Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

belajar tekun dan pantang menyerah dari semut

3 tahun yang lalu
baca 6 menit

Belajar Tekun dan Pantang Menyerah dari Semut

(materi streaming Radio Situbondo, Ahad 18 Juli 2021)

Ibnul Qayyim bertutur banyak hal tentang semut dalam kitabnya Miftah Daris Sa'adah 1/242-243). Pertama kali saya mendengarnya, dari Ustadz Usamah Mahri. Setelah menelusuri lebih lanjut, ternyata lumayan panjang lebar Ibnul Qayyim membahasnya.

“Perhatikanlah dengan seksama!”, begitulah Ibnul Qayyim membuka pembicaraan. “Tentang semut; hewan lemah yang memiliki kecerdasan dan kemampuan bersiasat”, lanjut beliau.

Koloni semut jika hendak mengisi stock bahan makanan, mereka sama-sama keluar meninggalkan sarang dan mencarinya. Jika telah menemukan bahan makanan, koloni itu membuat jalur lintasan menuju sarang. Dua jalur mereka buat untuk dua fungsi yang berbeda. Satu jalur untuk berangkat dan jalur kedua untuk yang kembali pulang.

Koloni semut benar-benar tertib. Dua jalur itu seperti dua utas benang. Tidak bertabrakan. Tidak bercampur. Tidak ada tumbukan satu dengan yang lain.Tanpa crowded. Gotongroyong mereka memindahkan bahan makanan itu ke sarangnya.

Jika koloni semut itu menilai beban yang diangkut tergolong berat, mereka akan bersama-sama mengangkatnya. Persis manusia saat mengangkat kayu atau batu, jika tidak mampu sendirian, bukankah sejumlah orang akan mampu mengangkatnya bila dilakukan bersama-sama?

Apabila hanya seekor semut yang menemukan bahan makanan, maka teman-temannya dalam koloni itu akan membantunya mengangkat sampai di depan sarangnya. Lantas koloni itu mempersilahkan semut seekor yang menemukannya untuk menyimpannya sendiri.

Jikalau yang menemukan bahan makanan beberapa ekor semut, maka mereka akan bantu-membantu untuk mengangkatnya. Sesampainya di depan sarang, mereka akan membagi rata satu dan yang lain. Tidak saling mengklaim. Tidak saling menguasai. Tidak saling merasa paling berhak. Tidak saling merasa paling berjasa. 

Koloni semut mengajarkan untuk kita arti kebersamaan, makna persatuan,dan bagaimana kita mesti saling merasakan apa yang dirasakan saudara kita. Sebab-sebab yang bisa merusak suasana kebersamaan, benar-benar dijauhi dan dihindari. Mereka tidak suka kebohongan, tidak senang makar, dan benci ketidakjujuran.

Ibnul Qayyim menulis, “ Sungguh! Seorang bijak pernah bercerita tentang dirinya yang suatu hari pernah menyaksikan peristiwa mengherankan”

Seekor semut pernah menemukan potongan belalang, katanya. “Saya tanam potongan belalang itu sehingga semut tersebut tidak mampu mengangkatnya”, terangnya.

Semut itu lalu pergi untuk memanggil teman-temannya. “Potongan belalang itu saya ambil”, lanjutnya. Ketika semut tersebut beserta rombongan teman-temannya tiba di lokasi, mereka hanya berputar-putar dan tidak menemukan apa-apa. Rombongan semut pun pergi. “Potongan belalang itu saya letakkan kembali di lokasi”, ujarnya.

Semut pertama menemukan kembali potongan belalang itu. Ia coba lagi untuk mengangkatnya, namun tak mampu karena memang “ Saya tanam di tanah”, katanya. Ia pergi kedua kalinya memanggil teman-temannya. “Potongan belalang itu saya ambil kembali”, ceritanya. Semut itu tiba bersama rombongan teman-temannya dan lagi-lagi mereka hanya berputar-putar di lokasi karena tidak menemukan apa-apa.

Hal itu terjadi dan berulang sampai tiga kali. Pada kali ketiga, rombongan semut itu membuat lingkaran mengelilingi semut pertama. Apa yang terjadi? Beramai-ramai mereka mengeksekusi si semut dan memotong-motong tubuhnya. “Saya menyaksikannya sendiri”, katanya.

Terlepas dari alasan dan kenapa ia lakukan itu, namun yang hendak diceritakan Ibnul Qayyim kepada kita, bahwa semut pun tidak mau dibohongi. Rombongan semut itu menganggap dan menuduh temannya telah berbohong. Oleh sebab itu, mereka marah dan menghukumnya. Allahul musta'an.


Kecerdasan semut juga terbukti dengan biji-bijian yang ditemukan akan dibuatnya menjadi potongan-potongan kecil lalu disimpan. Kenapa? Supaya biji itu tidak dapat tumbuh. Jika biji tersebut sejenis biji yang tetap dapat tumbuh walau dibuat dua potong, semut akan membuatnya menjadi empat potong.

Jika biji-bijian itu basah terkena air, semut akan mengeluarkannya dan menjemurnya di bawah panas matahari agar tidak cepat rusak. Setelah kering, biji-bijian itu dimasukkan kembali ke dalam sarang. Oleh sebab itu,kata Ibnul Qayyim, “Anda bisa melihat -kadang-kadang-, potongan biji-bijian berada di depan sarang semut. Tidak lama kemudian, Anda tidak melihatnya lagi walau sepotong”.

Semut juga cerdas untuk memilih lokasi bersarang. Permukaan tanah yang datar menjadi pilihan utamanya. Kenapa? Saat hujan, sarang mereka tidak terbawa air. “Anda tidak akan menemukan sarang semut berada di lembah; dataran rendah; namun berada di sisi atas dan bagian yang tinggi supaya tidak terkena aliran air”, Ibnul Qayyim menjelaskan alasannya.

Kata Ibnul Qayyim, “Cukuplah sebagai bukti kecerdasan semut, kisah yang disebutkan Allah azza wa jalla dalam Al Quran”.


Ketika menyaksikan Nabi Sulaiman beserta bala tentaranya datang berderap, seekor semut mengingatkan koloni-koloni semut ;  


 يَا أَيُهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُوْهُ وَهُمْ لايَشْعُرُوْنَ


Betapa pintar dan bijaknya semut tersebut yang menjadi pimpinan bangsanya!


“He, bangsa semut! Segeralah masuk dan berlindung ke dalam sarang kalian! Jangan sampai Nabi Sulaiman dan bala tentaranya menginjak-injak kalian tanpa mereka sadari”


Ada 10 jenis kalimat yang disampaikannya dalam sekali berbicara. Nida' (Panggilan), Tanbih (Permohonan Perhatian), Tasmiyah (Penyebutan Nama), Amar (Perintah), Nash (Berita Pasti), Tahdzir (Peringatan), Takhsis (Penjelasan Secara Khusus), Tafhim (Kemampuan Memahamkan Lawan Bicara), Ta'mim (Penjelasan Secara Umum), dan I'tidzar (Memberi Uzur Kepada Yang Lain).


Alangkah indah dan fasihnya semut itu! Sayang, bahasa Arab belum begitu kita pahami. Sedih, bahasa Arab hanya sebatas cerita saja. Nasehat semut itu walaupun ringkas, namun berbobot karena mengandung 10 unsur kalimat. Pantas saja, Nabi Sulaiman takjub hingga beliau tersenyum tertawa ketika mendengarnya.


Nabi Sulaiman yang mengerti dan memahami bahasa binatang, seketika itu juga memohon kepada Allah agar diberi kelapangan dan kemudahan untuk bersyukur. Karena karunia yang Allah berikan untuk beliau dirasakan sangatlah besar.


“Janganlah merasa heran dengan kecerdasan semut!”, kata Ibnul Qayyim.


Semut termasuk makhluk yang selalu bertasbih; membunyikan kebesaran, puji-pujian dan kesucian Allah Ta'ala.


Nabi Muhammad bersabda dalam hadits Abu Hurairah riwayat Ibnu Hibban dan disahihkan al Albani (Ta'liqat Hisan no.5618) ; “ Seorang nabi pernah berteduh di bawah sebuah pohon. Seekor semut menggigitnya. Lalu nabi tersebut memerintahkan agar sarang dan seluruh semut yang ada di dalamnya dibakar habis. Kemudian Allah menegurnya, “Kenapa tidak seekor semut yang menggigitmu saja?”.


Dalam riwayat itu ditambahkan keterangan ;


فإنهنَّ يُسبِّحنَ


;Sungguh! Semut-semut itu selalu bertasbih”


Tentang semut, Ibnul Qayyim menyimpulkan, “ Sungguh! Anda bisa menyaksikan sekian banyak ibrah (pelajaran hidup) dan tanda-tanda kebesaran Allah”. 


Namun, saya cukupkan tiga pelajaran hidup dalam artikel ini ;


Pertama ; Tidak ada untungnya untuk sombong. Buat apa takabur? Kita masih belum apa-apa jika dibandingkan dengan semut-semut yang diceritakan Ibnul Qayyim di atas. Mereka bertasbih selalu kepada Allah, mereka damai dalam kebersamaan dan persatuan, dan mereka saling tolong menolong satu sama lain.


Kedua ; Tekun dan giat adalah pelajaran hidup yang bisa kita petik dari keterangan Ibnul Qayyim tentang semut. Mereka tidak berdiam di dalam sarang! Mereka berusaha, mereka keluar sarang, mereka mencari, mereka bekerja, mereka berhemat, mereka berupaya untuk menjaga logistik, mereka merawat makanan, dan mereka berencana untuk masa depan.


Ketiga ; Kebersamaan itu sangat mahal! Jika ada yang coba merusaknya, wajar jika dijauhi, diberi sanksi, didiamkan, dibiarkan, atau dihukum sesuai dengan sikap-sikap negatifnya. Maka, jangan buru-buru menyalahkan orang lain jika engkau dijauhi atau didiamkan.


Jangan sakit hati bila engkau merasa dianggap tidak ada atau merasa tidak diajak bersama. Bisa jadi dirimulah yang salah. Boleh jadi dirimulah yang membuat orang lain tidak nyaman dengan kehadiranmu. Selalu merasa khawatir dengan keberadaanmu. Karena, ternyata dirimu jahat, walau engkau tidak merasa. Wal 'iyaadzu billah 


 t.me/anakmudadansalaf