Qonitah
Qonitah

hawa’, ibunda seluruh anak adam

11 tahun yang lalu
baca 8 menit
Hawa’, Ibunda Seluruh Anak Adam

Hawa’, Ibunda Seluruh Anak Adam

Oleh: Al-Ustadz Idral Harits

Alkisah, setelah Adam diciptakan dengan sempurna, diajari pula oleh Allah l nama-nama semua yang ada. Bahkan, para malaikat diperintah untuk bersujud kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Namun, terasa ada yang kurang: Adam seorang diri, tanpa teman.

Kemudian, ditakdirkanlah Adam tertidur. Ketika dia terlelap, diambillah salah satu rusuk kiri Adam dari arah belakang, yaitu rusuk yang paling atas dan paling bengkok. Dari tulang rusuk itu diciptakanlah pasangannya, yaitu Hawa’.

Allah k berfirman,

ﮋ ﭑ  ﭒ  ﭓ  ﭔ  ﭕ  ﭖ  ﭗ  ﭘ  ﭙ  ﭚ  ﭛ    ﭜ  ﭝ  ﭞ  ﭟ  ﭠ         ﭡﭢ  ﭣ  ﭤ  ﭥ  ﭦ   ﭧ    ﭨﭩ  ﭪ  ﭫ  ﭬ        ﭭ  ﭮ  ﭯ  ﮊ

 “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian. (an-Nisa’: 1)

Dalam ayat ini Allah l memerintah hamba-Nya agar bertakwa kepada-Nya, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun. Allah l juga mengingatkan mereka bahwa dengan kekuasaan-Nya, Dia telah menciptakan mereka dari satu jiwa, yaitu Adam q, dan dari jiwa itu Allah menciptakan istrinya, yaitu Hawa’.

Ketika Adam terbangun, dia terkejut melihat ada satu makhluk di dekatnya. Adam bertanya, “Apakah kamu ini?”

“Wanita,” jawab makhluk tersebut.

“Untuk apa kamu diciptakan?”

“Agar engkau merasa tenang kepadaku,” katanya.

Para malaikat bertanya kepada Adam untuk mengetahui seberapa besar ilmunya tentang makhluk tersebut, “Siapa namanya, hai Adam?”

“Hawa’,” jawab Adam.

“Mengapa dia engkau namai Hawa’?”

Kata Adam, “Karena dia diciptakan dari sesuatu yang hidup.”[1]

Rasulullah n bersabda,

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

“Berwasiatlah tentang kaum wanita, karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Sungguh, tulang rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Apabila kamu ingin meluruskannya, pasti kamu mematahkannya. Kalau kamu membiarkannya, niscaya dia tetap dalam keadaan bengkok, maka berwasiatlah tentang wanita.[2]

Dalam satu riwayat al-Imam Muslim disebutkan bahwa mematahkannya berarti menceraikannya.[3]

Itulah wanita pertama yang diciptakan oleh Allah l. Karena dia diciptakan dari pria, kecenderungan terbesarnya adalah kepada pria. Oleh sebab itu, hendaklah para pria mengendalikan dan menahan mereka.[4]

Kemudian, Allah l berfirman,

ﮋ ﯕ  ﯖ  ﯗ  ﯘ  ﯙ  ﯚ  ﯛ  ﯜ  ﯝ   ﯞ  ﯟ  ﯠ  ﯡ  ﯢ  ﯣ  ﯤ  ﯥ  ﯦ  ﯧ   ﮊ

“Dan Kami berfirman, ‘Hai Adam, diamilah surga ini olehmu dan istrimu, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja kamu suka, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim’.” (al-Baqarah: 35)

Para ulama berbeda pendapat tentang kapan Hawa’ diciptakan, apakah sesudah Adam berada di dalam surga atau sebelumnya. Menurut Ibnu Katsir t, ayat ini dengan jelas menerangkan bahwa Hawa’ diciptakan sebelum perintah mendiami surga.

Wallahu a’lam.

Mulailah Adam dan Hawa’ mendiami surga dan menikmati semua yang ada di dalamnya, kecuali satu pohon. Tidak ada keterangan yang tegas tentang nama dan jenis pohon tersebut. Yang jelas, Allah k melarang keduanya mendekati pohon itu.

Ketetapan Allah pun Berlaku

Saat asar mulai berakhir, dan matahari semakin dekat ke peraduannya….

Di dalam surga, menikmati semua kesenangan yang ada, tanpa merasa lapar, kepanasan, dan haus, serta berpakaian indah, itulah yang dialami oleh Adam dan Hawa’. Semua itu berlangsung hingga sesaat menjelang maghrib.

Namun, ….

Satu makhluk—yang telah menampakkan isi hati, menegaskan jati diri, dan menyatakan sumpah dan tantangannya di hadapan Allah Maha Penguasa seluruh alam semesta—mulai melancarkan tipu dayanya. Iblis tidak tenang melihat keadaan Adam dan Hawa’ yang selalu berbahagia.

Suatu ketika, masih pada saat menjelang magrib, Iblis mendatangi Adam dan Hawa’. Dia pun berkata kepada Adam, sebagaimana dalam firman Allah l,

ﮛ  ﮜ  ﮝ  ﮞ  ﮟ  ﮠ  ﮡ   ﮢ  ﮣ  ﮤ

“Hai Adam, maukah kau aku tunjukkan pada satu pohon kekekalan dan kerajaan yang tidak akan rusak?” (Thaha: 120)

Adam yang telah memahami permusuhan Iblis terhadap dirinya tidak mau menerima perkataan tersebut. Bahkan, dia tidak menanggapinya sama sekali. Akan tetapi, Iblis tidak berputus asa. Dia masih mencoba membujuk Adam.

ﯡ  ﯢ  ﯣ  ﯤ  ﯥ  ﯦ  ﯧ     ﯨ  ﯩ  ﯪ  ﯫ  ﯬ   ﯭ  ﯮ  ﯯ  ﯰ  ﯱ     ﯲ  ﯳ  ﯴ    ﯵ

 “Iblis berkata, ‘Rabb-mu tidak melarangmu mendekati pohon ini melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).’ Dan dia (Iblis) bersumpah kepada keduanya, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang yang memberikan nasihat kepada kamu berdua’.” (al-A’raf: 20—21)

Namun, Adam tidak memperhatikannya sama sekali. Iblis yang sudah bersumpah untuk membinasakan Adam dan anak cucunya itu pun mencari jalan lain.

Akhirnya, dia mencoba mendekati Hawa’ dan membujuknya, bahkan bersumpah untuk menguatkan perkataannya. Hawa’ terpengaruh. Dia mengira tidak mungkin ada yang berani bersumpah dusta dengan nama Allah.

Hawa’ mendekati Adam q dan membujuk beliau dengan berbagai alasan yang menarik agar Adam mau memakan buah pohon itu. Akhirnya, Adam lupa akan larangan dan memakan buah pohon itu bersama istrinya.

Benarlah Rasulullah n yang bersabda,

لَوْلَا حَوَّاءُ لَمْ تَخُنْ أُنْثَى زَوْجَهَا الدَّهْرَ

“Kalaulah bukan karena Hawa’, wanita tidak akan pernah mengkhianati suaminya, selama-lamanya. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Jadi, Iblis mendatangi Hawa’ dan membuatnya memandang indah memakan buah pohon yang dilarang itu. Kemudian, Hawa’ menerangkan pohon itu kepada Adam sehingga Adam memakannya. Itulah pengkhianatan yang dilakukannya, bukan artinya dia melakukan perbuatan keji.

Wallahu a’lam.

Setelah keduanya memakan buah pohon terlarang itu, terlihatlah aurat keduanya. Dengan segera keduanya bersembunyi menutupi aurat mereka dengan daun-daun yang ada di surga.

Pelajaran dari Kisah Ini

Dari kisah yang ringkas ini kita dapat memetik beberapa pelajaran penting, di antaranya sebagai berikut.

1.    Kisah ini memperlihatkan kekuasaan Allah l yang Maha Sempurna. Dia menciptakan seorang manusia berjenis wanita dari seorang pria tanpa ibu. Semua itu mudah bagi Allah. Bahkan, Dia telah menciptakan Adam yang berjenis pria tanpa melalui seorang ayah dan ibu.

2.    Tabiat wanita itu sama. Hampir tidak ada wanita yang selamat dari mengkhianati suaminya, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Pengkhianatan Hawa’ bukan karena dia berbuat keji (zina), melainkan karena ketika muncul dorongan nafsu untuk memakan buah pohon larangan itu, dia menghiasinya pada pandangan Adam. Itulah maksud khianat dalam hadits Rasulullah n di atas.[5]

Adapun pengkhianatan yang dilakukan kaum wanita sesudah ibu mereka, Hawa’, sesuai dengan keadaan masing-masing.

3.    Dalam kisah ini, khususnya hadits “Kalaulah bukan karena Hawa’…”, terdapat hiburan bagi kaum pria apabila mereka melihat sesuatu yang tidak menyenangkan dari istri-istri mereka. Artinya, itu semua adalah tabiat mereka, sehingga para pria hendaknya tidak berlebihan dalam mencela mereka.

Di sisi lain, meskipun salah dan khianat adalah tabiat kaum wanita, mereka tidak boleh membiarkan watak ini tetap bertakhta dalam diri mereka. Hendaklah mereka berusaha menghilangkannya, berjuang menundukkan hawa nafsu, dan sering meminta pertolongan kepada Allah k.

4.    Hendaklah para suami menyadari, hampir tidak ada wanita yang sempurna seluruh pribadinya. Janganlah mereka berharap istrinya menjadi “Fathimah”, tetapi dia sendiri tidak mampu menjadi “Ali”.

Andaikata seorang suami mau menghitung-hitung kebaikan istrinya, akan sangat banyak dia temui. Pada istrinya dia dapati tempat penyaluran yang halal bagi syahwatnya. Istrinya mengurus keperluannya dan rumah tangganya, dan seterusnya.

Pada wasiat Nabi n di atas, terlihat bahwa beliau menggabungkan pesan agar berwasiat untuk wanita dengan penjelasan tentang hakikat wanita. Semua itu agar wasiat beliau lebih mudah diterima. Sebab, ketika kenyataan menunjukkan bahwa wanita cenderung bertabiat bengkok, para pria berkewajiban sabar menghadapi mereka. Janganlah dia mengharapkan wanita itu akan lurus, karena wanita tetap akan berbelok kepada asal penciptaan mereka.

Wallahul muwaffiq.

 


[1] Lihat al-Bidayah wan Nihayah (1/81).

[2] HR. al-Bukhari dan Muslim.

[3] HR. Muslim.

[4] Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu ‘Abbas, sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir.

[5] Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar t.