Azan termasuk salah satu ibadah, dan menurut hukum asal, ibadah hanya boleh melakukan secara tauqifi (berdasarkan perintah Allah dan tuntunan Rasulullah).
Tidak ada yang boleh mengambil kesimpulan bahwa perbuatan ini diperbolehkan syariat kecuali berdasarkan dalil dari Alquran, Sunah, atau ijmak.
Mengatakan bahwa suatu amalan itu disyariatkan, tanpa berlandaskan dalil syar’i adalah sebuah perkataan bodoh yang mengatasnamakan Allah. Allah Ta’ala telah berfirman,
“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A’raf : 33)
Allah juga berfirman,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al-Isra’ : 36)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) ini yang bukan berasal darinya, maka perkara itu tertolak.”
Dalam riwayat lain disebutkan dengan narasi,
“Siapa yang melakukan suatu perbuatan tidak berdasarkan urusan (agama) kami, maka perbuatan tersebut tertolak.”
Dengan demikian, adzan yang sesuai syariat dan diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya terdiri dari lima belas kalimat, yaitu:
Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar, asyhadu an la ilaha illallah, asyhadu an la ilaha illallah, asyhadu anna muhammadan rasulullah, asyhadu anna muhammadan rasulullah, hayya ‘ala ash-shalah, hayya ‘ala ash-shalah, hayya ‘ala al-falah, hayya ‘ala al-falah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaha illallah.
Inilah kalimat-kalimat yang diriwayatkan secara sahih, yaitu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan Bilal agar mengumandangkan adzan dengan bacaan tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh para pemilik kitab Sunan dan Musnad.
Namun dalam adzan Subuh, muadzin Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kala itu menambahkan kalimat “ash-shalah khairun min an-naum, ash-shalah khair min an-naum” setelah “hayya ‘ala al-falah”, seperti disebutkan dalam riwayat yang sahih.
Keempat imam mazhab telah sepakat bahwa hal itu sesuai dengan syariat. Sebab, persetujuan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atas tambahan kalimat yang diberikan oleh Bilal memberikan pemahaman bahwa syariat membolehkannya.
Ucapan muadzin “hayya ‘ala khair al-‘amal” saat adzan Subuh tidak pernah diriwayatkan secara sahih dari Rasulullah dan tidak pernah dipraktikkan oleh Ahlussunnah. Ini termasuk salah satu bid’ah yang diciptakan oleh kaum Syiah Rafidhah. Oleh karena itu, orang yang melakukannya harus diingkari (ditolak) seperlunya, agar dia tidak menambahkan kalimat tersebut dalam adzan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.