Menurut kaidah dasar tentang barang dagangan, jika nilai barang tersebut sudah mencapai jumlah nisab dengan sendirinya atau digabungkan dengan uang yang dimiliki, maka nilai barang dagangan tersebut dihitung menurut harga pasar yang berlaku ketika sudah genap berjalan satu tahun (haul). Selanjutnya, dari total tersebut dikeluarkan sebesar 1/40 atau 2,5 % dalam bentuk uang tunai.
Namun, jika tidak memungkinkan untuk mengeluarkan zakat perniagaan dalam bentuk uang atau ada tuntutan untuk mengeluarkannya dalam bentuk barang dagangan, seperti untuk memenuhi kepentingan fakir miskin, disertai sikap hati-hati pezakat dalam mengeluarkan zakat barang dagangan tersebut dengan jumlah yang sesuai, maka pembayaran zakat seperti ini boleh dilakukan dan tidak dilarang.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis Bukhari di kitab Shahih-nya (Bab Zakat dengan barang, halaman 2/122), yang diriwayatkan dari Thawus secara Mauquf. Hadis tersebut menyebutkan bahwa Mu’adz Radhiyallahu `Anhu berkata kepada penduduk Yaman: “Berikan kepadaku pakaian Khamish atau Labis ketika bersedekah, sebagai ganti dari gandum dan jagung.
Ini lebih mudah bagi kalian dan lebih baik bagi para sahabat Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Madinah.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada kaum wanita,
“Bersedekahlah kalian (kaum wanita) meskipun dengan perhiasan kalian.”
Hadis ini tidak membedakan antara sedekah wajib (zakat) dan sedekah sunah sehingga kaum wanita melemparkan (memberikan) anting-anting dan kalungnya. Bahkan, hadis ini tidak membedakan antara emas dan perak.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.