Keluarga

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

nasehat singkat bagi ummahat sang pembina umat

NASEHAT YANG SINGKAT BAGI UMMAHAT SANG PEMBINA UMAT Untukmu wahai para ibu , sang pengampu rumah-rumah kaum muslimin , sang pendidik dan pengasuh yang terlupakan ... Sesungguhnya tugasmu adalah tugas nan mulia lagi agung , mulai dari tanganmu generasi ini dibina , diasuh dan dibimbing… Sentuhan kasih lembutmu membesarkan mereka , bersama gangguan dari anak-anakmu dirimu sabar , ditanganmulah mereka wahai para ibu mereka berpijak… Tugas berat sang ibu tentunya harus dimengerti dan disadari oleh semua , jangan hanya berpangku tangan bekalilah diri-diri anda wahai para ibu dengan &.128218; ilmu , adab dan akhlaq yang mulia supaya anak-anakmu tumbuh dari tangan seorang &128141; ibu yang sholihah .  Inilah nasehat singkat dari seorang yang peduli terhadapmu : 1. Menjadikan dirinya qudwah serta teladan bagi anak-anaknya namun tidak harus otoriter sewenang-wenang , pelajarilah dan milikilah &127806; akhlaq yang baik serta adab yang mulia hal ini harus bersifat kontinuitas atau istiqomah sehingga tidak terkesan stagnan jalan ditempat . Bersemangatlah pada dirimu untuk kau mencontohkan didepan anak-anakmu setiap sifat yang dikau suka melihat itu pada anak-anakmu. &127912;&128300; Sungguh anak-anak diusia dini tidak bisa banyak memahami tentang sesuatu melainkan  apa yang terlihat saja , apa yang ia lihat darimu itulah yang dia rasa baik dan yang kau tinggalkan maka itulah yang jelek itulah prespektif sudut pandang anak diusia dini . Wahai para ibu jika dirimu terus berusaha ✅ memperkokoh keislamanmu , ✅menjaga akhlaq beserta adab yang mulia baik pada ucapan maupun perbuatan ➡ maka akan tumbuh anak-anak untuk berhias dengan sifat-sifat mulia ini . Demikian itu seperti engkau contoh dalam kebaikan-kebaikan maka engkau juga harus menjahui segala sifat yang tidak engkau sukai pada anak-anakmu , baik yang berhubungan dengan akhlaq maupun penampilan baik dalam &128132;&128293; berpakaian , &127850; makan , sampai dalam bergerak maupun diamnya . 2. Hendaknya seorang ibu semakin bersemangat tatkala usia anak sudah mulai mampu untuk mencerna sesuatu untuk memperdengarkan perkara-perkara yang baik pada mereka ,&128266;&128265; bacaan-bacaan Al quran , kisah-kisah yang baik dari Al quran maupun sunah yang shohihah , sehingga bisa menanamkan pada jiwa-jiwa mereka benih-benih akhlaq yang mulia . 3. Seorang ibu yang sholihah harus &128270; memperhatikan pergaulan anak-anaknya jika mereka telah beranjak ⏳ dewasa , memilihkan mereka siapa-siapa yang akan menjadi sahabat-sahabat anaknya demikian itu karena pengaruh teman &128278; amat sangat dahsyat dalam membentuk karakter sang anak baik dan buruknya . 4. Membekali dirimu dengan ilmu agama jangan malas dalam mencari dan memahaminya , hal ini guna membekali anak-anak kita dengan bekal yang baik dalam aqidah dan nasehat . Berusahalah menjawab pertanyaan sang anak dengan jawaban yang tepat pada usia kanak-kanaknya kenapa ? Hal itu karena akan membekas dalam jiwanya , terlebih jika sudah memasuki usia-usia keingintahuan terhadap &127755; alam sekitar , hubungan dengan alam sekitar , dan terus memantau pertumbuhan mereka . 5. Hendaknya seorang ibu itu berusaha untuk menjadi sumber-sumber pendidikan terhadap anak-anaknya , karena merekalah tempat bertanya sebelum yang lainnya , membersihkan dirinya dari aqidah yang ;rusak serta perkara-perkara yang bathil , mengambil jawaban-jawaban dari kitab dan sunah dan tidak menjawab dengan kebodohan , jika dia tidak mampu maka dialihkab jawaban kepada yang berilmu serta menunda jawaban pada sang anak . 6. Menjaga rumah dari hal-hal yang menyelisihi syariat , ☑baik dari  televisi , ☑patung-patung , atau ☑gambar makhluk bernyawa , atau ☑anjing peliharaan . Dimana keadaan seperti ini akan menjadikan sang anak bermudah-mudah dalam urusan agama dan ibadahnya . Demikian sebisa mungkin menyembunyikan perselisihan keluarga didepan anak-anak supaya mereka tidak terjatuh dalam kejelekan moral terhadap ortuanya . 7. Milikilah buku-buku bacaan yang bermanfaat dirumah-rumah anda wahai para ibu , hal itu sangat efektif sekali sebagai penumbuh motivasi anak untuk cinta membaca , cinta ilmu , serta mengatur waktu mereka dalam kegiatan sehari-hati . 8. Sediakan waktu ; untuk bersama mereka untuk melakukan konvensi ( mufakat ) , merubah paradigma ( cara berfikir ) keluarga , memberi doktrin yang baik kepada anak yang memberikan fundamental ( pokok ) pendidikan pada mereka ,  tanpa ada yang menyibukkan mereka baik seseorang maupun pekerjaan , bicara kepada mereka dari hati kehati agar tidak jauh hubungan anak dengan orang tua karena kesibukan mereka . Insyaa alloh hal ini akan menbantu merubah attitude atau perilaku anak yang kurang baik menjadi lebih baik . Semoga nasehat ini menjadikan sang ibu memiliki kemampuan pedagogik atau mendidik , juga sebagai bentuk preventif ( pencegahan ) kearah yang kurang baik pada generasi muslimin , karena kultur budaya kita yang jauh dari nilai agama , dan sudah menjadi sebuah urgensi ( desakan ) bagi kita untuk terus memperbaiki diri dan keluarga . Dalam periode terakhir ini kaum muslimin menempati titik nadir dalam menjaga norma-norma agamanya dimana titik kulminasi sudah jauh zamannya yaitu masa-masa nubuwah . Jika setiap ibu memiliki sifat ini maka prospek kedepan akan membaik dan probabilitas ( penyimpangan ) akan dapat diminimalisir biidznillah . ✏ Ditulis oleh Al Faqir ila afwi robbih : Abul Hasan Al Wonogiry Dipublikasikan oleh: Tholibul Ilmi Cikarang Pada, selasa 23 Dzulhijjah 1436H/06 Oktober 2015M Jam 11:53wib Untuk postingan sebelumnya silahkan kunjungi www.salafymedia.com ( website tampilan whatsapp ) =====*****===== Publikasi: WA Salafy Solo
9 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

bila hati rindu poligami

Bila Hati Rindu Poligami Poligami Indah Sesuai Sunnah Banyak wanita mempertanyakan buruknya praktik ta’addud (poligami) dalam Islam. Mereka kemudian menolak keras poligami dengan alasan menyakiti wanita. Penolakan ini bahkan merembet hingga menggugat syariat, menganggap syariat tak lagi memberikan keadilan. Dengan gelap mata, penafsiran ajaran agama selama ini divonis hanya memihak kaum laki-laki, serta dituduh dipahami secara tekstual dan parsial. Alhasil, wanita boleh meradang ketika suaminya menikah lagi. Lantas, kenapa banyak wanita yang dibiarkan jadi selingkuhan pria beristri? Mengapa pula banyak wanita yang dengan sukacita jadi “istri” simpanan demi seonggok materi? Dan mengapa tak sedikit istri yang lebih senang suaminya “jajan” atau selingkuh ketimbang kawin lagi, (lagi-lagi) dengan alasan materi—takut harta suami direbut madunya, warisan suami akan terbagi, dsb? . . . . Alasan menyakiti wanita pun kian abu-abu. Tanpa pernikahan resmi, biaya sosial yang muncul jelas sangat besar. Jika seks bebas dan perselingkuhan dibiarkan, siapa yang paling merasakan akibatnya?, Siapa yang menanggung jika terjadi penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS) akibat gonta-ganti pasangan di luar nikah? Ujung-ujungnya, yang jadi korban atau setidaknya objek seks adalah perempuan. Lantas, mengapa poligami yang merupakan wujud tanggung jawab seorang pria untuk menikahi wanita secara terhormat justru dikesankan demikian seram? Memang, dalam praktiknya banyak orang yang “mau cari enaknya” ketika berpoligami, mencari “daun muda” lantas menelantarkan istri pertama. Alhasil, kebanyakan kita cenderung memandang dari realitas yang ada bahwa mengamalkan poligami hanya akan menciptakan kekerasan terhadap perempuan, dsb. Jika ditelisik, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bukanlah soal poligaminya. ❕❕ Di rumah tangga monogami sekarang, juga marak KDRT. Apakah dengan itu kita lantas menyalahkan monogami, kemudian dengan alasan kontekstual menganjurkan hidup membujang? Kalau begitu, mengapa poligami yang dituding merusak hubungan rumah tangga? Bukankah perselingkuhan dan perzinaan itu yang menyebabkan rusaknya rumah tangga? Intinya memang bukan monogami atau poligaminya, tetapi lebih ke pelaku. Analoginya. Ada orang shalat namun masih bermaksiat, orang berjilbab tetapi tidak beradab, dst. Apakah (lagi-lagi) dengan alasan kontekstual kita lantas menggugat shalat, jilbab, dsb? Maka dari itu, kita semestinya lebih mendalami ajaran agama agar tidak salah memahami, bisa bersikap positif terhadap syariat Allah Subhanahu wata’ala dan kepada mereka yang telah mengamalkannya. Apalagi kesuksesan atau kegagalan berumah tangga adalah hal lumrah. Monogami sekalipun, jika persiapannya asal-asalan, hasilnya juga tidak akan baik. Oleh karena itu, jika pada kehidupan poligami terjadi “kegagalan”, kita bisa bersikap bijak dengan tidak mudah menyalahkan poligaminya. Yang harus kita pupuk adalah kesiapan ilmu dalam membina rumah tangga. Ketika seorang pria hendak berpoligami, dia harus memahami syariat ta’addud (poligami) secara benar agar bisa mempraktikkan secara benar pula. Dalam kehidupan poligami, laki-laki tentu akan lebih “dipusingkan”.  Ia dituntut menjadi nakhoda yang baik bagi beberapa bahtera. Bagi lelaki yang bertanggung jawab dan bagus dalam praktik poligami; ✔ waktu lebih yang ia luangkan, ✔ materi lebih yang ia keluarkan, serta ✔ tenaga dan pikiran lebih yang ia curahkan, ;sejatinya tak sebanding dengan “kenikmatan” yang ia dapatkan. Lebih-lebih, jika ia benar-benar menikahi wanita-wanita yang secara logika “tidak menguntungkan” untuk dijadikan istri, seperti janda miskin beranak banyak. Akhirnya, kebesaran jiwa seorang istri juga dibutuhkan di sini. Wanita tidak perlu takut kebahagiaannya akan berkurang kala suaminya menikah lagi. Bahkan, semestinya seorang wanita salehah akan bertambah bahagia kala ia bisa membahagiakan wanita lain. ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖ (http://asysyariah.com/pengantar-redaksi-poligami-indah-sesuai-sunnah/) ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Siapa Bilang Semua Wanita Hanya Suka Madu dan Tidak Suka Dimadu Mana ada wanita yang mau dimadu?! Sebuah kalimat yang tak jarang kita sering mendengarnya. Ternyata tidak sedikit wanita yang ridha, siap bahkan ada sebagian yang mendukung suaminya menikah lagi. Mungkin ada di antara kita yang bertanya-tanya masa sih ada wanita yang siap untuk di madu…?! alasan mereka kira-kira apa yah ?! Insya Allah sebagian kisah-kisah di bawah ini  akan menjawab pertanyaan-pertanyaan anda. Alangkah baiknya kita awali dengan sebuah kisah tentang istri Nabi Ibrahim yang bernama Sarah yang ridha ada selain dirinya, yaitu hajar menjadi pendamping untuk suaminya. Nabi Ibrahim pun menikah dengan Hajar dan dari pernikahan itu lahirlah seorang anak yang bernama Ismail. Lihatlah bagaimana keridhaan Sarah yang menerima kehadiran seorang wanita (istri yang lain) di samping suaminya. Lalu mari kita beranjak pada sebuah kisah tentang istri-istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Salah seorang istri Rasulullah yang bernama Ummu Habibah Binti Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu berkata : يَا رَسُولَ اللهِ انْكِحْ أُخْتِي بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ فَقَالَ أَوَتُحِبِّينَذَلِكَ فَقُلْتُ نَعَمْ لَسْتُ لَكَ بِمُخْلِيَةٍ وَأَحَبُّ مَنْ شَارَكَنِي فِيخَيْرٍ أُخْتِي فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِنَّ ذَلِكَ لاَيَحِلُّ لِي “Wahai Rasulullah, nikahilah saudaraku, putri Abu Sufyan.” Nabi bersabda: “ apakah engkau senang dengan hal itu?” Ummu Habibah berkata, “ Ya, (agar) aku tidak bersendirian dengan dirimu. Sesungguhnya orang yang paling aku sukai untuk menemaniku dalam berbuat kebaikkan adalah saudariku.” Nabi bersabda: “Sesungguhnya yang demikian itu tidaklah halal bagiku.” (&128218; HR. Bukhari no 5101 dan Muslim no 3659) Lihatlah wahai saudaraku, Istrinya Rasulullah Ummu Habibah  menawarkan Rasulullah menikah lagi, yaitu dengan saudaranya agar saudaranya mendapatkan kebaikkan. Akan tetapi Rasulullah menjelaskan termasuk pernikahan yang dilarang adalah mengabungkan dua saudara. Dan lihatlah kisah istri-istri Rasulullah yang lainnya yang ridha Rasulullah menikah lagi, setelah Rasulullah menikah dengan wanita yang lain (istri yang baru saja dinikahi) para istri yang lama mendoakan keberkahan atas pernikahan tersebut. Atau sebuah kisah salah seorang suami bertanya kepada istrinya, “ wahai istriku, apa yang membuat kamu mau untuk dipoligami?” Istrinya menjawab, Karena Aku mencintai Allah, kemudian aku juga mencintai mas, aku ingin mas bahagia. Aku mencintai saudari-saudari  muslimah yang belum pada menikah. Sang suamipun tertegun mendengar jawaban sang istri. Yang tidak dia sangka akan menjawab dengan jawaban seperti itu. Lihatlah wahai saudaraku bagaimana sikap mereka yang siap, ridha bahkan ada yang mendukung suaminya menikah lagi. Dan dari kisah-kisah tersebut dan kisah-kisah yang lainnya kita bisa ambil pelajaran diantara sebab sebagian wanita menerima, siap dan ridha untuk dipoligami bahkan ada yang mendukung di antaranya adalah : Ketundukkan mereka yang sempurna terhadap syariat Allah. Kecintaan mereka kepada Allah yang membuat mereka menerima seluruh syari’at Allah, termasuk syari’at poligami فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (nikahilah) seorang saja.” (An-Nisa’ : 3) Mencintai suami dan menginginkan kebahagiannya, sebagian istri tahu terhadap kebutuhan sang suami, baik itu yang berkaitan dengan dirinya, atau karena faktor istrinya, atau bukan karena faktor keduanya hanya saja agar suaminya lebih terjaga dari fitnah syahwat yang luar biasa dahsyatnya, dari kesadaran inilah sebagian wanita yang karena mencintai suaminya, ingin suaminya bahagia, tidak ingin suaminya jatuh kepada perbuatan maksiat yang membuat dirinya siap dan ridha suaminya untuk berpoligami. Menginginkan saudarinya mendapatkan kebaikan dari suaminya, sehingga  dirinya siap, ridha dan mendukung untuk suaminya menikah lagi. Agar temannya atau sahabatnya mendapatkan kebaikan sebagaimana yang ia dapatkan, dengan mempunyai suami, hidup bahagia bersama suami yang baik, dan dari  kebaikkan-kebaikkan yang lainnya. Kepedulian dan rasa tanggung jawab sebagian wanita, cintanya terhadap saudari-saudarinya yang belum pada menikah atau telat menikah atau terancam tidak pernah merasakan  indahnya pernikahan, atau kepada para janda yang  membuat dirinya tergerak untuk ridha, siap bahkan mendukung dan menganjurkan suaminya untuk poligami. Dikarenakan sebagian wanita ingin mencari solusi dari problema rumah tangganya, oleh karena itulah sebagian wanita ridha dan siap untuk dipoligami karena dia tahu poligami adalah solusi yang tebaik untuk problema rumah tangganya. Dikarenakan misalnya istri tertimpa penyakit sehingga tidak bisa melayani dengan baik suaminya, atau terkena penyakit kanker rahim sehingga diangkat rahimnya menyebabkan ia tidak bisa punya anak atau problema lainnya. Dikarenakan Sebagian wanita ingin ikut andil memperjuangkan agama Allah, diantaranya syariat poligami yang mulia ini, membuat mereka siap dan ridha untuk suaminya menikah lagi untuk yang ke 2,3 atau ke 4. Itu di antara hal-hal yang membuat sebagian wanita menerima, siap dan ridha suaminya menikah lagi. Ditulis oleh: "Abu Ibrahim Abdullah Al-Jakarty" Dipublikasikan oleh: Tholibul Ilmi Cikarang ________________________________ Pada, Selasa 24 Dzulqo'dah 1436H/08 September 2015M Syariat Poligami Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, terbitan Balai Pustaka, istilah poligami tidak khusus untuk pihak lelaki, karena definisi poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang bersamaan. Justru ada istilah lain yang khusus bagi lelaki, namun jarang kita pakai, yaitu poligini, yang bermakna sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai istrinya di waktu yang bersamaan. (✒_hlm. 885—886) Namun, karena ada istilah poliandri untuk wanita yang bersuami lebih dari satu, jadilah poligami dipakai untuk lelaki. Apa pun istilahnya, tidak menjadi masalah. Yang penting, makna yang kita maksud adalah lelaki menikahi lebih dari satu wanita; dua, tiga, atau paling banyak empat istri, yang dalam bahasa Arab disebut "ta’addud az-zaujat", atau dalam bahasa keseharian kita biasa disingkat dengan ta’addud. Pensyariatan Poligami Pensyariatan poligami ditunjukkan oleh al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’. Dalil dari al-Qur’an, Allah Subhanahu wata’ala berfirman, وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا “Jika kalian khawatir tidak bisa berbuat adil terhadap perempuan yatim (bila kalian menikahinya), nikahilah wanita-wanita lain yang halal bagi kalian untuk dinikahi; (apakah) dua, tiga, atau empat. Namun, apabila kalian khawatir tidak bisa berlaku adil (di antara para istri bila sampai kalian memiliki lebih dari satu istri), nikahilah satu istri saja atau mencukupkan dengan budak perempuan yang kalian miliki. Hal itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (an-Nisa: 3)  Sisi pendalilan dari ayat di atas, Allah Subhanahu wata’ala menyatakan, ; فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ Maksudnya, nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang halal bagi kalian untuk dinikahi sejumlah yang disebutkan. ( Fathul Qadir, asy-Syaukani, 1/561—562) Hal ini memberikan faedah bolehnya beristri sampai empat orang. Allah Subhanahu wata’ala sama sekali tidak membatasi istri itu harus satu, terkecuali bagi mereka yang tidak dapat atau khawatir tidak bisa berbuat adil di antara para istri. Adapun lafadz, فَانكِحُوا yang berupa fi’il amr (kata kerja perintah) tidaklah menunjukkan wajibnya berbilang istri, tetapi menunjukkan pembolehan. Jadi, perintah pada ayat di atas bukanlah lil wujub (untuk mewajibkan), melainkan lil ibahah (untuk membolehkan). Demikian pendapat mayoritas fuqaha, sebagaimana disebutkan  dalam Tafsir ath-Thabari (3/580), Badai’u ash-Shanai’ fi Tartib asy-Syarai’ (al-Kasani, 1/597), al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (an-Nawawi, 17/202), dan selainnya. Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Sumber: (http://asysyariah.com/kajian-utama-syariat-poligami/) ________________________________ Pada, Rabu 25 Dzulqo'dah 1436H/09 September 2015M Pensyariatan poligami ditunjukkan oleh: {( 1 )} Al-Qur’an, {( 2 )} As-Sunnah, dan {( 3 )} Ijma’.] ____________________________________ As Sunnah Adapun dalil dari as-Sunnah adalah sebagai berikut. Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma Disebutkan bahwa Ghailan ibnu Salamah ats-Tsaqafi radhiyallahu ‘anhu masuk Islam dalam keadaan ia memiliki sepuluh istri yang dinikahinya di masa jahiliah. Para istrinya juga masuk Islam bersamanya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pun memerintah Ghailan memilih empat dari mereka (dan menceraikan yang lain). (Sunan at-Tirmidzi no. 1128, dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi) Setelah membawakan hadits di atas, al-Imam at-Tirmidzi rahimahullah berkata, “Yang diamalkan adalah hadits Ghailan ibnu Salamah ini, menurut ulama hadits teman-teman kami, di antaranya Asy- Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.” (Sunan at-Tirmidzi, kitab an-Nikah, bab “Ma Ja’a fir Rajul Yuslim wa ‘Indahu ‘Asyru Niswah”) Ibnu Majah rahimahullah Meriwayatkan dalam Sunan-nya dari Qais ibnul Harits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku masuk Islam, sementara aku beristri delapan. Aku pun mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengatakan kepada beliau tentang hal itu. Beliau pun bersabda, اخْتَرْ مِنْهُنَّ أَرْبَعًا ‘Pilih empat dari mereka’.” (no. 1952, dinyatakan hasan dalam Shahih Ibnu Majah dan Irwa’ul Ghalil no. 1885) Sisi pendalilan dari hadits di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang yang tidak pernah berucap dari hawa nafsunya tetapi dari wahyu, memerintah para sahabatnya yang berislam dalam keadaan memiliki istri lebih dari empat untuk memilih empat dari para istrinya dan mencerai yang lainnya. Sementara itu, asal perintah adalah wajib tentang larangan beristri lebih dari empat dan bolehnya poligami sampai empat, berdasar firman Allah Subhanahu wata’ala, مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ “(Apakah) dua, tiga, atau empat.” Sunnah Taqririyah penetapan dan diamnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap poligami yang dilakukan oleh sebagian sahabat beliau, di antaranya sahabat yang paling dekat dan paling dicintai oleh beliau, Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, yang beristri lebih dari satu. Sementara itu, taqrir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam juga termasuk tasyri’ (berlaku sebagai syariat). ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖ Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Sumber: (http://asysyariah.com/kajian-utama-syariat-poligami/) Dipublikasikan oleh: Tholibul Ilmi Cikarang ________________________________ Pada, Kamis 26 Dzulqo'dah 1436H/10 September 2015M Ijma Adapun dalil dari ijma’ ahlul ilmi dari º) kalangan shahabat, º) tabi’in, dan º) mazhab yang empat; Al-Ahnaf (Hanafi),  Maliki,  Syafi’i,  Hanbali, dan  bnu Hazm dari kalangan Zhahiri,  sepakat membolehkan poligami sampai empat istri, selama memenuhi syarat-syarat pernikahan poligami yang akan disebutkan nanti, insya Allah. Dari dalil-dalil pensyariatan poligami di atas, para ulama ada yang menganggap hukum asalnya mubah dan ada pula yang memandang sebagai suatu amalan sunnah/mustahab. Yang menganggapnya mustahab berdalil dengan beberapa hadits dan atsar yang menunjukkan sunnahnya, seperti: ( 1 ) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, تَزَّوَجُّوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ “Nikahilah oleh kalian wanita yang Poligami, Problem atau Solusi? penyayang (cinta kepada suaminya) lagi subur rahimnya, karena sungguh aku berbangga-bangga di hadapan umat-umat yang lain dengan banyaknya jumlah kalian.” (&128218; HR. Abu Dawud no. 2050 dari sahabat Ma’qil bin Yasar, dinyatakan hasan sahih dalam Shahih Abi Dawud) Salah satu cara memperbanyak keturunan adalah dengan menikahi banyak wanita sampai batasan empat. ( 2 ) Hadits yang berbunyi, وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ “Pada kemaluan salah seorang kalian ada sedekah1.” (HR. Muslim No. 2326 dari Abu Dzar al-Ghifari) ( 3 ) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمُ النِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلاَةِ “Dicintakan kepadaku dari dunia kalian adalah (cinta) kepada para wanita/ istri dan minyak wangi, serta dijadikan penyejuk mataku dalam shalat.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya, 3/285, an-Nasa’i dalam ‘Isyratun Nisa, dari Anas bin Malik, dinyatakan sahih dalam Shahihul Jami’ no. 3124 dan al-Misykat no. 5261) ( 4 ) Said bin Jubair rahimahullah pernah ditanya oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Apakah engkau sudah menikah?” “Belum,” jawabnya. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu lalu berkata, فَتَزَوَّجْ فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً “Menikahlah, karena sebaik-baik umat ini adalah orang yang paling banyak istrinya.”2 (HR. al-Bukhari no. 5069) Semua dalil di atas dan beberapa dalil lain yang tidak kita sebutkan di sini, dijadikan sandaran oleh mereka yang berpendapat disunnahkannya memperbanyak istri, dengan syarat si suami mampu berlaku adil di antara istri-istrinya, karena Allah Subhanahu wata’ala menyatakan, “Namun, bila kalian khawatir tidak bisa berlaku adil (di antara para istri bila sampai kalian memiliki lebih dari satu istri)….” Pada poligami, dengan melihat pelakunya, bisa diberlakukan juga hukum yang lima, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram, sebagaimana hukum nikah yang pertama. Untuk keterangan tentang hukum yang lima ini, silakan melihat kembali pembahasan kajian utama di majalah Asy-Syariah Vol. IV/ no. 39/1429 H/2008, dengan judul Menikah dengan Aturan Islam, subjudul Hukum Nikah (hlm.12—13), wallahu a’lam. Poligami yang mubah dan sunnah telah disebutkan di atas. Poligami menjadi WAJIB jika tidak berpoligami justru menyebabkan seseorang terjatuh pada perkara yang haram atau membuatnya terhalang dari melaksanakan kewajiban. Misalnya, ia memiliki seorang istri, namun tidak mencukupinya (dari menginginkan wanita lain) sehingga dikhawatirkan ia terjatuh pada perbuatan zina. Sementara itu, ia mampu memenuhi syarat pernikahan poligami. Dalam keadaan ini, dikatakan kepadanya, “Menikahlah lagi dengan wanita yang kedua!” Poligami menjadi HARAM bagi seseorang apabila berpoligami akan mengantarkannya pada perbuatan yang haram. Misalnya, ia menikah lagi padahal telah memiliki empat orang istri (sehingga menjadi lima), atau mengumpulkan dua wanita yang bersaudara kandung dalam keadaan salah satunya belum dicerai/ belum meninggal. Poligami menjadi MAKRUH apabila menyebabkan pelakunya terjatuh kepada perbuatan yang makruh, seperti menceraikan istrinya karena pernikahan yang berikutnya, tanpa alasan yang benar; atau seorang yang dikenal kasar dalam hubungan suami istri, emosional, tidak memiliki rahmat dan sifat lapang dada terhadap istrinya. Orang yang seperti ini makruh hukumnya berpoligami karena kehidupan pernikahan membutuhkan dan menuntut kelemahlembutan dan sikap berlapang dada terhadap para istri. (Sualat fi Ta’addudiz Zaujat, hlm. 43) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bersambung insyaAllah ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖ ✒ Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Sumber: (http://asysyariah.com/kajian-utama-syariat-poligami/) #bila-hati-rindu-poligami Dipublikasikan oleh: &128218; Tholibul Ilmi Cikarang ________________________________ Pada, Jum'at 27 Dzulqo'dah 1436H/11 September 2015M Hukum Asal Pernikahan adalah Poligami Samahatusy Syaikh al-Imam Abdul Aziz ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya, “Apakah hukum asal dalam hal pernikahan itu,ta’addud/poligami atau hanya beristri satu?" Beliau menjawab, “Hukum asal dalam pernikahan adalah disyariatkannya poligami bagi yang mampu dan tidak khawatir berlaku zalim. Sebab, poligami mengandung maslahat/kebaikan yang besar untuk menjaga kemaluan si lelaki dan iffah (kehormatan diri) para wanita yang dinikahi. Selain itu, poligami juga mengandung perbuatan baik kepada para wanita serta memperbanyak keturunan sehingga jumlah umat ini semakin besar dan memperbanyak orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala saja. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala, وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا “Jika kalian khawatir tidak bisa berbuat adil terhadap perempuan yatim (bila kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang halal bagi kalian untuk dinikahi; (apakah) dua, tiga, atau empat. Namun, bila kalian khawatir tidak bisa berlaku adil (di antara para istri bila sampai kalian memiliki lebih dari satu istri) maka nikahilah satu istri saja atau mencukupkan dengan budak perempuan yang kalian miliki. Hal itu lebih dekat agar kalian tidak berbuat aniaya.”(an-Nisa: 3) Di samping itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi lebih dari satu wanita, padahal Allah Subhanahu wata’ala berfirman, لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri teladan yang baik (uswah hasanah) yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir lagi banyak menyebut Allah.” (al-Ahzab: 21) Sebagian shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Aku tidak akan makan daging,” yang satunya lagi berkata, “Aku akan shalat malam terus dan tidak akan pernah tidur,” yang lainnya mengatakan, “Aku akan terus puasa, tidak pernah berbuka (di siang hari),” dan ada pula yang mengatakan, “Aku tidak akan menikahi para wanita.” Ketika berita mereka sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkhutbah di hadapan manusia, memuji, dan menyanjung Allah Subhanahu wata’ala, kemudian bersabda, إِنَّهُ بَلَغَنِي كَذَا وَكَذا وَلَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَنَامُ، وَآكُلُ اللَّحْمَ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي “Sampai kepadaku berita ini dan itu… Padahal aku sendiri berpuasa dan juga berbuka, aku shalat malam dan aku juga tidur, aku makan daging, dan menikahi para wanita. Siapa yang membenci sunnahku, dia bukanlah bagian (golongan)ku.” Ini adalah lafadz yang agung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, mencakup seorang istri dan lebih satu istri. Wallahu waliyyut taufiq. (al-Fatawa al-Ijtima’iyah, hlm. 94) Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.  Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Sumber: (http://asysyariah.com/kajian-utama-syariat-poligami/) #bila-hati-rindu-poligami ___________________________ Dipublikasikan oleh: &128218; Tholibul Ilmi Cikarang Pada, Sabtu 28 Dzulqo'dah 1436H/12 September 2015M "MENGAKU PERJAKA UNTUK POLIGAMI" Apakah dibenarkan berpoligami disertai dengan berdusta untuk menjaga legalitas hukum di negara? Misal, untuk membuat surat nikah dengan mengaku-aku masih perjaka. (dari: 082127XXXXXX) ―――――――――――――――――――― Dijawab oleh al-Ustadz Qomar Suaidi Hendaknya tetap jujur, insya Allah ada jalan. ―――――――――――――――――――― Sumber: (http://tanyajawab.asysyariah.com/mengaku-perjaka-untuk-poligami/) #Bila-Hati-Rindu-Poligami ___________________________ Poligami Tak Semudah Apa yang Engkau Bayangkan dan Tak Sesusah Apa yang Engkau Pikirkan Poligami tak semudah apa yang engkau bayangkan dan tak sesusah apa yang engkau pikirkan, itu sekiranya kalimat yang aku sukai untuk mengawali tulisan sederhana ini bukan dalam rangka menciutkan niat seseorang yang ingin poligami dan bukan juga untuk menganjurkan seseorang untuk poligami dengan tergesa-gesa tanpa ada persiapan, tetapi sekedar ingin mengingatkan bagi orang yang ingin poligami sesuatu hal yang penting untuk diperhatikan agar poligami yang ingin ia lakukan secara sebab bisa berjalan sesuai dengan keinginan dan harapan menuai kebahagian didunia dan diakhirat. Dan di antara yang perlu ia perhatikan adalah : 1. "Jangan Lupa Persiapkan Ilmu" Hal ini di antara perkara yang terpenting bagi siapa saja yang ingin poligami, yaitu mempersiapkan ilmu yang terkait dengan tema poligami, baik yang terkait dengan poligami, hikmah dan hukumnya dan sampai yang terkait dengan fikihnya. Hal ini sangatlah penting agar poligaminya sesuai dengan syar’i yang dengan sebab itu kebahagian yang dia ingin dan harapkan dengan poligami Insya Allah akan terwujud. 2.  "Luruskan Niat" Kebahagiaan adalah dimulai dengan niat dan cara yang baik, maka luruskanlah niat anda ketika ingin poligami. Di antara niat yang baik adalah seperti niat anda ketika menikah untuk yang pertama kalinya yaitu untuk menjaga diri anda dari maksiat, maka hadirkan niat itu untuk pernikahan anda yang kedua, atau supaya lebih bisa menjaga kesucian diri, atau di samping itu untuk ta’awun dengan wanita-wanita yang belum menikah dan dari niat yang baik lainnya. Jangan sampai berniat dengan niat yang jelek seperti hanya karena kesal dengan istri atau apalagi dengan niat mendzalimi istri atau yang lainnya. 3. "Tarbiyah (Mendidik) Istri Pertamamu dengan Baik" Di antara kewajiban yang terbesar seorang suami adalah mendidik istri dan keluarganya dengan baik, ajari mereka perkara – perkara yang penting tentang agama ini atau ajak mereka untuk menghadiri pengajian yang membahas permasalahan  aqidah, fiqih, akhlaq dan yang lainnya. Bagi anda yang ingin poligami berusahalah untuk mengenalkan syariat ini kepada istri pertama anda dengan baik, dari hukumnya, hikmahnya dan yang berkaitan dengannya dan hal ini juga sebagai persiapan untuk anda yang ingin poligami agar berjalan dengan baik. Karena dengan tidak adanya ilmu dari istri pertama, atau bahkan terbaliknya pengetahuan istri pertama tentang syari’at poligami akan mendatangkan masalah pada saat anda ingin poligami atau setelah poligami. Maka penting tarbiyah atau mengenalkan betapa agungnya syari’at poligami, hukum dan hikmahnya terhadap istri pertama. Dan bukan berarti tiap hari tema yang anda bicarakan dengan istri anda selalu tema poligami, tentu saja saja tidak, 4. "Jangan Tunda Kalau Nanti Sudah Tua" Mumpung masih muda, sehat, dan kuat menikahlah, baik untuk yang pertama atau yang kedua, ketiga dan keempat dengan memenuhi syarat dan kewajibannya. Jangan tunda nanti kalau sudah tua yang ketika itu semakin melemah fisik kita, usaha kita dan yang lainnya. Maka dari itu mumpung masih muda menikahlah, baik untuk yang pertama atau untuk yang kedua, tiga atau untuk yang keempat. Dengan sangat indah Rasullullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi anjuran kepada para pemuda untuk menikah : يَا مَعشَرَ الشَبَابِ مَن استَطاعَ مِنكُم البَاءَة فَليَتَزَوَّج فَإِنَّه أَغَضُّ لَلبَصَرِ وأَحصَنُ لِلفَرَجِ وَمَن لَم يَستَطِع فَعَلَيهِ بِالصَومِ فَإِنَّه لَهُ وِجَاءٌ "Wahai para pemuda barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat lebih menundukkan pandangan  dan menjaga kemaluan  dan barangsiapa tidak mampu menikah maka baginya untuk berpuasa  hal itu sebagai tameng baginya.“ (HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud radiyallaahu ‘anhu) ――――――――――――――――――― Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sa’id bin Jubair radiyallaahu ‘anhu, Ibnu ‘Abbas bertanya kepadaku : “Apakah engkau sudah menikah?” Aku menjawab : “Belum.” Dia mengatakan: “Menikahlah, karena sebaik-baik ummat ini adalah yang paling banyak istrinya.” (HR. Bukhari dalam Kitab An-Nikah) ――――――――――――――――――― 5. "Persiapkan Fisik dan Materi" Di antara perkara yang perlu dipersiapkan adalah masalah yang terkait dengan fisik dan materi dengan tanpa berlebih-lebihan sehingga menyurutkan niat anda untuk poligami atau meremehkan sehingga berpeluang menjadi masalah kelak ketika anda berpoligami. Saya tidak mengatakan kalau sudah punya rumah sendiri, mobil sendiri, penghasilan di atas beberapa juta baru boleh poligami, tidak…!! Tetapi persiapkanlah:  Biaya untuk pernikahan; Persiapkan juga setelah itu istri kedua mau tinggal di mana nanti, rumah sendiri atau cari kontrakan dan semisalnya;  Dan bukan juga dengan meremehkan hal ini yaitu tidak memikirkan sama sekali. 6. Cari yang baik agama dan akhlaqnya untuk istri yang keduamu. Menikah dengan istri shalihah adalah sebab mendapatkan kebahagian dalam rumah tanggamu, baik pernikahan yang pertama ataupun pernikahan yang kedua, tiga atau yang keempat. Dengan sangat indah pada banyak kesempatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang istri yang baik agamanya (shalihah), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها, فاظفر بذات الدّين تربت يداك “Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya dan pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu) الدُنيَا كُلُّهَا مَتَاعٌ وَخَيرُ مَتَاعِ الدُنيَا المَرأَةُ الصَالِحَةُ “Dunia ini semuanya adalah perhiasan dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita  shalihah” (HR.Muslim) 7. Jangan lupa untuk meminta pertimbangan kepada orang yang berilmu (musyawarah) Jika sesuatunya sudah dimintai saran atau dimusyawarahkan dengan orang berlimu insya Allah hasilnya jauh lebih baik ketimbang ia tidak meminta pertimbangan atau saran kepada orang yang berilmu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” (Qs. Asy-Syura : 38) Ada sebuah kisah dimana seorang shahabiyah (Fatimah Binti Qais) meminta pertimbangan kepada Rasulullah  shallallahu alaihi wasallam tentang beberapa orang yang hendak meminangya. Maka beliau bersabda: “ Adapun Abu Jahm, ia seorang laki-laki yang tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya (sering memukul -ed), sedangkan Mua’wiyah adalah seorang laki-laki fakir dan tidak memiliki harta. Nikahlah dengan Usamah Bin Zaid.” (HR. Muslim didalam Kitab ath-Thalaq) 8. Bermuamalah yang baik dan bersikap adillah dengan istri-istrimu. Kewajiban seorang suami adalah dengan mempergauli istri-istrinya dengan muamalah yang baik, menunaikan hak-hak mereka dan berlaku adil sesama mereka. Tentang hal ini  Allah Ta’ala berfirman : وَعَاشِرُوهُنَّ بِالمَعْرُوفِ “Dan bergaullah dengan istri-istrimu dengan cara yang ma’ruf (baik).” (An-Nisa’: 19) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya dan saya yang paling baik di antara kalian terhadap istri.” (HR. At- Tirmidzi dan Ibnu Majah) &128193; Dan dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang memiliki dua orang istri, lalu ia condong kepada salah seorang dari keduanya, maka ia akan datang pada hari kiamat sedangkan bahunya dalam keadaan miring sebelah.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwail Ghalil : 7/80) 9. Jangan lupakan doa. Segala sesuatunya kita sandarkan kepada Allah, kita memohon dan berdoa kepada Allah agar Allah mengaruniakan kepada kita kebahagian dalam pernikahan kita, dalam poligami kita, mengaruniakan istri yang shalihah dan menolong kita untuk dapat menunaikan hak istri-istri kita kelak. Inilah diantara sebab keberhasilan dan sebab bahagianya seseorang dalam rumah tangganya. Allah Ta’aala berfirman : وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ “ Dan apabila hamba – hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (Qs. al-Baqarah : 186) وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ “ Dan Rabbmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (Qs. al-Mukmin : 60) Bersambung insya Allah ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖ ✏ Abu Ibrahim Abdullah bin Mudakir #Poligami-Tak-Semudah-Apa-yang-Engkau-Bayangkan-dan-Tak-Sesusah-Apa-yang-Engkau-Pikirkan ___________________________ Dipublikasikan oleh: Tholibul Ilmi Cikarang Pada, Ahad 06 Dzulhijjah 1436H/20 September 2015M ― ― ― ― ― ― ― ― ― ― ― ― ― ― ― ― Haruskah Suami yang ingin Menikah Lagi Harus Seijin Istri? “Lajnah Da’imah pernah ditanya dengan sebuah pertanyaan مما لا شك به أن الإسلام أباح تعدد الزوجات، فهل على الزوج أن يطلب رضا زوجته الأولى قبل الزواج بالثانية؟. “Sesuatu yang tidak diragukan bahwa agama islam membolehkan laki-laki untuk menikah dengan poligami, apakah wajib bagi suami untuk meminta keridhaan istri pertamanya sebelum menikah untuk yang kedua? Maka dijawab:  ليس بفرض على الزوج إذا أراد أن يتزوج ثانية أن يرضي زوجته الأولى، لكن من مكارم الأخلاق وحسن العشرة أن يطيب خاطرها بما يخفف عنها الآلام التي هي من طبيعة النساء في مثل هذا الأمر، وذلك بالبشاشة وحسن اللقاء وجميل القول، وبما تيسر من المال إن احتاج الرضا إلى ذلك. “Bukan suatu kewajiban atas suami yang ingin menikah lagi untuk yang kedua, istri pertamanya harus ridha, tetapi di antara kebaikkan akhlak dan baiknya mua’malah dengan menghibur istrinya dengan apa yang dapat meringankan kesedihan darinya. Yang merupakan tabiat para wanita sedih dalam permasalahan seperti ini. Hal itu dilakukan dengan: Menampakan wajah yang berseri; Pertemuan yang menyenangkan; Ucapan yang baik dan dengan apa yang yang dimudahkan dari harta jika dibutuhkan untuk mendapatkan ridhanya.”&127810; وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم (Fatwa Lajnah Da’imah, diketuai oleh Syaikh Ibnu Baaz:18/402) Diterjemahkan oleh Abdullah al-Jakarty ____________________________
9 tahun yang lalu
baca 27 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

antara anak, orang tua dan ma'had (sebuah renungan)

ANTARA ANAK, ORANG TUA, DAN MA'HAD # Sebuah Renungan # 1. Pada asalnya, anak adalah tanggung jawab orang tua, termasuk dalam hal pendidikan mereka. Ma’had dengan berbagai kekurangan yang ada bukanlah pembimbing utama, melainkan hanya membantu orang tua untuk mencetak anak yang saleh. Ketika anak disekolahkan di ma’had, secara tidak langsung orang tua telah memberikan kepercayaan kepada ma’had. Apabila hal ini disadari, tentu ada beberapa konsekuensi dari rasa percaya orang tua terhadap ma’had. Yang terpenting di antaranya ialah adanya kerja sama yang baik guna mendukung perkembangan belajar anak. 2. Peraturan yang dikeluarkan oleh ma’had adalah salah satu bentuk kasih sayang dan kepedulian ma’had terhadap anak. Perlu diketahui, peraturan tersebut merupakan hasil musyawarah asatidzah yang ada di ma’had, bukan hasil pemikiran individual. Maka dari itu, harus ada kesepahaman dan dukungan dari orang tua agar peraturan yang dibuat dapat berjalan efektif. Contoh, larangan penggunaan motor, hp, dan internet, baik di rumah ataupun di ma’had. 3. Keluarnya ST (Surat Teguran) atau SP (Surat Peringatan) bagi santri adalah hasil musyawarah yang panjang dari asatidzah di ma’had. Oleh karena itu, selayaknya orang tua mendukung dan husnu zhan dengan ketetapan tersebut sehingga bisa menjadi terapi yang efektif bagi anak. Selain sebagai terapi bagi pelaku, ST atau SP juga bermanfaat guna meminimalisir efek buruk yang bisa menulari santri lain yang relatif masih baik perilakunya. 4. Orang tua diminta lebih peduli terhadap proses pendidikan anaknya. Bukankah tujuan orang tua mencari maisyah adalah untuk maslahat keluarga? Adalah sangat naif jika kepentingan mencari maisyah sampai mengalahkan perhatian terhadap pendidikan anaknya. Salah satu indikator rendahnya kepedulian orang tua terhadap anak adalah minimnya pemeriksaan dan penandatanganan Buku Komunikasi. Bahkan, dalam sebuah kelas, tidak sampai 20% orang tua yang mengecek dan menandatangani Buku Komunikasi putra/putrinya. Akhirnya, orang tua . pun tidak tahu perkembangan pelajaran anak, sampai mana hafalan anaknya, apa saja yang terjadi pada anak di sekolah hari itu, pesan apa saja yang disampaikan oleh guru, dll. Karena itu, orang tua diharapkan lebih intensif lagi ikut mengiringi dan memberikan perhatian pada proses pendidikan anaknya, mengecek hasil pelajaran yang didapat di sekolah, dan membantunya jika ada kesulitan dalam memahami pelajaran. Hindarkan kesan bahwa ketika anak sudah masuk ma’had, orang tua sudah tidak lagi bertanggung jawab terhadap pendidikan anak. Ini anggapan yang perlu diluruskan. Di antara bentuk kepedulian terhadap pendidikan anak, orang tua dan guru memberi teladan yang baik dalam kehidupan keseharian. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap sisi kejiwaan anak. Masih terngiang di benak kita, nasihat asy-Syaikh Abdullah al-Bukhari di masjid al-Anshar ini beberapa tahun yang lalu. Beliau menceritakan, ketika berdakwah di Prancis, ada seorang ayah yang mengeluhkan tingkah laku anaknya. Sebelum menjawab, beliau bertanya terlebih dahulu kepadanya, “Apa yang sudah Anda lakukan untuk kebaikan diri Anda? Sudahkah Anda belajar agama? Sudahkah Anda beribadah dengan benar? Sudahkah… sudahkah….” dst. Ya, kesalehan seorang anak sangat dipengaruhi oleh faktor kebaikan dan kesalehan kedua orang tuanya. Di antara bentuk kepedulian terhadap anak ialah kebijakan yang selaras dari abi dan ummi. Abi dan ummi tidak boleh berselisih tentang sebuah aturan tertentu terkait dengan anak ketika di rumah. Misal, abi melarang anak melakukan sesuatu, tetapi ummi membolehkannya; atau sebaliknya. Efeknya, anak kurang menghormati kedua orang tuanya. Di antara bentuk kepedulian terhadap anak, ketika timbul perbedaan pemahaman antara orang tua dan ma’had tentang sebuah masalah, adalah tidak bijak untuk memberitahu atau membiarkan anak mengetahuinya. Sebab, hanya efek negatif yang akan didapat. Bisa jadi, anak akan berpihak kepada orang tua dan kehilangan kepercayaan terhadap ma’had (baca: guru); ini tentu buruk. Bisa jadi pula, anak akan berpihak kepada guru dan kehilangan kepercayaan terhadap orang tua; dan ini lebih buruk dari yang pertama. Satu hal yang tidak boleh dilupakan, hendaknya orang tua selalu mendoakan anaknya agar menjadi anak yang saleh. Patut kita sadari, merekalah sebenarnya harta kita. Apabila mereka menjadi anak yang saleh, merekalah yang akan mendoakan kita setelah wafat. Pun demikian bagi para guru, tidak ada yang lebih membahagiakan mereka selain melihat anak didiknya menjadi generasi yang saleh, memiliki adab yang sempurna, muamalah yang baik, serta mengerti hak dan kewajiban sebagai seorang muslim. Tidak ada yang diinginkan dari semua itu, kecuali bahwa para guru juga ikut mendapatkan pahala dari kebaikan yang diamalkan oleh anak didik mereka. (Ringkasan taushiyah al Ustadz Syafruddin pd acara penerimaan rapor Ramadhan 1435 H, tahun lalu) Dikirim dari seorang ikhwan, Al-Akh Abu Abdillah Aris
9 tahun yang lalu
baca 6 menit