Aqidah

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

terapi untuk menggapai ikhlas

Terapi Untuk Menggapai Ikhlas Oleh Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah Keikhlasan di dalam hati tidak dapat berkumpul dengan dua hal yakni ▪ suka dipuji dan disanjung ▪ dan rakus terhadap yang ada pada manusia* kecuali seperti berkumpulnya air dan api, dhobb** dan ikan. Maka apabila jiwamu membisikimu menginginkan keikhlasan, maka pertama kali hadapilah sifat rakus tersebut, hingga bunuhlah dengan menggunakan pisau keputus-asaan. .dan hadapilah pujian dan sanjungan, hingga bersikaplah merasa tidak perlu terhadap keduanya, seperti ketidak-perluan para pecinta dunia terhadap akhirat. Sehingga apabila engkau bisa istiqomah di dalam membunuh kerakusan tersebut, dan (senantiasa) merasa tidak perlu terhadap pujian dan sanjungan, maka keikhlasan akan mudah bagimu. ❓ Jika engkau bertanya: "Dan apa yang bisa memudahkanku di dalam membunuh sifat rakus tersebut dan (memudahkanku untuk) merasa tidak perlu terhadap pujian dan sanjungan?" 👉  Aku jawab: Adapun membunuh sifat rakus tersebut, maka yang memudahkanmu padanya adalah pengetahuanmu yang penuh keyakinan bahwa tidak ada sesuatupun yang diharapkan kecuali perbendaharaannya hanya ada di Tangan Alloh saja, tidak ada selain-Nya yang memilikinya, dan tidak ada yang memberikannya kepada seorang hamba kecuali Dia. Adapun sikap merasa tidak perlu terhadap pujian dan sanjungan, maka yang memudahkanmu padanya adalah pengetahuanmu bahwa tidak ada seorangpun yang pujiannya itu bermanfaat dan membuat semakin bagus, serta (tidak ada yang) celaannya itu membuat celaka dan membuat buruk, kecuali hanya Alloh saja. Seperti yang dikatakan oleh seorang badui kepada Nabi -shollallohu 'alaihi wa sallam : "Sungguh pujianku adalah penghias dan celaanku adalah memperburuk". Maka beliau -shollallohu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Yang demikian itu (hanyalah) Alloh -Azza wa Jalla-". 💦 Maka jadikan dirimu merasa tidak perlu kepada pujian orang-orang yang pujiannya tersebut tidaklah memperbagus dirimu, dan (merasalah tidak peduli kepada) celaan orang-orang yang celaannya tidaklah memperburuk dirimu. Dan berharaplah pujian (Alloh) yang semua keindahan ada pada pujian-Nya, dan yang semua keburukan ada pada celaan-Nya. Dan seseorang tidak akan mampu melakukannya kecuali dengan sabar dan yakin. 🔓 Sehingga kapan saja engkau kehilangan sabar dan yakin, maka engkau akan seperti orang yang ingin bepergian jauh lewat lautan tanpa adanya kendaraan. Alloh تعالى berfirman: فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ ۖ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُون "Maka bersabarlah, sungguh janji Alloh itu benar. Dan janganlah orang-orang yang tidak yakin itu menggelisahkanmu." Dan Alloh تعالى berfirman: وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون "Dan Kami jadikan diantara mereka para pemimpin yang mereka itu memberikan petunjuk dengan perintah Kami, tatkala mereka bersabar dan yakin terhadap ayat-ayat Kami." 📖  [ Al-Fawaid hal. 219-220 ] ___________________________ * maksudnya: mengharapkan imbalan dari manusia. Dan makna inilah yang dimaksudkan dengan kata "rakus" pada kalimat-kalimat berikutnya. [ pent.] ** hewan padang pasir yang mirip biawak. [pent.] ˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚˚ 📝  Alih Bahasa: Ibnu Abi Humaidi حفظه الله Untuk fawaaid lainnya bisa kunjungi website : 🌏  www.ittibaus-sunnah.net
9 tahun yang lalu
baca 7 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

tong sampah penyeru khilafah

Permisalan tentang para penyeru persatuan kaum muslimin secara umum tanpa memperhatikan kelurusan akidah dan manhaj mereka. Berkata asy-Syaikh al-Allamah Muhammad Aman al-Jaami rahimahullah:  . “Permisalan mereka seperti seorang yang masuk ke dalam suatu pasar yang penuh berjubel manusia padanya, lelaki maupun wanita, dengan tujuan mengajak mereka untuk shalat. Diapun mulai menyeru: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah membangun untuk kalian satu masjid yang sangat luas, cukup untuk menampung kalian semua. Maka marilah bersama-sama kita melaksanakan shalat padanya, jangan sampai ada yang tertinggal. Silahkan kalian datang dalam kondisi kalian masing-masing. Bagi yang masih punya wudhu’ silahkan dengan wudhu’nya, bagi yang berhadats silahkan datang dengan hadatsnya, bagi yang junub silahkan dengan janabahnya, bahkan wanita haidh dan nifas pun silahkan datang ke masjid, karena kami tidak akan menolak seorangpun. Seruan kami ini berlaku bagi kalian semua secara umum. Dan seluruh kita adalah saudara, sesama muslim. Tidak perlu sikap kaku, (harus begini harus begitu sebelum shalat). Sikap kaku seperti itu hanya akan memecah belah barisan shaf kaum muslimin! ” . Disaat dia berteriak-teriak dengan igauannya yang tidak karuan tersebut tiba-tiba dia dikejutkan oleh keberadaan seorang penyeru (lainnya) sekaligus seorang pemberi nasehat dari kalangan orang-orang yang diberi pemahaman dalam agama. Sang Pemberi nasehat ini berkata kepada orang-orang (yang berada di pasar tersebut) : “Saudara-saudaraku kaum muslimin, telah tiba waktu shalat. Bangkitlah kalian. Ambillah air wudhu’, kemudian shalatlah dengan shalat yang kalian diseru padanya”. Sang Penyeru pertama mendengarkan (seruan sang Penasehat ini) dengan tercengang. Dia pun mulai memikirkan cara bagaimana menghadapi sang Penyeru (kedua) ini. Dia merenung sambil memikirkan. Kemudian dia berteriak dengan kesetanan, sembari mengucapkan: “Wahai saudara-saudaraku kaum muslimin, janganlah kalian dengarkan ucapan orang ini. Buatlah kegaduhan agar kalian mengalahkan suaranya, suara orang yang ekstrim ini, serta membungkamnya! “..dan seterusnya dari teriakan keputusasaannya. Wahai para pembaca sekalian, saya sumpah kalian atas nama Allah, siapakah diantara dua penyeru di pasar tersebut yang berada dalam kebenaran? Salah satu dari penyeru tersebut mengajak manusia agar menjalankan shalat dengan berwudhu’ dan dengan bersuci secara sempurna, menjelaskan kepada manusia bahwa bersuci (baik dari hadats besar maupun kecil) merupakan syarat sahnya shalat. Dan sungguh, dia telah memberikan nasehat. Adapun penyeru yang lain, dia berusaha memberikan gambaran kepada manusia bahwa yang paling pokok adalah bagaimana bisa mengumpulkan manusia dalam satu wadah yang luas dibawah satu predikat yaitu sama-sama sebagai kaum muslimin, menjalankan shalat sesuai kondisi masing-masing, sembari berargumentasi: “Kita dilarang dari memberat-beratkan diri. Agama ini mudah. Allah tidak menjadikan bagi kita dalam agama kita ini kesulitan. Mudahkanlah, jangan dipersulit. Berikan kabar-kabar gembira, jangan bikin lari “..dan seterusnya Aku serahkan jawabannya kepada para pembaca”. Selesai ucapan beliau. Dinukil dari kutaib:  “al-Hukmu ‘alasy Syai’ Far’un ‘an Tashawwurihi”. Hal 72-73, cetakan Darul Minhaj Mengambil pelajaran dari permisalan yang beliau sampaikan. Membuat permisalan dalam rangka mendekatkan pemahaman merupakan metode pengajaran yang sangat baik. Hal ini dicontohkan oleh Allah didalam al-Quran dan juga Rasulullah didalam sunnah  beliau. Setiap pembaca dari permisalan yang dibuat oleh asy-Syaikh al-Jaami tersebut pasti sepakat bahwa penyeru kedua-lah yang berada dalam kebenaran. Beliau menyontohkan dalam permisalan ini sisi ibadah, yakni shalat. Hal ini berlaku pula pada sisi ibadah yang lain, seperti puasa, zakat, haji dan yang lainnya. Karena pada prinsipnya pesan yang hendak beliau sampaikan bukan pada sisi jenis ibadahnya, akan tetapi penggambaran dari suatu permasalahan. Dengan penggambaran tersebut setiap orang akan mudah memahami perkara lain yang serupa, dimana tanpa adanya penggambaran ini akan sulit untuk memahaminya (baca: menentukan mana yang benar mana yang salah) Perkara-perkara lain yang serupa,  contohnya: Ada seorang penyeru mengatakan: “Wahai seluruh kaum muslimin.., marilah kita bersatu.., jangan bercerai berai. Bukankah Tuhan kita satu.., kitab kita satu.., nabi kita satu.., dan agama kita satu. Marilah bergabung bersama kami.., sunninya, syiahnya, shufinya, jihadinya, mu’tazilahnya, qadariyahnya, jabriyahnya…dan seterusnya”. Penyeru lain mengatakan: “Wahai kaum muslimin, marilah kita bersatu dalam agama Allah ini, jangan kita berpecah belah. Persatuan diatas islam yang lurus”. Kemudian sang penyeru kedua ini menjelaskan kepada umat, seperti apa islam yang lurus tersebut. Wajibnya berpegang dengan alQuran dan Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah. Memperingatkan dari berbagai penyimpangan agama. Memberitakan bahwa kaum muslimin akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan yang selamat. Dan mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah…dan seterusnya. Menjelaskan prinsip-prinsip ahlus sunnah dengan metode al-ardh wa ar-radd, dimulai dengan yang terpenting dan yang terpenting berikutnya. Menjelaskan tauhid serta para pelakunya (al-‘ardh) dan bahaya syirik serta para pelakunya (ar-radd). Menjelaskan Sunnah dan para pelakunya (al-‘ardh) dan bahaya bid’ah dan para pelakunya (ar-radd). Menjelaskan ketaatan dan para pelakunya (al-‘ardh) dan bahaya kemaksiyatan dan para pelakunya (ar-radd). Sang penyeru pertama mendengarkannya dengan penuh kerisauan. Orang ini akan membawa kepada perpecahan. Diapun merenung sambil memikirkan, langkah apa yang mesti dilakukan untuk menghalangi manusia dari ajakan penyeru kedua. Sontak dia berkata dengan lantangnya: “Wahai kaum muslimin, jangan kalian dengarkan ucapannya. Buatlah kegaduhan agar kalian mengalahkan suaranya, suara orang yang ekstrim ini. Dia tidak menghendaki kepada kalian kecuali perpecahan”…dan seterusnya. Masuk dalam kelompok penyeru pertama adalah: ~ Orang yang meneriakkan: “Marilah kita saling tolong menolong pada apa yang kita sepakati dan saling memberi udzur pada apa yang kita berselisih”. Masuk didalamnya perselisihan masalah akidah dan manhaj. ~ Orang yang berkata: “Semuanya baik.. walaupun shufi .. itu masih shufi kita, syi’ah..itu masih syi’ah kita,  khawarij.. itu masih khawarij kita..” dan seterusnya. Semuanya dirangkul dalam satu wadah.. tong sampah. ~ Orang yang berbicara: “Dalam perkara tandhim (organisasi) kita bisa belajar kepada ikhwanul muslimin. Dalam perkara hikmah dakwah kita bisa belajar kepada jamaah tabligh. Dalam akidah kita bisa belajar kepada salafy..”. ~ Orang yang berucap: “Ya.., kalo mau menyebutkan kesalahan seseorang, supaya adil.., harus juga menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Siapa orang yang tidak punya salah..”. Masuk didalamnya kebaikan ahlul bid’ah. Itulah manhaj muwazanah, entah diistilahkan dengan harus adil, inshof atau yang semisalnya. ~ Orang yang berkata: “Ayo.., ngaji kesini saja.., disini tidak ada tahdzir-tahdziran.. adem..ayem..tentrem..mak nyes. Kalo disana.., panas.. gerah.. orang-orangnya ekstrim. Sedikit-sedikit tahdzir..”. Meskipun yang ditahdzir adalah ikhwanul muslimin, hizbut tahrir, sururiyyun, haddadiyyun, hajuriyyun dan segala macam hizbiyyun. ~ Orang yang mengatakan: “Dakwah kita adalah dakwah silmiyyah .. damai.. kita diatas nikmah wahai saudaraku.. jangan ada perang, pedang, senjata. Orang yang menyeru kepada jihad dengan senjata, tidaklah menghendaki kepada kita kecuali kehancuran”. Meskipun yang menyeru itu adalah para ulama kibar dan yang diperangi adalah orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin di negri mereka. Jiwa itu ibarat tentara tentara yang dikerahkan. Maka siapa yang saling mengenal akan akur, dan siapa yang tidak saling kenal akan liar. Maka jangan heran apabila sebentar lagi antum lihat mereka berjejer rapi dalam satu barisan, karena sesungguhnya burung itu akan senantiasa hinggap pada yang sejenisnya. Maka dari itu.., wahai saudaraku.., jangan engkau merasa ragu.. tetapilah selalu.. bimbingan ulama kibar-mu. Camkanlah selalu ucapan Fudhail bin Iyadh: عليك بطرق الهدى ولا يضرك قلة السالكين وإياك والطرق الضلالة ولا تغتر بكثرة الهالكين “Wajib atasmu untuk selalu berpegang dengan jalan-jalan hidayah, tidak akan memadharatimu sedikitnya orang yang menempuh. Dan hati-hatilah kamu dari jalan-jalan kesesatan, jangan engkau terpedaya dengan banyaknya orang yang  binasa”. Juga ucapan al-Auza’i: عليك بآثار من سلف وان رفضك الناس وإياك وآراء الرجال وان زخرفوه لك بالقول “Wajib atasmu untuk berpegang dengan atsar salaf walaupun manusia menolakmu. Dan hati-hatilah kamu dari pendapat-pendapat orang, meskipun mereka menghias-hiasinya dengan ucapan yang indah”. Wallahu a’lam **Faidah dari al Ustadz Syafi’i Al-Idrus hafizhahullah
9 tahun yang lalu
baca 10 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

10 tips agar mencintai dan dicintai allah

Salah satu jenis mahabbah (cinta) adalah mahabbah Ibadah atau cinta yang bernilai ibadah. Kita tahu bahwa ibadah hanya ditujukan hanya kepada Allah, sehingga cinta ibadah hanya ditujukan kepada-Nya. Sekali meleset maka dapat jatuh kepada kesyirikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ “…Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hati kalian.” (al-Hujurat: 7) وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ “Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.” (al-Baqarah: 165) Asy-Syaikh al-‘Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Sesungguhnya mencintai Allah termasuk ibadah yang paling penting dan paling utama serta merupakan landasan agama. Sebab, mencintai Allah mengharuskan ikhlas kepada-Nya, menaati perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya, dan tunduk kepada-Nya.” (Syarh Kitab at-Tauhid, Ibnu Baz, hlm. 162) Cinta kepada Allah inilah cinta yang hakiki. Ia menjadi sebab kebahagiaan hati seorang hamba sekaligus menjadi sebab terasa manisnya iman, ketaatan, dan ibadah kepada-Nya. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan sepuluh sebab agar seorang hamba mencintai Allah (mahabbatullah) dan dicintai oleh Allah: Membaca al-Qur’an dengan mentadabburi dan memahami kandungannya sesuai dengan maksudnya. Mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah sunnah setelah melakukan ibadah-ibadah wajib. Sesungguhnya hal ini akan mengantarkannya ke derajat ‘dicintai’ setelah mencapai derajat ‘mencintai’. Senantiasa berzikir kepada Allah pada setiap keadaan, baik dengan lisan, hati, maupun amalan. Mendahulukan kecintaan kepada Allah daripada kecintaan kepada diri sendiri ketika diliputi hawa nafsu. Mengenal Allah, nama-nama-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Merenungi/menghayati kebaikan dan ihsan-Nya serta berbagai nikmat-Nya, baik yang lahir maupun yang batin. Ketundukan hati secara total di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Hati khusyuk kepada-Nya, merendahkan diri, dan membutuhkan-Nya. Menyendiri untuk beribadah, shalat malam, bermunajat, dan memohon ampun, serta bertobat kepada Allah pada akhir malam. Bermajelis dengan muhibbin (orang-orang yang mencintai Allah) dan shiddiqin (orang-orang yang sangat jujur) untuk memetik kebajikan perkataan mereka. Menjauhi sebab-sebab yang menghalangi hati dari Allah. (Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim 3/17 dengan sedikit diringkas dan disesuaikan) Dikutip dari Majalah Qonitah dengan sedikit tambahan.
10 tahun yang lalu
baca 2 menit