Boleh-boleh saja orang tersebut membeli hasil pertanian dari para petani atau pihak lain jika memenuhi syarat-syarat yang sahnya jual beli salam (pesanan). Yaitu dengan menyebutkan kriteria-kriteria tertentu dan menjadi tanggungan penjual, mengukur hasil panen berdasarkan takaran atau timbangan, menjelaskan jenis dan banyaknya, menyebutkan batas waktu serah terima komoditas yang ditransaksikan, melakukan pembayaran secara tunai di tempat akad, dan bukan hanya dengan menentukan kebunnya. Inilah jual beli salam yang diperbolehkan secara syar’i. Ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
“Orang yang melakukan transaksi pesanan hendaknya menentukan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan batas waktu yang jelas.” (Muttafaq `Alaih)
Adapun jika dia membeli hasil pertanian sebelum terlihat kokoh pada tumbuhan biji-bijian, atau belum tampak matang pada buah-buahan, maka ini tidak boleh. Karena Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam melarang jual beli buah-buahan sampai tampak matang, dan biji-bijian sampai menguat. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya dari Ibnu Umar,
“Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam melarang jual beli pohon kurma hingga tampak buahnya. Beliau juga melarang jual beli tanaman biji-bijian hingga bijinya tampak kuat dan terjamin dari kerusakan. Larangan tersebut berlaku bagi penjual dan pembeli.”
Matangnya buah adalah ketika telah memerah dan menguning serta enak dimakan. Jika dia membeli setelah buah tersebut tampak matang, atau bijinya tampak kuat, maka ini boleh dan tidak apa-apa.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.