Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

hukum menghadiri (melayat) jenazah orang kafir

12 tahun yang lalu
baca 5 menit
Hukum Menghadiri (Melayat) Jenazah Orang Kafir

Fatwa Lajnah da’imah lilbuhuts wal Ifta :

Apabila ada dari kalangan orang kafir yang telah melaksanakan penguburan mayatnya, maka tidak boleh bagi muslimin untuk bertanggung jawab atas penguburan mereka dan tidak turut serta dan tolong menolong bersama orang-orang kafir di dalam menguburkan  jenazah tersebut.  Atau menemani mereka di dalam mengantarkan  jenazah disebabkan mengamalkan kepatuhan terkait politik. Maka sesungguhnya hal tersebut tidak dikenal dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam dan tidak juga dikenal dari KhulafaurRasyidin, bahkan Allah melarang Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam berdiri di atas Kubur Abdullah bin Ubay Bin Salul, Allah mengabarkan sebab larangan tersebut adalah karena kekafirannya.

Allah berfirman :

وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri  di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik.” QS. At-Taubah : 84)

Dan adapun apabila tidak ditemukan dari kalangan orang kafir yang menguburkannya, maka Kaum Muslimin yang menguburkannya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam kepada korban orang badar (dari pihak kafir) dan juga ketika pamannya Abu Thalib wafat, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam berkata kepada Ali Rhadiyallahu ‘anhu : “Pergilah, kuburkan dia” [1]

Wabillahi taufiq, Sholawat dan salam atas Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassallam berserta keluarga dan para sahabatnya.

Sumber : Fatwa Lajnah Da’imah Lil Buhuts Wal ifta No. 2612

Dan sebagian ulama berpendapat bolehnya menghadiri jenazah orang kafir dengan terpenuhinya syarat-syarat, dan Ibnul Qoyyim menukil atsar sebagian salaf yang melakukan atau berfatwa tentang bolehnya menghadiri jenazah kerabat kafir.

Syarat-syarat yang disebutkan oleh ulama atas pendapat yang mengatakan bolehnya menghadiri jenazah orang kafir adalah :

Pertama, Jenazah tersebut adalah jenazah kerabat yang terhubung langsung dengannya seperti ayah, ibu atau saudara. Sehingga apabila saudara jauh, rekan kerja ataupun tetangga tidak diperbolehkan menghadirinya. Dan ingatlah ketika Abu thalib Wafat, maka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam tidak turut serta dengan Ali Rhadiyallahu ‘anhu di dalam prosesi jenazah paman beliau tersebut, dalam keadaan dia adalah orang yang paling gigih membela Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam .

Kedua : Tidak menghadiri proses pembacaan doa , tidak pula memasuki tempat ibadah mereka, dan tidak pula berdiri di atas kuburnya ketika dan sesudah pemakaman. Berdasarkan firman Allah ta’ala :

وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik.” QS. At-Taubah : 84)

Dan juga berdasarkan firman Allah :

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” (QS. An-Nisa’ : 140)

Berkata Imam Al-Qurtubhi dalam syarah ayat ini :

“Maka ini menunjukkan atas wajibnya menjauhi pelaku kemaksiatan apabila tampak dari mereka kemungkaran, karena sesungguhnya barangsiapa yang tidak menjauhi mereka maka telah ridho dengan perbuatan mereka dan ridho dengan kekafiran adalah kekafiran” [2]

Ketiga : Ketika mengantarkan jenazah , dia berjalan di depan jenazah bukan di belakangnya, dan berhenti jauh dari makam dan ketika prosesi penguburan dia harus bangkit dan pergi. Dan lebih baik lagi apabila ketika mengiringi jenazah dia mengendarai kendaraan untuk menunjukkan kewibawaan seorang muslim .

Sebagian ulama berdalil dengan apa yang diriwayatkan dari Qois bin Syamas Rhadiyallahu ‘anhu , beliau datang kepada nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam dan berkata :

“Sesungguhnya ibuku telah wafat dan dia seorang Nasrani” dan beliau (Qois Rhadiyallahu ‘anhu ) menginginkan untuk menghadiri jenazahnya. Maka nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam berkata kepadanya : “Naiki tungganganmu, dan berjalan di depannya. Maka apabila engkau di atas kendaraan dan berada di depannya maka engkau bukan termasuk darinya” (Hadits ini Dilemahkan oleh ulama diantaranya oleh Ad-Daruquthni dan ibnul Jauzi Rahimahumallahu )

Dan juga dinukilkan atsar-atsar dari ulama yang semisal dengan makna hadits ini.

Kesimpulannya

– Lajnah Da’imah lilbuhuts wal ifta berfatwa bahwa apabila jenazah orang kafir sudah ada yang mengurus maka tidak boleh kita terlibat dalam prosesi jenazah.

– Sebagian ulama berpendapat boleh menghadiri jenazah kafir dengan syarat-syarat, salah satu syaratnya adalah harus kerabat dekat langsung.

– Berdasarkan pendapat mana saja dari dua pendapat ini, maka tidak boleh menghadiri jenazah orang kafir dari kalangan tetangga, teman sekantor atau keluarga jauh. Selain karena sudah ada yang mengurus jenazah tersebut dari kalangan mereka, atas ulama yang berpendapat bolehnya pun maka ini tidak memenuhi syarat karena bukan kerabat dekat langsung.

Wallahu a’lam

Sumber catatan :

– Fatwa Lajnah Da’imal Lil Buhuts Wal ifta

– Ahkamu Ahli Dzimah, Ibnul Qoyyim

– Al Muwalah wal Mu’adah fi Syariatil Islamiyah, Mahammas bin Abdillah

[1] HR. Abu Dawud no. 314, dihohihkan oleh Al-Albani Rahimahullahu

[2] Ahkamul Qur’an, 5/417
http://assamarindy.com/?p=1040