Hadis tersebut meliputi hakim yang menyelesaikan persengketaan-persengketaan dan mujtahid yang menyimpulkan hukum-hukum agama yang diambil dari dalil-dalil terperinci jika keduanya memenuhi syarat-syarat ijtihad yang ditetapkan oleh para ulama dalam kitab-kitab usul fikih.
Begitu juga para dai yang memenuhi syarat-syarat ijtihad. Mereka dalam berdakwah harus menempuh apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala dalam firman-Nya,
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. An-Nahl : 125)
Dan firman Allah Ta`ala,
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.” (QS. Yusuf : 108)
Mereka juga harus mengikuti metode yang telah tercatat dalam sejarah Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam dalam menyeru umat manusia.
Para dai harus merujuknya dan mengikuti metodenya dalam berdakwah dan meninggalkan segala bidah yang diada-adakan oleh banyak orang yang bertentangan dengan metode tersebut.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.