Paman saya, yang juga ayah mertua saya, memiliki andil dalam membesarkan saya. Saya membelikannya sebuah mobil seharga 15.000 pound Mesir dengan tujuan berbagi nilai dan keuntungan. Namun, paman saya berkata saat menerima mobil itu, "Mobil itu untuk saya saja dan saya akan bayar harga pembeliannya kepadamu." Saya menerima kesepakatan itu.
Dia memberi saya uang sebesar 9.000 pound Mesir dalam beberapa kali cicilan yang telah dia bayar selama beberapa tahun. Namun, setelah itu dia mengalami pailit dan menjualnya. Dia telah meminta maaf, menyampaikan segala keluh kesahnya, dan kemudian sakit. Setelah itu, dia menginfakkan segala yang dia miliki.
Saya pun berniat untuk merelakan sisa utang yang masih menjadi tanggungannya sebagai zakat dan mengikhlaskannya ketika dia meninggal. Setelah kematiannya, ahli waris dari almarhum paman saya itu ingin membayarkan utangnya kepada saya. Namun, saya tidak mau menerimanya karena telah saya ikhlaskan sebagai zakat.
Namun, ada orang yang mengatakan kepada saya bahwa zakat tidak dapat diganti dengan pembebasan utang. Sementara itu, uang tersebut merupakan jumlah yang besar dan saya mengikhlaskannya dengan niat zakat. Artinya, uang itu sudah secara otomatis saya jadikan zakat harta saya. Lalu, apakah uang tersebut dianggap sebagai zakat saya atau tidak?
Menjadikan utang yang masih menjadi tanggungan paman Anda kepada Anda sebagai zakat hukumnya tidak sah karena dalam perbuatan itu terdapat tindakan melindungi harta (mangkir dari pembayaran kewajiban). Anda wajib mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin.” (QS. At-Taubah: 60) dan seterusnya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.