Renungan

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

engkau menangis, aku pun ikut menangis

Engkau Menangis, Aku Pun Ikut Menangis Mau dibikin-bikin dan dibuat-buat kuat, manusia tetap saja makhluk yang lemah. Menangis menjadi salah satu pembawaan yang tak terpisahkan. Pernah menangis, bukan? Sebab dan latar belakang menangis ada banyak macam. Tidak semua tangisan bisa disamakan. Minimal, ada tangis sungguhan dan ada tangis berpura-pura. Menurut Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma'ad (1/176), tangisan ada 10 macam. Tangis ketakutan, tangis kasihan, tangis karena cinta, tangis bahagia, tangis menahan sakit, tangis kesedihan, tangis karena lemah tak berdaya, tangis kemunafikan, tangis bayaran, dan tangis ikut-ikutan. Di sini, tangis suami atau istri yang hendak dibicarakan. Tangis yang menandakan cinta. Tangis yang dihapus dengan basuhan cinta. Apapun sebab tangisan itu. Ibnul Jauzi ( Shifatus Shofwah 1/233 ) menukil riwayat tentang sahabat Abdullah bin Rawahah yang sedang menangis. Mengetahui hal itu, istrinya ikut menangis. Abdullah bertanya, " Kenapa engkau menangis? " Istrinya menjawab, " Aku melihat dirimu menangis, maka aku pun ikut menangis karena tangisanmu " Istri yang luar biasa! Berusaha merasakan apa yang dirasakan suami. . Jika suami sedang susah, bukan malah menambah susah, namun ia memahami kesusahan suami. Apabila suami bersedih, ia berupaya membuatnya tertawa. Karena, sedihnya suami adalah sedihnya dia juga sebagai istri. Agar keharmonisan rumah tangga terjaga, chemistry suami istri haruslah dibangun sebaik mungkin. Dibuatlah frekuensi yang sama untuk saling memahami dan saling mengerti. Ritme dan irama dirancang senada. Langkah dan derapnya saling melengkapi. Bahkan, sekadar tatapan mata saja sudah bisa mewakili seribu kata. Al Imam An Nasa'i ( As Sunan Al Kubra no.9117 ) meriwayatkan cerita sahabat Anas bin Malik tentang Ibunda Shafiyyah, istri Nabi Muhammad ﷺ. Saat itu dalam sebuah perjalanan, unta yang dinaiki Ibunda Shafiyyah jalannya lambat. Sambil menangis, Ibunda Shafiyyah mengatakan kepada Rasulullah ﷺ yang sedang menyambutnya: " Anda membawaku dengan unta yang berjalan lambat " Kata Anas : فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ بِيَدَيْهِ عَيْنَهَا ، وَيُسْكِتُهَا " Rasulullah ﷺ pun mengusap air mata Ibunda Shafiyyah dengan kedua tangan beliau dan menenangkannya " Subhanallah! Suami yang baik adalah suami yang membasuh kesedihan istri. Ia selalu hadir di saat istri memerlukan.  Tanpa diminta, suami adalah penopang agar istri tidak goyang. Ia lah tawa candanya, hingga istri tak merasa sepi. Ia pengisi ruang kosong dalam hidupnya. Suami harus menjadi pahlawan. Sebaliknya, jangan ada tangis pura-pura dalam rumah tangga. Sambil menangis bilang cinta, padahal di hati tidak suka. Katanya sayang, tetapi selalu menyakiti dengan kata-kata tanpa pikir panjang. Mengaku rindu, namun rindu yang menipu. Semoga Allah Ta'ala menjadikan cinta karena- Nya sebagai pondasi rumah tangga. Ke arah gerbang 303, 14 Rajab 1444 H/05 Februari 2023 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

pemuda, sebenarnya ini ujian!

 .(149) Pemuda, Sebenarnya Ini Ujian! Nabi Sulaiman bertanya, siapa yang sanggup mendatangkan singgasana Ratu Saba sebelum tiba. Padahal, jarak dua kerajaan sangatlah jauh. Ribuan kilometer. Jin Ifrit menyatakan mampu sebelum Nabi Sulaiman beranjak berdiri. Ada yang berilmu mengatakan, " Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip ". Singgasana Ratu Saba' benar-benar dipindahkan ke Istana Nabi Sulaiman. Itu sungguh-sungguh luar biasa. Itu nikmat. Itu karunia. Bukannya sombong, tidak juga takabbur. Nabi Sulaiman sadar lalu berkata (An Naml : 40) : هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ " Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya) " Untukmu, Pemuda, renungkanlah! Wajahmu yang tampan. Badanmu yang atletis. Kakimu yang kokoh. Tanganmu yang kuat. Rambutmu yang bagus. Kamu yang pintar bicara. Pandai berperibahasa. Mampu merangkai huruf. Sanggup merayu dengan kata-kata. Kamu yang merasa hebat beretorika. Ingatlah! هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)  Kamu yang cerdas. Kuat mengingat. Cepat menghafal. Sekali lihat susah terlewat. Satu kali membaca sulit dilupa. Kamu yang ber-IQ tinggi, katanya. Orangtuamu masih sehat. Motivasi dan support keluarga terus ada. Dukungan finansial dan dana selalu tersedia. Apapun yang kamu perlukan, orangtuamu katakan, " Iya ". Ingatlah! هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)  Coba bercerminlah! Lihatlah fakta kehidupan lalu berkaca! Pandanglah dunia yang begitu luas itu! Bukankah ada dan masih banyak anak muda yang tidak seberuntung dirimu? Ada yang merundung sedih karena fisiknya yang tak sebaik dirimu. Buruk rupa. Lemah. Ringkih. Mudah sakit. Cacat barangkali. Ada yang minder hingga sering diam. Susah berkomunikasi. Sulit berbicara. Tak pandai berkata-kata. Bicara, baginya, sangat menyiksa. Ada yang susah hati karena merasa bodoh. Gampang lupa. Mengingat itu berat. Belajar, menurutnya, seperti memahat gunung batu. Ada yang sejak kecil kehilangan kasihsayang orangtua. Ia tumbuh sebagai anak yatim, piatu, atau yatim piatu. Atau juga orangtuanya berpisah. Dingin dan kaku, ia rasakan, hidup ini. Ada yang tak mampu secara finansial. Tidak ada biaya. Kurang dana. Ia tak selalu bisa memiliki apa yang diinginkan. Ia merasa tak berhak meraih apa yang diangankan. Ingatlah dirimu, wahai Pemuda! Bukankah engkau jauh lebih baik? هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)  Lalu, wahai Pemuda, kenapa dan kenapa? Kenapa tak kunjung habis hawa nafsumu dipuaskan? Engkau yang menghabiskan waktu dengan bermain game online dan offline. Engkau yang melewatkan hari dengan bermedsos tanpa batasan. Engkau tonton video-video itu tanpa malu. Engkau yang lalui malam dengan nongkrong dan begadang. Engkau yang sia-siakan kesempatan dengan tidur pagi hingga siang, bahkan sepanjang hari hingga gelap. Engkau yang disibukkan dengan perempuan-perempuan yang tidak halal itu. Perempuan asing yang lebih engkau perhatikan dibandingkan ibumu yang melahirkanmu. Engkau yang membuat susah orangtua. Seakan tak ada hati melihat orangtua yang bekerja tanpa engkau bantu. Engkau yang ogah belajar agama. Lari dan menghindar dari majelis ilmu. Katamu, pondok pesantren, adalah penjara tak berkesudahan. Ah, Pemuda, berpikirlah! Sudah banyak nikmat yang Allah titipkan padamu. Engkau gunakan untuk apa itu? Semua yang ada pada dirimu, sebenarnya adalah ujian. Untuk menguji, apakah engkau mau bersyukur atau justru ingkar? هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّى لِيَبْلُوَنِىٓ ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari nikmat-Nya Lendah, 29 Oktober 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit

Tag Terkait