Kami telah mengajukan kepada Anda pertanyaan seputar masjid tempat kami salat. Bangunan masjid tempat kami salat adalah milik salah seorang kaum muslimin yang tinggal di daerah tersebut. Pada awalnya kaum muslim pendatang menyewa bangunan tersebut dari pemiliknya dengan membayar uang sewa bulanan. Namun pemiliknya memutuskan untuk mewakafkan bangunan tersebut sebagai masjid permanen untuk kaum muslimin. Dia menolak menerima uang sewa bulanan dari kami dengan niat melakukan kebaikan.
Namun, dia memiliki usaha pembuatan bahan makanan dan jual beli rumah, dan dia mengaku bahwa sekitar sepertiga usahanya adalah memproduksi minuman beralkohol. Di samping itu dia juga memberitahu kami bahwa bangunan tempat kami salat itu dibelinya dengan uang pinjaman dari bank, yang bahkan sampai sekarang masih dalam proses pembayaran kredit sistem bunga.
Sebelumnya kami telah bertanya kepada Anda melalui telepon, apakah boleh menerima wakaf dari pemilik bangunan tersebut sekalipun penghasilannya berasal dari produksi minuman beralkohol dan riba dari bunga bank. Saat itu jawaban Anda ada dua: Pertama, boleh menerima wakaf dari pemilik bangunan tersebut tanpa perlu menelusuri dari mana sumber penghasilannya. Kedua, keputusan untuk menjadikan bangunan tersebut sebagai masjid wakaf hendaknya dilakukan secara tertulis.
Berbekal fatwa tersebut, kami telah menjelaskan semuanya kepada pemilik bangunan, lalu kami meminta dia agar menulis keputusan yang disebut wakaf masjid, serta diresmikan kepada salah satu lembaga Islam yang terpercaya, seperti kantor yayasan ar-Rabithah al-'Alam al-Islami (Persatuan Dunia Islam) yang ada di Amerika.
Akan tetapi, pemiliknya menolak menulis keputusan bahwa dia mewakafkan bangunannya, dan dia hanya berjanji bahwa bangunan tersebut dapat digunakan sebagai masjid untuk selamanya. Dia menjelaskan bahwa penolakan itu adalah karena kekhawatiran akan adanya seseorang yang mengubah bangunan tersebut, atau ada lembaga dan kelompok tertentu yang menggunakannya untuk menyebarkan kepentingan kelompok. Kami mencoba meyakinkannya dengan berbagai cara, tetapi tidak berhasil.
Sebagai warga pendatang, kami pun terpecah menjadi dua kelompok. Satu kelompok berpendapat bahwa boleh melaksanakan salat di masjid tersebut meskipun pemiliknya menolak memberi keputusan secara tertulis bahwa dia mewakafkannya sebagai masjid. Sementara kelompok lain berpendapat bahwa pemiliknya harus menulis keputusan secara tertulis, sehingga jika dia menolak, maka kaum muslimin tidak boleh salat di masjid itu.
Kini kami meminta nasihat Anda untuk menyelesaikan masalah ini. Apakah kami boleh melaksanakan salat di bangunan tersebut? Kami mohon Anda dapat memberikan jawaban secara tertulis agar bisa kami sampaikan di masjid tersebut. Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, dan kami memohon kepada Allah agar memberikan taufik kepada semuanya untuk melakukann kebenaran. Semoga Allah memberi balasan yang lebih baik.
Diperbolehkan shalat di bangunan tersebut. Keputusan pemiliknya bahwa dia telah mewakafkan sebagai masjid sudah cukup, meskipun dia tidak mau menulisnya. Karena memang ada alasan yang bisa diterima tentang penolakannya untuk melakukan wakaf secara tertulis, yaitu demi menjaga masjid agar tetap atas namanya dan menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.