Shalat Tarawih di bulan Ramadhan adalah “sunnah mu’akkadah” yang dilakukan oleh Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersama para sahabatnya beberapa malam. Kemudian beliau menundanya karena takut akan diwajibkan kepada mereka.
Para sahabat melakukannya pada zaman beliau, setelah beliau wafat dan terus diamalkan hingga sekarang. Adapun jumlah rakaatnya tidak ada riwayat yang menjelaskan jumlah tertentu.
Para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini. Ada yang berpendapat dua puluh tiga rakaat dan ada yang berpendapat tiga puluh enam rakaat dan ada yang berpendapat lebih banyak dan ada yang berpendapat lebih sedikit.
Para sahabat melakukannya pada zaman Umar dua puluh tiga rakaat di Masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi). Nabi shallallahu `alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya tidak melebihi sebelas atau tiga belas rakaat dan beliau tidak membatasi jumlah tertentu pada shalat Tarawih. Namun beliau menganjurkan agar melakukan shalat tahajud dan shalat malam di bulan Ramadhan itu sendiri. Beliau bersabda,
“Barangsiapa bangun di bulan Ramadan (menghidupkan malamnya dengan salat dan berbagai ibadah) berdasarkan keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang terdahulu akan diampuni.”
Beliau tidak membatasi jumlah rakaat dan perbedaan ini mengikuti perbedaan sifat shalat malam. Barangsiapa yang ingin memperpanjang shalatnya maka dia akan memperkecil jumlah rakaat seperti yang dilakukan oleh Nabi shallallahu `alaihi wa sallam.
Dan barangsiapa yang ingin memperingan shalatnya karena mempertimbangkan kondisi orang banyak maka ia dapat memperbanyak jumlah rakaat seperti yang dilakukan oleh para sahabat pada zaman Umar.
Tidak ada salahnya menambah jumlah rakaat pada sepuluh hari terakhir dari jumlah rakaat pada dua puluh hari pertama lalu membaginya menjadi dua bagian. Bagian pertama shalat dilakukan di awal malam dan dapat memperpendek bacaan pada shalat Tarawih sebagaimana yang dilakukan pada dua puluh hari pertama. Dan bagian kedua shalat dilakukan pada terakhir malam dan dapat memperpanjang bacaan pada shalat Tahajud.
Nabi shallallahu `alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya. Apabila telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan beliau menyingsingkan lengan bajunya, mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya untuk meraih malam Lailatul Qadar.
Siapapun yang mengatakan bahwa shalat Tarawih pada akhir bulan, rakaatnya tidak boleh melebihi bilangan yang dilakukan pada awal bulan, itu bertentangan dengan ajaran Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dan bertentangan dengan perbuatan yang dilakukan orang-orang shalih terdahulu seperti lamanya mereka melakukan shalat malam pada akhir bulan Ramadhan di akhir malam.
Yang menjadi kewajiban kita adalah mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan sunnah Khulafa’ Rasyidin dan menganjurkan kaum Muslimin untuk melakukan shalat Tarawih dan shalat Tahajud dan bukannya menghina mereka dalam mengamalkannya dan bukan pula mendatangkan keraguan yang dapat mengurangi minat mereka untuk shalat malam di bulan Ramadhan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.