Adab & Akhlak

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

jika dengan melihat seseorang tidak bisa memberimu manfaat, maka ucapannya pun tidak akan memberimu manfaat

JIKA DENGAN MELIHAT SESEORANG TIDAK BISA MEMBERIMU MANFAAT, MAKA UCAPANNYA PUN TIDAK AKAN MEMBERIMU MANFAAT Asy-Syaikh Muhammad Sa’id Ruslan hafizhahullah Kaedah-kaedah semacam ini –wahai hamba-hamba Allah– kita ambil dari Kitabullah dan dari Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, serta dari bimbingan Masayikh Kibar yang mereka mengajari manusia tidak hanya dengan ucapan mereka saja, tetapi mereka mengajari manusia juga dengan akhlak dan kepribadian mereka. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah. Beliau jika para muridnya mengadakan sebuah majelis maka terkadang mereka menghabiskan waktu yang lama untuk saling mengingat keutamaan sifat-sifat beliau. Jadi sebuah majelis saja bisa berakhir tanpa bisa menyelesaikan untuk menyebutkan semua keutamaan beliau. Dan beliau adalah seorang yang terkenal dermawan, pemurah, seorang mujahid, suka memberi, zuhud, juga seorang muhaddits, ahli tafsir, dan seorang ulama yang banyak hafalannya, dan katakan apa yang engkau inginkan tentang beliau. Semoga Allah merahmati beliau. Namun bersamaan dengan semua itu, beliau mengatakan: إِذَا رَأَيْتُ الْفُضَيْلَ بْنَ عِيَاضٍ جُدِّدَ لِيْ الْحُزْنُ وَأَبْغَضْتُ نَفْسِيْ. “Jika aku melihat Al-Fudhail bin Iyadh, maka muncullah kesedihan yang baru dan aku jadi membenci diriku sendiri.” Beliau mengatakan: “Jika aku melihat Al-Fudhail bin Iyadh –maksudnya: jika saya melihat wajahnya– maka muncullah kesedihan yang baru –maksudnya pada diri beliau– dan aku jadi membenci diriku sendiri.” Lalu beliau mengatakan: وَمَنْ لَمْ يَنْفَعْكَ لَحْظُهُ فَلَنْ يَنْفَعَكَ لَفْظُهُ. “Dan barangsiapa yang penampilannya tidak memberimu manfaat, maka ucapannya pun tidak akan memberimu manfaat.” Barangsiapa yang penampilannya tidak memberimu manfaat, maksudnya: jika engkau melihatnya, seharusnya engkau menjadi teringat kepada Allah dan memperbaiki diri. Jadi jika dengan memperhatikan penampilan seseorang tidak bisa memberimu manfaaat, maka ucapannya pun tidak akan memberimu manfaat. Maka kita memohon kepada Allah yang Maha Mulia Keagungan-Nya agar menjadikan ini semua sebagai sesuatu yang benar-benar kita perhatikan dengan serius dan menjadikan kita selalu mengingatnya, juga semoga Allah menyatukan tercerai berainya umat kita, menghilangkan penderitaan mereka, serta menghimpun mereka. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yaa Allah, tuntunlah kami menuju keridhaan-Mu dan hadapkanlah hati kami kepada-Mu. Yaa Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang engkau beri hidayah, masukkan kami ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang Engkau berikan perhatian, bimbingan, dan pertolongan, dan lindungilah kami dan selamatkanlah kami dari keburukan yang Engkau tetapkan… وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ. Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=147847 Alih Bahasa: Abu Almass Sabtu, 24 Dzulqa’dah 1435 H
9 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

tanda / ciri hati yang selamat (qolbun salim)

TANDA-TANDA HATI YANG SELAMAT Cover Buku Bismillah Allah Ta’ala berfirman, mengabarkan tentang doa Khalil-Nya Ibrahim alaihissalam yang memohon agar Allah tidak menghinakannya di hari ketika manusia dibangkitkan, yaitu (asy syu’ara 88-89): يوم لا ينفع مال ولا بنون (88) إلا من أتى الله بقلب سليم “Hari ketika tiada lagi berguna harta dan anak-anak kecuali orang-orang yang datang menghadap Allah membawa hati yang selamat.” ** Hati yang selamat adalah hati yang bersih dari syirik (besar ataupun kecil). Bersih (selamat) dari kecurangan, dendam, dengki, kikir, kibir, hubbuddunia (cinta dunia) dan kedudukan. Jadi, dia selamat dari semua kotoran yang menjauhkannya dari Allah. Selamat dari semua syubhat yang menyanggah beritaNya. Selamat dari semua syahwat yang menantang perintahNya. Selamat dari semua keinginan yang bersaing dengan apa yg di kehendakiNya. Selamat dari penghalang yang menghentikannya dari Allah. Hati yang selamat ini ada dalam surga dunia,alam barzakh dan akhirat. Tidaklah mutlak keselamatan itu  .sampai hati itu bersih dari 5 hal : 1. Dari syirik,yang berlawanan dengan tauhid. 2. Dari bid’ah yang berlawanan dengan sunnah 3.Dari syahwat, yang menyelisihi perintah 4. Dari kelalaian, yang berlawanan dengan dzikir 5.Dari hawa nafsu, yang berlawanan dengan upaya pemurnian dan keikhlasan. Diantara tanda-tanda Qalbun Saliim adalah : A. Dia selamat/bersih dari rasa suka kepada hal2 yang tidak disukai oleh Allah. B. Hati itu selalu mnggerakkan pemiliknya agar senaniasa kembali kepada Allah dan bergantung kepadaNya. C. Hati itu tidak pernah putus mengingat Allah. D. Apabila disodorkan kepadanya sesuatu yg buruk,dia dengan naluri dan fitrahnya lari menjauh dan tidak menoleh kepadanya, bahkan membencinya E. Jika satu saja amal taat luput dikerjakannya, dia merasa kehilangan dan sakit. F.Dia selalu rindu ingin bertemu dengan Allah. G.Setiap mulai shalat, hilang darinya kesedihan dan cemas terhadap urusan dunia. H.Selalu menjaga waktunya untuk hal2 yg berguna,jauh dari yang sia-sia. I. Perhatian untuk memperbaiki amal lbh besar drpada mengerjakan amalan itu sendiri. اللهم ارزقنا قلبا سالما Faidah dari Al Ustadz Idral Harits Hafizhahulloh Forward dari WhatsApp Salafy Indonesia Menghadap Allah dengan Hati yang Selamat Allah Azza Wa Jalla berfirman: يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ . إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ pada hari (kiamat) saat harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat (Q.S asy-Syu'araa' ayat 88-89). Penjelasan: Pada hari itu, seseorang tidak bisa menghindar dari adzab Allah. Dia tidak bisa membayar dgn hartanya sebagai ganti agar ia terhindar dari adzab Allah. Seandainya ia memiliki harta berupa emas sepenuh bumi, hal itu tidak bisa dijadikan tebusan dirinya agar terhindar dari adzab Allah. Hartanya tidak bisa memberi manfaat sedikitpun. Demikian juga anaknya. Apakah yang dimaksud dengan hati yang selamat? Sahabat Nabi Ibnu Abbas menjelaskan: itu adalah hati yang hidup yang mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah. Mujahid dan al-Hasan menyatakan: hati yang selamat dari kesyirikan. Said bin Musayyib berkata: itu adalah hati yang sehat, hatinya orang beriman. Sedangkan hati orang kafir dan munafiq adalah hati yang sakit. Abu Utsman anNaisabuuriy menyatakan: itu adalah hati yang kosong dari kebid'ahan, (penuh) ketenangan menuju Sunnah. (Disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir). Syaikh Abdurrahman as-Sa'di rahimahullah menyatakan: Hati yang selamat artinya adalah selamat dari kesyirikan, keraguan, kecintaan terhadap keburukan, terus menerus dalam kebid'ahan dan dosa. Justru sebaliknya hati itu berisi ikhlas, ilmu, keyakinan, cinta pada kebaikan, menghiasinya dalam hatinya. Kehendak dan cintanya mengikuti kecintaan Allah. Hawa nafsunya (ditundukkan) untuk mengikuti (ajaran) yang datang dari Allah. (Taisiir Kariimir Rahmaan fii Tafsiirri Kalaamil Mannaan (1/593)). (Abu Utsman Kharisman) WA al I'tishom Dikutip dari channel @alistiqomah HATI YANG SELAMAT Al-Imam al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah, Hati yang sehat : adalah Hati yang Selamat, yang tidak akan selamat pada hari Kiamat kelak kecuali barangsiapa datang menghadap Allah dengan membawanya. Allah Ta’ala berfirman, “Pada hari yang tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak. Kecuali barangsiapa datang menghadap kepada dengan membawa hati yang selamat.” (asy-Syu’ara : 88-89) Hati yang Selamat adalah : hati yang selamat dari : semua syahwat yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah, dan semua semua syubhat yang menentang berita-berita dari-Nya. Jadi, hati tersebut selamat dari peribadatan kepada selain Allah, dan selamat dari berhukum kepada selain Rasul-Nya.” Ighatsatu al-Lahfan, hlm 7. “Seseorang tidak akan meraih keselamatan hati secara mutlak, hingga dia selamat dari lima hal : 1. Syirik, yang membatalkan Tauhid. 2. Bid’ah, yang bertentangan dengan Sunnah. 3. Syahwat, yang bertangan dengan perintah. 4. Kelalaian, yang bertentangan dengan Dzikir. 5. Hawa nafsu, yang bertentangan dengan kemurnian dan keikhlasan. Kelima hal tersebut merupakan tirai penghalang dari Allah. Di bawah masing-masing hal tersebut ada banyak macam, masing-masing mengandung contoh-contoh yang tak terbatas. ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hlm. 138 Majmu’ah Manhajul Anbiya https://telegram.me/ManhajulAnbiya QALBUN SALIM (HATI YANG SELAMAT) Mutiara Nasehat al-Imam Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah “Harus ada perhatian terhadap perbaikan hati, dengan cara senantiasa konsisten di atas : ▪ kejujuran, ▪ ikhlash, ▪ taubat, ▪ inabah (selalu kembali kepada Allah, pen), ▪ selalu merasa diawasi oleh Allah, ▪ waspada dari riya’ , waspada dari hasad dan dengki, serta waspada dari semua yang merusak hati. Maka harus MEMBERSIHKAN hati. Karena tidak akan masuk Jannah (surga) kecuali barangsiapa berjumpa Allah dengan membawa Qalbun Salim (Hati yang Selamat). Hati yang Selamat adalah Hati yang selamat dari berbagai penyakit: Syirik, dusta, sombong, kufur nikmat, hasad, benci di jalan syaithan, dan berbagai sifat-sifat tercela lainnya.” Sumber : al-Majmu’ ar-Raa’iq min al-Washaya wa az-Zuhdiyyaat wa ar-Raqaa’iq Majmu’ah Manhajul Anbiya TIDAK ADA YANG SELAMAT DI HARI ESOK (KIAMAT) KECUALI YANG DATANG DENGAN MEMBAWA HATI YANG BERSIH. Berkata Imam Ibnu Rojab رحمه اللّٰهُ تعالى: ‏لا ينجو غدا إلا من لقي الله بقلب سليم ليس فيه سواه ، قال الله تعالى {يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم} “Tidak akan ada yang selamat esok hari kecuali orang-orang yang berjumpa dengan Alloh dengan (membawa) hati yang bersih yang tidak ada di dalamnya selain darinya, (karena) Alloh ta’ala berfirman: (يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ) [سورة الشعراء 88 – 89] ” (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” [Qs. As-Syu’aro: 88-89]”  Kalimatul Ikhlas [236]. Alih Bahasa: Muhammad Sholehuddin Abu ‘Abduh عَفَا اللّٰهُ عَنْهُ. WA Ahlus Sunnah Karawang. Ya Rabb Janganlah Engkau Hinakan Aku Pada Hari Kebangkitan Termasuk Rukun Iman yang enam, adalah beriman dengan adanya hari akhir. Dimana Allah akan bangkitkan seluruh manusia dari kubur-kubur mereka. Dan akan diadakan perhitungan amal masing-masing kita. Pada hari itu tidak ada lagi amal perbuatan, yang ada hanyalah perhitungan amal. Bergembiralah orang-orang yang bergembira. Yaitu mereka yang ketika didunia telah menggunakan modal yang telah diberikan oleh Allah, mereka pergunakan, mereka manfaatkan benar-benar untuk beribadah kepada Allah. Akan bersedih orang-orang yang bersedih. Mereka adalah orang-orang yang tidak bisa, tidak benar memanfaatkan modal yang telah Allah berikan kepada mereka untuk menempuh kehidupan dunia. Harta yang mereka kumpulkan semasa didunia tidak bermanfaat, anak-anak yang mereka banggakan, dielu-elukan tidak bermanfaat dihadapan Allah عزوجل. Allah تعالى berfirman:  ﻭَﻣَﺂﺃَﻣْﻮَﺍﻟُﻜُﻢْ ﻭَﻵﺃَﻭْﻻَﺩُﻛُﻢ ﺑِﺎﻟَّﺘِﻲ ﺗُﻘَﺮِّﺑُﻜُﻢْ ﻋِﻨﺪَﻧَﺎ ﺯُﻟْﻔَﻰ ﺇِﻻَّ ﻣَﻦْ ﺀَﺍﻣَﻦَ ﻭَﻋَﻤِﻞَ ﺻَﺎﻟِﺤًﺎ ﻓَﺄُﻭْﻟَﺌِﻚَ ﻟَﻬُﻢْ ﺟَﺰَﺁﺀُ ﺍﻟﻀِّﻌْﻒِ ﺑِﻤَﺎ ﻋَﻤِﻠُﻮﺍ ﻭَﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻐُﺮُﻓَﺎﺕِ ﺀَﺍﻣِﻨُﻮﻥَ {37} ”Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa ditempat-tempat yang tinggi (dalam surga)." (QS. Saba': 37)  Lalu apakah modal yang harus kita jaga dan kita manfaatkan untuk menghadap kepada Allah تعالى❓ Disebutkan dalam hadist yang sohih dari sahabat Nu'man bin Basyir ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻨُّﻌﻤَﺎﻥ ﺑْﻦُ ﺑَﺸِﻴﺮ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪ ﻋَﻨﻬُﻤَﺎ ﻗﺎﻝ: ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ يقولو (……ﺃَﻻَ ﻭَﺇِﻥَّ ﻓِﻲ ﺍﻟﺠَﺴَﺪِ ﻣُﻀْﻐَﺔً: ﺇِﺫَﺍ ﺻَﻠَﺤَﺖْ ﺻَﻠَﺢَ ﺍﻟﺠَﺴَﺪُ ﻛُﻠُّﻪُ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻓَﺴَﺪَﺕْ ﻓَﺴَﺪَ ﺍﻟﺠَﺴَﺪُ ﻛُﻠُّﻪُ ، ﺃَﻻَ ﻭَﻫِﻲَ ﺍﻟﻘَﻠْﺐُ‏» . ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ "Sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, ketahuilah itu adalah hati” (HR Bukhari dan Muslim) Hati menjadi sumber seorang hamba, bisa jadi hati itu baik, selamat, sehat, yang dengannya akan memerintahkan jasad ini melakukan perkara-perkara yang baik, yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah. Bisa juga hati itu menjadi rusak, sakit, sehingga akan nampak pada pemilik hati yang rusak ini perilaku, perbuatan yang jelek, yang bisa semakin menjauhkan dia dari Allah تعالى. Oleh karena itulah, Nabi kita berdoa dalam sholatnya kepada Allah  تعالى: ﻭَﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻗَﻠْﺒًﺎ ﺳَﻠِﻴﻤًﺎ aku memohon kepadaMu hati yang selamat. (Dari Sadad bin Aus, HR Nasai) Karena pada hari kiamat kelak hanya orang-orang yang  memiliki hati yang selamat yang diterima oleh Allah تعالى. ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺨْﺰِﻧِﻲ ﻳَﻮْﻡَ ﻳُﺒْﻌَﺜُﻮﻥَ "dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan" (88). ﻳَﻮْﻡَ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻔَﻊُ ﻣَﺎﻝٌ ﻭَﻟَﺎ ﺑَﻨُﻮﻥَ "(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna." (89). ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟَّﻪَ ﺑِﻘَﻠْﺐٍ ﺳَﻠِﻴﻢٍ "kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS. Asy-Syu-'ara: 87-89), Disusun oleh: Abu Zain Iding WA Berbagi Faedah Sumber : * https://catatanmms.wordpress.com/2013/11/15/tanda-tanda-hati-yang-selamat/ * http://www.manhajul-anbiya.net/hati-yang-selamat/ * http://www.manhajul-anbiya.net/qalbun-salim-hati-yang-selamat/ * http://salafymedia.com/blog/2015/06/21/tidak-ada-yang-selamat-di-hari-esok-kiamat-kecuali-yang-datang-dengan-membawa-hati-yang-bersih/ * http://ahlussunnahkendari.com/wa/WA%20Berbagi%20Faedah/Ya%20Rabb%20Janganlah%20Engkau%20Hinakan%20Aku%20Pada%20Hari%20Kebangkitan.html
9 tahun yang lalu
baca 10 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

waspada ghurur (sifat yang menipu empunya)

Wahai Da’i dan Penuntut Ilmu Waspadai Ghurur ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar ZA Ghurur adalah suatu sifat yang menipu penyandangnya. Dia adalah suatu kebodohan yang membuat seseorang menilai sesuatu yang jelek sebagai sesuatu yang baik dan kesalahan sebagai sesuatu kebenaran. Demikian dijelaskan Ibnul Jauzi rahimahullah dalam bukunya Talbis Iblis. Sifat ini muncul karena bercokolnya syubhat atau kerancuan berpikir yang membuatnya salah dalam menilai. Iblispun masuk untuk menggoda manusia seukuran kemampuannya dan akan semakin mantap cengkramannya terhadap seseorang atau semakin melemah seiring dengan ukuran kesadaran atau kelalaian orang tersebut, juga sebatas kebodohan atau keilmuannya. Demikian beliau jelaskan dalam kitab tersebut. Allah telah mencela sifat ini dalam banyak ayat Al-Qur`an. Karena sifat ini telah membuat sekian banyak manusia terjerembab dalam kubang kehinaan dan kerugian, yang tentunya murka Allah akan mereka rasakan. Orang kafir dan para munafik adalah sebagian contoh dari sekian banyak contoh korban sifat ghurur. Allah berfirman: “Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: ‘Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?’ Mereka menjawab: ‘Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah. dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (setan) yang amat penipu’.” (Al-Hadid: 14) Yakni kalian tertipu oleh setan sehingga kalian tidak mengagungkan Allah  dengan seagung-agungnya. Sehingga kalian tidak mengetahui kemampuan Allah  terhadap kalian. Akhirnya kalianpun mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian lakukan. (Zubdatut Tafsir) Allah juga menerangkan tentang kondisi orang kafir yang tertimpa ghurur sehingga tertipu oleh gemerlapnya kehidupan dunia: “Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat.” (Al-Jatsiyah: 35) Demikian mereka dihancurkan oleh ghurur, sehingga mereka menuai hasil yang teramat getir di akhirat. Janganlah mengira bahwa hanya mereka yang tertimpa ghurur. Ternyata kaum muslimin pun, dari berbagai macam status sosial mereka, bahkan para ulama, para da’i, dan para penuntut ilmu juga banyak yang tertimpa ghurur. Sungguh realita yang menyedihkan. Ibnu Qudamah menjelaskan bagaimana ghurur ini menimpa orang-orang yang berilmu. Di antara mereka ada orang-orang yang menekuni ilmu syar’i akan tetapi mereka melalaikan pengawasan terhadap amal anggota badan mereka dan penjagaan dari perbuatan-perbuatan maksiat, serta lalai untuk menekan diri mereka agar senantiasa taat. Mereka tertipu dengan ilmu yang ada pada mereka sehingga mereka menyangka bahwa mereka punya tempat di sisi Allah. Padahal bila mereka melihat dengan ilmu mereka tentu akan tahu bahwa ilmu tidak dimaksudkan dengannya kecuali amal. Kalaulah bukan karena amal tentu ilmu tersebut tidak bernilai, Allah ta'ala berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.” (Asy-Syams: 9) Allah tidak mengatakan: telah beruntung orang yang mempelajari ilmu bagaimana cara menyucikannya. Orang yang tertimpa ghurur semacam ini, bila setan membisikkan kepadanya tentang keutamaan para ulama, maka hendaknya mengingat ayat-ayat yang menerangkan kepada kita tentang orang-orang yang berilmu tapi bermaksiat. Semacam firman Allah : “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (Al-A’raf: 175-176) “Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Al-Jumu’ah: 5) Di antara mereka ada sekelompok yang menekuni ilmu dan amal lahiriah tapi tidak mengawasi kalbu mereka agar menghapus dari diri mereka sifat-sifat yang tercela, semacam sombong, hasad atau iri dan dengki, riya` dalam amal, mencari popularitas, ingin lebih unggul dari yang lain. Mereka telah menghiasi lahiriah mereka, akan tetapi melupakan batin mereka dan mereka lupa terhadap hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada penampilan-penampilan dan harta benda kalian. Akan tetapi melihat kepada kalbu dan amal kalian.” (Shahih, HR. Muslim dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu) Sekelompok yang lain mengetahui bahwa akhlak-akhlak batin tersebut tercela. Namun karena sifat bangga diri yang tersimpan pada mereka, mereka merasa aman bahkan merasa telah terbebas dari sifat-sifat tercela itu. Mereka merasa lebih tinggi untuk Allah timpakan pada mereka sifat-sifat itu, bahkan –menurut mereka– yang tertimpa itu adalah mereka yang masih awam. Bila muncul dalam diri mereka percik kesombongan, merekapun mengatakan dalam diri mereka, ‘Ini bukan sombong. Bahkan ini adalah demi kemuliaan agama dan untuk menampakkan kemuliaan ilmu, serta merendahkan ahli bid’ah.’ Enggan berteman dengan orang-orang yang lemah, maunya dengan orang yang berpangkat atau berduit, merasa hina bila berteman dengan kaum dhuafa. Mereka tertipu oleh ghurur. Mereka lupa bahwa Nabi  dan para sahabatnya dahulu adalah orang-orang yang tawadhu’. Mereka bergaul dengan kaum dhuafa, bahkan mereka mengutamakan kefakiran dan kemiskinan. Diriwayatkan bahwa ‘Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, dahulu ketika pergi menuju Syam beliau mendapati sungai yang mesti diseberangi. Maka turunlah beliau dari untanya dan melepaskan dua sandalnya lalu membawanya sembari mencebur dan menyeberangi sungai itu dengan untanya. Saat itu berkatalah Abu ‘Ubaidah kepadanya: “Sungguh pada hari ini engkau telah melakukan sesuatu yang besar di mata penduduk bumi.” Umar pun menepuk dadanya dan mengatakan: “Duhai seandainya selainmu yang mengatakan kata-kata ini, wahai Abu Ubaidah. Sesungguhnya kalian (bangsa Arab) dahulu adalah orang-orang yang paling hina dan rendah, lantas Allah angkat kalian dan muliakan kalian dengan sebab mengikuti Rasul-Nya. Maka bagaimanapun kalian mencari kemuliaan dengan selain jalan itu niscaya Allah akan menghinakan kalian.” Sekelompok yang lain juga tertimpa ghurur, mereka mencari kesenangan dunia, kemuliaan, fasilitas, kecukupan dengan memperalat penampilan kealiman atau keshalihannya. Bila muncul pada mereka percikan riya`, iapun mengatakan dalam dirinya: “Saya hanya bermaksud menampakkan ilmu dan amal agar orang mengikuti saya, agar orang mendapat hidayah kepada ajaran ini.” Padahal jika tujuan mereka benar-benar untuk memberi jalan hidayah untuk manusia, tentu ia akan merasa senang ketika manusia mendapat hidayah melalui selain tangannya. Sebagaimana senangnya ketika manusia mendapat hidayah melalui tangannya. Karena siapa saja yang tujuan dakwahnya adalah memperbaiki manusia, maka ia akan merasa senang ketika manusia menjadi baik melalui tangan siapapun. Masih ada sekelompok yang lain. Mereka menekuni ilmu, membersihkan amal anggota badan mereka, serta menghiasinya dengan ketaatan, dan mengawasi amal kalbu mereka agar bersih dari riya, hasad, dan sombong. Akan tetapi masih tersisa di sela-sela kalbunya, tipu daya setan yang tersembunyi dan bahkan tipu daya jiwanya yang juga tersembunyi. Ia tidak tanggap akan keberadaannya. Engkau lihat mereka berupaya sungguh-sungguh dalam beramal dan memandang bahwa faktor pendorongnya adalah menegakkan agama Allah. Tapi pada kenyataannya terkadang pendorongnya adalah mengharap sebutan orang terhadapnya. Sehingga terkadang muncul sikap merendahkan yang lain melalui sikapnya menyalah-nyalahkan yang lain, merasa dirinya lebih mulia dari yang lain. Ini dan yang sejenisnya merupakan cacat yang tersembunyi. Tidak terdeteksi kecuali oleh mereka yang kuat dan cermat serta tentunya mendapat taufiq dari Allah. Adapun orang-orang semacam kami yang lemah ini maka kecil harapannya. Namun paling tidaknya seseorang mengetahui aib dirinya dan berusaha untuk memperbaikinya. Nabi sendiri pernah bersabda: مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَائَتْه ُسَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ “Barangsiapa yang kebaikannya menyenangkannya dan kejelekannya menyusahkannya maka dia seorang mukmin.” (Shahih, HR Ath-Thabarani dari sahabat Abu Musa z dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir) Orang yang semacam itu masih bisa diharapkan. Berbeda dengan mereka yang menganggap suci dirinya dan merasa dirinya termasuk orang-orang yang terpilih. Inilah ghurur yang menimpa orang-orang yang memperoleh ilmu agama. Bagaimana kiranya dengan mereka yang puas dengan ilmu yang tidak penting dan meninggalkan yang penting? Wallahul musta’an. Sumber : http://asysyariah.com/wahai-dai-dan-penuntut-ilmu-waspadai-ghurur/
9 tahun yang lalu
baca 7 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

cara duduk yang dilarang

CARA DUDUK YANG DILARANG Syaikh Shalih bin Utsaimin ditanya dengan pertanyaan berikut: Semoga Allah membimbingmu dalam kebaikan, ini ada pertanyaan yang ditujukan kepada anda, si penanya meminta penjelasan tentang sebuah hadist dari sahabat Asy Syarid bin Suwaid radhiallahuanhu, ketika dia berkata: “Aku diperintah oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan ketika itu aku sedang duduk seperti ini, yaitu aku meletakkan tangan kiriku di belakang punggung ku dan aku bersandar pada tanganku, maka Rasulullah berkata: apakah engkau mau duduk seperti duduknya mereka orang-orang yang dimurkai” (HR Abu Dawud) Kami mengharapkan penjelasan dari hadist ini? Maka beliau rahimahullah menjawab: Makna hadist ini jelas, adalah seseorang tidak bersandar pada tangan kirinya yang berada di belakangnya, dalam keadaan dia ingin beristirahat di atas lantai pada posisi tersebut. Kemudian sang penanya berkata: Jika seseorang hanya bermaksud dengan duduk semacam ini untuk beristirahat dan bukan untuk mengikuti cara duduknya orang yahudi, apakah dia berdosa? Maka Syaikh menjawab: Jika itu yg dia maksud, maka pakailah tangan kanannya bersamaan dengan tangan kirinya, maka dengan demikian tidaklah dilarang (dua tangan di belakang yang menjadi tumpuan, pen). Sumber: http://www.sahab.net/forums/?showtopic=73921 ash shalihah Sumber : .https://catatanmms.wordpress.com/2015/10/23/cara-duduk-yang-dilarang/ CARA DUDUK YANG DILARANG Asy Syeikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin: Dan tidak dibenci dari cara duduk kecuali apa yang disebutkan Nabi Shollallahu alaihi wa sallam bahwa cara duduk ini adalah cara duduk orang yang mendapat murka atas mereka. Yaitu dengan menjadikan TANGAN KIRI dibelakang punggungnya, dan dia jadikan bagian telapak tangan diatas tanah kemudian dia bersandar dengannya, ini adalah cara duduk yang disebutkan oleh Nabi Shollallahu alaihi wa sallam bahwa cara duduk yang seperti ini adalah cara duduk orang yang mendapat murka atas mereka. Adapun jika seseorang meletakkan kedua tangannya di belakang punggungnya dan bersandar dengannya maka tidak mengapa. Demikian pula ketika dia meletakkan tangan kanannya maka juga tidak mengapa. Sumber: Syarah Riyadhus Sholihin 4/347 Telegram: https://bit.ly/Berbagiilmuagama Alih bahasa: Abu Arifah Muhammad Bin Yahya Bahraisy
9 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

sikap bijak memanfaatkan media sosial

SIKAP BIJAK MEMANFAATKAN MEDIA SOSIAL Antusiasmu terhadap medsos adalah sesuatu yang baik, namun waspadalah jangan sampai antusias ini menjadi pintu menuju kerugian seperti berikut: 1. Engkau terhalangi dari kebaikan jika engkau menghabiskan sekian jam setiap hari untuk membuka medsos, namun engkau tidak menyisihkan waktu walaupun hanya seperempat dari waktu ini untuk menghafal al-Qur’an atau membacanya. 2. Engkau terhalangi dari kebaikan jika ketika engkau bangun tidur pertama kali yang engkau lakukan adalah membaca berita di telepon genggammu, namun engkau tidak bersegera membaca dzikir bangun tidur, atau dzikir pagi, dzikir petang, dan dzikir-dzikir lainnya yang riwayatnya shahih dalam as-Sunnah, padahal itu merupakan benteng kokoh bagi seorang muslim dengan seizin Allah. 3. Engkau terhalangi dari kebaikan jika engkau membaca ratusan artikel yang disebar setiap hari, namun engkau tidak mengkhususkan waktu untuk membaca sebuah kitab yang berisi ilmu-ilmu syari’at, atau untuk mendengar pelajaran salah seorang ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang terpercaya. 4. Engkau terhalangi dari kebaikan jika engkau setelah mengucapkan salam yang mengakhiri shalat, engkau langsung mengeluarkan telpon genggammu untuk melihat apakah ada sesuatu yang baru, dan engkau melupakan dzikir-dzikir setelah shalat wajib yang riwayatnya shahih dalam Sunnah Nabi. 5. Engkau terhalangi dari kebaikan jika ketika engkau menyambung silaturahmi, mengunjungi kerabatmu atau saudara-saudaramu, engkau hanya menghabiskan waktu dengan menyibukkan diri dengan telepon genggammu, tanpa berbincang dengan mereka, sehingga kebersamaanmu dengan mereka seperti jasad tanpa nyawa, dan kunjunganmu hanya menyebabkan kerenggangan, tidak menimbulkan cinta dan keakraban. Kita tidak mengingkari pentingnya media sosial, tetapi waspadalah jangan sampai berbagai aplikasi ini menjadi sebab terhalangnya kita dari kebaikan yang akan mendekatkan diri kita kepada Allah Azza wa Jalla. Duhai kiranya kita benar-benar memperhatikan dzikir-dzikir dan doa-doa harian serta membaca al-Qur’an secara rutin, seperti perhatian kita terhadap telepon genggam dan aplikasi-aplikasinya… Saluran Telegram “Fawaid al-Makky” من أسباب سلوك الطَّرِيق إِلى الجَنّة بإذن الله  .فلنغيّر من حياتنا… □ جميل أن تنشط بوسائل التواصل الاجتماعي ولكن احذر أن يكون هذا النشاط بابًا للحرمان!! ١- ️ الحرمان من الخير هو أن تمضي الساعات يوميًّا على وسائل التواصل الاجتماعي، ولا تمضي ربع هذا الوقت في حفظ كتاب الله أو تلاوته. ٢- ️الحرمان من الخير هو أن تستيقظ وتقرأ الأخبار في جوالك، وتنسى المبادرة إلى أذكار الاستيقاظ وأذكار الصباح، وكذلك أذكار المساء وأذكار النوم الثابتة في السنة، والتي هي حصن حصين للمسلم بإذن الله. ٣- الحرمان من الخير هو أن تقرأ مئات المنشورات يوميًا، ولا تخصص وقتًا لقراءة كتاب من كتب العلوم الشرعية، أو تستمع درسا لأحد أهل العلم الموثوقين من أهل السنة والجماعة. ٤- ️ الحرمان من الخير هو أن تسلّم من صلاتك، فتخرج جوالك مباشرة لتنظر ما الجديد، وتنسى الأذكار الواردة في السنة النبوية بعد الصلاة المكتوبة. ٥- الحرمان أن تصل رحمك، وتزور أقاربك، وإخوانك، فتمضي الوقت منشغلا بجوالك! بدل الحديث معهم، فتكون معهم جسدًا بلا روح، وتصبح زيارتك سببًا للجفاء لا للمودة والألفة.  لا ننكر أهمية برامج التواصل الاجتماعي، ولكن فلنحذر أن تكون هذه البرامج سببًا لحرماننا من الخير الذي يقربنا من الله -عز وجل-.  يا ليتنا نهتم بهذه الأذكار والأدعية اليومية، وبتلاوة وردنا من القرآن الكريم بقدر اهتمامنا بالجوالات وتطبيقاتها… — منقول بتصرف — Sumber : http://forumsalafy.net/sikap-bijak-menghadapi-media-sosial/
9 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah imam ahmad dalam menjaga 'iffah

Sumber : .shutterstock Dalam kitab Bidayah wan Nihayah diceritakan bahwa pernah suatu hari Imam Ahmad ketika sedang menimba ilmu di Yaman, rumahnya dimasuki pencuri. Pakaian beliau ludes dicuri. Imam Ahmad pun tidak bisa keluar rumah karena sudah tidak punya lagi pakaian tuk salin. Dengan keadaan demikian, akhirnya selama beberapa waktu Imam Ahmad tak terlihat di majelis ilmu. Teman-temannya merasa kehilangan karena mereka tidak tahu dengan apa yang sedang menimpa Imam Ahmad. Mereka pun akhirnya bersama-sama menuju ke rumah Imam Ahmad untuk mencari kabar. Ketika sampai di rumahnya, mereka pun menanyakan kabar beliau. Imam Ahmad akhirnya terpaksa bercerita tentang kejadian yang menimpanya. Karena rasa iba atas apa yang terjadi, di antara mereka ada yang menawarkan bantuan berupa emas kepada Imam Ahmad. Temannya mempersilahkan kepada Imam Ahmad agar emas tersebut digunakan untuk berbelanja dari segala kebutuhannya. Tapi Imam Ahmad menolaknya. Beliau hanya mau mengambil satu dinar dari salah seorang temannya. Iu pun beliau ambil karena statusnya sebagai upah atas pekerjaan menyalinkan catatan kepada salah seorang temannya tersebut. Allahu akbar! Ikhwati fillah, Perhatikanlah! Sedemikian keadaannya Imam Ahmad, tapi beliau tidak mudah untuk meminta-minta. Beliau tetap menjaga kehormatan dirinya. Beda dengan kita, yang selalu berharap-harap bantuan dari manusia padahal keadaannya belum pada taraf darurat. Allahu musta'an. Nastaghfirullah. (Kisah ini bisa dilihat di Al Bidayah wan Nihayah-Ibnu Katsir 1/329). Wa Sedikit Faidah Saja (SFS) Arsip lama Wa SFS, INdiC dan INONG terkumpul di catatankajianku.blogspot.com dan di link telegram http://bit.ly/1OMF2xr #kisah
9 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

sebab matinya qalbu - oleh : ibrahim bin adham -

SEBAB MATINYA QALBU Suatu hari Ibrahim bin Adham rahimahullah melewati sebuah pasar di Kota Bashrah ( Iraq ), maka ketika itupun manusia mengerumuninya, seraya bertanya, "Wahai Abu Ishaq, mengapa kami telah berdo'a namun tidak kunjung dikabulkan?" Berkata Abu Ishaq, "Karena hati-hati kalian telah mati disebabkan 10 hal: Mereka bertanya, "Apa itu?" Beliau menjawab, ① Kalian mengenal Allah namun kalian tidak memberikan hak-hak Nya. ② Kalian telah mengaku cinta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam namun kalian tinggalkan jalannya. ③ Kalian membaca Al-Qur'an namun tidak beramal dengan apa yang ada didalamnya. ④ Kalian memakan dari nikmat Allah namun kalian tidak mensyukurinya. ⑤ Kalian mengatakan bahwa syaiton itu musuh kalian namun kalian mencocoki amalannya. ⑥ Kalian mengatakan jannah itu ada namun kalian tidak beramal untuk mendapatkannya. ⑦ Kalian mengatakan neraka itu benar adanya namun kalian tidak lari darinya. ⑧ Kalian mengatakan bahwa kematian itu ada namun kalian tidak menyiapkan bekal untuk menghadapinya. ⑨ Kalian terjaga dari tidur namun kalian sibuk dengan aib manusia (ghibah yang haram) dan meninggalkan aib kalian sendiri. ⑩ Kalian memakamkan orang-orang yang wafat, namun kalian tidak mengambil pelajaran dari mereka. (Jami' Bayanil 'Ilmi Wa Fadhlihi, 12/2) [Abdurrahman Al-Bakasy] __________________________ 💠 [ قلـوبنا ماتت والـسبب ] !!! 🔖 مر إبراهيم بن أدهم - رحمه الله - بسوق البصرة ؛ فاجتمع الناس إليه ، ❒  .وقالوا : يا أبا إسحاق : ما لنا ندعوا فلا يستجاب لنا ؟ ❍ قال : لأن قلوبكم ماتت بعشرة أشياء .!! ❒  قالوا : وما هي  ؟! 🔖 قال : 1⃣ - أنكم عرفتم الله ؛ فلم تؤدوا حقه . 2⃣ - زعمتم أنكم تحبون رسول الله ﷺ ، ثم تركتم سنته . 3⃣ -  قرأتم القرآن ، ولم تعملوا به . 4⃣ - أكلتم نعمة الله ، ولم تؤدوا شكرها . 5⃣ - قلتم إن الشيطان عدوكم ، ووافقتموه 6⃣ - قلتم إن الجنة حق ، فلم تعملوا لها. . 7⃣ - قلتم إن النار حق ، ولم تهربوا منها . 8⃣ - قلتم إن الموت حق ، فلم تستعدوا له . 9⃣ - انتبهتم من النوم ، واشتغلتم بعيوب الناس ، وتركتم عيوبكم . 0⃣1⃣ - دفنتم موتاكم ، ولم تعتبروا بهم. 📝 المصــدر : [ جامع بيان العلم وفضله (2/12) ] https://bit.ly/fawaidilmiyyah
9 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ada asap, ada api - sebab munculnya hasad

Ada Asap Ada Api Mungkin anda pernah mendengar pepatah ini " Ada asap ada api " yaitu segala sesuatu itu pasti ada sebabnya. Demikian juga hasad, dia tidaklah muncul dengan sendiri kalau tidak ada hal yang memicunya dan menyebabkannya. Maka perlu kiranya kita pengetahui faktor-faktor pemicu munculnya hasad karena dengan mengetahui penyebab dari suatu penyakit kita bisa mengetahui obatnya. Berkata Al Imam Ibnu Qudama dalam kitab Mukhtashor Minhajul Qosidin " Sebab-sebab terjadinya hasad banyak sekali. Di antaranya: Permusuhan, . Takabur (sombong),  Bangga diri, Ambisi kepemimpinan, Jeleknya jiwa  Kebakhilannya. Hasad yang paling dahsyat adalah yang ditimbulkan oleh permusuhan dan kebencian. Karena orang yang disakiti orang lain dengan sebab apapun, akan menumbuhkan kebencian dalam hatinya, serta tertanamnya api kedengkian dalam dirinya. Kedengkian itu menuntut adanya pembalasan, sehingga ketika musuhnya tertimpa bala` ia pun senang dan menyangka bahwa itu adalah pembalasan dari Allah untuknya. Sebaliknya, jika yang dimusuhinya memperoleh nikmat, ia tidak senang. Maka, hasad senantiasa diiringi dengan kebencian dan permusuhan. Adapun hasad yang ditimbulkan oleh kesombongan, seperti bila orang yang setingkat dengannya memperoleh harta atau kedudukan maka ia khawatir orang tadi akan lebih tinggi darinya. Ini mirip hasad orang-orang kafir terhadap Rasulullah n sebagaimana yang dikisahkan Allah Ta'ala: “Kalian tidak lain kecuali manusia seperti kita.” (Yasin: 15) Yakni mereka heran dan benci bila ada orang yang seperti mereka memperoleh derajat kerasulan, sehingga mereka pun membencinya. Demikian pula hasad yang ditimbulkan oleh ambisi kepemimpinan dan kedudukan. Misalnya ada orang yang tak ingin tertandingi dalam bidang tertentu. Ia ingin dikatakan sebagai satu-satunya orang yang mumpuni di bidang tersebut. Jika mendengar di pojok dunia ada yang menyamainya, ia tidak senang. Ia justru mengharapkan kematian orang itu serta hilangnya nikmat itu darinya. Begitu pula halnya dengan orang yang terkenal karena ahli ibadah, keberanian, kekayaan, atau yang lainnya, tidak ingin tersaingi oleh orang lain. Hal itu karena semata-mata ingin menyendiri dalam kepemimpinan dan kedudukan. Dahulu, ulama Yahudi mengingkari apa yang mereka ketahui tentang Nabi Muhammad Sholallahu alaihi wa sallam serta tidak mau beriman kepadanya, karena khawatir tergesernya kedudukan mereka. Adapun hasad yang ditimbulkan oleh jeleknya jiwa serta bakhilnya hati terhadap hamba Allah Ta'ala, bisa jadi orang semacam ini tidak punya ambisi kepemimpinan ataupun takabur (kesombongan). Namun jika disebutkan di sisinya tentang orang yang diberi nikmat oleh Allah Ta'ala, sempitlah hatinya. Jika disebutkan keadaan manusia yang goncang serta susah hidupnya, ia bersenang hati. Orang yang seperti ini selalu menginginkan kemunduran orang lain, bakhil dengan nikmat Allah Ta'ala atas para hamba-Nya. Seolah-olah manusia mengambil nikmat itu dari kekuasaan dan perbendaharaannya. Demikianlah, kebanyakan hasad yang terjadi di tengah-tengah manusia disebabkan faktor-faktor tadi. Dan seringnya terjadi antara orang-orang yang hidup sejaman, selevel, atau antar saudara. Oleh karena itu, anda dapati ada orang alim yang hasad terhadap alim lainnya, dan tidak hasad terhadap ahli ibadah. Pedagang hasad terhadap pedagang yang lain. Sumber semua itu adalah ambisi duniawi, karena dunia ini terasa sempit bagi orang yang bersaing." Hati-hati Hasad Menyerang Manusia Yang Sederajat Coba anda cermati bagian terakhir dari ucapan Ibnu Qudamah sebelumnya bahwa hasad biasanya muncul dari orang yang sederajat hal ini senada dengan ucapan Imam Ibnu Taimiyah Rohimahullah Ta'la : "Dan hasad diantara para wanita sering terjadi dan mendominasi, terutama diantara para istri-istri pada satu suami. Seorang wanita cemburu karena adanya para istri yang lain yang menyertainya. Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang-orang yang berserikat dalam kepemimpinan atau harta jika salah seorang dari mereka mendapatkan bagian dan yang lainnya luput dari bagian tersebut. Demikian juga hasad terjadi diantara orang-orang yang setara karena salah seorang diantara mereka lebih dari pada yang lain. Sebagaimana para saudara nabi Yusuf, demikian juga hasadnya salah seorang anak Adam kepada yang lainnya. Ia hasad kepada saudaranya karena Allah menerima korbannya sementara kurbannya tidak diterima. Ia hasad kepada kelebihan yang Allah berikan berupa keimanan dan ketakwaan –sebagaimana hasadnya yahudi terhadap kaum muslimin- sehingga iapun membunuh saudaranya karena hasad tersebut" (Majmuu' Al-Fatawa 10/125-126) Oleh karena itu kita mendapati pedagang bakso hasad dengan pedagang bakso lainnya, dia tidak hasad dengan juragan mebel yang ada didepannya walaupun penghasilan juragan mebel jauh lebih besar darinya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kecendrungan untuk mengungguli orang yang sederajat dengannya dan ini merupakan perkara yang lumrah selama tidak menimbulkan kebencian dan kedengkian dengan sesama,sehingga ketika benih-benih kedengkian mulai tumbuh segeralah musnakan jangan biarkan dia berkembang...✍ الله المستعان و عليه التكلان Antara Hasad dan Ghibthah Dari uraian yang telah disebutkan, jelaslah bahwa hasad adalah suatu sifat yang tercela karena pelakunya mengharapkan hilangnya nikmat yang Allah berikan kepada orang lain, serta kebenciannya memperoleh nikmat tersebut. Adapun ghibthah adalah seseorang menginginkan untuk mendapatkan sesuatu yang diperoleh orang lain, tanpa menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari orang itu. Yang seperti ini tidak mengapa dan tidak dicela pelakunya. Jika irinya dalam hal ketaatan maka pelakunya terpuji. Bahkan ini merupakan bentuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Jika irinya dalam perkara maksiat maka ini tercela, sedangkan bila dalam perkara-perkara yang mubah maka hukumnya juga mubah. (Lihat At-Tafsirul Qayyim, 1/167 dan Fathul Bari, 1/167) Nabi Sholallahu alaihi wa sallam bersabda: ((لا حسد إلا في اثنتين رجل علمه الله القرآن فهو يتلوه آناء الليل وآناء النهار فسمعه جار له فقال: ليتني أوتيت مثل ما أوتي فلان فعملت مثل ما يعمل، ورجل أتاه الله مالاً فهو يهلكه بالحق فقال رجل ليتني أوتيت مثل ما أوتي فلان فعملت مثل ما يعمل )) “Tidak ada hasad atau iri –yang disukai– kecuali pada dua perkara; (yaitu) seorang yang diberikan pemahaman Al-Qur`an lalu mengamalkannya di waktu-waktu malam dan siang; dan seorang yang Allah beri harta lalu menginfakkannya di waktu-waktu malam dan siang.” (HR. Muslim, Kitab Shalatil Musafirin wa Qashriha, no. 815, dari sahabat Ibnu ‘Umar ) Sumber : Telegram Ukhuwah Imaniyah **** Disebarkan Oleh Happy Islam | Arsip Fawaid Salafy Join Channel Telegram telegram.me/happyislamcom
9 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

Tag Terkait