Nasehat

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

tamu pasti akan pergi

Tamu, Pasti Akan Pergi, Abdullah bin Mas’ud yang mengatakannya. . Kullu ahadin fi haadzihi ad dunyaa dhaifun, wa maaluhu ‘ariyatun, fa adh dhaifu murtahalun wal ‘ariyatu muaddaatun . “Di kehidupan dunia ini, kita hanyalah tamu. Semua yang dipakai, sebatas pinjaman. Tamu pasti akan pergi sementara barang yang dipakainya harus diserahkan kepada pemilik rumah” 00000_____00000                 Marilah membayangkan, Sobat Tasfiyah! Bayangkanlah! Tegakkan punggungmu, arahkan ke depan pandanganmu! Berpikirlah dengan jernih dan jangan diganggu oleh apapun. Bayangkanlah kata-kata berikut ini! Kata-kata yang disebutkan Ibnul Qayyim dalam karyanya ‘ Uddatus Shaabiriin. Tersebutlah seorang tuan dermawan. Berbaik hati dan suka menolong. Ia men setting  dan mempersiapkan rumahnya dengan seindah-indahnya. Semua alat, perkakas dan perabot dilengkapi. Tidak ada satu pun fasilitas yang terlewatkan. Segalanya tersedia. Siapapun orangnya ia undang datang. Benar! Tuan dermawan itu mengundang semua orang, tanpa terkecuali. Dan semua memang berdatangan memenuhi undangan. Setiap orang yang masuk ke dalam rumahnya disambut meriah dan penuh keakraban. Semua tamu dimuliakan dan dihormati, tidak dibeda-bedakan.  Ada orang datang, dipersilahkan duduk di atas karpet dan permadani. Nampan emas sebagai talam jamuan dipenuhi dengan aneka masakan daging. Di hadapannya dihamparkan semua alat-alat pelengkap yang diperlukan. Ada pelayan, pembantu dan budak yang setia melayani. Selalu siap diperintah. Tamu berakal, orang yang cerdas, tentulah menyadari, milik siapa perabot dan perangkat rumah itu? Ia pasti mengerti, budak dan pelayan tersebut kepunyaan siapa? Karena ia sadar bila perabot dan perangkat itu milik si tuan rumah, ia hanya menggunakan sepantasnya saja. Budak dan pelayan hanya diminta seperlunya. Tidak terbersit sedetik pun di hatinya, keinginan untuk memiliki perabot dan perangkat rumah itu. Ia tidak pernah berpikir, walau sekelebatan, untuk menguasai budak dan pelayan tersebut. Sebab dalam kesadarannya, ia hanya seorang tamu. Bahkan –sebagai bukti akalnya- , ia akan menempati tempat duduk yang telah dipilihkan oleh tuan rumah. Ia pasti menikmati hidangan yang disajikan di hadapannya, tanpa harus menanyakan hidangan apa lagi yang akan dikeluarkan dan dihidangkan? Sebab, ia mengerti benar bahwa tuan rumah adalah seorang dermawan yang pasti memberikan pelayanan terbaik untuk tamu-tamunya. Bagaimanakah kisah si tamu itu? Ia datang dengan disambut sebagai tamu terhormat. Ia menikmati hidangan dan pelayanan sebagai tamu yang dimuliakan. Dan ia meninggalkan rumah itu dengan kesan yang diagungkan. Tuan rumah tidak akan memandangnya tercela. 00000_____00000                 Berbeda dengan tamu yang satu! Tamu kedua adalah tamu tak tahu malu. Tamu yang tidak tahu diri. Dalam sambutan dan pelayanan, tidak ada bedanya dengan tamu yang sebelumnya. Ia disambut dengan hangat dan dilayani dengan baik. Hidangan makanan sama-sama berkualitas. Istimewa dan spesial. Semua perabot pelengkap yang pasti diperlukannya sebagai seorang tamu juga dipersiapkan. Budak dan pelayan ada di dekatnya, siap melaksanakan perintah dan permintaannya. Namun, tidak tahu diri tetaplah tidak tahu diri. Sekali tak tahu malu, terus saja ia tak tahu malu. Ia larut dalam angan-angan kosongnya. Ia mulai berpikir, bahkan terlalu jauh berpikir untuk menguasai rumah itu. Ia berambisi untuk merebut dan memiliki seluruh perabot dan perangkat rumah itu. Bahkan, budak dan pelayan ingin diubahnya menjadi budak dan pelayan kepunyaannya. Ia memilih tempat duduk semaunya, tidak mengikuti arahan si pemilik rumah. Ia mengambil dan menyembunyikan –sebisa mungkin- , perabot dan perangkat rumah. Setiap kali ada yang disajikan, ia berpikir untuk menguasainya. Ia ingin memiliki untuk dirinya sendiri dan tidak berbagi dengan tamu-tamu yang lain. Bagaimana dengan tuan dermawan, si pemilik rumah? Tuan dermawan sebenarnya menyaksikan apa yang diperbuat oleh si tamu. Ia melihat dan mengetahui gerak-geriknya. Hanya saja, dermawan sebagai sifatnya, telah membuatnya berlapang dada untuk memaafkan. Namun… Namun, si tamu masih terus berbuat untuk menjalankan ambisi kotornya. Ia mulai berlagak sebagai si pemilik rumah. Ia posisikan dirinya sebagai tuan rumah. Ia berlaku tidak sopan, melupakan statusnya yang hanya seorang tamu dan sedang dijamu. Kebaikan ia balas dengan keburukan. Kedermawan malah ia bayar dengan ambisi kotor. Astaghfirullah! Tuan dermawan, si pemilik rumah, pada akhirnya memerintahkan budak dan pelayannya untuk mengusir tamu yang tidak tahu diri itu. Ia dikeluarkan dari rumah secara terhina. Semua yang ia ambil, dilucuti dan dipaksa untuk mengembalikannya. Ia dipermalukan di hadapan budak dan pelayan rumah. Ia dibenci dan dinilai buruk oleh si tuan dermawan. 00000_____00000 Ibnul Qayyim menyatakan, “ fal yata’ammal al labiibu hadzal mitsaal haqqa at ta’ammul, fa innahu muthaabiqun lil haqiiqah, wallahu al musta’an. Pesan beliau, “hamba cerdas mesti merenungkan permisalan di atas dengan sebaik-baiknya. Tamu, rumah, hidangan, pemilik rumah dan cerita di dalamnya benar-benar sesuai dengan hakekat kehidupan dunia.” Al Imam Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah cerita yang dikemas apik oleh sahabat Anas bin Malik  . Putra pertama pasangan Abu Thalhah –ayah tiri Anas- dan ibunya, Ummu Sulaim, meninggal dunia. Karena Abu Thalhah sedang pergi, Ummu Sulaim berpesan kepada seluruh anggota keluarga untuk diam dan tidak menyampaikan kejadian itu kepada Abu Thalhah. Ummu Sulaim yang akan menyampaikannya sendiri kepada sang suami. Seperti seharusnya, Abu Thalhah yang telah tiba di rumah, setelah menyelesaikan urusannya di luar, benar-benar disambut Ummu Sulaim. Tidak ada tangis, tidak pula teriakan histeris. Ummu Sulaim begitu tegar dan sabar. Hidangan makan malam telah dipersiapkan, bahkan terasa spesial di banding malam-malam sebelumnya. Ummu Sulaim bersolek secantik-cantiknya. Sesuatu yang dinilai istimewa bila dibandingkan dengan momen-momen sebelum itu. Abu Thalhah dengan senang menyantap hidangan makan malam dan akhirnya sampai juga di atas ranjang.  Radhiyallahu ‘anhum Dirasa telah kenyang. Dirasa telah senang. Saat itulah Ummu Sulaim berbincang, menyampaikan dengan indah tentang kematian putra pertama mereka. “Suamiku, Abu Thalhah. Bagaimanakah menurut pendapatmu?”, begitulah Ummu Sulaim memulai percakapan. “Misalnya ada, seseorang menitipkan barang miliknya kepada orang lain. Kemudian si pemilik barang ingin mengambil kembali barangnya. Apakah boleh orang yang dititipi untuk melarang dan menghalang-halanginya?”, tanya Ummu Sulaim. Abu Thalhah menjawab tegas, “Tentu tidak! Tidak boleh!” “Nah, kalau begitu. Ikhlaskanlah putramu, wahai Suamiku”, ujar Ummu Sulaim. Subhaanallah!  Abu Thalhah sempat kaget dan terpukul. Namun akhirnya beliau mengajarkan kepada kita sebuah pelajaran berharga, bahwa semua yang berada di dunia ini, sejatinya bukan milik kita. Semuanya adalah milik Allah, Rabb sekalian semesta. Dan kita hanya sebagai tamu-Nya. Allahu Akbar! 00000____00000 Ah…ingin rasanya mengulang-ulang kata-kata bijak sahabat Abdullah bin Mas’ud di atas.  Kullu ahadin fi haadzihi ad dunyaa dhaifun, wa maaluhu ‘ariyatun, fa adh dhaifu murtahalun wal ‘ariyatu muaddaatun . Di kehidupan dunia ini, kita hanyalah tamu. Semua yang dipakai, sebatas pinjaman. Tamu pasti akan pergi sementara barang yang dipakainya harus diserahkan kepada pemilik rumah. Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’uuun ! Sungguh! Kita semua adalah milik Allah. Dan semua kita pasti akan kembali kepada-Nya. Oleh sebab itu, persiapkanlah sebaik-baiknya diri kita agar saat berjumpa dengan Allah, ridha-Nya dianugrahkan untuk kita. Amin yaa Mujiibas Saa’iliin. [Ustadz Mukhtar]
9 tahun yang lalu
baca 10 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

nasehat untuk para istri yang tersibukkan dengan sosmed

NASIHAT UNTUK PARA ISTRI YANG TERSIBUKKAN DENGAN MEDIA SOSIAL TERHADAP SUAMI MEREKA .             Oleh:  Syaikh Ùbaid Al-Jābiri  حفظه الله   Pertanyaan: Semoga Allah senantiasa memberi kebaikan kepada Anda, wahai Syaikh ada pertanyaan dari kalangan wanita, ia berkata: Kami menginginkan nasihat untuk para wanita yang tersibukkan dari suaminya, sibuk dengan FACEBOOK dan WHATSAPP serta yang lainnya dari media-media sosial.   Jawab: "Ini adalah perbuatan khianat, mempermainkan hak-hak seorang suami!.&128293;&128144; Yang menjadi kewajiban bagi seorang muslimah itu adalah ia menjaga harta benda suami dan anak-anaknya, membantunya dalam mendidik anak-anak, menyibukkan waktunya di rumahnya dengan perkara-perkara biasa baginya yang bermanfaat; seperti membaca Al-Qurān, membaca buku-buku sesuai dengan yang mudah baginya. Juga dengan shalat sunnah, jika bisa baginya untuk menunaikannya. Dan janganlah ia tersibukkan dengan suatu perkara dari hak-hak suaminya, ini adalah perbuatan aniaya dan kezholiman, jika ia melakukannya lalu membelakangkan urusan melayani suaminya atau bahkan tidak melakukannya, maka ini adalah kezhaliman dan perbuatan aniaya, dan menyelisihi sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: (Dan akan datang penyebutan haditsnya -insyaAllah- di kitab al Imārah), yaitu:  ((وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا أَوْ عَلَى مَالِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ)) "Dan seorang wanita itu adalah pemimpin di rumah suaminya, atau terhadap harta suaminya dan anak-anaknya" Dan hendaknya seorang muslimah mawas diri, dalam hadits lainnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ((مَا مِنْ راع يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً وَلَمْ يُحِطْهُمْ بِنُصْحِه)) "Tidak ada seorang pemimpin yang Allah tundukkan kepada suatu amanah kepemimpinan lalu tidak menjaganya dengan baik..." Dalam riwayat hadits lainnya: (( ثُمَّ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لَهُمْ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُم الْجَنَّة)) "Kemudian ia meninggal dalam keadaan melakukan tipu daya kepada mereka, melainkan ia tidak alan masuk bersama mereka ke dalam Syurga" Pada riwayat yang pertama: ((إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ)) "... Melainkan Allah akan haramkan baginya syurga". Sehingga, haruslah seorang muslimah itu bertakwa kepada Rabb-nya dan menjaga hak suaminya, karena itu merupakan kewajiban baginya yang diperintahkan Allah kepadanya. Kemudian juga, apa manfaat bagi seorang muslimah tatkala ia duduk dalam waktu yang lama dengan media-media tersebut? Menyia-nyiakan waktu! Waktu itu -wahai putriku- bisa menjadi pembela bagimu atau bisa menggugat dirimu! Maka, bersungguh-sungguhlah dengan waktu hingga bisa menjadi pembela bagimu, dan janganlah engkau telantarkan sehingga menjadi berbalik bagi dirimu menghujatmu". Sumber:&128266; رابط المقطع الصوتي /http://ar.miraath.net/sites/default/files/fatawah/questions/q&a_sh_ubayd_1436-06-25_8.mp3 منقول من موقع ميراث الأنبياء.http://ar.miraath.net/fatwah/11340 _______________________ Ahlussunnah Jakut
9 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

nasihat untuk pemuda diawal jalan menuju keistiqamahan

NASIHAT UNTUK PEMUDA DI AWAL JALAN MENUJU KEISTIQAMAHAN ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH Pertanyaan: Apa nasihat Anda untuk seorang pemuda di awal-awal jalan menuju keistiqamahannya? Jawaban: Nasihat kami untuk pemuda ini, yang mana dia berada dalam arah tujuan yang selamat , insya Allah, 1. Senantiasa meminta kepada Allah Ta'ala, ats-Tsabat (kekokohan) dan ash-Shawab (kebenaran) 2. Memperbanyak membaca al-Qur'an dengan tadabbur (merenungkan maknanya), karena al-Qur'an memiliki pengaruh yang besar dalam hati apabila seseorang membacanya dengan mentadabburinya. 3. Bersemangat untuk senantiasa melakukan amalan ketaatan, tidak merasa malas dan bosan, karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam meminta perlindungan kepada Allah dari sikap merasa lemah dan sikap malas. 4. Bersemangat untuk senantiasa bergaul dengan orang-orang yang baik, dan menjauh dari berteman dengan orang-orang yang jelek. 5. Hendaknya menasehati dirinya ketika dirinya terpengaruh dengan hal-hal tadi. Dengan mengatakan kepada dirinya, "Sesungguhnya jarak ini masih jauh, dan perjalanan ini masih panjang." Hendaknya ia menasehati dan menguatkan dirinya, karena surga ditutupi dengan hal-hal yang dibenci dan neraka dihiasi dengan syahwat. 6. Hendaknya menjauhi teman-teman yang buruk, walaupun ia merupakan teman lamanya. Karena teman yang buruk akan berpengaruh kepadanya. Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Perumpamaan teman yang buruk seperti tukang pandai besi, bisa jadi ia akan menyebabkan terbakar bajumua, atau engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap darinya." Liqa'ul Babil Maftuh 23/70 Alih bahasa: Ustadz Abdulaziz Taufiq http://www.thalabilmusyari.web.id/2015/10/nasihat-untuk-pemuda-di-awal-jalan.html TIS | طلب العلم الشرعي NASEHAT UNTUK PEMUDA ISLAM YANG ISTIQAMAH DI MASA INI Asy Syaikh Zaid bin Muhammad al Madkhaly حفظه الله Pertanyaan: Apa nasehat anda bagi para pemuda yang berpegang teguh dengan syariat Islam di masa sekarang ini? Buku-buku apa yang anda nasehatkan untuk membacanya? Dan adakah di sana jadwal yang anda sarankan terkait kondisi pengajarannya? Jawaban: Pertama: Pemuda yang berpegang teguh dengan syariat Allah sudah seharusnya memuji Allah ‘Azza wa Jalla atas limpahan taufik-Nya berpegang teguh dengan syariat Islam yang pokok utamanya adalah menegakkan berbagai kewajiban, menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, dan berhenti di atas batasan-batasan yang telah Allah gariskan. Kedua: Ia selalu butuh terhadap para ‘ulama, ‘ulama syar’i yang berjalan di atas manhaj salaf baik secara akidah (keyakinan)  .maupun syariat. Ia selalu butuh kepada mereka. Karena seorang ‘alim, dialah yang akan membimbing dan menjadi panutan bagi para pelajar. Dan ini merupakan sunnah salaf. Harus menuntut ilmu kepada para syaikh (ulama) supaya tidak menyendiri dengan dirinya sehingga menjadi jahil pada sebagian perkara atau mengetahuinya namun tidak sesuai dengan makna yang diinginkan. Dalam sebuah kata-kata hikmah, mereka mengatakan: من دخل ف العلم وحده خرج وحده “Barang siapa masuk ke dalam ilmu sendirian, niscaya ia akan keluar sendirian.” Yaitu siapa saja masuk ke dalam ilmu (sendirian) tanpa seorang guru, maka ia akan keluar (sendirian) tanpa ilmu. Ketiga: Kitab-kitab itu dipelajari secara bertahap sesuai dengan tingkatan sang penuntut ilmu. Ini pelajar yang baru, butuh kepada kitab-kitab yang ringkas di bidang-bidang syar’iyyah, bahasa, dan ilmu-ilmu alat. Ini pelajar mutawasith (menengah), butuh kepada berbagai bidang keilmuan. Dan penuntut ilmu yang kuat pengetahuannya, butuh naik tingkatan dari yang mukhtashar (ringkas) kepada yang muthawwalat (meluas) dan syarah (penjelasan-penhelasan). Demikian jalan dalam menuntut ilmu. Na’am. Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=134548#entry656318 Alih bahasa: Syabab Forum Salafy ******************************** السؤال: ما هي نصيحتكم للشاب الملتزم حديثاً؟ وما هي الكتب التي تنصحون بقراءتها؟ وهل هناك جدول مقترح منكم بشأن تدريسه؟ الجواب: أولاً: الشاب الملتزم يحمد الله عز وجل على توفيقه له بالالتزام بشريعة الإسلام التي على رأسها إقامة الفرائض واجتناب المحرَّمات والوقوف عند حدود الله ثانياً: إنه لا يستغني عن العلماء، علماء الشرع السائرين على نهج السلف عقيدة وشريعة، لا يستغني، لأن العالم هو الذي يوجِّه ويقتدي به التلميذ، وهذه سُنَّة السلف لا بد من الطلب على أشياخ حتى لا ينفرد بنفسه، فيجهل بعض الأمور أو يعرفها على غير معناها. وفي الحكمة قالوا: مَنْ دخل في العلم وحده خرج وحده. أي من دخل في العلم بدون شيخ، خرج بدون علم وثالثاً: الكتب تؤخذ بالتدرج بحسب مستوى طالب العلم، فهذا طالب مبتدئ يحتاج إلى المختصرات في الفنون الشرعية واللغوية والوسائل، وهذا طالب متوسط يحتاج إلى فنون، وطالب قوي في معلوماته يحتاج أن يترقى من المختصرات إلى المطولات وإلى الشروح، وهكذا الطريق في سير طلب العلم.نعم http://forumsalafy.net/nasehat-untuk-pemuda-islam-yang-istiqamah-di-masa-ini/
9 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

keseimbangan menggabungkan 2 hal (dunia dan akhirat)

KESEIMBANGAN-MENGGABUNGKAN 2 HAL Asy Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah berkata : "Bahwasanya seluruh kehidupan seorang muslim adalah baik jika disibukkan dengan ketaatan kepada Allah, lebih dikhususkan lagi pada hari-hari atau waktu-waktu yang Allah beri keutamaan di dalamnya agar bertambah perhatiannya dan bertambah kesungguhannya. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa sebagian besar manusia, berlalu umur-umur mereka, berlalu atas mereka hari-hari yang penuh keutamaan dan waktu-waktu yang penuh kemuliaan, ternyata mereka tidak bisa mengambil manfaat darinya, berlalu dari mereka dengan sia-sia. Kadang-kadang tidak cukup dengan hanya tidak bisa mengambil manfaat darinya, bahkan mereka menyibukkan diri kepada hal-hal yang haram, maksiat, kejelekan, terkhusus pada zaman ini, yang tersebar berbagai hal yang menyibukkan (melalaikan) dan permainan seperti . surat kabar, perkataan yang tidak ada gunanya, internet, pasar-pasar, perdagangan, pekerjaan di kantor, atau yang selainnya. Dan ini, walaupun adalah sesuatu yang diharapkan dari seorang muslim bahwa ia harus mencari rizqi, akan tetapi itu semua tidak boleh menyibukkannya dari memanfaatkan waktu ini, maka hendaknya digabungkan antara mencari rizqi dan memanfaatkan waktu ini. Allah jalla wa’ala tidak melarang kita untuk beramal duniawi sebatas apa yang kita butuhkan. Akan tetapi kita dilarang untuk lebih menyibukkan diri dalam urusan dunia daripada akhirat. Allah berfirman : ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻻ ﺗُﻠْﻬِﻜُﻢْ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟُﻜُﻢْ ﻭَﻻ ﺃَﻭْﻻﺩُﻛُﻢْ ﻋَﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﻔْﻌَﻞْ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮُﻭﻥ َ“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa berbuat demikian, maka mereka adalah orang-orang yang merugi.” [Al Munafiqun: 9] Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman : ﻓَﺎﺑْﺘَﻐُﻮﺍ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮِّﺯْﻕَ ﻭَﺍﻋْﺒُﺪُﻭﻩُ “Maka carilah rizqi di sisi Allah dan beribadahlah kepada-Nya.” [Al Ankabut: 17] Yaitu carilah rizqi dari Allah dan beribadahlah kepada-Nya. Maka janganlah tersibukkan dengan mencari rizki dengan meninggalkan ibadah, atau beribadah dengan meninggalkan mencari rizqi sehingga berakibat menelantarkan orang lain. Yang terbaik adalah dengan menggabungkan antara yang satu dengan yang lainnya. Allah berfirman : ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﻧُﻮﺩِﻱَ ﻟِﻠﺼَّﻼﺓِ ﻣِﻦْ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﻓَﺎﺳْﻌَﻮْﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺫَﺭُﻭﺍ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊَ ﺫَﻟِﻜُﻢْ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻜُﻢْ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ* ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗُﻀِﻴَﺖِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﻓَﺎﻧْﺘَﺸِﺮُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻭَﺍﺑْﺘَﻐُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥ َ“Wahai orang-orang yang beriman, jika dipanggil untuk shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah untuk berdzikir mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan yang seperti itu lebih baik jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat itu, maka menyebarlah di muka bumi guna mencari keutamaan dari Allah dan ingatlah Allah dengan banyak agar engkau beruntung.” [Al Jumu’ah: 9-10] Dan ketika Allah menyebutkan tentang masjid-masjid dan orang-orang memakmurkannya: ﻳُﺴَﺒِّﺢُ ﻟَﻪُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺑِﺎﻟْﻐُﺪُﻭِّ ﻭَﺍﻵﺻَﺎﻝِ ﺭِﺟَﺎﻝٌ ﻻ ﺗُﻠْﻬِﻴﻬِﻢْ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓٌ ﻭَﻻ ﺑَﻴْﻊٌ ﻋَﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺇِﻗَﺎﻡِ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﺇِﻳﺘَﺎﺀِ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓِ “Bertasbihlah bagiNya setiap pagi dan sore, seorang yang tidak terlalaikan oleh perdagangan ataupun jual-beli dari berdzikir kepada Allah, mengerjakan shalat dan menunaikan zakat.” [An Nur: 36-37] Sehingga seorang muslim hendaknya menggabungkan dua hal ini, antara mencari rizqi pada waktunya dan melaksanakan ibadah pada waktunya. Pada waktu tertentu ibadah itu bisa membantu dalam mencari rizqi. Allah berfirman: ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞْ ﻟَﻪُ ﻣَﺨْﺮَﺟًﺎ ﻭَﻳَﺮْﺯُﻗْﻪُ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﻻ ﻳَﺤْﺘَﺴِﺐ ُ “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, maka Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rizqi dari jalan yang tidak disangka-sangka.” [Ath Thalaq: 2-3] ﻭَﺍﺳْﺘَﻌِﻴﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﺼَّﺒْﺮِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﺇِﻧَّﻬَﺎ ﻟَﻜَﺒِﻴﺮَﺓٌ ﺇِﻻ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺨَﺎﺷِﻌِﻴﻦ َ “Minta tolonglah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya shalat itu adalah suatu yang berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” [Al Baqarah: 45] ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺳْﺘَﻌِﻴﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﺼَّﺒْﺮِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣَﻊَ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳﻦ َ “Wahai orang-orang yang beriman minta tolonglah dengan sabar dan shalat, karena sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.” [Al Baqarah: 153] ___________________ الشيخ صالح بن فوزان الفوزان حفظه الله : ﺃﻥ ﻛﻞ ﺣﻴﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﻓﻴﻬﺎ ﺧﻴﺮ ﺇﺫﺍ ﺍﺳﺘﻐﻠﻬﺎ ﻓﻲ ﻃﺎﻋﺔ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﻟﻜﻦ ﺗﺨﺼﺺ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﻭﺍﻷﻭﻗﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﻓﻀﻠﻬﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻤﺰﻳﺪ ﺍﻫﺘﻤﺎﻡ، ﻭﻣﺰﻳﺪ ﺍﺟﺘﻬﺎﺩ، ﻭﻟﻜﻦ ﻣﻊ ﺍﻷﺳﻒ ﺃﻥ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺗﻤﺮ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺃﻋﻤﺎﺭﻫﻢ، ﻭﺗﻤﺮ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻷﻳﺎﻡ ﺍﻟﻔﺎﺿﻠﺔ، ﻭﺍﻷﻭﻗﺎﺕ ﺍﻟﺸﺮﻳﻔﺔ، ﻭﻻ ﻳﺴﺘﻔﻴﺪﻭﻥ ﻣﻨﻬﺎ، ﺗﺬﻫﺐ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺳﺪﻯ، ﻭﻗﺪ ﻻ ﻳﻜﻔﻲ ﺇﻧﻬﻢ ﻻ ﻳﺴﺘﻔﻴﺪﻭﻥ ﻣﻨﻬﺎ، ﺑﻞ ﻳﺴﺘﻐﻠﻮﻧﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻭﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻲ ﻭﺍﻟﺴﻴﺌﺎﺕ، ﺧﺼﻮﺻﺎ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻓﺸﺖ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻮﺍﻏﻞ ﻭﺍﻟﻤﻠﻬﻴﺎﺕ ﻣﻦ ﻭﺳﺎﺋﻞ ﺍﻹﻋﻼﻡ، ﻭﺍﻟﺒﺚ ﺍﻟﻔﻀﺎﺋﻲ، ﻭﺍﻻﻧﺘﺮﻧﺖ، ﻭﺍﻷﺳﻮﺍﻕ، ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺠﺎﺭﺓ، ﺃﻭ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻇﺎﺋﻒ، ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ، ﻭ ﻫﺬﺍ ﻭﺍﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻧﻪ ﻣﻄﻠﻮﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺍﻧﻪ ﻳﻄﻠﺐ ﺍﻟﺮﺯﻕ، ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﺸﻐﻠﻪ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ ﺍﻏﺘﻨﺎﻡ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﻮﺍﺳﻢ، ﻓﻴﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ ﻃﻠﺐ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻏﺘﻨﺎﻡ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﻮﺍﺳﻢ، ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺟﻼ ﻭﻋﻼ ﻟﻢ ﻳﻤﻨﻌﻨﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻟﻠﺪﻧﻴﺎ ﻣﺎ ﻧﺤﺘﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ، ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻧﻬﺎﻧﺎ ﺃﻥ ﻧﻨﺸﻐﻞ ﺑﺎﻟﺪﻧﻴﺎ ﻋﻦ ﺍﻵﺧﺮﺓ: ‏ ( ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻻ ﺗُﻠْﻬِﻜُﻢْ ﺃَﻣْﻮَﺍﻟُﻜُﻢْ ﻭَﻻ ﺃَﻭْﻻﺩُﻛُﻢْ ﻋَﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﻔْﻌَﻞْ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮُﻭﻥَ ‏)، ﻗﺎﻝ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ : ‏( ﻓَﺎﺑْﺘَﻐُﻮﺍ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮِّﺯْﻕَ ﻭَﺍﻋْﺒُﺪُﻭﻩُ‏) ، ﺍﺑﺘﻐﻮﺍ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﻭﺍﻋﺒﺪﻭﻩ، ﻓﻼ ﺗﻨﺴﺎﻕ ﻣﻊ ﻃﻠﺐ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﻭﺗﺘﺮﻙ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ، ﺃﻭ ﺗﻨﺴﺎﻕ ﻣﻊ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻭﺗﺘﺮﻙ ﻃﻠﺐ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﻓﺘﻜﻮﻥ ﻋﺎﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻙ، ﺑﻞ ﺍﺟﻤﻊ ﺑﻴﻦ ﻫﺬﺍ، ﻭﻫﺬﺍ : ‏(ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺇِﺫَﺍ ﻧُﻮﺩِﻱَ ﻟِﻠﺼَّﻼﺓِ ﻣِﻦْ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔِ ﻓَﺎﺳْﻌَﻮْﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺫَﺭُﻭﺍ ﺍﻟْﺒَﻴْﻊَ ﺫَﻟِﻜُﻢْ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻜُﻢْ ﺇِﻥْ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ * ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻗُﻀِﻴَﺖِ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﻓَﺎﻧْﺘَﺸِﺮُﻭﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻭَﺍﺑْﺘَﻐُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ‏)، ﻭﻟﻤﺎ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻗﺎﻝ : ‏(ﻳُﺴَﺒِّﺢُ ﻟَﻪُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺑِﺎﻟْﻐُﺪُﻭِّ ﻭَﺍﻵﺻَﺎﻝِ ﺭِﺟَﺎﻝٌ ﻻ ﺗُﻠْﻬِﻴﻬِﻢْ ﺗِﺠَﺎﺭَﺓٌ ﻭَﻻ ﺑَﻴْﻊٌ ﻋَﻦْ ﺫِﻛْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺇِﻗَﺎﻡِ ﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﺇِﻳﺘَﺎﺀِ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓِ ‏)، ﻓﺎﻟﻤﺴﻠﻢ ﻳﺠﻤﻊ ﺑﻴﻦ ﺍﻷﻣﺮﻳﻦ ﺑﻴﻦ ﻃﻠﺐ ﺍﻟﺮﺯﻕ ﻓﻲ ﻭﻗﺘﻪ، ﻭﺃﺩﺍﺀ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﻭﻗﺘﻬﺎ، ﻓﻲ ﺣﻴﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺗﻌﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﻃﻠﺐ ﺍﻟﺮﺯﻕ : ‏( ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَّﻖِ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﺠْﻌَﻞْ ﻟَﻪُ ﻣَﺨْﺮَﺟًﺎ ﻭَﻳَﺮْﺯُﻗْﻪُ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﻻ ﻳَﺤْﺘَﺴِﺐُ ‏)، ‏(ﻭَﺍﺳْﺘَﻌِﻴﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﺼَّﺒْﺮِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﻭَﺇِﻧَّﻬَﺎ ﻟَﻜَﺒِﻴﺮَﺓٌ ﺇِﻻ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺨَﺎﺷِﻌِﻴﻦَ ‏)، ‏( ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺳْﺘَﻌِﻴﻨُﻮﺍ ﺑِﺎﻟﺼَّﺒْﺮِ ﻭَﺍﻟﺼَّﻼﺓِ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻣَﻊَ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳﻦَ ‏)، http://www.alfawzan.af.org.sa/node/13540 ▪▪▪▪▪▪ www.ittibaus-sunnah.net أصحاب السنة ASHHABUS SUNNAH
9 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hari ini, aku menyakiti

Hari ini, sudah berapa orang yang saya sakiti. Ah, mengapa terlalu jauh sampai sehari! Satu jam yang lalu, beberapa saat yang lalu, berapa orang yang telah saya bicarakan di hadapan orang lain? Toh, kalaupun itu benar, tetap saja termasuk ghibah yang haram. Barangkali ia tidak mau dibicarakan. Barangkali ia tersinggung dengan ucapan kita. Barangkali itu adalah sebuah aib yang ia merasa malu ada pihak ketiga yang tahu? “Wahai Rasulullah, apakah kita diazab karena apa yang kita ucapkan?” Muadz bin Jabal bertanya. Maka Rasulullah bersabda, “Bagaimana engkau ini wahai Muadz, bukankah seorang tertelungkup dalam neraka di atas wajahnya tidak lain karena sebab lisannya?” [H.R. At Tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash Shahihah]. Ini baru satu orang, dalam tempo beberapa saat yang lalu. Hari ini, kemarin, lusa, dan seterusnya, tak terhitung berapa puluh atau ratus korban lisan ini. Akankah korban-korban terus bertambah? Padahal, pemilik lisan inilah korban yang sesungguhnya. Pemilik lisan itulah yang akan berat mempertanggungjawabkannya. Tidakkah melihat, mereka yang mau bicara saja terbata-bata, atau yang bisu tanpa ada kata-kata? Lihatlah, sungguh nikmat lisan ini sangat besar. Atau hampir tidak ternilai dengan dunia seisinya. Dalam kenyataan seperti itu, justru lisan ke sana ke mari menjatuhkan martabat orang lain. Jangan heran, banyak orang binasa karena lisan! Memang, menjaga lisan butuh perjuangan dan kesabaran. Bukan sehari dua hari, bukan setahun dua tahun, bahkan butuh waktu yang panjang untuk mampu mengekangnya. Malik bin Dinar pernah mengatakan, “Sabar adalah diam, dan diam adalah bagian dari kesabaran. Tidaklah orang yang bicara lebih baik dari pada orang yang diam, kecuali orang yang paham saat diam dan mengerti kapan harus bicara.” [dalam kitab Hilyatul Auliya’, karya Abu Nu’aim ]. Nampaknya kita sangat butuh untuk meminta pertolongan kepada Allah agar mampu menjaga lisan, dan lebih dari itu mensyukurinya. [farhan]. Sumber : Majalah Tashfiyah
9 tahun yang lalu
baca 2 menit