan tempat tinggal sementara sebelum pondok pesantren Kami memiliki bangunan sendiri. Tahun-tahun pertama, alhamdulillah, dapat Kami hadapi sekalipun bukan tanpa rintangan. Tapi dengan izin Allah, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan sebagaimana yang Kami harapkan. Kami memulainya hanya dengan beberapa orang anak saja. Ketika masuk tahun ke-3, para santriwati hampir mencapai jumlah 60 orang. Di tahun ke-4, Allah berkenan untuk menguji Kami dengan suatu peristiwa, yaitu masa-masa di mana diganggunya Kami dengan serangan jin. Sebetulnya kejadian ini bukan yang pertama kali. Telah ada sebelumnya kejadian serupa beberapa kali, namun biasanya kejadiannya hanya sebentar dan hanya mengenai 1-2 orang tertentu saja. Tapi kejadian di waktu itu adalah kejadian yang terbesar dan paling berkesan yang pernah Kami alami. Padanya terdapat banyak pelajaran yang dapat Kami ambil, insya Allah. Kejadian itu bermula ketika salah seorang santriwati yang berusia kurang lebih 10 tahun seringkali menyendiri dan bermain sendirian di lahan jemuran belakang pondok. Para pengurus pondok pun melaporkan kejadian tersebut kepada ustadz/ustadzah pengurus. Maka untuk mengantisipasi kejadian tersebut diberlakukanlah jam sore, yaitu sebelum jam 5 sore anak-anak sudah tidak ada yang keluar rumah. Ketika aturan tersebut diberlakukan, maka anak tersebut pun berontak. Dia katakan bahwa dia harus ke tempat yang biasanya ia datangi karena seseorang telah menunggunya. Tapi tidak ada seorang anakpun yang pernah melihatnya bersama dengan orang lain. Ketika itu anak tersebut Kami tahan di dalam rumah. Lalu dia berkata bahwa ada yang memanggil-manggilnya dari luar rumah sehingga dia terus berusaha untuk bisa keluar rumah. Akhirnya Kami terpaksa meruqyahnya denga ayat-ayat Al Qur’an dan anak tersebut semakin menunjukkan tanda-tanda kerasukan jin. Ketika diruqyah, sang anak tersebut mulai meracau, dan terkadang di dalam racauannya tersebut jin yang merasukinya mengatakan bahwa aktifitas belajar mengajar yang Kami lakukan telah mengganggu tempat tinggal dan ketentraman mereka. Untuk itulah mereka mengancam akan membalas perbuatan Kami. Awalnya Kami tidak terlalu menanggapi serius ancaman tersebut. Kami mengira bahwa kejadian itu hanyalah sebagaimana gangguan jin biasa yang terjadi pada sebagian orang. Akan tetapi ternyata yang terjadi ketika itu adalah sebaliknya. Ancaman tersebut mereka buktikan. Beberapa hari berselang, banyak santriwati yang terkena serangan jin. Bukan hanya 2 atau 3 orang, tapi menyerang sekitar 12-13 orang. Setiap terjadinya serangan tersebut, yang terganggu secara bersamaan bisa mencapai 7 orang. Tingkat gangguan yang mereka alami berbeda-beda. Ada yang hanya merasa diganggu dari luar berupa disakiti beberapa bagian tubuhnya, akan tetapi masih dapat menguasai kesadaran dirinya. Dan ada pula yang sampai kehilangan kesadaran diri. Tidak jarang pula serangan tersebut terjadi di malam hari. Dari kejadian tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat Kami ambil, bahwasanya dunia jin itu adalah benar adanya sesuai dengan apa yang terdapat dalam Al Qur’an. Mereka berada di sekitar kita. Mereka dapat melihat kita dalam keadaan kita tidak bisa melihat mereka. Hanya saja, Allah bukakan sebagian tabir alam ghoib tersebut kepada sebagian manusia dan Allah tutupkan hal tersebut bagi sebagian yang lainnya yang Allah kehendaki. Karenanya, sebagian anak-anak ada yang bisa melihat para jin beraktifitas, dan sebagian anak lainnya sama sekali tidak bisa melihatnya. Oleh karena itulah, Kami tekankan kepada anak-anak agar tidak terpengaruh oleh tipu daya syaithon dari bangsa jin yang terkadang berusaha mengajak anak-anak berkomunikasi. Sebab, kabar dari bangsa jin tidak bisa serta merta kita percayai dikarenakan memang sulit bagi kita untuk mencari bukti dari setiap ucapan mereka. Kabar dari mereka hanya bisa kita percayai jika kita mendapatkan bukti nyata dari apa yang mereka beritakan. Ketika itu, banyak keguncangan terjadi pada anak-anak didik Kami dan begitu pula kepada para orang tua mereka. Mereka yang sebagian besarnya baru mengenal dakwah ahlussnnah seakan-akan telah dibuat menjadi ragu : “Bukankah kita ini menuntut ilmu agama yang benar? Lantas mengapa justru kita diuji dengan perkara seperti ini?” Allahul Musta’an, hanya Allah saja lah tempat Kami memohon pertolongan. Kami lalu mencoba untuk menjelaskan kepada mereka para orang tua bahwasanya Allah Ta’ala teah mengkabarkan di dalam Al Qur’an bahwa setiap nabi dan pewaris para nabi pasti akan dijadikan padanya musuh-musuh berupa syaithon dari bangsa jin dan manusia sebagai salah satu bentuk ujian. Allah Ta’ala berfirman : وَكَذَٲلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّ۬ا شَيَـٰطِينَ ٱلۡإِنسِ وَٱلۡجِنِّ يُوحِى بَعۡضُهُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٍ۬ زُخۡرُفَ ٱلۡقَوۡلِ غُرُورً۬ا‌ۚ وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ‌ۖ فَذَرۡهُمۡ وَمَا يَفۡتَرُونَ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaithon-syaithon [dari jenis] manusia dan [dari jenis] jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu [manusia]. Jika Robb mu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. [Surat ke-6 Al An’am ayat 112] Dan bukankah iblis la’natullahi ‘alaih sebagai cikal bakal bangsa jin itu sendiri telah bersumpah akan menyesatkan manusia semuanya? Akan tetapi dia sendiri mengakui bahwasanya dia tidak memiliki daya dan upaya untuk menyesatkan dan memudhorotkan hamba-hamba Allah yang ikhlash dan bertauhid dengan benar kepada-Nya. Hal ini sebagaiman firman Allah : قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغۡوَيۡتَنِى لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمۡ فِى ٱلۡأَرۡضِ وَلَأُغۡوِيَنَّہُمۡ أَجۡمَعِينَ  إِلَّا عِبَادَكَ مِنۡہُمُ ٱلۡمُخۡلَصِينَ Iblis berkata: “Wahai Robb ku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat maka pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik [perbuatan maksiat] di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, (39) kecuali hamba-hamba Mu yang ikhlash di antara mereka”. (40) [surat ke-15 Al Hijr ayat 39-40] Selain berintropeksi dan memohon pertolongan Allah, Kami pun berusaha memeriksa keadaan rumah yang ditempati para santriwati karena tidaklah menutup kemungkinan rumah kuno yang Kami ttempati tersebut telah diberi penjagaan mistis (jimat) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang di desa Kami. Tapi saat itu Kami tidak menemukan sesuatu apapun. Ustadz Kami pun memiliki prasangka yang kuat bahwa kemungkinan jimat tersebut ditanam di bawah pondasi rumah, dan tentu saja Kami berbuat apapun jika keadaannya demikian. Maka Kami mencoba menghadapi cobaan tersebut dengan meruqyah anak-anak yang terkena gangguan jin. Masing-masing anak mempraktekkan ruqyah tersebut karena Kami sangat membutuhkan tenaga mereka secara bergantian untuk mengobati teman-temannya dengan ruqyah. Sekalipun demikian, Kami tetap mencoba agar proses belajar mengajar bisa terus berjalan semampu Kami. Karena Kami pun tidak ingin apa yang dikehendaki oleh musuh Allah dari kalangan jin dan manusia berupa menghambat dakwah dapat tercapai. Lagipula, Kami merasa perlu untuk semakin mempertebal keyakinan dan pemahaman para santriwati terhadap agama Islam ini terutama dalam masalah tauhid, sehingga diharapkan semakin baik Kami mengamalkan tauhid tersebut maka Allah akan semakin menolong Kami dan memberikan kemudahan dan penjagaan dari gangguan syaithon. Tidak lupa pula Kami berusaha memberikan penjelasan yang mudah dipahami kepada para orang tua dan warga sekitar agar mereka tidak merasa takut terhadap kejadian ini, yang mana terkadang warga sekitar pun ikut mendengar aktifitas ruqyah yang Kami lakukan. Walhamdulillah, mereka bisa memahami hal ini. Bahkan sebagian warga pun ada yang memberitahukan bahwasanya rumah yang Kami tempati dahulunya pernah dipergunakan untuk aktifitas perdukunan, sehingga sebagian warga justru ada yang bersimpati dengan keadaan Kami dan turut memberikan bantuan berupa makanan atau minuman untuk Kami yang sering kelelahan ketika meruqyah. Dan masya Allah, berkat pertolongan Allah pula kemudian usaha santriwati dan bantuan sebagian ikhwah sekitar setelah waktu kurang lebih 2 pekan, gangguan tersebut hilang. Dan mayoritas anak yang awalnya terganggu oleh jin kemudian sembuh, meskipun pula sebagian anak-anak tersebut ada yang bisa menyaksikan sebagian kehidupan bangsa jin di sekitarnya. Di antara anak-anak ada yang menyaksikan bahwa ada sekelompok jin yang ikut ta’lim bersama Kami di pondok. Yang dari bangsa jin wanita nya ada yang duduk-duduk berdampingan dengan para santriwati, dan yang dari bangsa jin laki-laki nya ada yang duduk-duduk di atas palang pintu ikut mendengarkan ta’lim. Akan tetapi bangsa jin tersebut tidak memperdulikan anak-anak yang bisa menyaksikan aktifitas mereka tersebut. Kalaulah benar apa yang disaksikan oleh sebagian anak-anak tersebut -dan Allah yang paling mengetahui- maka apa yang anak-anak saksikan tersebut semakin menambah keyakinan Kami terhadap apa yang telah Allah Ta’ala firmankan dalam surat Al Jinn tentang kehidupan bangsa jin yang mendapatkan hidayah ketika mendengarkan bacaan Al Qur’an. Maka tentunya Kami bersyukur kepada Allah dengan hal tersebut. Kami meyakini bahwasanya Allah Ta’ala akan meninggikan agama-Nya baik itu di kalangan manusia maupun di kalangan bangsa jin. Kami pun tetap bersyukur bahwa sekalipun pada saat serangan bangsa jin yang terakhir tetap ada ancaman serangan berikutnya, akan tetapi Kami tidak memperdulikannya dan tetap bertawakkal kepada Allah Ta’ala. Bagi Kami, hilangnya serangan jin tersebut adalah sebuah nikmat besar yang harus disyukuri. Kalaupun kelak Allah dengan hikmah-Nya berkehendak akan menguji Kami dengan hal serupa, maka Kami meyakini bahwa itulah yang terbaik bagi Kami dan insya Allah Kami dapat menghadapinya dengan pertolongan Allah Ta’ala. Qodarullah, dengan kehendak Allah, memang itulah yang terjadi. Selang kurang lebih 1 bulan berikutnya, peristiwa serangan bangsa jin terjadi lagi. Kali ini anak-anak santriwati yang terkena serangan sekitar 8 orang dan terkadang terjadi secara bersamaan. Jika pada serangan sebelumnya anak-anak yang terkena gangguan jin tersebut mengaku diganggu oleh jin berwujud manusia dengan berbagai bentuk menyeramkan, maka kali ini mereka mengaku diganggu oleh sekelompok jin yang mayoritasnya berwujud binatang. Akan tetapi walau bagaimanapun Kami tetap bersyukur kepada Allah dikarenakan pada saat kejadian tersebut ternyata ada anak-anak yang sebelumnya terkenan gangguan, tapi pada serangankali ini mereka justru dapat turut membantu meruqyah temannya yang terkena gangguan jin. Dan anehnya, kali ini serangan bangsa jin tersebut seakan-akan mengenal karakteristik Kami. Jika Kami para ustadz/ustadzah pengurus pondok sedang datang ke pondok, maka serangan jin itu berhenti. Akan tetapi jika Kami pulang ke rumah kediaman Kami yang berjarak kurang lebih 15 menit berkendaraan bermotor, maka mereka kembali menganggu. Kami memang diharuskan untuk pulang ke rumah kediaman Kami dikarenakan masih mempunyai tanggungan orang tua yang tinggal bersama Kami dan ketika itu mereka belum berkenan untuk Kami ajak pindah mendekati pondok. Dengan kondisi ini, maka Kami terpaksa pulang pergi untuk mengurusi pondok dan orang tua Kami. Akhirnya Kami kembali meruqyah anak-anak yang terkena gangguan jin, sambil terus berdo’a kepada Allah memohon pertolongan atas musibah yang kembali terjadi ini. Terus menerus ujian ini datang selama 2 pekan, dan mayoritasnya terjadi di saat Kami tidak ada di pondok. Apabila Kami datang ke pondok -dengan izin Allah- gangguan jin tersebut berhenti. Akan tetapi baru saja baru saja Kami menginjakkan kaki ke rumah kediaman, telepon berdering dan memberitahukan bahwa terjadi gangguan jin lagi. Allahul Musta’an. Akhirnya Kami berkesimpulan bahwasanya ada isyarat yang hendak Allah tunjukkan kepada Kami dan juga santriwati bahwa ujian ini seakan khusus bagi mereka. Karena terkadang Kami menjumpai bahwa sebagian anak yang terganggu tersebut masih ada yang memanggil-manggil nama Kami atau nama-nama temannya yang dia harapkan dapat menyembuhkannya. Kami lalu memberikan pemahaman kepada anak-anak yang terkena gangguan jin tersebut bahwasanya satu-satunya pertolongan adalah dari Allah Ta’ala saja. Adapun bantuan yang Kami berikan hanyalah sebatas perantara yang Allah jadikan sebagai turunnya pertolongan. Sehingga janganlah tertipu dengan tipu daya syaithon yang ingin memalingkan manusia dari memohon pertolongan kepada Allah semata menjadi memohon pertolongan kepada selain Allah dalam perkara yang hanya Allah saja yang mampu menolongnya. Untuk memberikan semangat kepada mereka, salah satu pengurus pondok melantunkan talbiyah sebagai bentuk penyerahan diri dan kepasrahan kepada Allah Ta’ala. Sungguh alunan talbiyah itu begitu menggugah hati dan keimanan Kami. Ketika itu Kami pasrah dan menyerahkan sepenuhnya perkara ini kepada Allah Ta’ala karena hanya Allah saja lah yang menguasai segala urusan. Kami pun tetap memuji dan bersyukur kepada-Nya dengan apapun keadaan Kami, dan tiada sekutu bagi-Nya dalam segala bentuk peribadatan. لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَ النِّعْمَةَ لَكَ وَ الْمُلْكَ ، لَا شَرِيْكَ لَكَ Kami datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Kami datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Kami datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian dan kenikmatan adalah milik-Mu semata. Tiada sekutu bagi-Mu. Maka ketika Kami pulang dari pondok dan telepon kembali berdering mengabarkan gangguan yang terjadi lagi, Kami memutuskan untuk tidak kembali ke pondok. Kami ingin agar anak-anak menghadapi perkara tersebut dengan memohon pertolongan dari Allah Ta’ala saja, tanpa tergantung kepada Kami atau siapapun. Sementara itu, bimbingan tetap Kami berikan melalui telepon seraya terus memohon pertolongan Allah. Alhamdulillah, mereka para santriwati mengerti maksud Kami tersebut. Maka mereka pun berusaha membantu memberikan pertolongan kepada teman-temannya yang terganggu dengan bimbingan Kami melalui telepon. Lantunan ayat-ayat Al Qur’an terus diperdengarkan untuk meruqyah teman mereka yang terganggu, sambil terus memohon pertolongan Allah Ta’ala. Setelah beberapa waktu berselang, tiba-tiba dikabarkan bahwa anak-anak yang terganggu serentak terdiam padahal sebelumnya mereka menjerit kesakitan. Bahkan yang cukup mengherankan, salah seorang anak yang terganggu tersebut ada yang melantunkan talbiyah sebagaimana yang pernah dilantunkan oleh salah seorang pengurus pondok, padahal anak tersebut belum pernah mendengar ucapan talbiyah tersebut. Di antara mereka ada pula yang terdiam sambil menangis, kemudian mengangguk-angguk seakan-akan sedang mendengarkan suatu perkataan seseorang lalu membenarkannya. Pengurus pondok (musyrifah) meminta bimbingan Kami apa yang harus dilakukan terhadap anak-anak tersebut. Kami lalu meminta mereka untuk tetap meneruskan ruqyahnya sambil terus memohon pertolongan Allah Ta’ala. Setelah beberapa waktu kemudian satu per satu anak-anak yang terganggu pun mulai tersadarkan. Allahu Akbar. Sekitar 7-8 anak yang terganggu itu pun kemudian menceritakan perkara yang satu sama lainnya tidak jauh berbeda. Mereka bercerita bahwa ketika mereka sedang terganggu, Allah mentaqdirkan mereka untuk bisa melihat sebagian alam bangsa jin yang ada di sekitar mereka. Penglihatan mereka tentang perkara tersebut tidak sama persis satu sama lainnya sesuai kadar sakit yang dideritanya, akan tetapi satu sama lainnya saling melengkapi. Anak-anak itu menceritakan bahwa terlihat sekelompok pasukan datang membantu mereka untuk melawan sekelompok jin yang mayoritasnya berwujud binatang tersebut. Kedua pasukan itu bertempur dengan dahsyatnya. Pasukan yang membantu itu berpenampilan sebagaimana manusia dengan pakaian layaknya laki-laki yang berpenampilan syar’i, lalu di antara mereka ada yang bertempur sambil bertalbiyah sebagaimana yang pernah dilantunkan oleh salah satu pengurus pondok. Itulah sebabnya anak yang sedang terganggu, alam bawah sadarnya sanggup menirukan apa yang dia lihat, akan tetapi ketika sudah sadar ternyata ia tidak mampu mengulanginya. Di antara pasukan yang membantu tersebut ada yang terluka atau terbunuh lalu ditarik mundur ke belakang pasukan oleh temannya, sementara yang lainnya terus bertempur hingga kemenangan dapat mereka peroleh dengan izin Allah Ta’ala. Setelah itu salah seorang pemimpin pasukan yang membantu tersebut mengajak bicara anak-anak yang terganggu tadi dan menyampaikan nasihat untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan As Sunnah, memperbaiki tauhid, memperhatikan syari’at-syari’at Allah, dan tidak lupa pula menitipkan salam kepada Kami. Allahu Akbar. Kami pun tidak merasa perlu untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi, sekalipun sulit rasanya bagi 7 orang anak-anak untuk berdusta tanpa berdiskusi dulu satu sama lain di waktu yang bersamaan. Akan tetapi Kami serahkan ta’wil perkara tersebut kepada Allah Ta’ala. Bagi Kami, pertolongan Allah kepada mereka hingga akhirnya sadar dan tidak pernah lagi terulang peristiwa tersebut sudah merupakan nikmat besar yang sangat Kami syukuri. Terlebih lagi, Kami bisa melihat perkembangan anak-anak yang pernah diganggu tersebut ternyata pemahaman mereka tentang perkara tauhid semakin mantap setelah terjadinya peristiwa tersebut dengan izin Allah. Walhamdulillah. Setelah anak-anak angkatan ke-2 tersebut lulus, Kami pun mendapati bahwa nilai mereka rata-rata sangat memuaskan. Bahkan hal ini tidak Kami dapati pada angkatan-angkatan selanjutnya. Kami pun mendapati kenyataan bahwasanya banyak dari anak-anak tersebut yang kemudian di masa dewasanya diberi amanah oleh Allah Ta’ala untuk menjadi istri dari para da’i atau ustadz di berbagai daerah guna membantu suami-suami mereka dalam medan dakwah. Adapun pondok Kami, setelah kejadian tersebut mendapatkan sebidang tanah waqof yang cukup luas untuk dapat Kami dirikan pondok pesantren beserta kelengkapannya. Dan dalam waktu yang relatif singkat (kurang lebih 3 tahun) Kami sudah bisa menempati tanah tersebut beserta perlengkapannya dan seiring berjalannya waktu semakin berkembang, alhamdulillah. Apa yang Kami alami berupa peristiwa tersebut semakin membuat Kami yakin bahwasanya tidaklah Allah Ta’ala menguji kecuali sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Dan ujian dari Allah adalah sarana untuk memberikan pelajaran dan mempersiapkan diri-diri kita untuk mengemban amanah yang lebih besar di waktu mendatang. Dan yang lebih menakjubkan lagi, 6 tahun setelah peristiwa tersebut ternyata ada salah seorang ikhwan yang berniat membeli rumah yang dahulu Kami tempati itu. Pemiliknya memang menjualnya dengan harga cukup murah dikarenakan setelah Kami tinggalkan ternyata tidak ada yang berani memakai rumah itu apalagi membelinya. Maka ustadz Kami pun memberikan saran kepada ikhwan tersebut agar sebelum mendirikan bangunan baru, hendaknya ia menggali ke dalam pondasi rumah sekitar kedalaman 1 meter untuk mencari kemungkinan adanya rajah atau jimat yang ditanam di sana sebagaimana kebiasaan warga di desa tersebut dan juga berdasarkan dugaan kuat ustadz Kami tersebut. Maka saran ini pun dilakukan. Allahu Akbar, ternyata setelah digali ditemukanlah 3 buah rajah di beberapa sudut pondasi rumah berupa botol tertutup dan di dalamnya terdapat lembaran-lembaran kertas berisi tulisan aksara Jawa kuno. Dan yang lebih mengherankan adalah ditemukannya seekor ular besar melingkar di tengah-tengah pondasi rumah. Anehnya, ular tersebut berdiam diri tanpa berusaha membuat jalan keluar.Besar ular tersebut sekitar seukuran paha laki-laki dewasa dengan panjang sekitar 5 meter. Ular itu memiliki tanduk kecil di kepalanya. Warga desa pun turut menyaksikannya. Maka warga pun memanggil pawang ular untuk mengambil ular tersebut. Ketika diambil, ular tersebut tidak berontak sama sekali. Akan tetapi, beberapa waktu kemudian terdengar kabar dari si pawang bahwa ular tersebut menghilang dari rumahnya tanpa diketahui penyebabnya. Allahu A’lam. Semua peristiwa yang terjadi tersebut padanya terdapat hikmah yang sangat besar bagi kita semua, bahwasanya segala yang didapat oleh seseorang adalah murni berkat karunia dari Allah Ta’ala. Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan-Nya. Dakwah itu milik Allah, maka Dia pula yang akan menjaganya. Allah akan memberikan hasil yang baik jika kita melakukan hal yang baik pula. Maka hal tersebut memperingatkan kepada Kami untuk senantiasa memperbaiki niat, memperbaiki tauhid, dan memperbaiki segala langkah yang ditempuh dalam medan dakwah ini. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan kemudahan dan pertolongan-Nya kepada Kami, terkhusus para pengampu dakwah di mana pun mereka berada. Aamiin. Allahu A’lam. Baca juga : KISAH KETUA LDK MENEMUKAN MANHAJ SALAF Sumber : https://pentasatriya.wordpress.com/2014/09/30/mereka-itu-ada/
5 tahun yang lalu
baca 18 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah dzulqarnain sang penakluk

DZULQARNAIN SANG PENAKLUK Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc حفظه الله تعالى Kisah Dzulqarnain Sang Penakluk Kisah Dzulqarnain berawal dari kedatangan sekelompok musyrikin kepada Rasulullah ﷺ mengajukan tiga buah pertanyaan. Tentang roh, tentang para pemuda penghuni gua (Ashabul kahfi), dan Dzulqarnain. Yahudilah sesungguhnya yang telah membisikkan kepada musyrikin Quraisy agar menanyakan tiga hal tersebut. Allah سبحانه وتعالى berfirman: وَيَسْـَٔلُونَكَ عَن ذِى ٱلْقَرْنَيْنِ “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulqarnain.” [Q.S. Al Kahfi: 83]. Siapakah Dzulqarnain? Dalam kitab-kitab tafsir dinukilkan perbedaan pendapat di kalangan ulama tentangnya. Apakah ia seorang nabi atau bukan? Al-Imam Al-Hakim dalam Al-Mustadrak meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Aku tidak tahu apakah Tubba’ seorang nabi atau bukan? Dan aku tidak tahu apakah Dzulqarnain seorang nabi atau bukan ❓”¹ Seandainya hadits ini shahih, niscaya kita juga akan katakan sebagaimana Rasulullah ﷺ sabdakan. Terlepas dari silang pendapat ahli tafsir tentang kedudukannya sebagai nabi atau bukan, yang pasti Dzulqarnain adalah seorang raja shalih, penguasa yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Di antara perkara yang menunjukkan keimanan beliau, beliau selalu menyeru Rabb-Nya. Hal ini menunjukkan penghambaannya kepada Allah. Berulang kali Dzulqarnain mengucapkan: Rabbku, sebagaimana Allah سبحانه وتعالى kisahkan: قَالَ هَـٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّى ۖ فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ رَبِّى جَعَلَهُۥ دَكَّآءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّى حَقًّا “Dzulqarnain berkata, ‘Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku, maka apabila sudah datang janji Rabbku, Dia akan menjadikannya hancur luluh. Dan janji Rabbku itu adalah benar.” [Q.S. Al Kahfi: 98]. Dzulqarnain yang termaktub dalam surat Al-Kahfi bukanlah Iskandar Dzulkarnaen atau Alexander The Great, penguasa asal Makedonia. Dzulqarnain dalam surat Al-Kahfi adalah seorang muslim. Adapun Alexander The Great adalah seorang musyrik. Demikian diterangkan Syaikhul Islam. Allahu a’lam. Allah سبحانه وتعالى turunkan wahyu kepada Nabi dan Rasul-Nya sebagai jawaban atas tantangan musyrikin. Allah سبحانه وتعالى berfirman: قُلْ سَأَتْلُوا۟ عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْرًا “Katakanlah (wahai Nabi), ‘Aku akan bacakan kepada kalian sebagian cerita tentangnya.’” [Q.S. Al-Kahfi: 83]. Telah dimaklumi, bahwa apa yang Allah سبحانه وتعالى kisahkan dalam Al-Quran adalah sebaik-baik kisah. Kisah yang paling bermanfaat. Allah سبحانه وتعالى berikan kepada Dzulqarnain kemuliaan dan kekuasaan di muka bumi. إِنَّا مَكَّنَّا لَهُۥ فِى ٱلْأَرْضِ وَءَاتَيْنَـٰهُ مِن كُلِّ شَىْءٍ سَبَبًا “Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” [Q.S. Al Kahfi: 84]. Yakni Allah سبحانه وتعالى anugerahkan segala sebab yang dengannya terwujudlah kekuasaan. Baik berupa ilmu siasah (politik) kenegaraan, kemampuan pengaturan, tentara, kekuatan persenjataan, dan sebab-sebab lain. Kekuasaan yang Allah سبحانه وتعالى berikan kepadanya, memudahkan Dzulqarnain untuk mengelilingi penjuru bumi. Dengan pasukannya yang kuat, ia menyebarkan Islam, berdakwah kepada manusia untuk menauhidkan Allah سبحانه وتعالى. MENUJU BELAHAN BUMI SEBELAH BARAT Di antara yang Allah سبحانه وتعالى kisahkan, Dzulqarnain mengarahkan pasukan, menjelajah belahan bumi sebelah barat. Kemenangan demi kemenangan menyertai perjuangan Dzulqarnain. Hingga sampailah ia di sebuah wilayah, di mana matahari terlihat tenggelam di samudra. Allah سبحانه وتعالى berfirman: فَأَتْبَعَ سَبَبًا . حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِى عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِندَهَا قَوْمًا “Maka dia pun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, & dia mendapati di situ segolongan umat.” [Q.S. Al Kahfi: 85-86]. Maksud dari ayat ini, Dzulqarnain dalam perjalanannya ke arah barat mencapai akhir daerah yang mampu ditempuh manusia dengan pasukan kuda dan semisalnya. Di tempat inilah beliau dapatkan satu kaum yang terdiri dari muslim dan kafir. Allah سبحانه وتعالى mengilhamkan kepadanya atau mewahyukan kepadanya, atau yang berkata adalah seorang nabi atau ulama, agar Dzulqarnain memberikan keputusan bagi penduduk negeri tersebut. Allah سبحانه وتعالى berfirman: قُلْنَا يَـٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ إِمَّآ أَن تُعَذِّبَ وَإِمَّآ أَن تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا “Kami berkata, ‘Hai Dzulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.’” [Q.S. Al Kahfi: 86]. Dzulqarnain lalu mengumumkan bahwa siapa saja yang zalim akan dihukum di dunia, kemudian hisabnya di sisi Allah nanti di akhirat. Adapun mereka yang beriman, mereka akan dimuliakan. Allah سبحانه وتعالى berfirman: قَالَ أَمَّا مَن ظَلَمَ فَسَوْفَ نُعَذِّبُهُۥ ثُمَّ يُرَدُّ إِلَىٰ رَبِّهِۦ فَيُعَذِّبُهُۥ عَذَابًا نُّكْرًا  وَأَمَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَـٰلِحًا فَلَهُۥ جَزَآءً ٱلْحُسْنَىٰ ۖ وَسَنَقُولُ لَهُۥ مِنْ أَمْرِنَا يُسْرًا “Berkata Dzulqarnain, ‘Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Dia mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.’” [Q.S. Al Kahfi: 87-88]. Perkataan Dzulqarnain menunjukkan keadilan yang ditegakkan di kerajaannya. Dan ayat ini di antara dalil yang menunjukkan bahwa beliau seorang muslim. Seorang yang mengimani hari pembalasan dan seorang pemeluk tauhid. MENUJU BELAHAN BUMI SEBELAH TIMUR Seusai kemenangan demi kemenangan dalam perjalanannya menyisir belahan bumi bagian barat, Dzulqarnain mengarahkan pasukan untuk menjelajah negeri-negeri timur. Ia melanjutkan penjelajahan yang Allah سبحانه وتعالى berkahi, perjalanan dengan risalah tauhid. Sampailah di ujung bumi paling timur dimana matahari terbit darinya. Di negeri tersebut Dzulqarnain mendapati kaum yang tidak terlindungi dari panas matahari. Mereka tidak memiliki rumah-rumah tempat tinggal untuk berteduh. Mereka benar-benar tinggal di pedalaman, terpencil seperti binatang-binatang liar yang berlindung ke gua-gua. Terasing dari manusia lain. Ini menunjukan bahwa dia telah tiba di daerah yang belum pernah dijangkau penguasa mana pun. Allah سبحانه وتعالى berfirman: ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا  حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلَىٰ قَوْمٍ لَّمْ نَجْعَل لَّهُم مِّن دُونِهَا سِتْرًا  كَذَٰلِكَ وَقَدْ أَحَطْنَا بِمَا لَدَيْهِ خُبْرًا “Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur), dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu. Demikianlah, dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.”  [Q.S. Al Kahfi: 89-91]. Dalam perjalanannya ke arah timur pun, Dzulqarnain memberlakukan hukum seperti hukumnya dalam perjalanan di bumi bagian barat. DINDING KOKOH PENGHALANG YA’JUJ MA’JUJ Seusai beliau kuasai bagian timur bumi, beliau lanjutkan perjalanan hingga tiba di suatu tempat di antara dua gunung, di antara keduanya celah. ثُمَّ أَتْبَعَ سَبَبًا  حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ ٱلسَّدَّيْنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا “Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.” [Q.S. Al Kahfi: 92-93]. Berkata As Sa’di رحمه الله, “Keduanya adalah deretan pegunungan besar yang tinggi. Sambung menyambung di tempat yang luas itu, yaitu suatu dataran tinggi sampai laut sebelah timur dan barat di daerah Turki. Demikianlah disepakati para ahli tafsir dan ahli tarikh. Namun, kemudian mereka berselisih apakah pegunungan itu termasuk rangkaian gunung-gunung Qafqas (Kaukasus), atau yang lain di daerah Azerbaijan. Atau rangkaian gunung-gunung Tay atau gunung-gunung yang bersambung dengan tembok Cina di negeri Mongolia, dan inilah yang tampak. Apa pun pendapat ulama tentang daerah yang diapit dua gunung itu, di tempat itulah Dzulqarnain menemukan suatu bangsa yang hampir tidak mengerti suatu bahasa pun. Karena asingnya bahasa mereka dan susahnya mereka memahami bahasa bangsa lain.” [Qashashul Anbiya, As Sa’di رحمه الله hal. 163]. Ada kebahagiaan terselip di hati kaum ketika berjumpa dengan Dzulqarnain, seorang raja shalih yang kuat. Mereka keluhkan kejelekan Ya’juj dan Ma’juj. Mereka mohon Dzulqarnain membuat penghalang yang menutupi jalan Ya’juj dan Ma’juj. Tidak lupa mereka tawarkan kepada Dzulqarnain imbalan atas pekerjaan yang akan dilakukan. قَالُوا۟ يَـٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِى ٱلْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَىٰٓ أَن تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا “Mereka berkata, ‘Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Mu’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka’” [Q.S. Al Kahfi: 94]. Dzulqarnain tidak mengharap imbalan. Beliau hanya meminta bantuan dalam membangun dinding kuat tersebut. قَالَ مَا مَكَّنِّى فِيهِ رَبِّى خَيْرٌ فَأَعِينُونِى بِقُوَّةٍ أَجْعَلْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ رَدْمًا “Dzulqarnain berkata, ‘Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik. Maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kalian dan mereka.’” [Q.S. Al Kahfi: 95]. ءَاتُونِى زُبَرَ ٱلْحَدِيدِ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا سَاوَىٰ بَيْنَ ٱلصَّدَفَيْنِ قَالَ ٱنفُخُوا۟ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَعَلَهُۥ نَارًا قَالَ ءَاتُونِىٓ أُفْرِغْ عَلَيْهِ قِطْرًا  فَمَا ٱسْطَـٰعُوٓا۟ أَن يَظْهَرُوهُ وَمَا ٱسْتَطَـٰعُوا۟ لَهُۥ نَقْبًا “Berilah aku potongan-potongan besi. Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain, ‘Tiuplah (api itu).’ Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, ‘Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu.’ Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya.”  [Q.S. Al Kahfi: 96-97]. Seusai pekerjaan besar itu, Dzulqarnain memandang hasil pekerjaan besarnya. Namun, tidak sedikit pun beliau bangga dan ujub. Ia kembalikan semuanya kepada keutamaan Allah سبحانه وتعالى. Dengan penuh tawadhu, Dzulqarnain berkata seperti yang Allah سبحانه وتعالى kabarkan: قَالَ هَـٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّى “Dzulqarnain berkata, ‘Ini (dinding) adalah rahmat dari Rabbku.’”  [Q.S. Al Kahfi: 98]. Dinding itu demikian kokoh. Menghalangi Ya’juj Ma’juj hingga akhir zaman. Dinding itu terus menghalangi, hingga Allah سبحانه وتعالى izinkan kehancurannya nanti di akhir zaman.  Allah سبحانه وتعالى berfirman: فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ رَبِّى جَعَلَهُۥ دَكَّآءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّى حَقًّا “Maka apabila sudah datang janji Rabbku, Dia akan menjadikannya hancur luluh. Dan janji Rabbku itu adalah benar.” [Q.S. Al Kahfi: 98]. Ya, dinding itu tidak kekal selamanya. Ada saat Allah izinkan Ya’juj dan Ma’juj menembusnya. Kehancurannya sebagai tanda akan segera tegaknya hari kiamat. Allah سبحانه وتعالى berfirman: حَتَّىٰٓ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُم مِّن كُلِّ حَدَبٍ يَنسِلُونَ “Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” [Q.S. Al-Anbiya’: 96].  FAEDAH-FAEDAH KISAH: Kisah Dzulqarnain adalah dalil kenabian Rasulullah ﷺ. Yahudi berkata kepada Musyrikin, bahwa pertanyaan ini tidak ada yang mampu menjawabnya kecuali seorang Nabi. Kisah Dzulqarnain sesungguhnya masyhur di kalangan Ahlul kitab. Meskipun banyak ketidakjelasan mengitari kisah tersebut. Kemukjizatan Al-Quran sebagai kitab yang mengabarkan berita-berita ghaib. Rasul tidak tahu perkara ghaib. Beliau hanya membacakan dan menyampaikan apa yang Allah wahyukan. Di antara model pertanyaan yang diajukan kepada seorang alim adalah pertanyaan menguji, bukan untuk mencari kebenaran. Yang seperti ini tercela. Sebagaimana pertanyaan musyrikin yang diajukan kepada Rasulullah ﷺ tentang Dzulqarnain. Kekuasaan, kemuliaan adalah dari Allah سبحانه وتعالى. Dia yang memberi, Dia pula yang mencabutnya. Menempuh sebab-sebab yang disyariatkan untuk tercapainya sebuah cita-cita dan tujuan mulia. Wajib bagi seorang hamba menyandarkan semua nikmat dan kebaikan kepada Allah. Lihatlah perkataan Dzulqarnain, lihat pula perkataan Nabi Sulaiman عليه السلام ketika singgasana Ratu Saba’ diangkat dari Yaman ke Palestina dengan demikian cepatnya, sebelum mata berkedip. Nabi Sulaiman عليه السلام bersyukur seraya mengatakan: قَالَ هَـٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ “Ini adalah salah satu karunia Rabbku kepadaku, untuk mencoba apakah aku bersyukur atas karunia-Nya itu atau mengingkari-Nya.” [Q.S. An Naml: 40]. Kisah Dzulqarnain adalah contoh figur penguasa yang adil, tawadhu’, dan jauh dari kibr (kesombongan). Bolehnya menjadikan upah atas pekerjaan. Disyariatkannya ta’awun (saling membantu) dalam kebaikan. Balasan sesuai dengan amalan. Kisah Dzulqarnain adalah di antara dalil adanya karamah bagi wali-wali Allah. Di antara karamah Dzulqarnain; membangun dinding penghalang Ya’juj Ma’juj yang sangat kokoh hingga hari kiamat. Allahu a’lam. Catatan Kaki: 1) Al-Mustadrak no. 3682. Dan melalui jalan Al-Hakim, Al-Baihaqi mengeluarkan hadits ini dalam As-Sunan Al-Kubra (8/570), dalam sanadnya ada Abdurrahman bin Hasan Al-Qadhi, Munkarul Hadits. Sumber || http://ismailibnuisa.blogspot.com/2016/12/dzulqarnain-sang-penakluk.html?m=1
5 tahun yang lalu
baca 12 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah keajaiban maryam bintu imran

KEAJAIBAN MARYAM Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifa'i حفظه الله تعالى Kisah Keajaiban Maryam bintu Imran Subhanallah, Benar-benar ajaib. Kami benar-benar beriman tentangnya, ya Allah. Keluarga Imran bin Yasyim adalah keluarga terpilih dan terhormat di kalangan Bani Israil. Bahkan termasuk keluarga terhormat sepanjang sejarah hingga dunia berakhir kelak. Keajaiban demi keajaiban pada keluarga Imran, Allah perlihatkan di hadapan Bani Israil saat itu. Lalu Allah ceritakan untuk kita di dalam Al Qur’an. Supaya mereka dan kita beriman sepenuh hati akan kekuasaan Allah yang tanpa batas. Janganlah berputus asa! Sungguh, Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Hannah bintu Faqudz adalah istri tercinta Imran. Hannah terhitung wanita yang gemar dan rajin beribadah. Sekian lama, sepasang suami istri lmran dan Hannah tidak beroleh kurnia berupa anak keturunan. Dan mereka pun bersabar. Hingga suatu hari, Hannah asyik memperhatikan seekor burung yang sedang menyuapi anaknya. Terlintaslah keinginan Hannah untuk mempunyai seorang anak. Lalu, langkah apa yang ditempuh oleh Hannah? Kepada Allah, Hannah berdoa dan meminta. Bukankah Allah yang memiliki kerajaan langit dan bumi? Bukankah Allah yang menentukan, apakah hambanya akan beroleh anak ataukah tidak? Bukankah Allah yang mengatur, anak yang bakal lahir laki-laki atau perempuan? Janganlah berputus asa! Sungguh, . Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Allah pun mengabulkan permohonan Hannah. Tidak berselang lama, Hannah telah dipastikan mengandung. Ya, Hannah benar-benar hamil. Alhamdulillah. Alangkah bahagia seorang wanita yang berharap untuk beroleh anak, Ialu harapan itu sungguh-sungguh nyata. Namun, tidakkah seharusnya seorang hamba bersyukur kepada Allah yang telah berkenan melimpahkan karunia berupa anak untuknya. Bukankah seharusnya orangtua membimbing dan memotivasi anaknya untuk mengejar akhirat. Menjadi hamba yang taat. Bukannya malah mengarahkan sang anak untuk menjadi budak-budak dunia. Bangga jika anaknya menjadi pembesar, orang kaya raya, menumpuk segudang prestasi duniawi, atau minimalnya bisa mengikuti arus perubahan zaman. Na’udzu billah. Cobalah belajar dari kesucian Hannah. Kesucian hati dan kebersihan jiwa orang tua akan berpengaruh kepada kesucian hati dan kebersihan jiwa anaknya. Jika hendak mempunyai anak yang suci hati bersih jiwa, sudahkah Anda sebagai orangtua juga suci hati bersih jiwa? Lihatlah Ialu renungkanlah bentuk syukur Hannah berikut ini. Hannah bernadzar untuk menyerahkan sang anak, buah hati dan harapan jiwa, untuk mengabdi dan menghamba kepada Allah di Baitul Maqdis, tempat suci dan pusat ibadah saat itu. Hannah berjanji, sebagaimana yang Allah kisahkan: رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ”Ya Rabbku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [Q.S. Ali lmran: 35]. Setelah melahirkan, bayi perempuan yang mungil itu pun diberi nama Maryam. Lagi-lagi sebuah keajaiban. Saat Maryam terlahir di dunia, tidak ada suara tangisnya terdengar. Padahal, setiap bayi yang lahir pasti akan berteriak menangis. Memang, sang bunda, Hannah telah berdoa kepada Allah agar melindungi anaknya dari kejahatan setan. Hannah berdoa: وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ”Aku menamainya Maryam, dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaithan yang terkutuk.” [Q.S. Ali Imran: 36]. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga menjelaskan (Al Bukhari 3431 dan Muslim 2366) bahwa setiap bayi yang terlahir di dunia pasti akan ditusuk oleh setan. Oleh sebab itu, bayi yang lahir pasti menangis. Kecuali Maryam dan putranya, yaitu Isa bin Maryam. Janganlah berputus asa. Sungguh,  Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Lihatlah, saudaraku, Kekuatan doa hamba yang dipanjatkan kepada Allah, Dzat yang maha kuasa lagi maha berbuat. Hannah berdoa dan memohon kepada Allah agar melindungi anak dan keturunannya dari rayuan setan yang terkutuk. Sudahkah Anda mendoakan anak-anak Anda. Hannah benar-benar menunaikan nadzarnya. Setelah berakhir masa menyusu dan telah siap untuk berkhidmah, Maryam pun diserahkan kepada ahli-ahli ibadah Baitul Maqdis. Tetapi, terbitlah pertengkaran dan perselisihan di antara mereka. Siapakah yang pantas dan berhak untuk merawat serta mendidik Maryam? Lagi-Iagi keajaiban. Subhananah. Janganlah berputus asa! Sungguh,  Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Untuk menentukan siapakah yang berhak untuk mengasuh serta mendidik Maryam, akhirnya ditempuh cara undian. Sebab, tidak ada seorang pun yang mau mengalah. Masing-masing, termasuk nabi Zakariya -suami bibinya-, harus menyerahkan sebuah pena yang telah bertanda. Pena-pena itu Ialu dikumpulkan dan diletakkan di sebuah tempat. Setelah itu, seorang anak yang belum mencapai usia baligh diminta untuk memilih dan mengambil sebuah pena yang terkumpul. Pena Zakariya yang diambil. Mereka tidak bisa menerima kenyataan itu. Disepakati lagi untuk mengulang undian. Caranya, pena-pena tersebut dilemparkan ke arus sungai. Pena yang bergerak menentang arus sungai,  pemiliknyalah yang berhak merawat Maryam. Hanya pena milik Zakariya yang menentang arus sungai. Tetap belum menyerah. Mereka kembali mengusulkan untuk melakukan undian ketiga. Berbeda dengan sebelumnya, pena-pena tersebut dilemparkan ke arus sungai. Dan pena yang bergerak searah dengan arus sungai, maka pemiliknya yang berhak mengasuh Maryam. Semua pena bergerak menentang arus sungai kecuali pena Zakariya. lbnu Katsir (dalam kitab Qashashul Anbiya’) menegaskan, "Maka Zakariyalah yang memenangkan undian tersebut. Sehingga dialah yang pantas merawat Maryam. Sebab, secara syariat dan kenyataan kodrat, Zakariya adalah orang yang paling berhak untuk merawat Maryam, ditinjau dari banyak sudut pandang." Sisi syar’i, beliaulah yang paling shalih, dari sisi kenyataan kodrat, beliau adalah kerabat Maryam. ذَٰلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ ۚ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ ”Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan pena-pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.” [Q.S. Ali Imran: 44]. IBADAH DI BAITUL MAQDIS Zakariya, sebagai paman dan pemenang undian, lalu menyiapkan sebuah ruangan khusus untuk Maryam bintu Imran di sisi timur Baitul Maqdis. Tidak seorang pun yang diperbolehkan untuk memasuki ruangan tersebut kecuali Zakariya. Sejak hari itu, Maryam mulai konsentrasi dan fokus untuk beribadah kepada Allah. Siang dan malam dipenuhi dan dihiasi dengan amal-amal ketaatan. Jika tiba gilirannya, Maryam melaksanakan tugas sebagai penjaga dan pemelihara Baitul Maqdis. Begitu tekunnya Maryam bintu Imran beribadah, sampai-sampai Maryam menjadi keluhuran akhlak dan sifat-sifatnya yang mulia tersebar dan menjadi buah bibir di kalangan Bani Israil. Gadis suci, Maryam bintu Imran, semoga Allah mencurahkan salaam untuknya. Bahkan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebut nama beliau sebagai salah satu dari empat wanita terbaik di dunia. Beliau bersabda di dalam hadits Anas bin Malik رضي الله عنه yang dishahihkan Al Albani (Shahihul Jami’ 3328): خَيْرُ نِسَاءِ الْعَالَمِيْنَ أَرْبَعٌ: مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَ خَدِ يْجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَا طِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وَ آ سِيَةُ اِمْرَأَةُ فِرْعَوْنِ ”Wanita terbaik di dunia ada empat; Maryam bintu Imran, Khadijah bintu Khuwailid, Fathimah bintu Muhammad, dan Asiyah, istri Fir’aun." Laa haula wa Iaa quwwata illa billah Rasa-rasanya ingin menangis sekadar meluapkan kesedihan dan kesempitan hati. Alangkah sulitnya, di zaman ini, menemukan sosok wanita semisal mereka. Semacam Maryam bintu Imran, Khadijah, Fathimah, dan Asiyah. Digelari sebagai wanita terbaik dunia karena keimanan, takwa, ibadah, shalihah, dan akhlak-akhlak luhur Iainnya. Tidak seperti di zaman ini, Wanita terbaik dunia dinilai dengan apa? Wanita terbaik dunia karena dipandang dari sudut mana? Silahkan menjawab sendiri. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا ”Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-isti kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa."[Q.S. Al Furqan: 74] Janganlah berputus asa! Sungguh,  Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Benar, Janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sebab Allah maha berbuat lagi maha kuasa. Keajaiban demi keajaiban pada kisah Maryam bintu Imran pun menjadi salah satu buktinya. Maka, janganlah ragu akan keajaiban-keajaiban dari Allah. Subhaanallah. Setiap kali masuk ke dalam ruangan Maryam, Zakariya selalu menyaksikan keajaiban. Jika musim dingin tiba, Zakariya selalu melihat buah-buahan yang hanya berbuah di musim panas, tersedia di dalam ruangan Maryam. Pada musim panas, di dalam ruangan Maryam pasti tersedia buah-buahan yang hanya dipetik pada musim dingin. Ajaib! Dan benar-benar ajaib! ”Wahai Maryam, berasal dari manakah buah-buahan ini?” Tanya Zakariya penuh takjub dan heran. Maryam menjawab dengan penuh ketenangan: هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ "Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab." [Q.S. Ali Imran: 37]. Ya Allah, curahkanlah ampunan untuk kami yang terlalu sering berprasangka buruk terhadap-Mu. Terlalu sering kami melupakan-Mu. Entah tidak terhitung lagi, berapa banyak kami mengharap dan menggantungkan rezeki dari makhluk-Mu. Seolah-olah rezeki itu datang dari manusia. Ya Allah, gugurkanlah dosa-dosa kami. Betapa seringnya kami mengeluh saat rezeki terasa sempit. Padahal, limpahan rezeki dari-Mu tak mungkin dihitung dan dibatasi. Penuhkanlah ruang hati kami dengan rasa syukur dan qana’ah. Janganlah berputus asa! Sungguh, Allah Maha Berbuat lagi Maha Kuasa. Menyaksikan keajaiban itu, pintu hati Zakariya pun terketuk. Ia pun berharap keajaiban dapat terjadi padanya. Zakariya telah berusia lanjut, sementara istrinya adalah seorang wanita mandul. Sungguh, istrinya adalah wanita yang mandul. Namun, Allah benar-benar maha kuasa. Zakariya pun berdoa: رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ ”Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” [Q.S. Ali Imran: 38]. Allah pun mengabulkan doa hamba-Nya, Zakariya. Lahirlah ke dunia seorang nabi, putra Zakariya yang bernama Yahya. Apakah belum cukup bukti nyata keajaiban-keajaiban di dalam keluarga Imran. Apapun yang Anda harapkan, berdoalah kepada Allah agar mengabulkannya. Apapun permintaan itu. Janganlah berputus asa. Sesungguhnya Allah maha mendengar doa. Sumber || Majalah Qudwah Edisi 06 || https://t.me/Majalah_Qudwah
5 tahun yang lalu
baca 11 menit