Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

hukum shalat dan puasa bagi penderita sakit yang sudah lanjut usia

3 tahun yang lalu
baca 2 menit
Hukum Shalat Dan Puasa Bagi Penderita Sakit Yang Sudah Lanjut Usia

Pertanyaan

Seorang perempuan yang sudah berumur 85 tahun sangat renta dan sakit-sakitan. Dia harus berdiam di tempat tidur, tidak mampu berdiri, bahkan untuk membuang hajat sekalipun. Pertanyaannya, apakah dia harus melakukan salat dan puasa? Berilah kami penjelasan. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.

Jawaban

Jika keadaan perempuan itu seperti yang Anda sebutkan, maka dia (tetap) wajib melakukan shalat selama dia masih berakal dan sadar untuk melakukan ibadah shalat. Dia wajib melaksanakannya sesuai kemampuan, walaupun hanya dalam bentuk isyarat. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghaabun : 16)

Dan firman Allah Ta`ala,

لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah : 286)

Juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم

“Apabila aku perintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka laksanakanlah semampu kalian.”

Dan sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam kepada `Imran bin Hushain radhiyallahu `anhu,

صل قائمًا فإن لم تستطع فقاعدًا، فإن لم تستطع فعلى جنب

“Salatlah kamu sambil berdiri. Jika kamu tidak mampu, maka sambil duduk. Jika tidak mampu juga, maka dengan berbaring miring.” (HR. Bukhari)

Ada redaksi tambahan dalam riwayat Nasa’i dengan sanad sahih,

فإن لم تستطع فمستلقيًا

“Jika tidak mampu (shalat sambil berbaring miring), maka shalatlah sambil terlentang.”

Jika dia mampu, maka sebaiknya berpuasa. Namun, jika dia mengalami kesulitan untuk melakukan puasa, maka dia boleh menggantinya dengan memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Dia tidak perlu menggantinya (dengan puasa di lain waktu).

Dia dibolehkan memberi makan satu orang miskin sebesar setengah sha’ gandum, beras, dan sejenisnya yang merupakan makanan pokok orang setempat, untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Adapun jika dia menjadi tidak berakal (tidak sadar atau hilang ingatan-ed.) maka dia tidak wajib shalat atau puasa.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'