Fiqih

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum shalat diantara dua adzan shalat jumat

HUKUM SHALAT DIANTARA DUA ADZAN SHALAT JUM'AT [Terkandung Kaidah Penting dalam Melaksanakan atau Meninggalkan Sunnah demi Maslahat] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : ".. Adzan (pertama) ini ketika (Khalifah) Utsman menyunnahkannya dan kaum muslimin menyepakatinya maka ia menjadi adzan yang syar'i. Dan pada saat itu pula, . shalat antara adzan pertama dengan adzan kedua ini menjadi boleh dan baik. Namun BUKAN SHALAT RAWATIB , sama hukumnya seperti shalat sebelum shalat Maghrib. Dengan demikian, siapa yang mengerjakannya tidak diingkari  dan siapa yang meninggalkannya tidak pula diingkari. Dan ini adalah pendapat yang paling pertengahan. Ucapan Imam Ahmad menunjukkan kepadanya. Sehingga terkadang MENINGGALKANNYA ITU AFDHAL(LEBIH UTAMA) apabila orang-orang yang tidak tahu hukumnya AKAN MENGIRA bahwa shalat ini adalah Sunnah Rawatib. Atau menduga shalat (antara dua adzan shalat Jum'at)  ini wajib. Maka ditinggalkan sehingga orang-orang memahami  bahwa shalat itu bukan Sunnah Rawatib dan tidak wajib. Terlebih lagi jika manusia TERUS-MENERUS MELAKSANAKANNYA maka sepatutnya untuk meninggalkannya sesekali, sehingga TIDAK menyerupai shalat fardhu. Sebagaimana kebanyakan ulama menyukai untuk tidak dilakukan terus-menerus membaca surat As-Sajadah pada (shalat shubuh)  hari Jum'at, bersamaan  telah tetap riwayat  di dalam shahih bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam melakukannya. Maka, jikalah dibenci untuk konsisten atas bacaan itu (yang telah disunnahkan) maka meninggalkan dari terus-menerus atas sesuatu yang tidak disunnahkan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam tentu lebih utama. Dan apabila seorang melaksanakan shalat antara dua adzan (pada shalat Jum'at)  itu sesekali karena shalat mutlaq saja atau shalat antara dua adzan (secara umum) , sebagaimana ia shalat sebelum Ashar dan Isya, bukan karena menganggapnya sunnah rawatib,  maka hal ini dibolehkan. Dan apabila seseorang berada di suatu kaum yang mereka melaksanakan shalat tersebut (terus-menerus), jika ia adalah seorang yang ditaati (didengar ucapannya) ketika ia meninggalkan shalat tersebut dan apabila ia jelaskan kepada mereka perkara yang sunnah (dalam permasalahan  ini) mereka tidak akan mengingkarinya BAHKAN mereka akan memahami Sunnah; maka (dalam kondisi ini) ia meninggalkan shalat tersebut adalah perkara kebaikan. Dan apabila ia bukan orang yang ditaati dan ia memandang bahwa jika ia shalat akan menyatukan hati mereka kepada perkara yang lebih besar manfaatnya atau mencegah dari perdebatan dan hal yang jelek - karena tidak memiliki kekuatan untuk menerangkan perkara yang hak kepada mereka dan tidak ada penerimaan mereka kepadanya, dan yang semisalnya- ; maka pengerjaannya ini juga kebaikan. Sehingga suatu amalan terkadang melaksanakannya itu disukai dan terkadang meninggalkannya disukai pula, sesuai dengan apa yang lebih kuat untuk mencapai maslahat dalam pelaksanaan atau meninggalkannya, sesuai dengan dalil-dalil yang syar'i. Dan seorang muslim terkadang  meninggalkan hal yang mustahab (berdasar bimbingan dalil yang syar'i) apabila dalam pengamalannya ada kerusakan yang lebih besar daripada maslahatnya." Al-Fataawa al-Kubraa, Ibnu Taimiyyah, hal. 115-116. Alih Bahasa: Al-Ustadz Abu Yahya al-Maidany hafizhahullah https://t.me/ForumBerbagiFaidah [FBF] www.alfawaaid.net | www.ilmusyari.com BACA JUGA : KAPANKAH JUAL BELI DILARANG KETIKA HARI JUMAT?
6 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum mengucapkan aamiin setelah al fatihah

APA HUKUMNYA UCAPAN AAMIIN SETELAH MEMBACA ALFATIHAH? Asy Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah Ucapan آمِيْن hukumnya adalah sunnah bagi imam, orang yang shalat sendirian dan jama'ah, . Hukumnya adalah sunnah setelah membaca Alfatihah, demikian pula diluar shalat, apabila dia telah membaca Alfatihah, maka dia mengucapkan آمِيْن , karena pada surat Alfatihah terdapat lafadz  آهْدِنَا الصِّرَطَ الْمُسْتَقِيْمَ "Tunjukilah kami ke jalan yang lurus" Ini adalah doa, maka dia membaca آمِيْن setelahnya,  Namun hukumnya tidak wajib, jika seseorang meninggalkannya, maka shalatnya sah, dan tidak mengapa, jika ditinggalkan oleh imam, makmum, atau orang yang shalat sendirian maka tidak mengapa walhamdulillah. Sumber: https://bit.ly/2GXKbaU KESALAHAN YANG TERJADI KETIKA MEMBACA آمِيْن DALAM SHALAT Kesalahan tersebut adalah menambahkan tasydid pada huruf mim.  Contohnya;  آمِّيْن  Ini adalah kesalahan.  Berkata Assyaikh Muhammad Ibnu Shalih Al-Utsaimin rahimahullah Berkata Fuqaha' (Ulama ahli fiqh), Jika seseorang membaca dengan mentasydidkan huruf mim (آمِّيْن) shalatnya batal, dikarenakan maknanya adalah قَاصِدِيْنَ (orang-orang yang bertujuan) oleh karena inilah mereka (para ulama) mengatakan :   "Haram hukumnya mentasydidkan huruf mim dan jika dilakukan shalatnya batal, dikarenakan dia telah membawakan ucapan makhluk didalam shalatnya".  Sumber: Asy Syarhulmumti' (3/68) LAFADZ آمِيْن SETELAH ALFATIHAH BUKAN TERMASUK BAGIAN DARI AYAT AL-QURAN Asy Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah Ucapan آمِيْن setelah bacaan Alfatihah bukan termasuk dari ayat-ayat Al-Qur'an, bukan termasuk dari ayat-ayat dari surat Alfatihah,  Hanyalah ucapan آمِيْن tersebut adalah doa bermakna:  اِسْتَجِبْ يَا رَبَّنَا  "Kabulkanlah wahai Rabb kami" Hukumnya adalah sunnah, tidak wajib, bahkan sunnah setelah bacaan Al Fatihah yang diucapkan oleh setiap orang yang membaca Alfatihah didalam shalat dan diluar shalat,  Ucapkan آمِيْن apabila seseorang telah membaca Alfatihah, diucapkan oleh imam, makmum dan orang yang shalat sendirian, didalam shalat dan diluar shalat,  Hukumnya adalah sunnah tidak wajib, lafadz tersebut adalah doa, dan bukan ayat dari surat Alfatihah dan yang lainnya.  Sumber: https://bit.ly/2SBQOBm Ketiga artikel di atas diterjemahkan oleh : Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu 'Umar غفرالرحمن له.  || https://t.me/alfudhail APAKAH WAJIB MENGIKUTI IMAM KETIKA MEMBACA “AAMIIN” Asy Syaikh Muhammad bin Sholeh al Utsaimin رحمه الله Pertanyaan: Apakah wajib mengikuti imam ketika membaca “aamiin”? Jawaban : Membaca “aamiin” (bersama imam) sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan), berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika imam mengucapkan aamiin maka ucapkanlah aamiin.” Dan juga ucapan “aamiin” imam dan makmum harus pada waktu yang bersamaan, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “jika imam telah mengucapkan waladdholin, maka ucapkanlah oleh kalian: aamiin” Penanya: Disebutkan pada sebuah hadits bahwa seorang makmum yang mengikuti bacaan “aamiin”-nya imam kemudian bertepatan dengan “aamiin”-nya malaikat akan mendapatkan keutamaan. Apakah makmum yang mendahului “aamiin”-nya imam juga akan mendapat keutamaan ini? Jawaban: Barang siapa yang mendahului imamnya dalam ucapan “aamiin”, maka dia tidak mendapatkan keutamaan di atas, dikarenakan Nabi bersabda, “barang siapa yang menepati ucapan aminnya…” Akan tetapi kalau seandainya imamnya terlambat dalam mengucapkan “aamiin”, maka tidak mengapa makmum mengucapkan “aamiin”-nya. Sumber: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=41154 Alih bahasa: Syabab Forum Salafy http://forumsalafy.net/apakah-wajib-mengikuti-imam-ketika-membaca-aamiin/ KEUTAMAAN MEMBACA AAMIIN DALAM SHALAT Rasulullah shalllahu 'alaihi wasallam bersabda : إِذَا أَمَّنَ اْلإِمَامُ فَأَمِّنُوا فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِيَْ الْمَلََئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَ قَدَّمَ مِنْ  ذَنْبِه Jika Imam mengucapkan Aamiin, maka ucapkanlah Amiin. Karena barangsiapa yang ucapannya aminnya bersesuaian dengan ucapan amin Malaikat, akan diampuni dosanya yang telah lalu (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) | Dikutip dari Buku "Fiqih Besuci dan Sholat Sesuai Tuntunan Nabi" Dikutip dari Shahih Muslim hadits nomor 410, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,  إِذَا قَالَ أَحَدُكُمۡ فِي الصَّلَاةِ: آمِينَ، وَالۡمَلَائِكَةُ فِي السَّمَاءِ: آمِينَ. فَوَافَقَ إِحۡدَاهُمَا الۡأُخۡرَى، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡبِهِ “Apabila imam mengucapkan amin, kalian ucapkanlah amin. Karena siapa yang bacaan aminnya bertepatan dengan bacaan amin malaikat, dosanya yang telah lalu akan diampuni.” إِذَا قَالَ أَحَدُكُمۡ فِي الصَّلَاةِ: آمِينَ، وَالۡمَلَائِكَةُ فِي السَّمَاءِ: آمِينَ. فَوَافَقَ إِحۡدَاهُمَا الۡأُخۡرَى، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡبِهِ Apabila salah seorang kalian mengucapkan di dalam shalat: Aamiin, dan malaikat di langit juga mengatakan: Aamiin, lalu salah satu bacaan amin tersebut bertepatan dengan bacaan amin lainnya, niscaya dosanya yang telah lalu akan diampuni. إِذَا قَالَ أَحَدُكُمۡ: آمِينَ وَالۡمَلَائِكَةُ فِي السَّمَاءِ: آمِينَ، فَوَافَقَتۡ إِحۡدَاهُمَا الۡأُخۡرَى. غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡبِهِ Apabila salah seorang kalian mengatakan: Aamiin, dan malaikat di langit pun mengatakan: Aamiin; lalu salah satu bacaan itu bertepatan dengan bacaan lainnya, niscaya dosanya yang telah lalu akan diampuni. إِذَا قَالَ الۡقَارِىءُ: ﴿غَيۡرِ الۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا الضَّالِّينَ﴾. فَقَالَ مَنۡ خَلۡفَهُ: آمِينَ، فَوَافَقَ قَوۡلُهُ قَوۡلَ أَهۡلِ السَّمَاءِ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنۡ ذَنۡبِهِ Apabila imam telah membaca ghairil maghdhubi 'alaihim waladh dhallin lalu makmum di belakangnya membaca Aamiin, kemudian ucapannya bertepatan dengan ucapan penduduk langit, niscaya dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Sumber : https://ismailibnuisa.blogspot.com/2015/02/shahih-muslim-hadits-nomor-410.html
6 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum jual beli sistem inah disertai contoh kasus

SEBAB DITIMPAKANNYA KEHINAAN Dari Shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:  .إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةورضيتم بالزرعِ وَاتبعتمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ.  “Apabila kalian sudah melakukan jual beli dengan cara 'inah (jual beli yang terdapat unsur riba), sangat menyukai bertani dan mengukuti ekor-ekor sapi (sibuk dengan lahan pertanian), dan meninggalkan jihad fi sabilillah, Niscaya Allah akan timpakan kehinaan kepada kalian. Dan Dia (Allah) tidak akan melepaskannya sampai kalian kembali kepada agama kalian.”  [HR. Abu Dawud dan Ahmad] t.me/ForumSalafyPurbalingga HUKUM JUAL BELI SISTEM INAH Asy Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al-Utsaimin rahimahullah Pertanyaan:  Apa yang dimaksud dengan jual beli sistem 'inah? Jawaban: Jual beli dengan sistem 'inah adalah seseorang menjual sesuatu dengan harga yang dibayarkan secara diangsur, kemudian dia membelinya kembali dengan harga lebih murah dengan harga kontan,  Sebagai contoh:  Dia menjual mobil dengan harga lima puluh ribu dengan pembayaran dalam waktu satu tahun, kemudian dia beli kembali mobil tersebut kepada si pembeli tadi dengan harga empat puluh ribu tunai, inilah yang dinamakan dengan permasalahan 'inah, maka jual beli dengan sistem ini hukumnya adalah haram, dikarenakan sistem ini hanya sekedar trik dari perbuatan riba,  Dikarenakan orang yang menjual mobil dengan harga lima puluh ribu tadi, kemudian membelinya kembali dengan harga empat puluh ribu tunai, seakan-akan dia memberikan kepada laki-laki ini uang empat puluh ribu tunai dengan mendapatkan lima puluh ribu dalam jangka waktu satu tahun,  Dan mobil ini  adalah huruf yang yang datang membawa makna(hanya sekedar perantara saja),  Oleh karena ini disebutkan dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma bahwa beliau berkata tentang jual beli dengan sistem ini :  "Sesungguhnya jual beli dengan sistem ini adalah dirham-dirham dengan dirham-dirham yang masuk diantara keduanya adalah kain sutera yakni baju" Dan sungguh telah disebutkan celaan jual beli dengan sistem 'inah ini didalam sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:  إذا تبايعتم بالعينة وأخذتم بأذناب البقر ورضيتم بالحرث وتركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا لا ينزع من قلوبكم حتى ترجعوا إلى دينكم  "Apabila kalian telah melakukan jual beli dengan sistem 'inah, kalian telah mengambil ekor-ekor sapi (sibuk dengan peternakan), kalian telah ridha dengan pertanian, dan kalian tinggalkan jihad, niscaya Allah akan kuasakan terhadap kalian kehinaan, tidak akan di cabut kehinaan tersebut dari hati kalian, sampai kalian kembali kepada agama kalian"   Sistem jual beli dengan 'inah ini mungkin kita katakan untuk menyebutkan ketentuannya:  كل عقد يتوصل به  إلى الربا فإنه من العينة في الواقع  "Setiap jual beli yang sampai pada riba, maka sesungguhnya itulah sistem 'inah pada kenyataannya".  Sumber: http://binothaimeen.net/content/11057 Alih Bahasa : Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu 'Umar غفرالرحمن له. || https://t.me/alfudhail HUKUM MEMINTA ORANG LAIN MEMBELI BARANG SECARA KONTAN UNTUK DIJUAL KEMBALI KEPADANYA SECARA KREDIT Fatwa Lajnah Daimah Fatwa Nomor: 2020 Pertanyaan : Seseorang meminta temannya untuk membeli mobil secara kontan untuk dijual kembali kepadanya secara kredit dengan adanya laba. Dengan kata lain, bila harga mobil seharga seribu secara kontan, maka dia jual kembali seharga seribu seratus secara kredit misalnya, maka bagaimana hukumnya?  Mohon disertakan pula penjelasan mengenai ucapan Imam Malik rahimahullah bahwa beliau menerima riwayat hadis Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang melarang dua akad dalam satu transaksi. Mohon pula dijelaskan mengenai bentuk-bentuk transaksinya. Apakah ini termasuk dalam kategori riba? Jawaban:  Seseorang meminta orang lain untuk membeli mobil tertentu atau yang sudah jelas spesifikasinya, dan orang yang meminta tadi berjanji akan membeli mobil itu darinya. Lalu, mobil tersebut dibeli dan telah menjadi hak miliknya. Dalam keadaan ini, orang yang mengajukan permintaan tersebut boleh membelinya, baik secara kontan maupun kredit, dengan besaran keuntungan yang jelas. Ini tidak termasuk dalam kategori jual beli barang yang belum dimiliki, karena pihak yang diberikan pengajuan itu baru menjual kepada pemesan setelah barang itu dibeli dan dimiliki. Dia tidak boleh menjual kepada kawannya itu sebelum dibeli, atau sudah dibeli namun barangnya belum diterima. Ini berdasarkan larangan Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam mengenai menjual barang sebelum dibeli dan dibawa para saudagar ke tempat tinggal mereka. Adapun larangan Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam tentang dua akad dalam satu transaksi diterangkan dalam penafsiran jumhur ulama berikut ini. Misalnya pemilik barang berkata, "saya jual barang ini dengan 10 dirham kontan, atau 15 dirham selama satu tahun,". Atau berkata, "saya jual salah satu dari dua ekor kerbau ini seharga seribu riyal,". Lalu pembeli menerima, dan keduanya berpisah tanpa adanya penentuan akad, kontan atau kredit pada bentuk pertama, atau tanpa ada penentuan salah satu dua ekor kerbau pada bentuk yang kedua.  Praktik jual beli seperti ini diharamkan karena tidak adanya kejelasan, apakah kontan atau kredit dan tidak ada kejelasan harga pada kasus yang pertama, sedangkan pada kasus kedua, disebabkan oleh tidak adanya kejelasan objek barang yang dijualbelikan. Salah satu contoh larangan di atas menurut jumhur ulama adalah perkataan seseorang kepada orang lain, "saya jual rumah saya ini dengan harga sekian, asalkan Anda jual pula rumah Anda ini dengan harga sekian. Atau, syaratnya Anda bekerja sebagai buruh saya selama satu bulan dengan upah sekian. Atau, jika Anda bersedia menikahkan anak perempuan Anda kepada saya dengan mahar sekian. Atau Anda menikah dengan putri saya dengan mahar sekian. Semua ini termasuk bentuk jual beli yang batil karena termasuk dalam kategori dua akad dalam satu transaksi, yang telah dilarang oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Contoh lainnya adalah jual beli 'inah yang cukup populer. Kami menyarankan Anda untuk menelaah kembali kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah rahimahullah dalam masalah ini. Telaah pula penjelasan al-'Allamah Ibnu al-Qayyim terhadap hadis Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang hukum dua akad dalam satu transaksi, dalam kitabnya Tahdzib as-Sunan dan I'lam al-Muwaqqi'in. Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam. Al Lajnah Ad Daimah Lilbuhutsil Ilmiyyah Walifta' Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Wakil: Abdurrazzaq 'Afifi Anggota: Abdullah bin Qu'ud Sumber http://telegram.me/ukhwh BACA JUGA : KUMPULAN TANYA JAWAB JUAL BELI BENTUK JUAL BELI SECARA KREDIT YANG DILARANG Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah Pertanyaan :  Syaikh, saya harap Anda sudi menyebutkan beberapa bentuk jual beli secara kredit yang diharamkan. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. Jawaban : Jika seseorang membeli sesuatu secara tidak kontan dengan pelunasan secara kredit kemudian menjualnya kembali secara kontan kepada orang yang telah menjualnya kepadanya, maka ini disebut dengan jual beli 'inah . Jual beli model ini tidak diperbolehkan. Namun, jika dia menjualnya kepada orang lain, maka ini diperbolehkan. Contohnya, dia membeli sebuah mobil secara kredit kemudian menjualnya kepada orang lain secara kontan untuk biaya menikah, melunasi hutangnya atau untuk membeli rumah, maka ini diperbolehkan. Adapun jika dia membeli sebuah mobil atau yang lain secara kredit kemudian menjualnya secara kontan kepada orang yang menjual kepadanya, maka ini disebut dengan bai' al-`inah . Model ini tidak diperbolehkan karena ini adalah trik untuk mendapat sejumlah uang secara kontan dengan uang yang jumlahnya lebih banyak secara tidak kontan. http://www.binbaz.org.sa/fatawa/3845 || http://telegram.me/ukhwh APA PERBEDAAN JUAL BELI DENGAN SISTEM 'INAH DAN SISTEM TAWARRUK Asy Syaikh Al-Allamah Shalih Al-Fauzan hafidzahullah Jual beli dengan sistem tawarruk hukumnya adalah boleh, menurut mayoritas para Ulama, adapun jual beli dengan sistem 'inah hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan para Ulama,  Jual beli dengan sistem 'inah adalah seseorang menjual barang dengan sistem angsuran, kemudian dia membeli kembali barang tersebut kepada si pembeli tadi dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dia beli dengan sistem angsuran tersebut, ini namanya jual beli sistem 'inah dan sistem ini adalah riba,  Adapun jual beli sistem tawarruk contohnya: Seseorang membutuhkan harta(uang), namun dia tidak mendapatkan pinjaman, maka dia berinisiatif untuk membeli barang  dengan pembayaran diangsur, kemudian dia menjualnya dengan harga tunai, agar dia bisa membelanjakan uangnya dengan harga tersebut untuk keperluannya,  Namun dia tidak menjualnya kepada orang yang menjualkan barang kepadanya dengan pembayaran sistem angsuran tadi, jika seperti ini keadaannya hukumnya haram dan dinamakan dengan jual beli sistem 'inah, dikarenakan harta tersebut kembali lagi kepadanya.  Sumber: https://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/16273 Alih bahasa: Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu 'Umar غفرالرحمن له.  || Telegram: https://t.me/alfudhail BACA JUGA : HUKUM MAKELAR DALAM JUAL BELI CONTOH JUAL BELI 'INAH = RIBA Ketika ada orang membutuhkan uang semisal 250 ribu, saya memberikan emas 1 gram yang harganya 250 ribu tetapi saya jual kepada orang tersebut dengan harga 300 ribu karena secara angsuran. Setelah diterima, kemudian emas tersebut dijual lagi kepada saya dengan harga 245 ribu. Apakah itu suatu riba, dan haramkah jual beli itu? Jawaban: Itu tergolong transaksi riba terlaknat yang direkayasa, yang dikenal dengan istilah ‘inah. Rekayasa itu tidak menjadikannya halal, tetapi semakin haram, karena mengandung unsur mempermainkan syariat pengharaman riba. Seakan-akan Allah ‘azza wa jalla tidak tahu, seperti mempermainkan anak kecil. ____________ Kalau saya mengkreditkan emas 1 gram seharga 250 ribu, tetapi saya jual 300 ribu karena mengangsur 4 bulan, dan saya TIDAK mau membeli emas itu lagi dari orang tersebut. Saya serahkan mau diapakan emas tersebut oleh si pembeli; apakah itu tetap sama riba? Jawaban: al-ustadz Muhammad as-Sarbini hafizhahullah Hal itu tetap tergolong riba, karena tidak kontan, tidak serah terima langsung dengan tuntas antara kedua belah pihak sebelum pisah majelis. Ketahuilah bahwa emas, perak, dan uang adalah barang-barang ribawi yang illat (faktor) hukum ribawinya sama. Jika diperjualbelikan satu sama lainnya dengan sejenis, harus sama nilainya dan serah terima langsung (tuntas) sebelum pisah majelis. Jika diperjualbelikan dengan berbeda jenis, harus serah terima langsung (tuntas) sebelum pisah majelis. Jika syarat itu ada yang dilanggar, itu adalah riba. Sumber: http://asysyariah.com/tanya-jawab-ringkas-edisi-115/ Definisi dan Hukum Jual Beli Sistem Inah
6 tahun yang lalu
baca 11 menit