fadhilah

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum puasa arafah

PUASA HARI ARAFAH ! Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai puasa di hari Arafah, beliau pun bersabda : يكفر السنة الماضية والباقية "Puasa hari Arafah akan menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." (HR. Muslim dari hadits Abu Qatadah al-Anshari رضي الله عنه ) Disunnahkan bagi orang-orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji untuk berpuasa di hari Arafah, yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah, yang bertepatan dengan wukuf jamaah haji di Padang Arafah. Puasa ini akan menghapuskan dosa-dosa kecil yang dilakukan setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Akan tetapi, puasa ini tidak dapat menghapuskan dosa-dosa besar, menurut pendapat jumhur (mejoriti) ulama. Pendapat ini yang dipilih oleh asy-Syaikh al-'Utsaimin pada kitab Fath Dzil Jalalu wal Ikram. Alasannya, puasa ini tidaklah lebih utama dan lebih kuat daripada solat 5 waktu, solat Juma'at, atau puasa Ramadhan yang merupakan ibadah-ibadah wajib. Padahal ibadah-ibadah wajib ini hanya mampu menggugurkan dosa-dosa kecil, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ : الصلوات الخمس والجمعة إلى الخمعة ورمضان إلى رمضان مكفراتٌ ما بينهن إذا الجتنب الكبائر. "Solat 5 waktu, solat Juma'at hingga solat Juma'at berikutnya, dan solat Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang ada di antara semua itu, selama seseorang meninggal dosa-dosa besar." (HR. Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه ) Jadi, dosa-dosa besar hanya akan terhapus dengan taubat atau dengan rahmat Allah ﷻ. Disalin dari كتاب الصيم Kitab Puasa Lengkap, al-Imam al-'Alamah 'Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, Pensyarah : al-Ustadz Abu 'Abdillah Muhammad as-Sarbini al-Makassari. WhatsApp طريق السلف . Publikasi: WA Salafy Solo 22 September 2015 ➖〰➖〰➖〰➖〰➖ PUASA 'ARAFAH Bagi jama’ah haji, hari 'Arafah adalah saat yang istimewa. Karena pada hari itulah puncak pelaksanaan manasik haji ditunaikan, yaitu wukuf di padang 'Arafah. Pada saat itulah Allah Subhaanahu wa Ta’ala memuji dan membanggakan mereka di hadapan para malaikat-Nya. Dan pada hari itulah, banyak hamba-hamba Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang dibebaskan dari An-Naar (api neraka). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka yang lebih banyak daripada hari Arafah, dan sesungguhnya Allah akan mendekat dan kemudian membanggakan mereka di hadapan para malaikat dan berfirman: 'Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim) Bagi umat Islam yang TIDAK SEDANG MENUNAIKAN IBADAH HAJI pun, juga berkesempatan untuk mendapatkan keutamaan dan pahala yang besar di hari itu, yaitu DENGAN BERPUASA ('ARAFAH). Walaupun hukumnya Sunnah, namun amalan puasa yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah ini memiliki keutamaan yang sangat besar, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ﻳُﻜَﻔِّﺮُ ﺍﻟﺴَّﻨَﺔَ ﺍﻟْﻤَﺎﺿِﻴَﺔَ ﻭَﺍﻟْﺒَﺎﻗِﻴَﺔَ “(Puasa 'Arafah) menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim) Diterangkan oleh An-Nawawi rahimahullaah bahwa puasa ‘Arafah itu bisa menggugurkan dosa-dosa pelakunya selama dua tahun. Dan yang dimaksud dosa di sini adalah dosa-dosa kecil. Kalau tidak memiliki dosa kecil, diharapkan bisa meringankan beban akibat dosa besarnya. Jika tidak, maka diharapkan akan mengangkat derajat orang yang berpuasa ‘Arafah tersebut. (Syarh Shahih Muslim) Maka dari itu, seorang muslim hendaknya tidak terlewatkan dari kesempatan meraih keutamaan yang sangat besar ini. Baarakallaahufiiykum dinukil dari tulisan Al-Ustadz Abu Abdillah Kediri hafizhahullaah, di Buletin Al-'Ilmu. ----- NB: Hari 'Arafah tahun ini (9 Dzulhijjah 1436H), jatuh pada: Rabu {BESOK}, 23 September 2015M Al-Manshurah Singaraja ➖〰➖〰➖〰➖〰➖ Puasa Arafah Dari Abu Qotadah رضي الله عنه bahwa Nabi Shallahu ' Alahi wasallam ditanya tentang puasa arafah? Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda : " Mengugurkan dosa tahun lalu dan yang akan datang." ( HR. Muslim no 1162 ) Berkata Al Imam As Shon ' ani : " Terjadi kerancuan dalam memahami makna takfir ( pengguguran dosa ) pada perkara yg belum terjadi yaitu tahun yang akan datang. Maka dijawab bahwa yang diinginkan dalam hadits, adalah seorang hamba diberikan taufiq pada tahun tersebut untuk tidak melakukan dosa. Dan dinamakan takfir ( pengguguran ) karena adanya keserasian dengan lafadz yang akan datang. Atau makna yang lain jika seorang hamba terjatuh dalam dosa, akan diberikan taufiq untuk mengerjakan amalan yg mengugurkan dosa tersebut." Subulus Salam 2/ 339 Forum Ma' had Nurus Sunnah Tegal Al-Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata : " Puasa hari Arafah untuk selain jamaah Haji itu sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan). [Majmu' Fatawa 20/46] ❍وَقال العلامة ابن عثيمين رحمه الله: "صيام يوم عرفة لغير الحاج سنة مؤكدة". 📚[ مجموع الفتاوى (20/ 46) ] 📚 Sumber : http://cutt.us/WRFgL ⚪️ WhatsApp Salafy Indonesia ⏩ Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy
9 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

keutamaan 10 hari pertama bulan dzulhijjah

Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah Sesungguhnya di antara keutamaan dan karunia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya adalah dijadikannya musim (masa-masa tertentu) bagi mereka yang shalih untuk memperbanyak amal shalih di dalamnya. Di antara musim (masa-masa) tersebut adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Pertama Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: والفجر * وليال عشر “Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (Al-Fajr: 1-2) Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu az-Zubair, Mujahid, dan yang lainnya. Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari.” Kedua Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ» يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ؟ قَالَ: «وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ “Tidak ada hari-hari di mana amalan shalih yang dikerjakan di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini. Para shahabat bertanya: Termasuk pula jihad fi sabilillah? Beliau bersabda, “Ya, termasuk pula jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya dan tidak kembali darinya sedikit pun.” (HR. al-Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi. Lafazh ini adalah lafazh Abu Dawud) Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hari yang lebih agung dan lebih dicintai di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala jika amalan shalih dikerjakan di dalamnya daripada sepuluh hari ini, maka perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid pada hari-hari tersebut.” (HR. Ahmad) Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari berkata, “Dan yang tampak dari sebab diistimewakannya sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah karena waktu tersebut merupakan tempat berkumpulnya (dan ditunaikannya) induk dari berbagai ibadah, yaitu shalat, puasa, shadaqah, dan haji. Itu semua tidak terjadi pada waktu yang lain.” http://manhajul-anbiya.net Majmu'ah Manhajul Anbiya ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
9 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum puasa di 10 hari pertama bulan dzulhijjah

DISYARI'ATKANNYA BERPUASA 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH. Oleh: Ustadz Abu Rufe' Abdul Mu'thi حفظه الله . Merupakan kenikmatan yang besar yang telah Allah ta'ala karuniakan kepada kaum muslimin, yaitu disaat mereka diberikan kesempatan untuk mendapati hari-hari yang telah dinyatakan oleh Rasulullah 'alaihi ash shalatu wa assalam sebagai hari-hari yang terbaik jikalau seorang hamba melakukan amalan-amalan keta'atan didalamnya. Karena sungguh telah datang riwayat yang shahih dari sabda Rasulullah 'alaihi ashshalatu wa assalam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dan Al Imam At Tirmidzi dari sahabat yang mulia 'Abdullah bin 'Abbas Radiyallahu 'anhu, bahwasanya beliau 'alaihi ash shalatu wa assalam bersabda : مَا مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ العَشْرِ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ "Tidaklah disana terdapat hari-hari yang didalamnya dikerjakan amalan-amalan shalih, lebih dicintai di sisi Allah ta'ala, melainkan sepuluh hari ini. Maka para sahabat bertanya : "Wahai Rasulullah, tidak pula jika seorang berjihad di jalan Allah?", maka beliau menjawab : "Walaupun dia berjihad di jalan Allah, kecuali jika seorang yang pergi untuk berjihad dengan membawa jiwa dan hartanya kemudian ia tidak kembali lagi dengan sesuatu apapun darinya." Maka dalam hadits diatas menunjukkan kepada kita betapa mulianya hari-hari yang kita berada diatasnya saat ini, karena yang dimaksudkan sabda beliau (Tidaklah disana terdapat hari-hari yang didalamnya dikerjakan amalan-amalan shalih, lebih dicintai di sisi Allah ta'ala melainkan sepuluh hari ini), yaitu sepuluh hari pertama dari bulan dzul hijjah. Begitu pula dalam hadits yang mulia ini, ketika Rasulullah 'alaihi asshalatu wa assalam menyatakan (yang didalamnya dikerjakan amalan-amalan shalih), maka yang demikian mencakup seluruh amalan shalih dan keta'atan yang telah Allah ta'ala syari'atkan kepada para hamba-Nya di muka bumi ini. Apakah hal tersebut direalisasikan dengan senantiasa berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya ataukah dengan menjauhi seluruh perbuatan yang telah dilarang oleh-Nya. Dan diantara amalan shalih yang telah Allahu 'azza wa jalla anjurkan kepada segenap hambanya adalah berpuasa pada hari-hari yang mulia ini (sepuluh hari pertama dari bulan dzul hijjah), maka dalam tulisan yang ringkas ini, kami ingin meluruskan sebahagian keyakinan yang ada di tengah-tengah kaum muslimin yang meyakini bahwa puasa yg dilakukan dan dikhususkan pada sepuluh hari pertama di bulan dzul hijjah ini merupakan amalan baru yang tidak pernah di amalkan oleh Rasulullah 'alaihi ash shalatu wa assalam dan tidak pernah pula dianjurkan oleh beliau. Dan konsekwensi dari perkara baru yang ada di dalam agama ini jika diamalkan oleh seorang muslim, maka tertolak apa yang dia kerjakan dari amalan tersebut. Allahul Musta'an. Dengan memohon petunjuk dan pertolongan dari sisi Allah subhanahu wa ta'ala, kami akan menyebutkan permasalahan ini dari beberapa sisi, yaitu : 1. Maksud dari puasa di sepuluh hari pertama pada bulan dzul hijjah. Yang dimaksudkan dengan hal tersebut adalah puasa yang dikerjakan mulai tanggal satu hingga tanggal sembilan dari bulan tersebut. Karena tanggal sepuluh dzul hijjah merupakan hari raya kaum muslimin ('iedul adha), yang diharamkan bagi mereka untuk berpuasa padanya dan pada tiga hari setelahnya, yang dikenal dalam bahasa syar'i dengan hari-hari tasyrik, kecuali bagi mereka yang dikecualikan oleh syari'at islam maka diperbolehkan berpuasa pada hari-hari tasyrik tersebut. Dan Al Imam An Nawawi telah menjelaskan maksud ini dalam kitab beliau "Syarh Shahih Muslim" (8/320/1176). Al Imam Ibn Rajab Al Hanbali berkata : " Perkara ini telah dikenal dengan berpuasa pada sepuluh hari (pertama) di bulan dzul hijjah, padahal puasa yang dilakukan hanyalah sembilan hari. Oleh karena itu Al Imam Ibnu Siriin membenci ketika disebut dengan puasa sepuluh hari di bulan dzul hijjah, bahkan beliau rahimahullah mengatakan bahwa (yang sesuai) dalam penyebutan adalah puasa sembilan hari. Tetapi mayoritas dari kalangan para ulama tidak membenci hal tersebut, karena penyandaran sepuluh hari pada bulan dzul hijjah maksudnya adalah puasa yang mungkin dilakukan oleh seseorang, selain dari hari raya ('iedul adha) tentunya, dan penyebutan sepuluh hari tersebut adalah secara mutlak, karena hari-hari yang diperbolehkan untuk berpuasa padanya lebih banyak dari hari yang dilarang." (Latha"if Ma'arif/279). 2. Derajat Hadits Bahwasanya hadits ini merupakan hadits yang shahih, yang telah diriwayatkan dari beberapa jalur riwayat dengan beberapa lafadz yang telah datang pada masing-masing riwayatnya. Hadits ini pun telah di shahihkan oleh sejumlah para 'ulama hadits. Diantara yang menshahihkan hadits ini adalah Al Imam Muslim, Al Imam At Tirmidzi, Al Imam Ibnu Khuzaimah, Al Imam Ibn Hibban, Al Imam An Nawawi, Al Imam Ibnul Qayyim, Al Imam Ibn Katsir, Al Imam Asy Syaukani, Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy Syaikh Al Albani, dan Asy Syaikh Ibn Utsaimin. Adapun pendalilan yang diambil dari hadits ini adalah pada kalimat (العمل الصالح), yang artinya amalan shalih. Maka ketika disebutkan hal itu secara umum oleh Rasulullah 'alaihi ashshalatu wa assalam, tentu mencakup ibadah puasa. Karena puasa merupakan bagian dari amalan shalih tersebut. 3. Perkataan Sebagian Para 'Ulama Berkaitan Dengan Hadits Abdullah bin Abbas Radiyallahu 'anhu : ويستحب صيام عشر ذي الحجة، لِما روى ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (( مَا مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ... )).اهـ “Berkata Al Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi : "Disunnahkan bagi seseorang untuk melakukan puasa pada sepuluh hari pertama dari bulan bulan dzul hijjah, karena disana telah datang satu riwayat dari Abdullah bin Abbas, bahwasanya Rasulullah 'alaihi ash shalatu wa assalam bersabda (yang artinya) : "Tidaklah disana terdapat hari-hari yang didalamnya dikerjakan amalan-amalan shalih, lebih dicintai di sisi Allah ta'ala melainkan sepuluh hari ini." (Al Kafi Fi Fiqhil Imam Al Mubajjal Ahmad bin Hanbal : 1/362). فليس في صوم هذه التسعة كراهة، بل هي مستحبة استحباباً شديداً لاسيما التاسع منها، وهو يوم عرفة، وقد سبقت الأحاديث في فضله، وثبت في "صحيح البخاري" أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (( ما من أيام العمل الصالح فيها أفضل منه في هذه )) يعنى: العشر الأوائل من ذي الحجة.اهـ Berkata Al Imam An Nawawi : "Maka berpuasa sembilan hari (dzul hijjah) ini bukan perkara yang dibenci, bahkan sangat disunnahkan, terlebih lagi pada tanggal sembilan (dzul hijjah), yang merupakan hari arafah, dan telah dijelaskan apa-apa yang berkaitan dengan keutamaan hari tersebut. Dan telah diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari, bahwasanya Rasulullah 'alaihi ashshalatu wa assalam bersabda : "Tidak ada hari-hari yang lebih utama ketika seorang beramal shalih didalamnya dibandingkan dengan hari-hari ini." Yaitu, sepuluh hari pertama dari bulan dzul hijjah." (Syarh Shahih Muslim : 8/320/1176). "ما رأي سماحتكم في رأي من يقول صيام عشر ذي الحجة بدعة؟" هذا جاهل يعلم، فالرسول صلى الله عليه وسلم حضَّ على العمل الصالح فيها، والصيام من العمل الصالح، لقول النبي صلى الله عليه وسلم: (( ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر، قالوا: يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذلك بشيء )) رواه البخاري في الصحيح.اهـ Telah ditanya Asy Syaikh Abdul Azis bin Baz rahimahullah yang berkaitan dengan masalah ini ; "Apa pendapat anda dengan mereka yang menyatakan bahwa berpuasa pada sepuluh hari pertama dari bulan dzul hijjah merupakan perkara bid'ah?", Beliau menjawab : "Ini adalah pendapat yang keliru yang harus diluruskan. Rasulullah 'alaihi ashshalatu wa assalam bersabda : "Tidaklah disana terdapat hari-hari yang didalamnya dikerjakan amalan-amalan shalih, lebih dicintai di sisi Allah ta'ala melainkan sepuluh hari ini. Maka para sahabat bertanya : "Wahai Rasulullah, tidak pula jika seorang berjihad di jalan Allah?", maka beliau menjawab : "Walaupun dia berjihad di jalan Allah, kecuali jika seorang yang pergi untuk berjihad dengan membawa jiwa dan hartanya kemudian ia tidak kembali dengan sesuatu apapun darinya." (HR.Al Bukari) (Majmu' Fatawa : 15/418-419). وقد دل على فضل العمل الصالح في أيام العشر حديث ابن عباس المخرج في "صحيح البخاري"، وصومها من العمل الصالح، فيتضح من ذلك استحباب صومها. Dan beliau rahimahullah berkata : "Hadits Ibnu Abbas yang dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari telah menunjukkan tentang keutamaan  beramal shalih pada sepuluh hari ini,dan berpuasa didalamnya termasuk dari amalan shalih yang disebutkan oleh beliau 'alaihi ashshalatu wa assalam. Maka jelas,berpuasa pada hari-hari ini merupakan perkara yang disunnahkan." (Majmu' Fatawa :15/418) وهذا الحديث يعم الصيام والقراءة والتكبير "Dan (amalan shalih) dalam hadits ini mencakup berpuasa, membaca (Al Quran), dan bertakbir." (Ad Durarul Bahiyyah minal Fawaid Al Baziah : 1/91/2438). 4.  Penukilan dari sebagian ulama salaf dalam hal ini, حدثنا معاذ بن معاذ عن ابن عون، قال: ( كَانَ مُحَمَّدٌ يَصُومُ الْعَشْرَ عَشْرَ ذِي الْحِجَّةِ كُلِّهِ ) Yang dinukilkan dari Al Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah, bahwasanya beliau melaksanakan puasa pada sepuluh hari pertama di bulan dzul hijjah. ( Mushannaf Ibn Abi Syaibah : 9221). عن جعفر بن سليمان عن هشام عن الحسن قال: ( صِيَامُ يَوْمٍ مِنَ الْعَشْرِ يَعْدِلُ شَهْرَيْنِ ) Penukilan dari Al Imam Hasan Al Bashri rahimahullah, bahwasanya beliau berkata : "Berpuasa satu hari pada sepuluh hari pertama di bulan dzul hijjah setara dengan berpuasa selama dua bulan." (Mushannaf Abdir Razzaq : 8216). Dan sanadnya hasan insya Allah ta'ala. 5. Jawaban dari hadits Aisyah Radiyallahu 'anha, (( مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا فِي الْعَشْرِ قَطُّ )). "Sungguh aku tidak pernah melihat Rasulullah 'alaihi ash shalatu wa assalam berpuasa satu hari pun pada sepuluh (hari pertama bulan dzul hijjah)." Telah dijelaskan maksud dari perkataan Aisyah diatas oleh para ulama, dan sebagian mereka menyebutkan bahwasanya perkataan tersebut memiliki beberapa kemungkinan, diantaranya adalah : Pertama : Bahwa Rasul shallallahu alaihi wa sallam meninggalkan ibadah puasa tersebut disebabkan karena sebab-sebab syar'i yang beliau miliki, seperti sakit, ataukah Safar atau sebab lain yang menjadikan beliau tidak berpuasa. Dan diantara mereka yang menjelaskan hal ini adalah Al Imam Muslim dalam "Syarh Shahih Muslim : 8/320/1176", dan Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam "Majmu' Fatawa: 15/418". Kedua : Bahwa ibunda kita Aisyah radiyallahu 'anha tidak mengetahui puasa yang dilakukan oleh Rasulullah 'alaihi ashshalatu wa assalam, karena beliau memiliki waktu pembagian untuk bermalam di rumah-rumah istri beliau. Oleh karena itu, boleh jadi ketika bermalam di sisi Aisyah radiyallahu 'anha, beliau 'alaihi ash shalatu wa assalam tidak berpuasa pada hari tersebut. Dan kemungkinan ini telah disebutkan oleh beberapa Ahlul Ilm, diantaranya adalah Al Imam Abu Bakr Al Atsram dalam (Nasikhul Hadits Wa Mansukhih : 1176),dan Al Imam Ath Thabari dalam (Ghayatul Ihkam Fi Ahadits Al Ahkam : 4/472/8406). Ketiga : Bahwa yang dimaksud oleh Aisyah radiyallahu 'anha adalah Rasulullah 'alaihi ash shalatu wa assalam tidak berpuasa pada sepuluh hari tersebut secara keseluruhan. Akan tetapi beliau hanya mengerjakannya pada hari-hari tertentu saja. Dan yang menjelaskan hal ini adalah Al Imam Ahmad bin Hanbal dalam (Lathaiful Ma'arif : 368). Dan pada akhirnya, kami cukupkan penjelasan yang ringkas ini yang berkaitan dengan disyari'atkannya berpuasa pada sepuluh hari pertama di bulan dzul hijjah dan puncak dari kemuliaan yang akan didapati oleh seorang muslim adalah ketika ia melaksanakan ibadah ini pada hari arafah yang jatuh pada tanggal sembilan dzulhijjah. Sungguh telah datang hadits yang shahih, ketika Rasulullah 'alaihi ash shalatu wa assalam bersabda : عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :" صيام يوم عرفه أحتسب على الله أنه يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده " [ رواه مسلم ] "Berpuasa pada hari arafah, aku harapkan balasan dari Allah ta'ala berupa pengampunan dosa yang telah dilakukan setahun yang lalu, dan setahun yang akan datang." (HR.Muslim) Maka apabila didalam tulisan yang ringkas ini terdapat kebenaran, sungguh hal tersebut datangnya dari Allah ta'ala dan pertolongan-Nya. Dan apabila disana terdapat kesalahan serta kekeliruan, sungguh hal tersebut dari kami sendiri yang hanya, merupakan manusia biasa yang tidak akan pernah luput dari kesalahan dan kedhaliman. Wallahu Ta'ala A'lam bi As Shawab Wa Shallallahu 'ala Nabiyyina wa 'ala Alihi wa Ashabihi wa Man Tabi'ahum bi Ihsan ila Yaum Addin. http://salafybpp.com/index.php/fiqh-islam/135-disyari-atkannya-berpuasa-10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah TIS | طلب العلم الش عي
9 tahun yang lalu
baca 11 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kapan shalat dhuha ?

Kapankah Waktu Sholat Dhuha? Jawab: Rentang waktu bisa dilakukannya sholat Dhuha sejak 15 menit setelah terbit matahari hingga 10 menit sebelum masuk waktu Dzhuhur (Fataawaa Nuurun alad Darb) Namun, yang terbaik waktunya adalah saat anak unta mulai kepanasan, yaitu pertengahan waktu antara terbit matahari hingga masuk waktu Dzhuhur (al-Majmu’ syarhul Muhadzzab lin Nawawiy) Contoh, jika seandainya terbit matahari adalah jam 6 dan Dzhuhur adalah jam 12, maka waktu terbaik melakukan sholat Dhuha adalah sejak jam 9 pagi. صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ Sholat awwabin (orang yang kembali kepada Allah) adalah pada saat anak unta mulai kepanasan (H.R Muslim dari Zaid bin Arqom) Apakah Keutamaan Melakukan Sholat Dhuha? 1. Sebagai shodaqoh harian seluruh persendian. 2. Empat rokaat sholat Dhuha bisa menyebabkan perlindungan hingga sore hari. 3. Sholatnya orang yang senantiasa kembali kepada Allah (Awwabiin).Sebagaimana hadits Zaid bin Arqom riwayat Muslim di atas. 4. Jika seorang ikut sholat berjamaah Subuh di masjid kemudian terus berdzikir hingga masuk waktu Dhuha dan selanjutnya sholat 2 rokaat di waktu Dhuha, maka pahalanya seperti haji atau umrah secara sempurna. 5. Dua rokaat sholat Dhuha adalah wasiat Nabi kepada beberapa Sahabat, yaitu Abu Hurairah, Abu Dzar, dan Abud Darda’. 6. Barangsiapa yang berwudhu kemudian berangkat ke masjid untuk sholat Dhuha, maka ia bagaikan pasukan perang di jalan Allah yang dekat tujuannya, cepat pulangnya, dan banyak ghanimah (harta rampasan perang) yang didapatkan. 7. Keutamaan tergantung jumlah rokaat. Barangsiapa yang sholat Dhuha 2 rokaat: tercatat bukan sebagai orang yang lalai, 4 rokaat: tercatat sebagai ahli ibadah, 6 rokaat: dicukupi hari itu, 8 rokaat: tercatat sebagai orang yang banyak taat, 12 rokaat: dibangunkan rumah di Surga. Dalil poin yang pertama: يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى Pada pagi hari setiap persendian anak Adam perlu dikeluarkan shodaqohnya. Setiap tasbih adalah shodaqoh. Setiap tahmid adalah shodaqoh. Setiap tahlil (ucapan Laa Ilaha Illallah) adalah shodaqoh. Setiap takbir adalah shodaqoh. Memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari kemunkaran adalah shodaqoh. Yang demikian itu dicukupi dengan sholat Dhuha 2 rokaat (H.R Muslim dari Abu Dzar) Dalil poin yang kedua: عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ Dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dari Allah Azza Wa Jalla bahwasanya Dia berfirman: Wahai anak Adam, ruku’lah empat rokaat di awal siang niscaya Aku akan cukupi engkau hingga akhir siang (H.R atTirmidzi, dishahihkan Ibn Hibban dan al-Albany) Dalil poin yang ketiga: لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلَاةِ الضُّحَى إِلَّا أَوَّاب Tidaklah ada yang menjaga sholat Dhuha kecuali Awwaab (seorang yang senantiasa kembali kepada Allah)(H.R atThobarony, dishahihkan Ibnu Khuzaimah dan dihasankan al-Albany) Dalil poin yang keempat: عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang sholat Subuh berjamaah kemudian duduk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari kemudian sholat dua rokaat (di awal Dhuha) maka ia mendapat seperti pahala haji dan umroh, Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: sempurna, sempurna, sempurna (H.R atTirmidzi, dihasankan atTirmidzi dan dishahihkan al-Albany) Dalil poin yang kelima: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu beliau berkata: Kekasihku (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam berwasiat kepadaku 3 hal: Puasa tiga hari tiap bulan, dua rokaat di waktu Dhuha, dan berwitir sebelum aku tidur (H.R al-Bukhari dan Muslim) عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ أَوْصَانِي حَبِيبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثَةٍ لَا أَدَعُهُنَّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى أَبَدًا أَوْصَانِي بِصَلَاةِ الضُّحَى وَبِالْوَتْرِ قَبْلَ النَّوْمِ وَبِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ Dari Abu Dzar –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Orang yang aku cintai (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam berwasiat kepadaku 3 hal yang aku insyaAllah tidak akan meninggalkannya selama-lamanya. Ia mewasiatkan kepadaku dengan sholat Dhuha dan witir sebelum tidur dan puasa 3 hari pada setiap bulan (H.R anNasaai, dishahihkan al-Albany) عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ أَوْصَانِي حَبِيبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَبِأَنْ لَا أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ Dari Abud Darda’ radhiyallahu anhu beliau berkata: Orang yang aku cintai (Nabi Muhammad) shollallahu alaihi wasallam berwasiat kepadaku 3 hal yang aku tidak akan meninggalkannya sepanjang hidupku: Puasa 3 hari tiap bulan, sholat Dhuha, dan agar aku tidak tidur hingga aku melakukan witir (H.R Muslim) Dalil poin yang keenam: عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عَمْروٍ - رضي الله عنهما - قَالَ : بَعَثَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم سَرِيَّةً فَغَنِمُوا وَأَسْرَعُوا الرَّجْعَةَ ، فَتُحِدِّثَ بِقُرْبِ مَغْزَاهُمْ وَكَثْرَةِ غَنِيمَتِهِمْ وَسُرْعَةِ رَجْعَتِهِمْ ، فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَقْرَبَ مِنْهُ مَغْزًى وَأَكْثَرَ غَنِيمَةً وَأَوْشَكَ رَجْعَةً فَقَالَ : مَنْ تَوَضَّأَ ثُمَّ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لِسَبْحَةِ الضُّحَى فَهُوَ أَقْرَبُ مَغْزًى وَأَكْثَرُ غَنِيمَةً وَأَوْشَكُ رَجْعَةً Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mengutus pasukan perang kemudian pasukan itu mendapatkan harta ghanimah dan pulang cepat. Maka para Sahabat banyak yang membicarakan tentang pasukan tersebut yang tujuannya dekat, rampasan perangnya banyak, dan cepat kembali. Maka Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Maukah kalian aku tunjukkan kepada yang lebih dekat tempat perangnya, lebih banyak harta rampasan perang, dan lebih cepat kembali? Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang berwudhu kemudian berangkat ke masjid untuk melakukan sholat Dhuha maka itulah yang lebih dekat tempat perangnya, lebih banyak harta rampasan perangnya dan lebih cepat kepulangannya (H.R Ahmad, atThobarony, dinyatakan sanadnya jayyid oleh al-Bushiry dan al-Mundziri serta dinyatakan hasan shohih oleh al-Albany). Dalil poin yang ketujuh: عَنْ أَبي الدَّرْدَاء رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ صَلَّى الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعًا كُتِبَ مِنَ الْعَابِدِيْنَ وَمَنْ صَلَّى سِتًّا كُفِيَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَمَنْ صَلَّى ثَمَانِيًا كَتَبَهُ اللهُ مِنَ الْقَانِتِيْنَ وَمَنْ صَلَّى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَة بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ ... Dari Abud Darda’ radhiyallahu anhu beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang sholat Dhuha dua rokaat, tidak tercatat sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang sholat Dhuha 4 rokaat, tercatat sebagai orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang sholat 6 rokaat, akan dicukupi hari itu. Barangsiapa yang sholat 8 rokaat, Allah catat sebagai orang yang banyak taat. Barangsiapa yang sholat 12 rokaat Allah bangunkan baginya rumah di Surga…(H.R atThobarony, Abu Nuaim dalam Ma’rifatus Shohaabah, al-Baihaqy, dinyatakan para perawinya terpercaya oleh al-Mundziri) Catatan: Hadits ini dilemahkan Syaikh al-Albany, namun dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul dalam bentuk pendalilannya dalam kitabBughyatul Mutathowwi’ fii Sholaatit Tathowwu’. Salah satu perawi dalam hadits tersebut riwayat atThobarony yaitu Musa bin Ya’qub diperselisihkan oleh para Ulama. Dia dinilai tsiqoh (terpercaya) oleh Yahya bin Main dan Ibnu Hibban, namun dilemahkan oleh Ibnul Madini. (Majmauz Zawaaid lil Haytsami). Namun hadits ini diriwayatkan dari beberapa jalur periwayatan yang diharapkan bisa sampai pada derajat hasan. Wallaahu A’lam. Apakah Ada Bacaan Dzikir atau Doa Setelah Sholat Dhuha? Jawab: Dalam sebagian hadits dinyatakan bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam mengucapkan istighfar: Allaahummaghfirlii wa tub alayya innaka antat tawwaabur rohiim(Ya Allah ampunilah aku dan terimalah taubatku sesungguhnya engkau Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang) sebanyak 100 kali. عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : صَلَّى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الضُّحَى ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ حَتَّى قَالَهَا مِائَةَ مَرَّةٍ Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam sholat Dhuha kemudian mengucapkan: Allaahummaghfirlii wa tub alayya innaka antat tawwaabur rohiim sebanyak 100 kali (H.R anNasaai dan al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrod dan dishahihkan al-Albany (dikutip dari buku 'Fiqh Bersuci dan Sholat Sesuai Tuntunan Nabi', Abu Utsman Kharisman) WA alI'tishom | 1436 H
9 tahun yang lalu
baca 8 menit