Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

cinta bersemi namun tak direstui orang tua

4 tahun yang lalu
baca 7 menit

CINTA BERSEMI, NAMUN TAK DIRESTUI...

Cinta Bersemi Namun Tak Direstui
Cinta Bersemi Namun Tak Direstui
Ada kalanya seorang wanita dipinang oleh seorang lelaki yang memiliki agama. Dirinya pun ingin untuk mengarungi bahtera kehidupannya bersama sang pilihan. Namun apa daya, sang ayah tidak merestui terjadinya akad pernikahan dengan sang lelaki. Sang ayah menghendaki untuk menikahkannya dengan lelaki kaya dan memiliki keluarga yang terpandang.

Tentunya, kisah yang demikian ini bukanlah sekadar kisah rekaan. Banyak sekali kasus ini kita temui di masyarakat kita. Bahkan bisa jadi, pembaca atau kerabat pembaca sendiri mengalami hal seperti ini.

Lantas, apakah jalan yang harus ditempuh oleh sang wanita?

Bolehkah sang wanita menikahkan dirinya sendiri dengan sang lelaki pilihan tanpa melalui sang ayah?

Bolehkah wanita itu 'lari' mengarungi ganasnya ombak dunia bersama dengan sang lelaki yang dia pilih sebagai nakhodanya?

Tentunya, hal yang demikian ini memerlukan bimbingan dari seorang ulama rabbani untuk menemukan jawabannya.

Berikut ini kami sampaikan sebuah fatwa dari seorang ulama senior zaman ini, Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengenai permasalahan yang kami sampaikan di atas. Fatwa ini ditampilkan di dalam kitab kumpulan fatwa beliau, Al Muntaqa min Fatawa Al Fauzan, kemudian dicantumkan pula dalam kitab _An Nikah wal Huquq Az Zaujiyah_ halaman 9-11. 

Semoga fatwa ini bisa menjadi pencerahan bagi kita semuanya.

Pertanyaan diajukan kepada Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah

"Ada seorang pemuda beragama yang memiliki akhlak terpuji yang hendak meminang seorang wanita. Namun, sang ayah menolak untuk menerimanya. Alasannya, lelaki tersebut tidak sederajat dalam hal nasab keturunan.

Ayahnya menginginkan putrinya menikahi pemuda dari keturunan mulia, memiliki harta, dan kedudukan. Sementara, sang wanita rela dengan keadaan lelaki tersebut dan tidak mau dengan yang lainnya.

Wanita itu menanyakan, 'Bolehkah dia menikahkan dirinya sendiri tanpa wali?'

Dia membaca dalam Kitab Fiqhus Sunnah, bahwa pendapat Abu Hanifah hal itu boleh. Kemudian, Allah merupakan wali (pengatur) urusan hamba seluruhnya, di antaranya adalah pernikahan. 

Ayahnya melarangnya menikah dengan orang yang sesuai dengannya, lelaki yang berupaya memuliakannya, dan menjaga kehormatannya, serta berpegang teguh dengan agamanya. Dia juga hendak menikahkan putrinya dengan orang yang tidak demikian sifatnya.

Jika demikan, bukankah si wanita itu berhak untuk tidak meminta izin untuk menikah dengan orang saleh dan menikahkan dirinya di sisi hakim. Atau, bolehkah wanita itu meminta izin kepada salah satu kerabatnya yang memahami sisi pandangnya?"

Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah menjawab, 

1. Pertama: tidak boleh seorang wanita menikahkan dirinya sendiri.

Jika dia menikahkan dirinya sendiri, maka nikahnya batil, tidak sah, menurut mayoritas ulama, baik ulama dulu maupun sekarang.

Sebab, dalam permasalahan menikahkan, Allah سبحانه وتعالى mengarahkan pembicaraan kepada wali wanita. 

Allah سبحانه وتعالى berfirman:

وَأَنكِحُواْ ٱلۡأَيَٰمَىٰ مِنكُمۡ وَٱلصَّلِحِينَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَإِمَآئِكُمۡۚ 

"Dan nikahkanlah (wahai wali dari) orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan." [Q.S. An Nur:32]

Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:

إذَا أتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوّجُوهُ

"Jika datang (melamar) kepada kalian (wali wanita) lelaki yang kalian ridai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah lelaki tersebut."[H.R. At Tirmidzi dan Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Al Albani رحمه الله dalam Shahihul Jami'no 270]

Rasulullaah صلى الله عليه وسلم juga telah bersabda: 

لاَ نِكاَحَ إلاّ بِوَلِيّ وَشَاهِدَي عَدْلٍ 

"Tidak sah pernikahan tanpa wali dan dua saksi yang baik agamanya."
[H.R. Al Baihaqi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani رحمه الله dalam Shahihul Jami' no. 7557]

Adapun yang telah dikatakan oleh sang penanya, bahwa dia membaca sebagian kitab fikih bahwa wanita boleh menikahkan  dirinya sendiri, ini adalah pendapat yang lemah.

Yang benar dan berdasarkan dalil, justru sebaliknya.

2. Kedua: apa yang disebutkan mengenai kenyataannya, bahwa sang wanita memiliki pendapat yang berseberangan dengan ayahnya. Ayahnya menginginkan lelaki yang memiliki garis keturunan yang sekufu (sederajat). Sedangkan putrinya tidak menginginkan hal itu, dia ingin untuk menikahi seseorang yang dia pandang memiliki agama meski bukan dari keturunan terpandang. Maka, yang benar adalah ayahnya dalam hal ini.

Ayahnya memiliki pandangan lebih jauh daripada putrinya. Kadang wanita itu melihat seolah-olah lelaki ini pantas, padahal tidak.

Tidak boleh sang putri menyelisihi ayahnya selama sang ayah berusaha melihat kepada maslahat putrinya.

3. Ketiga: kalau ada lelaki lainnya yang memang pantas baginya, sekufu (sederajat) dengan wanita itu dalam hal kedudukan, garis keturunan, dan agamanya, lantas ayahnya tetap tidak mau menikahkan, maka ayahnya ini orang yang berbuat 'adhl (menyusahkan pernikahan). 

Maka, hak wali berpindah kepada wali yang setelah ayah. Akan tetapi, kasus seperti ini harus diperiksa oleh hakim, untuk memindahkan kewalian dari ayah yang berbuat 'adhl kepada wali terdekat setelahnya. 

Sang wanita atau salah satu wali wanita tidak berhak untuk mengambil langkah sendiri tanpa kerelaan sang ayah.

Wajib untuk mengembalikan urusan ini kepada hakim agama. 

Hakim itu akan meneliti kasusnya dan kerumitan yang terjadi. Jika hakim memutuskan untuk memindahkan kewalian kepada yang lainnya, maka baru dipindahkan, sesuai maslahatnya.

Harus tepat urusannya dalam pernikahan. Harus ada penjagaan terhadap para wanita. Sebab, wanita pandangannya tidak jauh ke depan. 

Sedangkan walinya dari kalangan lelaki memiliki perhatian untuk menjaganya dan kekhawatiran terhadapnya. Yang mana, hal ini tidaklah dimiliki oleh sang wanita itu sendiri. Maka, sepatutnya untuk memerhatikan hal ini. Wallahu a'lam."

Nah, demikianlah pembaca sekalian, arahan dari seorang ulama rabbani. Semoga bermanfaat.

[Ustadz Abu Yusuf]


Dikutip dari Majalah Tashfiyah Edisi 84 Vol. 7 1440 H/ 2019 M (hal. 101-105)

https://akhwat.net/2020/06/05/cinta-bersemi-namun-tak-direstui/
Oleh:
Atsar ID