Fiqih

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

fiqih shalat sunnah rawatib - sebelum & sesudah shalat wajib

FIQIH SHALAT SUNNAH SEBELUM DAN SESUDAH SHALAT FARDHU Shalat-shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan setelah shalat fardhu adalah sebagai berikut: 1. SUNNAH RAWATIB Shalat sunnah rawatib adalah shalat yang dilakukan sebelum dan setelah shalat fardhu, jumlahnya 12 raka’at, yaitu: ➖ Empat raka'at sebelum dzuhur (salam setiap dua raka’at). ➖ Dua raka'at setelah zhuhur ➖ Dua raka'at setelah maghrib ➖ Dua raka'at setelah Isya' ➖ Dua raka'at sebelum shalat shubuh. Dalil yang menunjukkan shalat sunnah rawatib sebelum zhuhur 4 raka’at adalah sebagai berikut, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَدَعُ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الغَدَاةِ “Bahsawanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan shalat empat raka’at sebelum zhuhur dan dua raka’at sebelum subuh.”  .(HR. Al Bukhari no.1182) أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ صَلَّاهُنَّ بَعْدَهَا “Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila belum shalat empat raka’at sebelum zhuhur, beliau mengerjakannya setelah zhuhur.”  (HR. Tirmidzi no.426, hadits ini dihasankan Syaikh al Albani) Lihat  Majmu’ Fatawa Ibni Baaz (11/380) WAKTUNYA Waktu shalat rawatib mengikuti waktu shalat fardhu. Sunnah qobliyah dilakukan sejak masuknya waktu shalat hingga shalat fardhu dikerjakan, dan sunnah ba’diyah dikerjakan setelah shalat fardhu hingga akhir waktu shalat. Lihat Fatawa Arkanil Islam (hal.357) MENGERJAKAN SUNNAH RAWATIB DI LUAR WAKTU Tidak boleh mengerjakan shalat rawatib diluar waktu yang telah ditentukan. 🚫 Apabila seseorang melakukannya maka shalatnya tidak akan diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena ibadah yang telah ditentukan waktu pelaksanaannya, apabila dikerjakan di luar waktunya tanpa udzur maka tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah. Lihat Fatawa Arkanil Islam (hal.358) MENGAQADHA’ SUNNAH RAWATIB Boleh mengerjakan (qadha’) shalat sunnah qobliyah setelah shalat fardhu jika ada udzur. Sebagaimana dahulu Rasulullah Shallalalhu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan sunnah qobliyah zhuhur setelah shalat zhuhur. Adapun jika tidak ada udzur maka tidak boleh. Termasuk dalam kategori udzur adalah waktu shalat yang sempit, hanya cukup untuk berwudhu’ dan shalat fardhu saja; seperti seseorang yang baru pulang dari safar atau baru sembuh dari sakit. Maka cara pelaksanaannya adalah mendahulukan sunnah ba’diyah dua raka’at kemudian salam, setelah itu sunnah qobliyah (yaitu: yang dikerjakan lebih dahulu adalah sunnah ba’diyah). Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibni Utsaimin (14/278-280) MENGQADHA’ SUNNAH RAWATIB PADA WAKTU TERLARANG Waktu terlarang yang dimaksud pada bab ini adalah: ➖ Setelah shalat shubuh ➖ Ketika matahari terbit hingga 15 menit kemudian, ➖ dan setelah ashar hingga matahari terbenam sempurna. Menurut pendapat yang kuat, mengaqadha’ sunnah rawatib boleh dilakukan pada waktu-waktu terlarang. Sehingga boleh mengerjakan sunnah qobliyah shubuh setelah shalat shubuh. Walaupun yang lebih utama adalah menunggu hingga masuk waktu dhuha. Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu Utsaimin (14/280) KEUTAMAANNYA Keutamaannya telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya, مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ: أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ صَلَاةِ الْغَدَاةِ “Barangsiapa mengerjakan shalat dua belas raka’at dalam sehari semalam, akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga, (shalat-shalat tersebut) iaitu: empat raka’at sebelum zhuhur, dua raka’at setelahnya, dua raka’at setelah maghrib, dua raka’at setelah isya’, dan dua raka’at sebelum shalat fajar.” (HR. At Tirmidzi no. 598 dari Ummu Habibah radhiallahu ‘anha, hadits ini dishahihkan Syaikh al Albani) Shalat dua belas raka’at di atas adalah sunnah rawatib yang sempurna, jika seseorang mencukupkan dengan sepuluh raka’at karena mengamalkan hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, yang menerangkan shalat rawatib sebelum zhuhur hanya dua raka’at maka tidak mengapa. Selain sunnah rawatib, ada beberapa shalat yang sunnah dikerjakan sebelum dan setelah shalat fardhu, di antaranya adalah: EMPAT RAKA’AT SETELAH ZHUHUR Sunnah rawatib setelah zhuhur dua raka’at, namun jika seseorang menambah dua raka'at sehingga menjadi empat raka’at maka lebih utama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, مَنْ صَلَّى قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا وَبَعْدَهَا أَرْبَعًا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ “Barangsiapa yang shalat empat raka’at sebelum zhuhur dan empat raka’at setelahnya, Allah haramkan neraka baginya.” (HR. Tirmidzi no.427 dan Ibnu Majah no.1160, disahihkan Syaikh al-Albani rahimahullah. Lihat Shahihul Jami’ no.6364) Keutamaan ini berlaku bagi seorang yang menjaga shalat tersebut; tidak hanya melakukannya sekali atau dua kali dalam hidupnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ “Barangsiapa menjaga shalat empat raka’at sebelum zhuhur dan empat raka’at setelahnya, Allah haramkan neraka baginya.” (HR. Tirmidzi no.428, dishahihkan Syaikh al-Albani) Adapun tatacara pelaksanaannya adalah dipisah dengan salam pada dua raka’atnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى “(cara pelaksanaan) shalat (sunnah) malam dan siang hari adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Abu Daud no.1297 dan Tirmidzi no.597, dishahihkan Syaikh al-Albani) EMPAT RAKA’AT SEBELUM ASHAR Disunnahkan juga mengerjakan shalat empat raka'at sebelum ashar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ العَصْرِ أَرْبَعًا "Allah merahmati seseorang yang shalat empat raka'at sebelum ashar."  (HR. Abu Daud no.1271 dan Tirmidzi no.430, dihasankan Syaikh al-Albani) Dalam riwayat Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَبْلَ العَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِالتَّسْلِيمِ عَلَى المَلَائِكَةِ المُقَرَّبِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ مِنَ المُسْلِمِينَ وَالمُؤْمِنِينَ “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat empat raka’at sebelum ashar, beliau memisahkan antara (dua raka'at)nya dengan taslim (salam) kepada malaikat yang dekat dan kaum muslimin dan mukminin yang mengikuti mereka.”  (HR. Tirmidzi no.429) Ishaq bin Ibrahim bin Rahawaih rahimahullah menjelaskan bahwa makna taslim pada hadits ini adalah duduk tasyahud. Sehingga shalat empat raka’at dilakukan dengan duduk tasyahud pada raka’at kedua. Adapun Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal lebih condong memisahkan setiap dua raka’at dengan salam, karena berdalil dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى “(cara pelaksanaan) shalat (sunnah) malam dan siang hari adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Abu Daud no.1297 dan Tirmidzi no.597, dishahihkan Syaikh al-Albani) Jika seseorang melakukan shalat dua raka’at saja maka tidak mengapa. Al-Lajnah ad-Daimah lil Ifta’ (Komite fatwa Arab Saudi) dalam fatwanya ketika ditanya hukum shalat sunnah sebelum ashar, menjelaskan, “Shalat (sunnah) disyari’atkan untuk dikerjakan setelah adzan, berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, بين كل أذانين صلاة “Di antara dua adzan (iaitu adzan dan iqomat,pen) itu ada shalat” Dan berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, رحم الله امرأ صلى أربعا قبل العصر “Allah merahmati seseorang yang melakukan shalat empat raka’at sebelum ashar.” Sehingga disunnahkan setelah adzan melakukan shalat dua raka’at atau empat raka’at berdasarkan dua hadits tersebut, dan shalat itu tidak wajib atasnya. ➖ Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ➖ Wakil Ketua: Syaikh Abdurrazaq ‘Afifi ➖ Anggota: Syaikh Abdullah Ghudayyan BACA JUGA : TUNTUNAN SHALAT TAHIYATUL MASJID hyacinth-flower-blossom-bloom by Pixabay Bersambung insyaallah.... Dirangkum oleh: Tim Warisan Salaf #Fawaidumum #fikihshalat #sholatsunnah 🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah 🍏 Channel kami https://t.me/warisansalaf ☀️ Twitter: https://twitter.com/warisansalaf 💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
8 tahun yang lalu
baca 7 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Rizal Kurnia R

adab / cara buang ludah / dahak ketika shalat

ADAB BUANG LUDAH ATAU DAHAK DALAM SHOLAT Berikut ini bimbingan syariat dalam membuang ludah atau dahak ketika sedang sholat. Adab Pertama: Tidak boleh membuang ludah atau dahak tersebut ke arah kiblat atau sebelah kanan. Adab Kedua: Hendaklah Ia membuang ludah atau dahak ke bawah kaki kirinya, baju sebelah kiri, atau selendangnya. Dua hal ini berdasarkan hadits  .Jabir bin Abdillah  rodhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي فَإِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قِبَلَ وَجْهِهِ، فَلاَ يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ وَلاَ عَنْ يَمِيْنِهِ. وَلِيَبْصُقْ عَنْ يَسَـارِهِ تَحْتَ رِجْلِهِ الْيُسْرَى، فَإِنْ عَجِلَتْ بِهِ بَادِرَةٌ فَلْيَقُلْ بِثَوْبِهِ هكَذَا. ثُمَّ طَوَى ثَوْبَهُ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ. ”Sesungguhnya salah seorang di antara kalian; apabila sedang berdiri mengerjakan sholat; Allah -tabaroka wata’ala- ada di hadapannya. Oleh karena itu, Janganlah ia meludah ke depan (ke arah kiblat, pen.) atau ke sebelah kanannya. Hendaklah ia meludah ke sebelah kiri; di bawah kaki kirinya. Apabila ia harus segera mengeluarkannya, hendaklah ia tumpahkan ke atas bajunya seperti ini.” Kemudian beliau melipat bajunya, bagian yang bersih menutupi bagian yang lain (yang terkena ludahnya, pen). [ HR Muslim no.3008 dan Abu Dawud no.485 ] Derajat Hadits: Shohih. Di dalam hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, Disebutkan;  “Beliau meludah pada ujung selempangnya (📌) , kemudian menggosok bagian yang satu (yang kotor terkena ludah, pen) dengan bagian yang lain (yang bersih, pen).” [ HR. Ahmad no. 13066 dan Al-Bukhori no.405 ] Derajat Hadits: Shohih. (📌) Selempang adalah suatu kain yang disandangkan di bahu, bisa di sebelah kanan atau sebelah kiri. Adab Ketiga: Membersihkan ludah atau dahak yang mengenai lantai masjid atau bagian lainnya. Jika lantai masjid dari tanah maka dengan menguburnya. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu , bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: «البُزَاقُ فِي المَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا» ”Meludah di dalam masjid adalah sebuah dosa, penghapusnya adalah; (dengan) menguburnya.” 📚 [ HR. Al-Bukhori no.415, Muslim no. 552-(55), dan Abu Dawud no.474. ] Derajat Hadits: Shohih. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani  rohimahullah menukilkan penjelasan Ibnu Abi Jamroh; “Mengapa dikubur bukan ditutupi (atau ditimbuni sesuatu)?”, Alasannya:  ”Karena dengan sekadar menutupi masih belum menjadikan ludah itu aman bagi orang yang duduk di atasnya; karena masih bisa mengganggu. Lain halnya dengan mengubur. Sehingga dari lafadz itu ipahami; bahwa ludah dikubur di bawah tanah.” (selesai). [ Lihat Fathul Bari (1/513) ] Wallahu a’lamu bisshowab  (AH) #Fikih #Ludah #Dahak #Sholat https://pixabay.com/en/drip-water-drop-of-water-close-351619/ Sumber: YOOK NGAJI YANG ILMIAH (Memfasilitasi Kajian Islam secara Ilmiah) 🌐🔻 Blog: https://Yookngaji.blogspot.com 🚀🌐🔻 Gabung Saluran Telegram: https://t.me/yookngaji
8 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

imam diam setelah membaca al-fatihah dalam shalat berjamaah

IMAM DIAM SEJENAK SETELAH MEMBACA AL-FATIHAH DAN HUKUM BACAAN AL-FATIHAH PADA HAK MAKMUM Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah https://pixabay.com/en/mosque-arabian-white-marble-1978985/ Pertanyaan: Sebagian imam dalam shalat jahr (yang bacaannya dikeraskan) seperti Maghrib dan selainnya dari Isya dan Shubuh setelah membaca al-Fatihah segera membaca surat yang lain setelahnya dan tidak memberikan kesempatan bagi makmum untuk membaca al-Fatihah. Maka apa yang Anda nasehatkan terhadap seorang imam yang melakukan hal itu? Dan apa kewajiban makmum jika tidak membaca al-Fatihah pada dua rakaat yang pertama? Jawaban: Adapun para imam yang berbuat demikian dan tidak diam di antara bacaan al-Fatihah dan bacaan surat yang ada setelahnya, maka bisa jadi perbuatan itu timbul dari mereka dengan tidak sengaja atau sengaja. Namun seringnya dengan sengaja dikarenakan hadits Samurah dalam menetapkan kedua saktah (diam sejenak), salah satunya setelah bacaan al-Fatihah diperselisihkan para ulama tentang keshahihannya. Diantara ulama ada yang menilainya shahih dan mengamalkannya serta mengatakan: Sesungguhnya imam hendaknya segera diam setelah membaca al-Fatihah. Diam yang disebutkan ini adalah diam yang mutlak, tidak dibatasi sebagaimana dibatasi sebagian ahli fikih seukuran makmum membaca al-Fatihah akan tetapi diam ini adalah diam yang mutlak untuk memisahkan antara bacaan yang wajib dan yang sunnah. Sementara ulama yang lainnya tidak menilainya sebagai hadits yang shahih dan berpendapat: seyogyanya menyambung bacaan setelah al-Fatihah. Jadi, tidak mungkin kita melarang seseorang yang mengamalkannya ilmunya setelah memeriksa dan berijtihad (mengambil kesimpulan hukum). Hanya saja hadits ini menurut pendapat kami sebagai dalil sebagaimana ditegaskan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari ketika mengatakan: Sesungguhnya telah shahih dari Nabi صلى الله عليه وسلم diam sejenak ini dan ini terkait dengan imam. Adapun terkait dengan makmum, maka makmum membaca al-Fatihah meskipun imam membacanya menurut pendapat yang kami pilih. Berdasarkan keumuman sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah Hadits ini tercantum dalam dua kitab shahih dan lainnya. Begitu pula dalam hadits 'Ubadah bin Shamit dalam kitab Sunan: Bahwasannya Nabi صلى الله عليه وسلم pernah mengimami shalat Shubuh lalu berpaling dan bersabda: Barangkali kalian membaca surat di belakang imam kalian? Mereka menjawab: Ya. Beliau bersabda: Jangan kalian lakukan lagi kecuali membaca al-Fatihah karena tidak sah shalat bagi orang yang tidak membacanya. Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa makmum membacanya meskipun dalam shalat yang jahr karena shalat yang dilakukan ini adalah shalat Shubuh yang merupakan shalat yang Jahr. Sehingga hadits ini menegaskan bahwa makmum membaca al-Fatihah meskipun imam membacanya. Didukung pula dengan keumuman hadits yang kami tunjukkan sebelumnya. Jadi, atas dasar ini kami katakan untuk makmum: Bacalah al-Fatihah, lalu jika engkau menyelesaikannya sebelum imam mulai membaca surat setelahnya, maka itulah yang dikehendaki, namun jika imam membaca surat setelahnya sebelum engkau menyelesaikan bacaan surat al-Fatihah, maka teruslah engkau membacanya hingga menyelesaikannnya. Pembawa acara: . Namun saya melihat bahwasannya termasuk perkara yang sulit bagi makmum membaca al-Fatihah ketika imam sedang membaca surat karena ini kadang terjadi membaca al-Fatihah sebagian saja dan bacaannya tidak benar. Ini disebabkan makmum membaca dengan pelan sedangkan imam membaca dengan keras? Syaikh:  Saya harap maksud min dalam perkataannmu (termasuk sulit) untuk tab'id (menunjukkan bagian dari keseluruhan) bukan untuk menjelaskan jenis. Maka Al-Fatihah sebagaimana perkataanmu: sulit bagi sebagian orang membacanya ketika imam membaca akan tetapi pada sebagian orang tidak sulit membacanya, sehingga bisa saja dia membacanya ketika imam sedang membaca. Karena hal ini telah kami coba. Pembawa acara:  Namun terkait dengan orang yang kesulitan membacanya. Syaikh:  Hendaknya dia berusaha membacanya. Nurun 'Ala ad-Darb 2 http://t.me/Al-Ukhuwwah سكتة الإمام ب عد قراءة الفاتحة وحكم قراءة الفاتحة في حق المأموم السؤال: بعض الأئمة في الصلاة الجهرية كالمغرب وغيرها من العشاء والفجر بعد قراءة الفاتحة يسرعون في قراءة سورةٍ بعدها، ولا يجعلون للمأموم فرصة لقراءة الفاتحة، فبماذا تنصحون من يفعل ذلك من الأئمة؟ وماذا على المأموم إذا لم يقرأ الفاتحة في الركعتين الأوليين؟الجواب: أما الأئمة الذين يصنعون ذلك ولا يسكتون بين قراءة الفاتحة وقراءة السورة التي بعدها فيمكن أن يكون ذلك الفعل منهم صادراً عن جهل أو عن علم، فقد يكون عن علم؛ لأن حديث سمرة في إثبات السكتتين وإحداهما بعد قراءة الفاتحة اختلف العلماء في تصحيحه، فمنهم من رآه صحيحاً وعمل به وقال: إنه يشرع للإمام أن يسكت بعد قراءة الفاتحة، والسكتة الواردة سكتةٌ مطلقة ليست محددة كما حددها بعض الفقهاء بمقدار قراءة المأموم الفاتحة، وإنما هي سكتةٌ مطلقة للفصل بين فرض القراءة ونفلها.ومن العلماء من لا يصحح الحديث، ويرى أنه ينبغي وصل قراءة ما بعد الفاتحة بها، ولا يمكن أن نحجر على أحد ما أداه إليه علمه بعد النظر والاجتهاد، لكن الحديث فيما نرى حجة، وقد أثبته الحافظ ابن حجر في فتح الباري وقال: إنه ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم هذا السكوت، وهذا بالنسبة للإمام.أما بالنسبة للمأموم فإنه يقرأ الفاتحة ولو كان الإمام يقرأ على القول الذي نختاره؛ لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: ( لا صلاة لمن لم يقرأ بأم القرآن )، وهذا الحديث ثابت في الصحيحين وغيرهما، وفي حديث عبادة بن الصامت في السنن: ( أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى بهم صلاة الصبح فانصرف وقال: لعلكم تقرءون خلف إمامكم؟ قالوا: نعم، قال: لا تفعلوا إلا بأم القرآن، فإنه لا صلاة لمن لم يقرأ بها )، وهذا ظاهر في أن المأموم يقرأ حتى في الصلاة الجهرية؛ لأن هذه صلاة الصبح وهي صلاة جهرية، فهذا الحديث واضح في أن المأموم يقرأ ولو كان الإمام يقرأ، ويشهد له عموم الحديث السابق الذي أشرنا إليه، فعلى هذا نقول للمأموم: اقرأ الفاتحة، فإن أكملتها قبل أن يبتدئ الإمام لقراءة ما بعدها فذاك، وإن شرع الإمام بقراءة ما بعدها قبل إكمالك لسورة الفاتحة فاستمر عليها حتى تكملها.مداخلة: لكن أرى أنه من الصعب أن يقرأ المأموم الفاتحة والإمام يقرأ؛ لأن هذا قد يحدث لخبطة في القراءة وتكون قراءة غير صحيحة؛ لأن هذا المأموم يقرأ سراً والإمام يقرأ جهراً؟الشيخ: أرجو أن تكون (من) في كلامك: (من الصعب) للتبعيض لا لبيان الجنس، فهي كما قلت: تصعب على بعض الناس القراءة والإمام يقرأ، ولكنها على بعض الناس لا تصعب، ويمكنه أن يقرأ والإمام يقرأ، وهذا شيء جربناه.مداخلة: لكن بالنسبة للذي تصعب عليه.الشيخ: يحاول أن يقرأ.
8 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum mengulang shalat witir dalam satu malam

HUKUM MENGULANG SHALAT WITIR DALAM SATU MALAM Pertanyaan: Aku selalu mengerjakan shalat witir di awal malam. Tapi di akhir malam aku terbangun (lagi), lalu aku shalat dua raka'at dua raka'at sebatas yang aku mampu, tanpa melakukan witir setelahnya. Apakah perbuatanku ini benar? dan apa hukum mengulangi shalat witir? Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah menjawab: "Ya, perbuatanmu itu sudah benar. Apabila seseorang telah mengerjakan shalat witir di awal malam, kemudian setelah itu Allah mudahkan ia untuk bangun di akhir malam, maka ia shalat dua raka'at dua raka'at sebanyak yang Allah mudahkan baginya. Witirnya yang pertama (di awal malam) sudah mencukupi, dan dimakruhkan mengulangi witir yang kedua kali, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam, (لا وتران في ليلة) "Tidak ada dua witir dalam satu malam." dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang melakukan shalat dua raka'at setelah witir, untuk mengajarkan kepada manusia bahwa yang seperti itu tidak mengapa. Akan tetapi yang utama adalah menunda shalat witir di akhir malam, jika hal itu memungkinkan. Hendaknya ia mengerjakan shalat witir di akhir malam jika memungkinkan berdasarkan sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam (اجعلوا آخر صلاتكم في الليل وتراً) "Jadikanlah shalat witir sebagai penutup shalatmu di waktu malam." apabila yang seperti ini memang memungkinkan, lebih utama. Jika tidak, maka lakukanlah yang diyakini dan beriwtirlah di awal malam. bila setelah itu engkau bisa bangun di akhir malam, kamu bisa shalat dua raka'at dua raka'at tanpa (menutupnya dengan) witir. Jazakumullahu Khairan Sumber: www.binbaz.org.sa/noor/6494 Diterjemahkan oleh: Tim Warisan Salaf #Fawaidumum #fikihsholat #fatawasholat #shalatwitir 〰〰➰〰〰 🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah 🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf 💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
8 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum duduk tawaruk dalam shaf yang sesak

HUKUM DUDUK TAWARUK DALAM SHAF YANG PENUH SESAK https://www.suaramasjid.com/go/wp-content/uploads/2016/02/iftirasy.jpg Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah Pertanyaan: Bagaimana duduk tawaruk (duduk dengan meletakkan kedua pantatnya di atas tanah) bagi makmum dalam shaf yang penuh sesak? Jawaban' Jika mesti berdesak-desakan dan tidak bisa duduk tawaruk, hendaknya dia tidak bertawaruk, karena tawaruk itu sunnah yang dianjurkan dalam tasyahhud akhir, sehingga apabila dengan tawaruk mengganggu saudaranya, maka hendaknya dia tidak duduk tawaruk. Hendaknya dia duduk di atas kaki kirinya seperti duduknya diantara dua sujud dan tasyahhud awal, karena mengganggu saudaranya itu haram, sedangkan suatu yang haram tidak menjadi halal dengan suatu yang sunnah. Suatu sunnah hendaknya ditinggalkan hingga terhindar dari suatu yang haram, sebab mengganggu saudaranya dan menzalimi mereka merupakan perkara yang tidak boleh. Jadi apabila kondisinya sempit dalam shaf, hendaknya dia tidak duduk tawaruk, namun hendaknya duduk di atas kaki kirinya seperti keadaannya antara dua sujud apabila dia mampu hal itu. Adapun apabila kondisinya sakit atau lemah tidak mampu, maka dia lakukan sesuai kemampuannya sehingga terhindar dari menyakiti sebisa mungkin. 💻🔍 http://www.binbaz.org.sa/node/10647 📁http://t.me/Al-Ukhuwwah 🇸🇦 السائل: ماذا عن التورك للمأموم في الصف المزدحم؟ الشيخ: إذا دعت الحاجة إلى التضام وعدم التورك لا يتورك، التورك سنة مستحب في التشهد الأخير ، فإذا كان يؤذي به إخوانه فلا يتورك، يجلس على رجله اليسرى كجلوسه بين السجدتين وفي التشهد الأول ؛ لأن إيذاء إخوانه محرم، فلا يستبيح المحرم بالمستحب، يترك المستحب حتى يتوقى المحرم، فإيذاء إخوانه والتعدي عليهم أمر لا يجوز، فإذا كانت مضايقة في الصف فإنه لا يتورك، بل يجلس على رجله اليسرى كحاله بين السجدتين إذا استطاع ذلك ، أما إذا كان مريض أو عاجز لا يستطيع فيعمل ما يستطيع، ويتوقى الإيذاء مهما استطاع.
8 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum menahan kentut ketika shalat

BOLEHKAH MENAHAN KENTUT KETIKA SHALAT? Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah Pertanyaan: Bolehkah menahan kentut ketika shalat? Jawaban: Ya, Dia boleh menahannya jika kentut tekanannya ringan. Adapun jika kentut tekannya kuat, maka dia hentikan shalat. Karena jika kentut tekananya ringan, dia bisa menahan kentut tanpa memberatkannya ketika dia berada dalam shalatnya, maka tidak mengapa. Seperti kencing dan buang hajat jika ringan tekanannya, maka dia sempurnakan shalatnya. Namun jika menyibukkannya dalam shalat, hendaknya dia hentikan shalat. Hendaknya dia keluarkan kentut, kencing, dan buang hajat sehingga dia shalat dengan menghadirkan hati berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: لا صلاة بحضرة طعام ولا وهو يدافعه الأخبثان “Tidak ada shalat ketika makanan sudah dihidangkan atau sambil menahan dua hadats.” (HR. Ahamd, Muslim, dan Abu Daud) Dengan demikian kentut yang kuat tekanannya yang mengganggunya, hendaknya dia hentikan shalatnya http://www​.binbaz.org.sa/noor/11682 http://bit.ly/Al-Ukhuwwah هل يجوز مدافعة الريح عند الصلاة؟ هل يجوز مدافعة الريح عند الصلاة؟ نعم له أن يدافعها إذا كانت خفيفة، أما إذا كانت شديدة يقطعها، أما إذا كانت خفيفة يمكن المدافعة بدون مشقة وهو في صلاته فلا بأس، كالبول والغائط إذا كان خفيفا يكمل صلاته، أما إذا كان يشغله في الصلاة يقطعها يخرج الريح والبول والغائط حتى يصلي بقلب حاضر، لقوله صلى الله عليه وسلم: (لا صلاة بحضرة الطعام ولا وهو يدافعه الأخبثان)، وهكذا الريح الشديدة التي تؤذيه يقطع.
8 tahun yang lalu
baca 2 menit