Aqidah

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

himpitan kubur akan menimpa siapa saja

HIMPITAN KUBUR AKAN MENIMPA SIAPA SAJA Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,  .إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِيًا مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ "Sesungguhnya pada alam kubur itu ada himpitan. Seandainya ada orang yang selamat, niscaya akan selamat Sa'ad bin Mu'adz." HR. Ahmad Shahih, Shahihul Jami' no. 2180 _______________________ Penjelasan hadis: Jalaluddin As Suyuthi mengatakan, قَالَ أَبُو الْقَاسِم السَّعْدِيّ : لَا يَنْجُو مِنْ ضَغْطَة الْقَبْر صَالِح وَلَا طَالِح غَيْر أَنَّ الْفَرْق بَيْن الْمُسْلِم وَالْكَافِر فِيهَا دَوَام الضَّغْط لِلْكَافِرِ وَحُصُول هَذِهِ الْحَالَة لِلْمُؤْمِنِ فِي أَوَّل نُزُوله إِلَى قَبْره ثُمَّ يَعُود إِلَى الِانْفِسَاح لَهُ Abul Qasim As Sa'di mengatakan, "Tidak ada orang yang selamat dari himpitan kubur, baik yang saleh maupun yang jelek. Hanya saja, perbedaannya antara seorang muslim dan kafir, seorang kafir terus dihimpit, sedangkan seorang mukmin mendapatkan kondisi ini pada pertama turun ke kuburnya, kemudian dikembalikan ke keluasan." Hasyiyah Suyuthi 'ala Sunan An Nasa'i ______________________________ Al Hafizh Adz Dzahabi mengatakan, هذه الضمة ليست من عذاب القبر في شئ، بل هو أمر يجده المؤمن كما يجد ألم فقد ولده وحميمه (3) في الدنيا، وكما يجد من ألم مرضه، وألم خروج نفسه، وألم سؤاله في قبره وامتحانه، وألم تأثره ببكاء أهله عليه، وألم قيامه من قبره، وألم الموقف وهوله، وألم الورود على النار، ونحو ذلك. فهذه الاراجيف كلها قد تنال العبد وما هي من عذاب القبر، ولا من عذاب جهنم قط، ولكن العبد التقي يرفق الله به في بعض ذلك أو كله، ولا راحة للمؤمن دون لقاء ربه. "Himpitan ini bukanlah azab kubur sama sekali. Akan tetapi, ini adalah sesuatu yang dirasakan seorang mukmin seperti rasa sakit yang dirasakannya saat kehilangan anak dan orang yang dicintainya di dunia, seperti rasa sakit dari penyakitnya, rasa sakit keluarnya ruhnya, sakit saat ditanya dan diuji di kuburnya, sakit karena pengaruh tangisan keluarganya saat meratapinya, sakit saat bangkit dari kuburnya, sakit saat di mauqif dan huru-haranya, sakit saat mendatangi neraka, dan semacam itu. Semua kengerian ini bisa jadi dirasakan seorang hamba, tapi itu bukanlah azab kubur, bukan pula azab Jahannam sama sekali. Akan tetapi, seorang hamba yang bertakwa, Allah akan mengasihinya pada sebagian hal itu atau seluruhnya. Dan tak ada ketenangan bagi seorang mukmin sampai bertemu Rabbnya." ومع هذه الهزات، فسعد ممن نعلم أنه من أهل الجنة، وأنه من أرفع الشهداء، رضي الله عنه. كأنك يا هذا تظن أن الفائز لا يناله هول في الدارين، ولا روع ولا ألم، ولا خوف. سل ربك العافية، وأن يحشرنا في زمرة سعد. Meski demikian goncangannya, namun Sa'ad termasuk yang kita ketahui sebagai penghuni surga. Beliau termasuk syahid yang tertinggi kedudukannya, semoga Allah meridhainya. Engkau kira bahwa seorang yang telah menang takkan berjumpa dengan huru-hara, gelisah, sakit, dan takut di dunia akhirat. Maka mintalah keselamatan kepada Rabbmu serta mintalah untuk mengumpulkan kita termasuk dari golongan Sa'ad. Siyar A'lam An Nubala ____________________________ Siapa Sa'ad bin Mu'adz? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentangnya, هَذَا الَّذِي تَحَرَّكَ لَهُ الْعَرْش وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَاب السَّمَاء وَشَهِدَهُ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنْ الْمَلَائِكَة لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّة ثُمَّ فُرِجَ عَنْهُ "Orang ini, yang 'Arsy bergetar karenanya, dibuka pintu-pintu langit baginya, dan disaksikan oleh tujuh puluh ribu malaikat, telah benar-benar dihimpit, lalu diluaskan." HR. An Nasa'i, shahih. Website: tashfiyah.com ||| telegram.tashfiyah.com Gabung Channel Majalah Tashfiyah : bit.ly/tashfiyah Sumber : Pixabay dalam Syarhus Sunnah, Al Muzani rahimahullah menyatakan ثُمَّ هُمْ بَعْدَ الضَغْطَةِ فِي الْقُبْوُرِ مُسَاءَلُوْنَ Kemudian, Setelah Himpitan di Kubur Mereka akan Ditanya. PENJELASAN : Semua Orang yang Meninggal Dunia akan Ditanya di Alam Kuburnya Tentang : Siapa Tuhanmu, Apa Agamamu, Siapa Nabimu. Hal ini Berlaku untuk Semua Orang yang Mati kemudian Dikubur atau Mati Dimakan Binatang Buas, Mati Tenggelam di Lautan, Seluruhnya akan Ditanya di Alam Kuburnya (Alam Barzakh). Sebagian Ulama Menjelaskan Adanya Orang-orang yang Diperkecualikan untuk Bebas dari Fitnah (Pertanyaan Ujian) di Alam Kubur, yaitu : 1. Orang yang Mati Syahid dalam Pertempuran di Jalan Allah. Seorang Sahabat Bertanya kepada Rasulullah : Mengapa Kaum Mukminin yang Lain Ditanya di Alam kubur, namun Orang yang Mati Syahid Tidak ? Rasul Menjawab : كَفَى بِبَارِقَةِ السُّيُوفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً Cukuplah Kilatan Pedang (Yang Berkelebat) di Atas Kepalanya (Sebelum Terbunuh) sebagai Ujian (Pengganti Ujian Pertanyaan di Alam Kubur). H.R AnNasaai, Dishahihkan Al-Albany. 2. Meninggal pada Saat Ribath (Berjaga-jaga di Perbatasan Wilayah Kaum Muslimin dari Kemungkinan Serangan Musuh). كُلُّ مَيِّتٍ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الَّذِي مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّهُ يُنْمَى لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيَأْمَنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ  Setiap Orang yang Meninggal akan Ditutup Amalannya kecuali Orang yang Meninggal dalam Keadaan Ribath (Berjaga di Perbatasan Kaum Muslimin) di Jalan Allah, maka Amalannya akan Berkembang hingga Hari Kiamat dan Akan Diberi Keamanan dari Fitnah Kubur. H.R AtTirmidzi dan Ibnu Majah, Dishahihkan Ibnu Hibban dan Al-Albany. 3. Meninggal pada Malam Jumat atau Hari Jumat (Siang). مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ Tidaklah Seorang Muslim Meninggal pada Hari Jumat atau Malam Jumat kecuali Allah akan Menjaganya dari Fitnah Kubur. H.R AtTirmidzi, Ahmad, Hadits Dilemahkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari, Namun Dikuatkan oleh As-Suyuuthy dalam Syarhus Suduur dan Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany. 4. Para Nabi, karena Merekalah Bagian dari Salah satu soal yang Ditanyakan : Siapa Nabimu. (Syarh Al-Aqiidah As-Saffaariniyyah Libni Utsaimin). 5. Anak Kecil yang Meninggal saat Belum Mukallaf (Menurut Pendapat Sebagian Ulama). (Syarh Al-Aqiidah As-Saffaariniyyah Libni Utsaimin). 6. As-Shiddiq. Yang Tingkatannya Lebih Tinggi dari Para Syuhadaa Lebih Berhak untuk Terhindar dari Pertanyaan Kubur. Menurut Al-Qurthuby. Faidah : Salah satu Amalan yang Bisa Menyelamatkan Seseorang dari Adzab Kubur adalah Membaca Surat Al-Mulk Tiap Malam. Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu Menyatakan : مَنْ قَرَأَ {تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ} كُلَّ لَيْلَةٍ مَنَعَهُ اللهُ بِهَا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَكُنَّا فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُسَمِّيهَا الْمَانِعَةَ Barangsiapa yang Membaca Tabarokalladzi bi yadihil mulku (Surat Al-Mulk) Tiap Malam, Allah akan Mencegahnya dari Adzab Kubur. Kami (Para Sahabat) di Masa Rasulullah Shollallahu Alaihi Wasallam Menamakannya (Surat) Al-Maani’ah (yang Mencegah dari Adzab Kubur). H.R AnNasaai, Dihasankan oleh Al-Albany dalam Lafadz yang lain Dishahihkan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahaby. ~~~~~~~~~~~~~~~~ Dikutip dari Buku "Akidah Imam Al-Muzani (Murid Imam Asy-Syafii)" Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah
7 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

haji tegak di atas tauhid

HAJI TEGAK DI ATAS TAUHID Diantara syiar ibadah haji yang paling nampak ialah ucapan talbiyyah yaitu ucapan : "لبيك اللّٰهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد والنعمة لك والملك، لا شريك لك". "Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbaik, innal hamda wanni'mata laka wal mulk, laa syarika lak". Maka makna ucapan 'labbaikallahumma labbaik ' yaitu seseorang yang bertalbiyyah menampakkan secara terus-menerus sikap menyambut seruan Allah untuk beribadah kepadaNya semata yang diantaranya ialah menyambut seruan Allah ketika Dia menyeru hamba-hambaNya untuk berhaji menuju Baitullah Al Haram. Dan makna ucapan 'laa syarika lak' yaitu seseorang yang bertalbiyyah menampakkan bahwa tidak ada sekutu bagi Allah dalam rububiyyahNya, UluhiyyahNya dan nama- nama serta sifat-sifatNya, maka Dialah satu-satunya pencipta, pengatur, Yang menghidupkan, Yang mematikan dan Dialah yang berhak untuk diibadahi sehingga tidak berhak selainNya diibadahi bersamaNya baik dari kalangan para nabi, para wali, jin, kuburan, berhala dan selain itu, dan Dialah Dzat yang tidak ada sekutu bagiNya dalam nama-nama dan sifat-sifatNya dan tidak ada yang semisal bagiNya serta tidak ada tandingan bagiNya sebagaimana Allah berfirman : ليس كمثله شيء وهو السميع البصير". "Tidak ada yang semisal bagiNya dan Dialah Maha mendengar lagi Maha melihat". Dan makna 'innal hamda wanni'mata laka wal mulka laa syarika lak' yaitu Engkaulah wahai Rabbku yang berhak terhadap seluruh pujian dikarenakan seluruh kesempurnaan milikMu dan dikarenakan seluruh kenikmatan dari sisiMu dan Engkau wahai Rabb adalah pemilik langit dan bumi dan pemilik dunia dan akhirat, tidak keluar sedikitpun di langit dan di bumi dari kekuasaanMu dan dari pengaturanMu maka tidak bisa aku beribadah kepada selainMu dan tidak bisa aku meminta kepada selainMu dikarenakan tidak ada sekutu bagiMu pada hal itu semua. Foto : statue-bronze-street-statue | Sumber: Pixabay Diantara syiar ibadah haji yang terbesar ialah thawaf di Baitullah dan amalan yang menyertainya berupa menyentuh Hajar Aswad dan menciumnya. Thawaf tersebut bukanlah bentuk peribadatan kepada Baitullah dan bukan pula thawaf yang ditujukan kepada Baitullah namun thawaf ditujukan hanya kepada Allah. Allah yang telah mensyariatkan kepada kita shalat dan puasa dan Dia pulalah yang mensyariatkan kepada kita thawaf di Baitullah sehingga kita thawaf di Baitullah dalam rangka menjalankan perintah Allah Ta'ala. Oleh karena inilah kita tidak boleh melakukan thawaf di tempat manapun di muka bumi. dikarenakan Allah tidak mensyariatkan bagi kita thawaf yang lain selain di Baitullah maka kita tidak melakukan thawaf di masjid, di kuburan, di pohon, di bebatuan dan selain itu. Demikian pula tatkala kita mencium Hajar Aswad atau menyentuhnya kita melakukannya dalam rangka meneladani sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dalam rangka mentaati Allah yang telah memerintahkan kita untuk mentaati RasulNya shallallahu alaihi wasallam sehingga kita mencium Hajar Aswad  dalam keadaan kita meyakini dengan sempurna bahwa tidak ada hajar (bebatuan) yang bisa memudharatkan dan mendatangkan manfaat. Seandainya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mensyariatkannya kepada kita niscaya kita tidak melakukannya sebagaimana yang dikatakan oleh shahabat 'Umar Al Faruq radhiallahu anhu. Dari 'Abis Bin Rabi'ah dari 'Umar radhiallahu anhu bahwasanya beliau datang kepada Hajar Aswad lalu menciumnya dan mengatakan : "إني أعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع، لولا أني رأيت رسول الله صلى اللّٰه عليه وسلم يقبلك ما قبلتك".  "Sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak memudharatkan dan tidak pula mendatangkan manfaat, seandainya aku tidak melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam menciummu niscaya aku tidak akan menciummu". Diriwayatkan oleh Al Bukhary. Diantara syiar-syiar ibadah haji ialah menjadikan maqam Ibrahim sebagai mushalla (tempat shalat) sehingga disyariatkan bagi orang yang selesai dari melakukan thawaf untuk menjadikan maqam berada antara dia dengan Ka'bah lalu ia melakukan shalat dua raka'at apabila di tempat tersebut tidak terdapat desakan (kerumunan) manusia atau tidak mengganggu orang-orang yang sedang melakukan thawaf. Dan maqam ialah batu yang Nabi Ibrahim alaihissalam selaku pemimpin orang-orang yang bertauhid berdiri di atasnya ketika beliau membangun Baitullah sehingga Allah menjaga jejak-jejak kedua telapak kakinya lalu Allah memerintahkan kita untuk menjadikannya mushalla (tempat shalat). Maka hendaknya bagi orang yang berhaji dan orang yang melakukan umrah serta orang yang melakukan thawaf di Baitullah untuk berhenti dimana nash (dalil) berhenti sehingga ia tidak melebihi apa yang dituntunkan oleh nash (dalil) dikarenakan ia mentauhidkan Allah, tunduk kepadaNya dan mengikuti perintahNya sehingga ia tidak melebihi dari menjadikan maqam sebagai mushalla (tempat shalat); tidak dengan mencari berkah darinya dan tidak pula menyentuhnya dan selain itu dari apa yang dilakukan oleh sebagian manusia. insyaallah bersambung... Sumber : "Min Mazhahirit Tauhid Fil Hajj" tulisan Asy Syaikh Dr. Ali Bin Yahya Al Haddady hafizhahullah. http://www.haddady.com/من-مظاهر-التوحيد-في-الحج-خطبة/ telegram.me/dinulqoyyim
7 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Unknown

hukum membungkuk / menunduk untuk menghormati orang lain

LARANGAN MENUNDUKKAN KEPALA (Atau Membungkuk) UNTUK SESEORANG Dari shahabat Anas bin Malik -rodhiyallahu ‘anhu- , Beliau mengatakan: “Seorang lelaki pernah mengatakan kepada Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- : يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ؟ “Wahai Rasulullah! Apabila salah seorang dari kami bertemu saudaranya atau sahabatnya. Bolehkah ia menunduk (atau membungkuk) untuk (menghormati) nya?” Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- menjawab: ”Tidak boleh” ( ... ) [ HR. At-Tirmidzi no. 2728 , Ibnu Majah no.3702, Ahmad no.13044, Al-Baihaqi dalam ”Al-Kubro” no.13573, Dan selainnya. ] , Derajat Hadits: Hasan. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani –rohimahullah- karena adanya 3 riwayat penguat. Lihat “Ash-Shohihah” no. 160, dan “Al-Misykah” no.4680. 〰〰〰〰〰 Para ulama ‘Al-Lajnah Ad-Daimah’ (*) pernah ditanya: ((  (*) Al-Lajnah Ad-Daimah adalah komite tetap untuk pembahasan ilmiah dan fatwa Kerajaan Saudi Arabia. )) “Apakah boleh seorang anak kecil membungkuk (atau menundukkan diri) kepada orang yang lebih tua ketika bertemu saat memberikan salam; dalam rangka memberikan penghargaan dan penghormatan?” Jawaban: Para ulama sepakat; Membungkuk (atau menunduk) tidak boleh diberikan kepada satu jenis makhlukpun. Karena perbuatan itu hanya boleh diberikan untuk Allah, dalam rangka mengagungkan-Nya -subhanahu wata’ala-. Dan sungguh telah sah sebuah riwayat dari Nabi -shollallahu ‘alaihi wasallam- tentang larangan perbuatan itu (membungkuk, -pent.) untuk selain Allah. Seorang shahabat pernah bertanya kepada Rasul -shollallahu ‘alaihi wasallam-, -Sebagaimana disebutkan dari shahabat Anas -rodhiyallahu ‘anhu-- ; “Wahai Rasulullah! Apabila salah seorang dari kami bertemu saudaranya atau sahabatnya; 🔻 Bolehkah ia menunduk (atau membungkuk) untuk (menghormati) nya?” ⛔️ Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wasallam- menjawab: ”Tidak boleh”. Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Wabillahittaufiq. (…) Ttd. Al-Lajnah Ad-Daimah. 📎[ Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Vol.1 (131/24). ] Wallahul Muwaffiq. (AH) YOOK NGAJI YANG ILMIAH (Memfasilitasi Kajian Islam secara Ilmiah) Situs Blog: https://Yookngaji.com Gabung Saluran Telegram: https://t.me/yookngaji Lalu, Bagaimana Hukum Mencium Tangan Orang Shalih Sambil Membungkuk? Oleh: Al-Imam Ibnu Baz رحمه الله Pertanyaan: Apa hukum mencium tangan seorang yang shalih sambil membungkuk, boleh atau tidak? Jawaban: Adapun mencium tangan maka sekelompok ulama berpendapat makruh (dibenci), terutama jika sebagai adat. Adapun jika kadang-kadang dilakukan ketika berjumpa tidak masalah melakukannya, baik terhadap seorang yang shalih, pemimpin yang shalih, bapak…. .tidaklah masalah melakukannya, namun makruh membiasakannya. Sebagian ulama yang lain mengharamkannya jika senantiasa dibiasakan ketika bertemu. Adapun kadang-kadang melakukannya maka tidak masalah padanya. Adapun sujud di atas tangan dengan posisi sujud meletakkan dahinya di atas tangan seseorang merupakan perkara yang haram, sebagian ulama menyebutnya dengan sujud kecil, hal ini tidak boleh. Sehingga meletakkan dahi di atas tangan seseorang dengan posisi sujud di atasnya, tidak boleh namun hendaknya mencium dengan mulutnya ketika hal itu bukan kebiasaan, jarang atau pun sesekali dilakukan maka tidak mengapa karena diriwayatkan dari Nabi صلي الله عليه و سلم bahwa sebagian sahabat pernah mencium tangan dan kaki Beliau صلي الله عليه و سلم. Maka perbuatan sahabat dalam hal ini menunjukkan perkaranya luwes ketika sesekali dilakukan. Adapun senantiasa membiasakannya maka hukumnya makruh atau haram. Begitu juga tidak boleh  membungkuk yakni merunduk seperti orang yang rukuk hal ini tidak boleh karena rukuk itu ibadah sehingga tidak boleh membungkuk di hadapan seseorang. Adapun membungkuk dalam rangka merunduk terhadapnya karena ia seorang yang pendek sedangkan orang yang membungkuk muslim berpostur tinggi sehingga si muslim membungkuk kepadanya sampai menjabat tangannya namun bukan dalam rangka mengagungkan tetapi orang muslim yang ada dihadapannya itu pendek, lumpuh atau dalam posisi duduk maka tidak masalah melakukannya. Adapun membungkuk dalam rangka mengagungkannya hal ini tidak boleh dan dikhawatirkan termasuk perbuatan syirik jika, bertujuan mengagungkannya. Diriwayatkan dari Nabi صلي الله عليه وسلم bahwasannya Beliau ditanya: ”Wahai Rasulullah, seseorang bertemu dengan yang lainnya, apakah membungkuk kepadanya? Beliau menjawab: tidak, Ia berkata: Apakah aku memeluk dan menciumnya? Beliau menjawab: tidak, Ia berkata: apakah aku mengambil tangannya dan menjabat tangannya, Beliau menjawab: ya.” Meskipun ada kalemahan pada sanad nya sehingga haditsnya dhoif namun semestinya beramal dengannya karena banyaknya syawahid (penguat) yang menguatkan maknanya dan begitu juga dalil-dalil yang banyak menunjukkan membungkuk dan rukuk kepada seseorang tidak boleh. Jadi intinya tidak boleh baginya selalu membungkuk kepada seorang pun baik itu raja  atau pun bukan raja. Namun jika membungkuk bukan dalam rangka mengagungkan tetapi memberi salam kepada orang yang pendek, lumpuh atau pun dalam posisi duduk maka membungkuk untuk memberi salam kepadanya tidak masalah melakukannya. Fatawa Nurun ‘alad Darb Sumber: http://www.binbaz.org.sa/node/9379 Diterjemahkan : Abu Zulfa WhatsApp Al-Ukhuwwah Disalin dari : http://salafymedia.com/blog/mencium-tangan-orang-shalih-sambil-membungkuk/ lampionblume-illuminated-studio | Source: Pixabay
7 tahun yang lalu
baca 5 menit