Ringkasan

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum shalat tahiyatul masjid

بسم الله الرحمن الرحيم . HUKUM SHALAT TAHIYATUL MASJID Shalat tahiyyatul masjid pada hakikatnya terjadi silang pendapat dikalangan fuqaha'(ulama fiqih) , Akan tetapi sekumpulan fuqaha' berpandangan tidak ada perselisihan tentang disunnahkannya tahiyyatul masjid, ini adalah pendapat imam 4 (Assyafi'i, Malik, Ahmad dan Abu Hanifah) demikian pula ini pendapat Ibnu Hazm adz-Dzahiri, diantara dalil yang menguatkan pendapat ini adalah: Hadits dari sahabat Abu qatadah yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Muslim dalam shahih keduanya: إذا دخل أحدكم المسجد فليركع ركعتين قبل أن يجلس "Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid maka hendaklah dia shalat dua rakaat sebelum duduk"  Al Imam adz Dzahabi rahimahullah mengatakan didalam kitabnya Tadzkiratul Huffadz : هذا حديث صحيح متفق على أن الأمر فيه أمر الندب Ini adalah hadits yang shahih yang disepakati bahwa perintah disini adalah bermakna anjuran. Dan juga hadits Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu , جَاءَ رَجُلٌ يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالنَّبِيُّ صل الله عليه وسلم يَخْطُبُ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صل الله عليه وسلم : اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ  Seorang laki-laki datang pada hari Jumat lalu melangkahi punggung-punggung jamaah yang sedang duduk. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda, Duduklah! Sungguh engkau telah mengganggu (menyakiti)  Berkata ulama :  Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak memerintahkannya untuk shalat, kalau seandainya hukumnya wajib beliau tidak akan mengatakan اِجْلِسْ (  Duduklah) tentu beliau akan memerintahkan shalat terlebih dahulu, Dan juga diantara dalilnya adalah hadits ka'ab Ibnu Malik, Kisahnya yang masyhur di dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim, ketika beliau datang kemasjid ingin menemui Rasulullah dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melihatnya tersenyum marah, kemudian memanggil nya dan memerintahkannya duduk, kemudian menanyainya : apa yang membuat engkau tertinggal dari berperang? Berkata ulama: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak memerintahkannya untuk shalat sebagaimana yang beliau perintahkan kepada sahabat yang lain , dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak mengingkari duduknya. Oleh karena ini Ibnu Abi Syaibah Rahimahullah menyebutkan atsar dari Zaid Ibnu Aslam al'adawiy (Aslam ini Adalah bekas budak 'umar Radhiyallahu anhu) Zaid ini adalah salah seorang alim, Faqih, termasuk ahli tafsir Al-Quran dan dia menjumpai sahabat-sahabat yang kecil, dia mengatakan: "dahulu sahabat nabi shalallahu alaihi wasallam masuk masjid kemudian keluar dan tidak melakukan shalat (tahiyyatul masjid) dan saya melihat Ibnu Umar melakukannya". Ini diantara dalil dalil yang mengatakan hukumnya adalah Sunnah,  dan mereka menguatkan bahwa dalam hal ini  ada yang menukil ijma' (kesepakatan para ulama) tentang Sunnahnya tahiyyatul masjid, diantara ulama yang menyebutkan ijma': Ibnu Abdil Barr di dalam at Tamhid, Ibnu Bathtal didalam Syarh Shahih al-Bukhari, al Qhadiy Iyadh dalam Syarhnya Muslim, al Ikmal, al Qurthubiy dalam syarhnya Shahih Muslim, an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, Ibnu Rajab dan Ibnu hajar dalam Fathul bari mereka, dan al'aini dalam syarh sunan Abi Dawud. Yang menyelisihi pendapat ini bisa dihitung dan mereka dikenal, Yang dikepalai oleh Daud adz Dzhahiriy ia berpendapat tahiyyatul masjid hukumnya adalah wajib bagi orang yang masuk masjid dan ingin duduk, dan mengikutinya al Khaththabiy, ash Shan'aniy, asy Syaukaniy dan assyaikh al-Albaniy rahimahumullah. mereka berdalil dengan dzhahir perintah dalam hadits Dan hadits yang disebutkan tentang seseorang yang masuk masjid dihari Jum'at maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkata kepadanya (dalam keadaan beliau sedang berkhutbah) apakah engkau sudah shalat. Maka dia menjawab: belum maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memerintahkannya shalat, hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dan disebutkan secara jelas didalam riwayat Muslim bahwa namanya adalah sulaik alghatafani, Akan tetapi para ulama menjawab: bahwa perintah disini (didalam hadits diatas) adalah perintah yang bentuknya anjuran, Bukan pengharusan, maknanya : ini adalah yang paling sempurna dan Afdhal (jika dia shalat, maka Afdhal) Pendapat yang benar adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama) yaitu hukumnya adalah Sunnah bagi yang mengatakan terjadi perselisihan , Padahal bisa kita katakan : yang menyelisihi pendapat ini telah didahului ijma' (kesepakatan ulama tentang Sunnahnya tahiyyatul masjid) Adapun yang berpendapat wajib yang paling puncak dari mereka adalah Daud adzdzhahiriy kemudian diikuti orang-orang yang setelahnya seperti alkhaththabiy di akhir kurun ke empat, ashshan'aniy dan  asysyaukaniy di kurun ke 12 dan 13. Faidah dari dars assyaikh Arafat Ibnu Hasan almuhammadi. Dalam rekaman beliau : http://bit.ly/2BIiLTQ Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu 'umar غفر الله له Website: Salafycurup.com Telegram.me/salafycurup Hukum Shalat Tahiyatul Masjid via Pexels JANGAN TINGGALKAN SHALAT TAHIYATUL MASJID Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah Orang-orang masuk ke dalam masjid di waktu yang terlarang (untuk shalat tanpa sebab, pen.), kemudian mereka duduk di tembok atau dinding yang mana mereka bersandar padanya. Apakah perbuatan mereka teranggap sebagai duduk ataukah bukan? Pertanyaan: Fadhilatusy Syaikh, sebagian ikhwah dari mu`adzin (yang mengumandangkan adzan, pen.) maupun dari makmum datang ke masjid menjelang waktu tenggelamnya matahari dan ia tidak shalat tahiyyah (yakni tahiyyatul masjid, pen.). Maka ia duduk di tembok atau dinding yang mana ia bersandar padanya seraya berkata, “Sesungguhnya ini bukanlah duduk karena bukan di lantai (bumi) dan yang seperti ini tidak didapati di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam”, ia melakukan itu dengan maksud menjauhi dosa. Maka bagaimana arahanmu (ya Syaikh)? Jawaban: Arahanku, sesungguhnya aku memohon kepada Allah agar melindungiku, melindunginya, dan juga melindungi orang-orang yang mendengar ini dari syaitan yang terkutuk. Subhanallah! (Apakah) keadaan seorang mukmin sampai seperti ini?! Ia duduk di tembok atau dinding bersandar padanya dan tidak shalat (tahiyyatul masjid, pen.) dalam keadaan ia mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian masuk ke dalam masjid, maka janganlah ia duduk hingga ia shalat dua rakaat”. Dan pernyataannya “Sesungguhnya ini bukanlah duduk” maka ini dari khayal/fantasi syaitan. Jika kita katakan “ini bukanlah duduk” maka artinya semua orang yang duduk di kursi bukan termasuk orang yang duduk. Kemudian anggaplah yang seperti itu bukan duduk, maka diamnya engkau tanpa shalat merupakan sebuah kehilangan. Dan agar diketahui semua bahwa umur manusia dan pemanfaatannya di dunia ini adalah apa yang dilaluinya dalam ketaatan kepada Allah. Dan aku katakan kepada orang tersebut sebagai nasihat karena Allah: Janganlah syaithan mempermainkanmu, shalatlah (tahiyyatul masjid, pen.). Jika engkau tidak mampu untuk shalat dengan berdiri, maka duduklah di tembok atau dinding itu (dan shalatlah sambil duduk, pen.), dan ketika ruku’ maka berdiri dan ruku’-lah, hingga kemudian sujud seperti yang engkau lakukan di shalat-shalat yang lain. Dan manfaatkanlah waktu karena waktu berlalu dengan cepat dan umur akan hilang semua. Dan aku katakan: Sungguh perbuatannya itu merupakan kemaksiatan kepada Rasulullah ‘alaihish shalatu wa sallam karena semua orang mengetahui bahwa orang tersebut telah duduk, dan tidak ada yang menyangsikannya dalam hal ini. Maka bagaimana ia membuat dirinya keliru dan mengatakan bahwasanya itu bukanlah duduk? Sumber: Silsilah Al-Liqa` Asy-Syahri > Al-Liqa` Asy-Syahri [56] http://forumsalafy.net/jangan-tinggalkan-shalat-tahiyatul-masjid/ BACA: TUNTUNAN SHALAT TAHIYATUL MASJID
7 tahun yang lalu
baca 7 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

12 contoh bentuk mengikuti hawa nafsu

WASPADALAH DARI MENGIKUTI HAWA' NASFU Berikut ini diantara bentuk-bentuk mengikuti hawa nafsu: 1. Bersandar kepada akal atau pendapat dalam permasalahan aqidah, hukum, dakwah dan metode-metodenya, tidak mengambil dalil dari al quran, sunnah dan ijma' salaf. 2. Tidak tunduk terhadap dalil 3. Berargumentasi dengan dalil apapun walau tidak ada sisi . keserasian untuk menetapkan pendapatnya. 4. Menta'wil dan tahrif (merubah makna atau maksud) dalil sesuai dengan yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Ini sangat laris dikalangan ahlul ahwa'. "Berpendapat, membuat kaidah lalu cari-cari dalil" 5. Berpegang kepada ucapan seorang alim atau da'i walaupun menyelisihi dalil yang sudah jelas penyimpangannya. Bahkan sebagian mereka "memutar leher-leher" dalil untuk dijadikan hujjah atas ucapan pembersarnya atau orang yang mengikutinya. 6. Bergabung dengan kelompok dan organisasi-organisasi rahasia,  mengikuti pendapat dan perintahnya. Tanpa melihat apakah sesuai dengan syari'at atau tidak. 7. Mengilzam (mengharuskan) para pengikutnya dengan pemikiran, pendapat atau kitab tertentu. Dan mentarbiyyah mereka (para pengikutnya) di atas hal itu. Yakni yang menyelisihi syari'at dan dalil. 8. Menghalangi manusia-terkhusus para pengikutnya- untuk mendengar ucapan seorang alim salafi, membaca kitabnya atau berusaha mencegah tersebar kitabnya dengan berbagai cara. 9. Tidak mau menerima bantahan atau ucapan apapun yang ditujukan kepada duat yang diagungkan oleh mereka. Mereka menjadikan bantahan atau ucapan tersebut sebagai bentuk hasad bukan kecemburuan terhadap agama dan nasehat untuk setiap muslimAtau untuk para pengikut mereka. Karena suatu kaidah:  kritikan yang terjadi antara sesama rekan adalah tertolak, karena hal itu dibangun diatas persaingan, hal itu dari satu sisi mereka mencela niat orang yang mengkritik, menjauh dari perintah Allah untuk bersikap husnudzdzon, dan dari sisi yang lain mereka "menghabisi " salah satu perinsip diantara perinsip agama yaitu membantah terhadap orang yang menyimpang . Mereka lupa atau pura-pura lupa bahwa:  "kritikan yang terperinci itu diambil dan didahulukan dari ta'dil (rekomendasi)" 10. Membakar kitab-kitab ahlus sunnah yang menjelaskan agama yang benar, membantah orang-orang yang menyimpang. Maka orang-orang yang terdidik dengan hizbiyyah dan hawa nafsu membakar kitab-kitab tersebut, dan sebaliknya menyebarkan kitab-kitab ahli bid'ah. 11. Merusak nama baik ulama ditengah-tengah umum dan para pemuda islam dan menggelari mereka dengan gelar jelek dalam rangka menjauhkan manusia dari mereka. Contohnya seperti gelar:  pegawai/petugas penguasa, tidak mengerti realita dan lain-lain. 12. Menjadikan dusta sebagai wasilah untuk menyebarkan dakwah mereka. [Dinukil  secara ringkas dari kitab:  "Sallus suyuf wal Asinnah ala ahlil ahwa' wa ad'iyya'is sunnah, karya: Abdullah bin Sholfiq adz Dzofiri, Hal. (24-26) dengan sedikit perubahan] Cilacap, 26 Muharram 1439 Abul Abbas Sholeh bin Zainal abidin WA Ibnul Qayyim Rawajaya https://t.me/salafykawunganten
7 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

fiqih shalat sunnah rawatib - sebelum & sesudah shalat wajib

FIQIH SHALAT SUNNAH SEBELUM DAN SESUDAH SHALAT FARDHU Shalat-shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan setelah shalat fardhu adalah sebagai berikut: 1. SUNNAH RAWATIB Shalat sunnah rawatib adalah shalat yang dilakukan sebelum dan setelah shalat fardhu, jumlahnya 12 raka’at, yaitu: ➖ Empat raka'at sebelum dzuhur (salam setiap dua raka’at). ➖ Dua raka'at setelah zhuhur ➖ Dua raka'at setelah maghrib ➖ Dua raka'at setelah Isya' ➖ Dua raka'at sebelum shalat shubuh. Dalil yang menunjukkan shalat sunnah rawatib sebelum zhuhur 4 raka’at adalah sebagai berikut, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَدَعُ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الغَدَاةِ “Bahsawanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan shalat empat raka’at sebelum zhuhur dan dua raka’at sebelum subuh.”  .(HR. Al Bukhari no.1182) أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ صَلَّاهُنَّ بَعْدَهَا “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila belum shalat empat raka’at sebelum zhuhur, beliau mengerjakannya setelah zhuhur.”  (HR. Tirmidzi no.426, hadits ini dihasankan Syaikh al Albani) Lihat  Majmu’ Fatawa Ibni Baaz (11/380) WAKTUNYA Waktu shalat rawatib mengikuti waktu shalat fardhu. Sunnah qobliyah dilakukan sejak masuknya waktu shalat hingga shalat fardhu dikerjakan, dan sunnah ba’diyah dikerjakan setelah shalat fardhu hingga akhir waktu shalat. Lihat Fatawa Arkanil Islam (hal.357) MENGERJAKAN SUNNAH RAWATIB DI LUAR WAKTU Tidak boleh mengerjakan shalat rawatib diluar waktu yang telah ditentukan. 🚫 Apabila seseorang melakukannya maka shalatnya tidak akan diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena ibadah yang telah ditentukan waktu pelaksanaannya, apabila dikerjakan di luar waktunya tanpa udzur maka tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah. Lihat Fatawa Arkanil Islam (hal.358) MENGAQADHA’ SUNNAH RAWATIB Boleh mengerjakan (qadha’) shalat sunnah qobliyah setelah shalat fardhu jika ada udzur. Sebagaimana dahulu Rasulullah Shallalalhu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan sunnah qobliyah zhuhur setelah shalat zhuhur. Adapun jika tidak ada udzur maka tidak boleh. Termasuk dalam kategori udzur adalah waktu shalat yang sempit, hanya cukup untuk berwudhu’ dan shalat fardhu saja; seperti seseorang yang baru pulang dari safar atau baru sembuh dari sakit. Maka cara pelaksanaannya adalah mendahulukan sunnah ba’diyah dua raka’at kemudian salam, setelah itu sunnah qobliyah (yaitu: yang dikerjakan lebih dahulu adalah sunnah ba’diyah). Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibni Utsaimin (14/278-280) MENGQADHA’ SUNNAH RAWATIB PADA WAKTU TERLARANG Waktu terlarang yang dimaksud pada bab ini adalah: ➖ Setelah shalat shubuh ➖ Ketika matahari terbit hingga 15 menit kemudian, ➖ dan setelah ashar hingga matahari terbenam sempurna. Menurut pendapat yang kuat, mengaqadha’ sunnah rawatib boleh dilakukan pada waktu-waktu terlarang. Sehingga boleh mengerjakan sunnah qobliyah shubuh setelah shalat shubuh. Walaupun yang lebih utama adalah menunggu hingga masuk waktu dhuha. Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu Utsaimin (14/280) KEUTAMAANNYA Keutamaannya telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya, مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ: أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ صَلَاةِ الْغَدَاةِ “Barangsiapa mengerjakan shalat dua belas raka’at dalam sehari semalam, akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga, (shalat-shalat tersebut) iaitu: empat raka’at sebelum zhuhur, dua raka’at setelahnya, dua raka’at setelah maghrib, dua raka’at setelah isya’, dan dua raka’at sebelum shalat fajar.” (HR. At Tirmidzi no. 598 dari Ummu Habibah radhiallahu ‘anha, hadits ini dishahihkan Syaikh al Albani) Shalat dua belas raka’at di atas adalah sunnah rawatib yang sempurna, jika seseorang mencukupkan dengan sepuluh raka’at karena mengamalkan hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, yang menerangkan shalat rawatib sebelum zhuhur hanya dua raka’at maka tidak mengapa. Selain sunnah rawatib, ada beberapa shalat yang sunnah dikerjakan sebelum dan setelah shalat fardhu, di antaranya adalah: EMPAT RAKA’AT SETELAH ZHUHUR Sunnah rawatib setelah zhuhur dua raka’at, namun jika seseorang menambah dua raka'at sehingga menjadi empat raka’at maka lebih utama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, مَنْ صَلَّى قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا وَبَعْدَهَا أَرْبَعًا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ “Barangsiapa yang shalat empat raka’at sebelum zhuhur dan empat raka’at setelahnya, Allah haramkan neraka baginya.” (HR. Tirmidzi no.427 dan Ibnu Majah no.1160, disahihkan Syaikh al-Albani rahimahullah. Lihat Shahihul Jami’ no.6364) Keutamaan ini berlaku bagi seorang yang menjaga shalat tersebut; tidak hanya melakukannya sekali atau dua kali dalam hidupnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ “Barangsiapa menjaga shalat empat raka’at sebelum zhuhur dan empat raka’at setelahnya, Allah haramkan neraka baginya.” (HR. Tirmidzi no.428, dishahihkan Syaikh al-Albani) Adapun tatacara pelaksanaannya adalah dipisah dengan salam pada dua raka’atnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى “(cara pelaksanaan) shalat (sunnah) malam dan siang hari adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Abu Daud no.1297 dan Tirmidzi no.597, dishahihkan Syaikh al-Albani) EMPAT RAKA’AT SEBELUM ASHAR Disunnahkan juga mengerjakan shalat empat raka'at sebelum ashar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ العَصْرِ أَرْبَعًا "Allah merahmati seseorang yang shalat empat raka'at sebelum ashar."  (HR. Abu Daud no.1271 dan Tirmidzi no.430, dihasankan Syaikh al-Albani) Dalam riwayat Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَبْلَ العَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِالتَّسْلِيمِ عَلَى المَلَائِكَةِ المُقَرَّبِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ مِنَ المُسْلِمِينَ وَالمُؤْمِنِينَ “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat empat raka’at sebelum ashar, beliau memisahkan antara (dua raka'at)nya dengan taslim (salam) kepada malaikat yang dekat dan kaum muslimin dan mukminin yang mengikuti mereka.”  (HR. Tirmidzi no.429) Ishaq bin Ibrahim bin Rahawaih rahimahullah menjelaskan bahwa makna taslim pada hadits ini adalah duduk tasyahud. Sehingga shalat empat raka’at dilakukan dengan duduk tasyahud pada raka’at kedua. Adapun Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal lebih condong memisahkan setiap dua raka’at dengan salam, karena berdalil dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى “(cara pelaksanaan) shalat (sunnah) malam dan siang hari adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Abu Daud no.1297 dan Tirmidzi no.597, dishahihkan Syaikh al-Albani) Jika seseorang melakukan shalat dua raka’at saja maka tidak mengapa. Al-Lajnah ad-Daimah lil Ifta’ (Komite fatwa Arab Saudi) dalam fatwanya ketika ditanya hukum shalat sunnah sebelum ashar, menjelaskan, “Shalat (sunnah) disyari’atkan untuk dikerjakan setelah adzan, berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, بين كل أذانين صلاة “Di antara dua adzan (iaitu adzan dan iqomat,pen) itu ada shalat” Dan berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, رحم الله امرأ صلى أربعا قبل العصر “Allah merahmati seseorang yang melakukan shalat empat raka’at sebelum ashar.” Sehingga disunnahkan setelah adzan melakukan shalat dua raka’at atau empat raka’at berdasarkan dua hadits tersebut, dan shalat itu tidak wajib atasnya. ➖ Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ➖ Wakil Ketua: Syaikh Abdurrazaq ‘Afifi ➖ Anggota: Syaikh Abdullah Ghudayyan BACA JUGA : TUNTUNAN SHALAT TAHIYATUL MASJID hyacinth-flower-blossom-bloom by Pixabay Bersambung insyaallah.... Dirangkum oleh: Tim Warisan Salaf #Fawaidumum #fikihshalat #sholatsunnah 🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah 🍏 Channel kami https://t.me/warisansalaf ☀️ Twitter: https://twitter.com/warisansalaf 💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
7 tahun yang lalu
baca 7 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

inilah 36 poin tentang kelompok haddadiyyah, waspadalah !

INILAH KELOMPOK HADDADIYYAH, WASPADAILAH!! Asy-Syaikh Ahmad bin Mubarak bin Qadzlan al-Mazru'iy hafizhahullah 1- Haddadiyyah adalah kelompok yang diada-adakan, bid'ah, dan menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam manhaj dan muamalah. 2- Haddadiyyah adalah kelompok yang menyusup di barisan Ahlus Sunnah dan berkedok dengan nama as-Sunnah wal Jama'ah dan Salafiyyah. 3- Haddadiyyah adalah kelompok yang muncul dari menguat ketika Ahlus Sunnah wal Jama'ah kuat dan sedang memerangi kelompok al-Ikhwanul Muslimun serta ahli bid'ah yang lainnya. 4- Haddadiyyah dengan tindakan-tindakan mereka teranggap sebagai pelayan bagi kelompok al-Ikhwanul Muslimun dan para pengekor hawa nafsu, sama saja mereka sengaja atau tidak. 5- Haddadiyyah adalah kelompok yang mengaku mengikuti para salaf yang shalih, padahal bathin mereka mencela para imam salaf dan kitab-kitab mereka. 6- Haddadiyyah ikut memiliki kesamaan dengan kelompok al-Ikhwanul Muslimun dan ahli bid'ah yang lainnya dalam mencela para ulama. 7- Haddadiyyah memiliki kesamaan dengan kelompok al-Ikhwanul Muslimun dan kelompok Khawarij yang lainnya, yaitu. muda usia dan dungu akalnya. 8- Haddadiyyah memiliki kesamaan dengan kelompok al-Ikhwanul Muslimun dalam masalah pemahaman yang menyendiri, Khawarij menyendiri dengan pemahaman mereka dari salaf, sedangkan Haddadiyyah menyendiri dalam memahami perkataan salaf dari pemahaman para ulama di masa ini. 9- Haddadiyyah memiliki kesamaan dengan kelompok al-Ikhwanul Muslimun dalam menggunakan metode berubah-ubah warna, kedustaan, dan mencampur aduk permasalahan atau menimbulkan kerancuan. 10- Haddadiyyah dengan berbagai tindakan dan cara mereka sedang menyingkap apa yang terpendam dalam hati mereka berupa hasad dan kedengkian terhadap dakwah as-Sunnah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya. 11- Haddadiyyah tertimpa penyakit tertipu dan ujub, sehingga mereka menyangka bahwa diri mereka sangat hati-hati dan teliti dalam menilai permasalahan, sedangkan para ulama mereka anggap ceroboh. 12- Haddadiyyah menggabungkan sikap mengekor hawa nafsu dan kebodohan, jadi mereka berada diantara hawa nafsu yang membinasakan dan kebodohan yang menghinakan. 13- Haddadiyyah nampak pada mereka sifat kasar dan keras dalam bermuamalah dengan orang-orang yang tidak layak disikapi dengan cara seperti itu, atau dengan siapa saja yang menyelisihi mereka. 14- Haddadiyyah tidak berada di atas jalan yang ditempuh oleh para ulama dalam hal ilmu dan dakwah, dan juga tidak berada di atas jalan orang-orang yang berakal dalam muamalah dan bersikap hikmah. 15- Haddadiyyah tidak mengakui kemuliaan para ulama dan hak mereka, bahkan suka berburuk sangka terhadap mereka dan sering mencela mereka. 16- Haddadiyyah suka menjatuhkan para ulama dengan setiap kesalahan, bahkan dengan hal-hal yang mereka saja yang menganggapnya sebagai kesalahan, walaupun tidak demikian kenyataannya. 17- Haddadiyyah adalah benalu yang memperburuk dan merusak gambaran as-Sunnah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya. 18- Haddadiyyah tampilan luar mereka adalah berpegang teguh dengan riwayat-riwayat salaf yang shalih, padahal sesungguhnya itu adalah memegangi sesuatu setelah keyakinan yang salah, jadi mereka adalah termasuk orang-orang yang meyakini sesuatu terlebih dahulu, baru kemudian mencari dalilnya. 19- Haddadiyyah pada mereka terdapat sikap ghuluw atau berlebihan dalam mengambil riwayat-riwayat perkataan para ulama akibat tidak memiliki perhatian dan bersandar dengan hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi was sallam. 20- Haddadiyyah tidak dikenal suka duduk bersimpuh di hadapan para ulama, bahkan sukanya belajar sendiri dan menjauhi pelajaran-pelajaran ilmiah para ulama. 21- Haddadiyyah memiliki sikap ghuluw dalam masalah vonis mubtadi', jadi mereka memvonis sebagai mubtadi' sebagian ulama yang para ulama tidak memvonisnya sebagai mubtadi'. 22- Khawarij penyimpangan mereka adalah memvonis kafir orang lain tanpa alasan yang benar, sedangkan Haddadiyyah penyimpangan mereka adalah memvonis orang lain sebagai mubtadi' tanpa alasan yang benar, vonis mubtadi' yang menyeret kepada vonis kafir. 23- Haddadiyyah memiliki banyak kesalahan dalam penerapan masalah vonis mubtadi', jadi menurut mereka siapa saja yang terjatuh dalam sebuah bid'ah maka dia adalah mubtadi', tanpa ada perincian dan tanpa menimbang maslahat dan vonis-vonis yang dijatuhkan dengan matang. 24- Haddadiyyah memvonis sebagai mubtadi' semua orang yang tidak memvonis siapa saja yang terjatuh dalam sebuah bid'ah sebagai mubtadi', menurut penggambaran mereka yang dangkal dan pemahaman mereka yang rusak. 25- Haddadiyyah mengharamkan untuk mendoakan rahmat bagi siapa saja yang terjatuh dalam sebuah bid'ah, sesuai dengan pemahaman mereka yang menyimpang dalam memvonis seseorang sebagai mubtadi'. 26- Haddadiyyah memiliki sikap ghuluw dalam melakukan hajr, jadi mereka menjatuhkan hajr atas semua hal yang menyelisihi kebenaran walaupun perkara yang kecil, tanpa aturan dan pertimbangan yang matang. 27- Haddadiyyah memiliki kesalahan besar dalam memahami masalah-masalah iman yang berakibat menuduh para ulama di masa ini berpemahaman Murji'ah. 28- Haddadiyyah suka memvonis mubtadi' atau mencela orang yang mendoakan rahmat bagi Abu Hanifah. Semoga Allah merahmati Abu Hanifah. 29- Haddadiyyah tidak mengerti kebenaran dan tidak menyayangi hamba-hamba Allah, jadi mereka memperburuk gambaran kebenaran dan menjauhkan hamba-hamba Allah dari kebenaran serta memecah belah mereka. 30- Haddadiyyah memiliki kebencian terhadap para ulama Ahlus Sunnah di masa ini dan sikap yang tajam dalam bermuamalah dengan mereka. 31- Haddadiyyah bukan termasuk para ulama dan orang-orang yang memiliki ketelitian, bahkan mereka termasuk orang-orang bodoh, suka mencampur aduk atau merancukan masalah, dan suka menimbulkan perpecahan. 32- Termasuk cara-cara kotor yang ditempuh oleh Haddadiyyah adalah suka memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain dan membesar-besarkannya. 33- Termasuk cara-cara kotor yang ditempuh oleh Haddadiyyah adalah bersikap ghuluw dalam mengharuskan sesuatu yang tidak semestinya, dengan tujuan untuk menjatuhkan orang-orang yang termasuk Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 34- Termasuk cara-cara kotor yang ditempuh oleh Haddadiyyah adalah menempelkan sebuah kesalahan kepada seseorang yang dia berlepas diri darinya dan terus menuduhkannya walaupun dia telah bertaubat darinya. 35- Termasuk cara-cara kotor yang ditempuh oleh Haddadiyyah adalah memvonis sebagian orang-orang yang menyelisihi kebenaran sebagai mubtadi' dengan bersandar kepada tahdzir-tahdzir para ulama yang bersifat umum, lalu jika para ulama tidak sependapat dengan mereka dalam memaksudkan terhadap pihak tertentu, maka mereka pun mencela para ulama dan menganggap mereka dungu. 36- Haddadiyyah adalah kelompok yang licik, penuh penyakit dan penyimpangan di jalan dakwah as-Sunnah yang benar, sifat-sifat ini ada yang terkumpul pada orang-orang tertentu dan ada yang tersebar pada orang-orang yang lain. ✒️ Sebagai penutup: wajib atas para penuntut ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah untuk membedakan diri secara jelas dari kelompok Haddadiyyah yang menyimpang ini, dan membongkar kedok kelompok yang memperburuk gambaran Ahlus Sunnah dan menyusup di tengah-tengah mereka ini. SELESAI 🌍 Sumber || https://twitter.com/aboalmubarak?s=08 ⚪️ WhatsApp Salafy Indonesia ⏩ Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy
8 tahun yang lalu
baca 6 menit

Tag Terkait