Tanya Jawab

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

pemimpin organisasi / lembaga pendidikan bukanlah pemerintah

MUDIR LEMBAGA PENDIDIKAN BUKANLAH PEMERINTAH Soal: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda. Berkata penanya: "Apakah pemimpin Universitas, pemimpin Madrasah, Ketua Kabilah, Kepala Desa, Ketua Dusun dan Bapak, wajib untuk mentaati mereka seperti ketaatan kepada pemerintah? Dan apakah berdosa bila menyelisihi perintah mereka? . Jawab: Pemimpin Madrasah, atau pemimpin Universitas. Ketaatan yang sudah jelas tanpa ditawar itu adalah kepada pemerintah. Sedangkan kepada mereka tadi bukanlah ketaatan secara muthlak.  Tidak.  Yakni, ketaatannya terbatas. Begitu juga terhadap pemimpin Madrasah dan menteri yang berkompeten.  Jadi, ketaatan muthlak itu untuk pemerintah. Adapun mereka itu tadi, ia memiliki kekuasaan namun terbatas pada batas-batas wewenang mereka. Begitu pula kepala desa atau aku mengira sebagian lafadz menamakannya sebagai walikota desa, Demikian pula padanya memiliki batas-batas aturan untuk yang sifatnya terbatas. Dan bukan maknanya ada dua pemerintah, ini sekedar penyampai saja. Dan ketua Kabilah itu dihormati dimuliakan. Iya, ditaati dalam perkara persatuan kabilah dan bukan menyeluruh. Iya.  Sumber: https://bit.ly/3wTtbeu PEMIMPIN JAMAAH/ORGANISASI BUKANLAH PEMERINTAH Baca selengkapnya di sini https://asysyariah.com/mengenal-waliyyul-amr/ 🖊️ Catatan penting : 1. Mudir Universitas, Madrasah, Organisasi atau Jamaah suatu kelompok bukanlah ulil amri/pemerintah. Sehingga harus dibedakan jenis ketaatannya kepada mereka dan konsekwensinya. Serta dalil-dalil yang diarahkan kepada pemerintah ulil amri tidak boleh diarahkan kepada sebuah pimpinan kelompok kelembagaan, ormas, ponpes, ma'had, organisasi ataupun suatu pergerakan jamaah islam.  2. Terhadap selain pemerintah ulil amri, ketaatannya bersifat terbatas muqoyyad sesuai dengan kebutuhan maslahat kebaikannya selama bukan hal mungkar, dan tidak menyelisihi aturan pemerintah negara yang Sah, dan juga tidak menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya. Masuk kategori tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran.  3. Ketaatan kepada ulil amri pemerintah yang sah itu muthlak, namun tetap dalam rangka mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, yakni perkara ma'ruf dan bukan dalam ranah kemungkaran atau kemaksiatan.  Wallohu a'lam 💎https://t.me/salafykawunganten/4007
2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum musabaqoh tilawatil quran

HUKUM MUSABAQOH TILAWATIL QUR'AN Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah pernah ditanya “Apakah boleh melakukan perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits, fikih dan ilmu yang bermanfaat lainnya ? manakah yang benar dalam masalah ini bila perlombaan tersebut menggunakan taruhan? Beliau Menjawab: “Pengikut Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Asy Syafi’i melarang hal tersebut. Sedangkan ulama Hanafiyah membolehkannya Guru kami, begitu pula Ibnu ‘Abdil Barr menghikayatkan dari imam Asy Syafi'i membolehkan hal ini. Perlombaan menghafal Al Qur'an tentu saja lebih utama dari lomba berburu, bergulat, dan renang. Jika perlombaan-perlombaan tadi dibolehkan, maka tentu saja perlombaan menghafal Al Qur’an (dengan taruhan) lebih utama untuk dikatakan boleh قال ابن القيم رحمه الله : " المسابقة على حفظ القرآن والحديث والفقه وغيره من العلوم النافعة والإصابة في المسائل هل تجوز بعِوَض ؟ . منعه أصحاب مالك وأحمد والشافعي ، وجوزه أصحاب أبي حنيفة وشيخنا وحكاه ابن عبد البر عن الشافعي ، وهو أولى من الشباك والصراع والسباحة ، فمن جوز المسابقة عليها بعوض فالمسابقة على العلم أولى بالجواز  📚 Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 318 Ibnul Qayyim di tempat lain Menjelaskan : " Bila Syariah membolehkan taruhan dalam memanah, pacuan kuda dan onta karena terdapat dorongan untuk belajar pacuan dan sebagai persiapan kekuatan untuk jihad, maka tentu saja lomba dalam hal ilmu agama dan penyampaian hujjah yang dengannya akan membuka hati,memuliakan Islam dan menampilkan syiar Islam, maka tentunya hal itu lebih utama dan layak dibolehkan.”  وإذا كان الشارع قد أباح الرهان في الرمي والمسابقة بالخيل ‏والإبل، لما في ذلك من التحريض على تعلم الفروسية وإعداد القوة للجهاد فجواز ذلك في ‏المسابقة والمبادرة إلى العلم والحجة التي بها تفتح القلوب ويعز الإسلام وتظهر أعلامه أولى ‏وأحرى.‏ 📚 Al Furusiyah karya Ibnul Qayyim, hal. 97 Lajnah Daimah pernah ditanya : Apakah boleh mengambil hadiah dari lomba Al Qur'anul Kariim ? Jawab : Tidak mengapa mengambil hadiah yang diberikan oleh beberapa yayasan sosial atau yang semisalnya dari kalangan orang-orang yang menginginkan dihapalnya Kitabullah. وسئلت اللجنة أيضاً : هل يجوز أخذ جوائز مسابقات القرآن الكريم ؟   فأجابت : "لا حرج في أخذ الجوائز التي ترصدها الجماعات الخيرية ونحوهم ممن يعنون بتحفيظ كتاب الله" انتهى . "فتاوى اللجنة الدائمة" (15/189) Fatawa Al Lajnah Ad Daimah 15/189 ====== Ahad 3 Jumadil Awal 1444 OTW Tuban Sidayu  Allahumma sallim sallim Channel Ukhuwah Imaniyah http://bit.ly/uimusy
2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

"kebenaran tidak dinilai dengan banyaknya pengikut"

BEDAKANLAH KEDUA PERKARA INI, WAHAI ORANG YANG BERAKAL 📷 Ketika ada saudara kita atau pengurus suatu kajian mendokumentasikan jumlah kehadiran peserta dan kendaraan mereka, tiba-tiba ada orang jahil yang nyeletuk, 💬1️⃣ "tolok ukur kebenaran itu bukan dengan banyaknya pengikut", 💬2️⃣ "jangan berbangga dengan banyaknya pengikut". Benarkah pernyataan seperti itu? Thoyyib, kita jawab dengan perkataan sahabat 'Aly bin Abi Tholib rodhiyallohu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : كلمة حقّ أُريد بها باطل "Perkataan yang haq (benar) namun yang diinginkan dibalik itu kebatilan." Na'am, betul isi statemen atau komentarnya. Benar, memang tolok ukur kebenaran itu bukan dengan banyaknya pengikut. . الحق لا يُعرف بكثرة الأتباع NAMUN lontaran statemen ini tidak pada tempatnya dan bukan pada perkara yang semestinya. (Akan saya tunjukkan...!) 1.Kenapa demikian? Karena yang dilakukan saudara kita atau pengurus kajian tersebut adalah dalam rangka dokumentasi jumlah peserta yang hadir dan kendaraan mereka BUKAN dalam rangka menjadikannya tolok ukur (barometer) kebenaran. Jangan-jangan anda tidak paham (nol pothol) dengan arti kata tolok ukur atau jangan-jangan akal anda sudah bergeser dari sehatnya? Tolok ukur, secara KBBI itu artinya sesuatu yang dipakai sebagai dasar untuk mengukur/menilai (patokan). 2. Kemudian tentang berbangga dengan banyaknya pengikut, perkara ini tidaklah mutlak bernilai jelek dan dilarang. Jika berbangga dengan banyaknya pengikut itu dengan niat ujub dan sombong maka inilah yang jelek dan dilarang. Adapun sekedar bangga dalam arti gembira, mengungkapkan rasa senang karena banyak yang mau datang ikut taklim/kajian, banyak yang mau mempelajari agama Alloh, banyak saudara-saudaranya yang hadir, dst... maka ini adalah perkara yang baik dan boleh, tidak ada larangan pada syariat. Bahkan terkadang hal ini semakin menambah motivasi bagi pengurus/panitia kajian untuk kembali mengadakannya. Awas! Statemen sembrono anda yang tidak pada tempatnya dan bukan pada perkara semestinya itu bersinggungan dengan sabda Nabi shallallohu alaihi wa sallam lho...! ( تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ ) Dari sahabat Ma'qil bin Yasar rodhiyallohu anhu berkata, bersabda Nabi shollallohu alaihi wa sallam kepada seseorang : "Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang bisa beranak banyak (subur rahimnya) karena sesungguhnya aku kelak akan berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain."  H.R. Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Al Albani rohimahulloh di Shohih Abu Dawud. Bukankah memperbanyak jumlah umat, memperbanyak jumlah pengikut sunnah, dst... adalah perkara yang dianjurkan dan diharapkan? Dan bukankah dengan semakin banyaknya yang ikut kajian/taklim maka semakin banyak pula pahala yang akan diraih oleh panitia dan ustadz pengisinya...? Maka mengapa tidak boleh bangga dalam makna gembira/senang dengan banyaknya yang hadir...? Dimanakah akal sehat anda...? Atau anda mulai lupa dengan hadits berikut...? ( مَنْ دَعَا إِلَى هُدىً كانَ لهُ مِنَ الأجْر مِثلُ أُجورِ منْ تَبِعهُ لاَ ينْقُصُ ذلكَ مِنْ أُجُورِهِم شَيْئًا ) "Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka ia akan mendapat pahala sebagaimana pahala yang didapat oleh orang yang mengikuti petunjuk tersebut, tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka." H.R. Muslim dari sahabat Abu Hurairoh rodhiyallohu 'anhu. Hadānāllohu wa iyyakum... ✍🏻 Faedah dari: • Ustadz Abu Ahmad Mush'ab hafizhahullah  ========== Kumpulan Nasihat Islami  Menyebarkan Ilmu, Mendakwahkan Tauhid  Kanal Telegram: t.me/KumpulanNasihatIslami
2 tahun yang lalu
baca 3 menit

Tag Terkait