Hadis tersebut mencakup shalat sunah dan fardu. Dan maksud dari hadis itu adalah fikiran seorang Muslim yang melakukan shalat itu hendaknya terfokus pada rangkain shalat, bacaan dan doanya, serta tidak sibuk memikirkan makanan.
Jika ia dalam kondisi lapar, lalu langsung shalat tanpa makan terlebih dahulu, maka tindakan seperti itu akan menganggu konsentrasi shalat sebagaimana mestinya. Maksud hadis tersebut bukan menunjukkan bahwa makanan bisa mengugurkan kewajiban shalat berjamaah.
Oleh sebab itu, tidak boleh menghidangkan makanan pada waktu shalat, dalam rangka untuk meninggalkan shalat berjamaah, sebab Allah telah mewajibkan shalat berjamaah bahkan sampai dalam kondisi takut yang berkepanjangan sekalipun.
Dan masalah ini bukan hanya khusus pada makanan, tetapi juga yang lainnya, seperti menahan buang air kecil dan besar. Oleh sebab itu, semestinya seorang Muslim tidak langsung melakukan shalat, namun ia sebaiknya terlebih dahulu membuang hajatnya, setelah itu barulah melaksanakan ibadah shalat.
Jika ia mendapatkan shalat berjamaah belum selesai, maka itulah yang terbaik, tapi jika tidak, maka ia boleh shalat secara sendiri atau dengan orang lain yang ia dapatkan, karena berdasarkan kepada hadis riwayat Muslim, yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak sah shalat di hadapan makanan (yakni ketika makanan telah terhidang), dan tidak sah pula ketika dia didesak oleh dua hal yang kotor (kencing dan air besar).”
Dan maksud kata “al-akhbatsaan” dalam hadis itu adalah buang air kecil dan besar.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.