Sepenggal Kisah di Alam Cianjur
Rinai hujan mulai turun saat kami beranjak meninggalkan kampung Cipaku menuju Yogyakarta. Seperti halnya hujan yang meninggalkan genangan, begitu pula kepergian kami dari alam Cianjur menyisakan kenangan.
Perjalanan singkat kala mengunjungi salah satu kampung yang tumbang diterpa bencana Gempa Bumi Cianjur. Dua hari, waktu yang sebentar untuk menyapa sahabat kami yang tinggal di kampung itu.
|
Tim At-Tuqa Parkir di Depan Tenda Pengungsian
|
|
Tugu Selamat Datang Desa Cisarandi |
17 Hari Pasca Bencana, 8 Desember 2022
Perjalanan singkat itu dimulai ketika menginjakkan kaki di Kampung Cipaku, Desa Cisarandi, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Setelah menempuh kurang lebih 9 jam perjalanan dari Yogyakarta, pukul 8 pagi kami tiba di sana.
Suasana yang sedikit kacau menyambut kami saat memasuki jalan utama kampung yang hanya cukup dilewati satu mobil. Puing-puing berserakan di depan rumah-rumah yang atapnya roboh, jajaran tenda pengungsian menjadi pemandangan yang mengiris sanubari.
Sudah 17 hari sejak terjadinya bencana gempa, para warga tinggal seadanya di dalam tenda pengungsian. Mereka tampak antusias memandangi setiap kendaraan asing yang berlalu lalang. Senyum ramah diberikan kepada siapa saja yang menyapa mereka.
|
Jalan Masuk Kampung Cipaku |
|
Tenda Pengungsian Mandiri yang Didirikan Warga |
|
Kondisi Tenda Pengungsian |
Sesampainya di depan salah satu tenda, seorang pria paruh baya memberikan isyarat dengan telunjuknya agar laju kendaraan kami berhenti di tempat yang telah ia tunjukkan.
“Assalamua’alaikum, Kang?” sapa salah seorang dari kami.
“Wa’alaikumussalam … Afwan, ini barusan ada gempa makanya itu orang-orang pada keluar rumah.” Sambutan spontan dari Kang Zain dengan logat khas Sunda. Raut kepanikan terlihat sekali dari wajah beliau.
Kami cukup terkejut mendengarnya, baru saja datang sudah disambut gempa. Walaupun getarannya tak kami rasakan karena saat itu kami masih di dalam kendaraan yang melaju.
Kang Zain adalah salah seorang sahabat kami yang merupakan warga pribumi di kampung tersebut. Tak lama setelah bersalaman dan saling menanyakan kabar, kami diajak menyusuri gang yang tak begitu lebar untuk singgah istirahat di rumahnya.
Diawali dengan obrolan ringan pelepas rindu sambil duduk lesehan, Kang Zain mulai bercerita bagaimana kondisi dirinya & keluarga saat gempa itu terjadi.
Detik-Detik Saat Gempa Terjadi
Kurang lebih pukul 13.30 WIB terdengar suara ledakan keras layaknya bom, kemudian disusul getaran yang sangat kuat dari dalam tanah. Kang Zain dan keluarganya yang sedang makan siang seketika panik.
Kang Zain menggendong putrinya yang masih berusia 9 bulan, sementara putra yang nomor 2 lari keluar rumah. Tetangga di kanan kiri rumah pun juga berhamburan menyelamatkan diri. Jalan terlihat naik turun. Tembok rumah berayun-ayun.
“Itu panci yang di dalem rak itu tuh, bisa pindah ke atas kasur.” Kang Zain menggambarkan dahsyatnya guncangan gempa yang terjadi saat itu. Allahul musta’an.
|
Kondisi di Dekat Rumah Kang Zain |
Setelah gempa mereda, Kang Zain sekeluarga bergegas ke Sukabumi untuk mengungsi karena khawatir terjadi gempa susulan. Beliau mengungsikan keluarganya di sebuah rumah dekat Ma’had Miftah Daris Sa’adah Sukabumi, 25 km dari kampungnya sekarang.
Sore harinya, beliau seorang diri kembali ke Cipaku dan baru tersadar kerusakan akibat gempa yang baru saja terjadi ternyata begitu dahsyat. Rumah, masjid, madrasah, dan bangunan lain hancur dan roboh.
Meski Kampung Cipaku terdampak cukup parah, jarak sekitar 15 kilometer ke utara masih ada wilayah yang jauh lebih parah, hingga ada suatu kampung yang ditinggal penduduknya karena rumah-rumah rata dengan tanah alias tak bisa dihuni.
Begitulah info yang kami dapat dari Kang Zain dan kami berencana melihat kondisi di sana.
|
Kondisi Rumah yang Rusak Berat |
Setelah mendengar kisah demi kisah dari Kang Zain, kami pun 'ishoma' sejenak.
Sekitar pukul 16.00 WIB kami diajak Kang Zain berkeliling melihat kondisi Kampung Cipaku. Dengan berjalan kaki, kami menyusuri gang sempit di antara deretan rumah-rumah yang jaraknya berdekatan satu sama lain.
Hampir tiap sudut kami menemui bangunan tak berpenghuni karena mengalami kerusakan yang parah. Akibatnya, tak sedikit warga yang masih melewati hari-harinya di bawah tenda-tenda pengungsian. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesabaran kepada mereka.
|
Kondisi Salah Satu Rumah Warga |
|
Kondisi Salah Satu Rumah Warga |
|
Bangunan TPA di Kampung Cipaku |
|
Rumah Bertingkat yang Ikut Roboh |
|
Atap Rumah yang Roboh Diterjang Gempa |
Sisi baiknya di 17 hari pasca bencana ini, roda kehidupan sudah mulai berjalan, walhamdulillah. Sesekali kami berpapasan dengan para pedagang yang sudah menggelar lapaknya, shalat berjamaah di mushala sudah aktif, dan beberapa pekerja dengan seragam kantoran terlihat hilir mudik.
Binar surya mulai menghilang saat kami mengakhiri trip sore itu. Sambil menunggu azan maghrib, kami berdiskusi bersama Kang Zain terkait rencana penyaluran bantuan kepada para warga yang terdampak bencana.
Perjalanan Ke Sukabumi
Gayung bersambut, ikhwah yang mukim di Sukabumi mengetahui kedatangan kami ke alam Cianjur, mereka berharap kami bisa berkunjung ke Ma’had Miftah Daris Sa’adah Sukabumi. Maka dari itu, kami putuskan sekalian untuk berbelanja kebutuhan sembako di daerah sana.
Selepas menjamak shalat Maghrib dan Isya, kami melanjutkan perjalanan ke Sukabumi ditemani Kang Zain. Beliau sekaligus ingin melepas rindu dengan keluarganya yang sudah mengungsi sejak hari pertama bencana. Banyaknya volume kendaraan dan kondisi hujan mengakibatkan kemacetan yang panjang, ditambah lagi medan yang naik turun memaksa truk-truk bermuatan berat berjalan ‘ngos-ngosan’.
Akhirnya, kurang lebih setelah 2,5 jam perjalanan kami pun tiba di Ma’had Miftah Daris Sa’adah. Ikhwah yang mendapat giliran ronda malam itu menyambut kami dengan hangat. Kami dipersilakan duduk dan berbincang-bincang sebentar sekadar bertukar kabar. Malam itu kami tutup dengan beristirahat di asrama santri berukuran 8 x 5 meter.
|
Masjid di Ma'had Miftah Daris Sa'adah |
Sebelum jam 4 subuh, aktivitas ma’had sudah beranjak dari pembaringan. Pukul 04.00 WIB seorang santri mengumandangkan azan subuh. Kami shalat berjamaah bersama ikhwah sekitar ma’had dan para santri. Dinginnya subuh di bawah kaki Gunung Gede menambah syahdunya lantunan ayat suci al-Qur’an yang dibaca oleh sang Imam.
Sinar mentari menyirami pegunungan di utara ma’had, pesona indah dan megahnya Gunung Gede dan Pangrango perlahan mulai tersingkap, bersihnya langit hingga tampak birunya melengkapi cuaca cerah pagi itu. Subhanallah. Setelah mendengarkan taklim subuh, kami menyempatkan sejenak bersama ustadz Abu Hanan Harits untuk mencari sarapan di kota. Semangkok bubur cukup sebagai penegak punggung sebelum berburu kebutuhan sembako nanti.
Tiba saatnya kami berpamitan dengan ustadz Abu Hanan Harits, kami harus segera bertolak dari ma’had agar waktu yang tersisa cukup untuk berbelanja, karena kala itu adalah hari Jum’at.
Sesuai info dari Kang Zain, kebutuhan mendesak yang diperlukan warga di Kampung Cipaku adalah sembako, sayuran, dan bumbu dapur. Tak berpikir lama kami langsung membelokkan kendaraan ke arah Pasar Sukaraja, Sukabumi.
|
Pasar Sukaraja Sukabumi |
“Ahsan bantuannya berupa sembako, Akh,” kata Kang Zain, “Terutama sayuran segar dan lauk. Jangan mi instan, sudah bosen warga.”
Misi kami di hari kedua ini adalah berbelanja barang-barang kebutuhan pokok seperti sembako, sayuran, lauk, dan bumbu dapur yang nantinya akan disalurkan kepada warga Kampung Cipaku yang membutuhkan. Kami memutuskan untuk berburu di Pasar Sukaraja, Sukabumi.
|
Terminal Sukaraja |
Setiba di pasar yang satu komplek dengan Terminal Sukaraja, kami menyusuri lapak demi lapak untuk mencari sayur mayur yang masih bagus dan memiliki stok banyak. Tak semua lapak dagangannya masih fresh, kadang ada yang sudah layu tetapi stok banyak, kadang ada yang masih fresh tetapi stoknya sedikit.
Harus gerak cepat karena mepet persiapan jum’atan, namun tetap butuh ketelitian dan kesabaran untuk bertanya dari satu pedagang ke pedagang lain. Mayoritas pedagang menggunakan bahasa Sunda membuat kami tidak bisa hunting sendiri-sendiri, jadi butuh Kang Zain sebagai penerjemah.
Akhirnya, kami bisa keluar dari Pasar Sukaraja dengan membawa wortel, bawang merah & putih, labu, buncis, tempe, dan ikan asin. Beras sudah di-handle oleh abahnya Kang Zain yang memesan di toko langganan. Tinggal minyak goreng yang belum dapat, kami akan mencarinya nanti di pertokoan sepanjang jalur ke Cianjur.
|
Memuat Hasil Belanja ke Dalam Mobil |
Pertokoan di daerah Sukalarang menjadi pilihan kami untuk mencari minyak goreng, di kanan kiri jalan banyak pusat perbelanjaan yang kemungkinan besar punya stok yang banyak.
Setelah berhenti di depan salah satu toko dan bertanya-tanya, alhamdulillah di toko tersebut punya banyak stok. Namun, ternyata toko tersebut mau tutup sementara karena karyawannya persiapan shalat Jum’at. Kami akan dilayani nanti setelah selesai shalat. Tak mengapa menunggu, toh kami juga ingin shalat Jum’at sekalian.
Sekitar pukul 14.00 WIB kami sudah tiba di Kampung Cipaku, semua barang di dalam mobil bergegas kami turunkan di dekat posko. Kemudian, barang-barang itu nantinya akan dikemas dan dibagikan kepada warga.
Oh ya, kami juga membawa buku bacaan Islami untuk anak-anak di sana. Tidak hanya asupan jasmani yang ingin kami berikan, tetapi juga asupan rohani tak luput kami haturkan. Semoga bisa menghibur anak-anak Kampung Cipaku yang menjalani hari-hari di dalam tenda pengungsian.
|
Buku Bacaan untuk Anak-Anak Kampung Cipaku |
Qadarallah azan asar sudah berkumandang, kami harus segera pulang ke Yogyakarta karena ada agenda yang sudah menanti, padahal kami berencana melihat kondisi wilayah yang lebih parah dari Kampung Cipaku ini.
Di mana ada pertemuan di situ ada perpisahan, inilah sesi sedih yang harus kami lalui. Langit sore semakin kelabu seiring perpisahan kami dengan Kang Zain, keluarganya, dan warga sekitar. Sesi yang begitu dalam menyentuh hati ini.
Terlebih saat kendaraan mulai bergerak, rintik hujan pun turun turut mengiringi kepergian kami. Terbayang di mata ini bagaimana para pengungsi harus bermalam di tenda-tenda saat hujan, menahan dinginnya angin yang menerpa.
Jum’at 16.15 WIB mobil kami melaju pelan meninggalkan Kampung Cipaku.
Terselip doa di lisan ini, “Ya Rabb kuatkanlah hati mereka untuk beriman akan ketetapanmu, berikanlah kebaikan pada mereka setelah musibah ini.”
Berharap sedikit titipan rezeki ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi warga Kampung Cipaku. Berharap manfaat itu juga menjadi pahala yang besar bagi semua pihak yang memberikan sumbangsihnya berupa harta, pikiran, waktu, dan tenaga.
Banyak ibrah yang dapat kami ambil dari perjalanan singkat ini, terutama untuk selalu bersyukur atas nikmat aman yang Allah Ta'ala berikan. Lalu, ibrah betapa indahnya nikmat ukhuwah di antara kaum muslimin.
Saat ada saudara kita tertimpa musibah, kita pun merasakan kesedihan dan keprihatinan yang sama.
|
Tenda dari Kementerian Sosial RI |
Sebagai penutup risalah ringkas ini, kami menghasung kepada segenap kaum muslimin yang Allah berikan kelonggaran rizki, agar berkenan membantu meringankan saudara-saudara kita yang terdampak bencana di Cianjur.
Semoga bantuan Anda dapat meringankan beban mereka dan menjadi catatan amal shalih di sisi Allah Ta'ala.
Untuk mendapatkan info-info terkini terkait kondisi kaum muslimin di Cianjur, silakan merujuk ke channel Telegram Peduli Gempa Cianjur (https://t.me/peduligempacianjur).
Jumat malam Sabtu, 16 Jumadal Ula 1444. Rest Area Batang—Semarang | Tim Peduli At-Tuqa
Sumber :
https://telegra.ph/Sepenggal-Kisah-di-Alam-Cianjur-1-12-13
https://telegra.ph/Sepenggal-Kisah-di-Alam-Cianjur-2-12-14
https://telegra.ph/Sepenggal-Kisah-di-Alam-Cianjur-3Selesai-12-15