Qonitah
Qonitah

keajaiban yang terjadi pada sarah

10 tahun yang lalu
baca 7 menit
Keajaiban yang Terjadi pada Sarah

kisah-06Al-Ustadz Idral Harits

Setelah Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkan Sarah dari raja yang lalim di Mesir, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membawa istrinya ke Palestina. Hajar, sang pelayan, turut menyertai kedua majikannya. Mereka menetap di Baitul Maqdis, tanah suci yang diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Sarah terkesan oleh perangai Hajar yang lembut. Meskipun berstatus pelayan istana, Hajar sangat menjaga kehormatan dirinya. Sarah mulai mengajari Hajar agama Islam.

Tahun demi tahun berlalu, Sarah semakin tua. Rambutnya mulai memutih, tubuhnya pun semakin lemah. Demikian pula Nabi Ibrahim yang lebih tua beberapa tahun daripada Sarah.

Sarah merasa iba kepada suaminya, kekasih Allah yang sangat dicintai oleh Allah. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak pernah berhenti beribadah dan selalu meminta kepada Rabbnya agar dikaruniai putra.

Bertahun-tahun, hingga usia lanjut dan tubuh yang sudah rapuh ini, mereka belum juga dikaruniai putra. Alangkah sepi rumah mereka tanpa tangis bayi.

Lama Sarah menimbang-nimbang. Karena kasihan kepada suaminya, Sarah pun berpikir seandainya suaminya menikahi Hajar, pelayan wanita hadiah raja Mesir itu. Gadis itu sangat lembut dan taat, bahkan telah beriman pula kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Dengan hati-hati Sarah memaparkan keinginannya kepada Ibrahim. Tidak ada keterangan tentang diskusi suami istri yang mulia ini, tetapi yang jelas, akhirnya Ibrahim menerima tawaran istrinya, Sarah, dan menikahi Hajar. Tidak berapa lama kemudian, Hajar pun mengandung.

Selang beberapa lama, atas kehendak Allah subhanahu wa ta’ala, Ibrahim ‘alaihissalam membawa Hajar bersama anaknya meninggalkan Palestina menuju sebuah lembah yang tidak berpenghuni, dekat dengan tempat yang kelak menjadi Baitullah al-Haram.

Setelah menempatkan Hajar di sana, Ibrahim ‘alaihissalam kembali ke Palestina. Demikianlah, Hajar dan Ismail, putra pertama Nabi Ibrahim, menetap di Makkah, sedangkan Ibrahim di Palestina. Setiap kali merindukan putranya, Ibrahim berangkat ke Makkah dengan Buraq.

Tanpa terasa, sepuluh tahun berlalu. Ibrahim dan Sarah semakin lanjut usia. Suatu ketika, saat usia Ibrahim hampir seratus tahun, datanglah beberapa orang tamu menemui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

هَلۡ أَتَىٰكَ حَدِيثُ ضَيۡفِ إِبۡرَٰهِيمَ ٱلۡمُكۡرَمِينَ ٢٤ إِذۡ دَخَلُواْ عَلَيۡهِ فَقَالُواْ سَلَٰمٗاۖ قَالَ سَلَٰمٞ قَوۡمٞ مُّنكَرُونَ ٢٥ فَرَاغَ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ فَجَآءَ بِعِجۡلٖ سَمِينٖ ٢٦ فَقَرَّبَهُۥٓ إِلَيۡهِمۡ قَالَ أَلَا تَأۡكُلُونَ ٢٧ فَأَوۡجَسَ مِنۡهُمۡ خِيفَةٗۖ قَالُواْ لَا تَخَفۡۖ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَٰمٍ عَلِيمٖ ٢٨ فَأَقۡبَلَتِ ٱمۡرَأَتُهُۥ فِي صَرَّةٖ فَصَكَّتۡ وَجۡهَهَا وَقَالَتۡ عَجُوزٌ عَقِيمٞ ٢٩ قَالُواْ كَذَٰلِكِ قَالَ رَبُّكِۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡحَكِيمُ ٱلۡعَلِيمُ ٣٠

 

Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan, ‘Salaaman’, Ibrahim menjawab, ‘Salaamun, (kalian) adalah orang-orang yang tidak dikenal.’

Pergilah dia dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata, ‘Silakan kalian makan.’

(Mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, ‘Janganlah kamu takut’, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq).

Kemudian istrinya datang memekik (tercengang) lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata, ‘(Aku adalah) perempuan tua yang mandul.’

Mereka berkata, ‘Demikianlah Rabbmu memfirmankan.’ Sesungguhnya Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (adz-Dzariyat: 24—30)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, هَلۡ أَتَىٰكَ (Sudahkah sampai kepadamu) apakah telah datang kepadamu; حَدِيثُ ضَيۡفِ إِبۡرَٰهِيمَ ٱلۡمُكۡرَمِينَ (cerita tentang tamu Ibrahim [malaikat-malaikat] yang dimuliakan?) dan cerita mereka sangat menakjubkan. Mereka adalah malaikat yang diutus oleh Allah untuk menghancurkan kaum Luth. Mereka adalah Jibril, Mikail, dan Israfil ‘alaihimussalam yang berkunjung dalam rupa pemuda yang gagah rupawan dengan cahaya kewibawaan yang menggetarkan jiwa.[1]

Allah subhanahu wa ta’ala memerintah para malaikat itu mengunjungi Ibrahim ‘alaihissalam. Mereka pun datang sebagai tamu. إِذۡ دَخَلُواْ عَلَيۡهِ فَقَالُواْ سَلَٰمٗاۖ قَالَ (ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan, ‘Salaaman’, Ibrahim menjawab) salam mereka, سَلَٰمٞ (Salaamun) atas kalian, قَوۡمٞ مُّنكَرُونَ (orang-orang yang tidak dikenal).

Artinya, kalian adalah orang-orang yang tidak dikenal sehingga saya ingin Anda sekalian memperkenalkan diri kepada saya.

Beliau baru mengenal mereka sesudah kejadian itu.

Diam-diam, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pergi menemui istrinya untuk menyiapkan jamuan bagi para tamu tersebut. Tidak berapa lama, beliau q kembali sambil membawa daging anak sapi gemuk pilihan, lalu menghidangkannya kepada mereka. Beliau mempersilakan mereka untuk menyantap hidangan tersebut. Kata beliau (sebagaimana dalam ayat), أَلَا تَأۡكُلُونَ  فَأَوۡجَسَ مِنۡهُمۡ خِيفَةٗۖ (Ibrahim berkata , “Silakan kalian makan.” [Mereka tidak mau makan], karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka) ketika melihat tangan para tamu itu sama sekali tidak menyentuh hidangan tersebut.

“Siapakah para tamu ini, kami merasa takut (kepada kalian)?”

Para tamu itu berkata (sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala), لَا تَخَفۡۖ (Janganlah kamu takut).

Kemudian, mereka menerangkan kepadanya berita yang mereka bawa untuknya, وَبَشَّرُوهُ بِغُلَٰمٍ عَلِيمٖ (dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan [kelahiran] seorang anak yang alim), yaitu Ishaq q.

Tatkala istrinya mendengar berita gembira ini, فَأَقۡبَلَتِ (dia datang) dalam keadaan bahagia dan gembira, فِي صَرَّةٖ (memekik [tercengang]), dia berseru, فَصَكَّتۡ وَجۡهَهَا (lalu menepuk mukanya sendiri). Inilah sebagian keadaan yang dialami oleh kaum wanita apabila dia merasakan kegembiraan atau hal-hal yang menakjubkan, وَقَالَتۡ عَجُوزٌ عَقِيمٞ   (seraya berkata, “[Aku adalah] perempuan tua yang mandul.”).

Setengah tak percaya, Sarah seakan-akan berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak, padahal aku ini wanita yang sudah tua, telah mencapai usia yang tidak mungkin seorang wanita akan melahirkan dalam usia seperti itu? Selain itu, aku ini mandul. Rahimku tidak sanggup mengandung anak sama sekali.”

Jadi, ada dua penghalang di sini, yang masing-masing menghalanginya mempunyai anak. Sementara itu, dalam surat Hud ayat ke-72, Sarah menyebutkan alasan ketiga,

وَهَٰذَا بَعۡلِي شَيۡخًاۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيۡءٌ عَجِيبٞ ٧٢

 “… dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang sangat aneh.”

Para malaikat itu berkata, “Apakah kamu merasa heran terhadap ketetapan dan hikmah Allah?”

Ya, para malaikat itu seakan-akan mengingkari keheranan Sarah terhadap kekuasaan Allah ini. Sebab, Sarah berada di dalam rumah seorang nabi sekaligus khalilullah (kekasih yang sangat disayang oleh Allah subhanahu wa ta’ala), tempat turunnya wahyu.

Seakan-akan mereka mengatakan, “Janganlah kamu merasa heran terhadap kekuasaan dan hikmah Allah subhanahu wa ta’ala ini, karena apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya mengatakan, ‘Jadilah’, maka jadilah dia. Oleh karena itu, janganlah heran meskipun kamu sudah lanjut usia dan mandul, begitu pula suamimu sudah tua pula, karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala Mahakuasa atas segala sesuatu.”

Oleh sebab itu, mereka mengisyaratkan (sebagaimana dalam ayat),

رَحۡمَتُ ٱللَّهِ وَبَرَكَٰتُهُۥ عَلَيۡكُمۡ أَهۡلَ ٱلۡبَيۡتِۚ إِنَّهُۥ حَمِيدٞ مَّجِيدٞ ٧٣

 “(Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kalian, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (Hud: 73)

Kata mereka pula ketika mendengar keheranan Sarah (sebagaimana dalam ayat), كَذَٰلِكِ قَالَ رَبُّكِۖ (Demikianlah Rabbmu memfirmankan).

Artinya, Allah-lah yang telah menakdirkan bagimu dan melangsungkannya, maka jangan merasa heran terhadap kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala, إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡحَكِيمُ ٱلۡعَلِيمُ (Sesungguhnya Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui); Dzat yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya, yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Oleh karena itu, tunduklah dengan menerima keputusan-Nya dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat yang diberikan-Nya.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sendiri sangat takjub mendengar berita yang membahagiakan ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman menceritakan ketakjuban Khalil-Nya,

قَالَ أَبَشَّرۡتُمُونِي عَلَىٰٓ أَن مَّسَّنِيَ ٱلۡكِبَرُ فَبِمَ تُبَشِّرُونَ ٥٤

 “Berkatalah Ibrahim, ‘Apakah kalian memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kalian kabarkan ini?’.” (al-Hijr: 54)

ﭬ (Mereka menjawab) perkataan Nabi Ibrahim sambil mempertegas berita gembira yang mereka sampaikan kepada beliau,

قَالُواْ بَشَّرۡنَٰكَ بِٱلۡحَقِّ فَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡقَٰنِطِينَ ٥٥

 (Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa). (al-Hijr: 55)

Nabi Ibrahim berkata (sebagaimana dalam ayat),

قَالَ وَمَن يَقۡنَطُ مِن رَّحۡمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ ٥٦

 “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Rabbnya, kecuali orang-orang yang sesat.” (al-Hijr: 56)

Beliau merasa tidak mungkin akan mempunyai anak karena sudah demikian lanjut usianya, bukan karena putus asa terhadap rahmat Allah subhanahu wa ta’ala.

Sejak saat itu, kehidupan Sarah semakin berseri. Kebahagiaannya pun bertambah manakala diberitakan pula bahwa setelah Ishaq, akan lahir Ya’qub, bahkan keduanya dijadikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagai nabi ‘alaihimassalam.

 (Bersambung, insya Allah)

 

[1] Seperti dinukil dalam Mishbahul Munir.