Allah Azza Wa Jalla berfirman,yang artinya :
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah sesungguhnya shalatku,”nusuk”-ku,hidup dan matiku hanyalah untuk Rabb semesta alam.” (QS.Al – An’am : 162)
Kata “nusukiy”, diantara maknanya adalah sembelihanku. Al Imam Al Qurthubi berkata ; nusuk merupakan bentuk jamak dari nasikah yang bermakna sembelihan qurban. Sebagaimana telah dikatakan oleh Mujahid,Adh Dhahaq,Said bin Zubair dan ahli tafsir selain mereka.
Berpijak dari sini, jangan sampai kita beranggapan bahwa pelaksanaan ibadah qurban, merupakan rutinitas tahunan belaka, sehingga yang dibahas berkisar masalah teknis dan pembagian tugas saja.Memang manajemen qurban penting dan krusial bagi keberhasilan kegiatan qurban tersebut,akan tetapi ada yang lebih penting lagi yakni kesadaran personal dari setiap yang terlibat, bahwa penyembelihan qurban itu adalah ibadah. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengikhlaskan niat dan tujuannya hanya untuk Allah Azza Wa Jalla. Bukan karena riya’ dan sum’ah serta tendensi duniawi lainnya. Konsekuensi lainnya adalah pelaksanaan penyembelihan qurban itu harus sesuai dengan tuntunan nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, sehingga terpenuhi sudah dua kriteria utama dari syarat diterimanya sebuah amalan. Sehingga kita dapati pula dalam kitab – kitab fiqih para ulama baik yang terdahulu maupun sekarang, pembahasan tentang tata cara penyembelihan qurban ini.
Kapan Dikatakan Hewan Terkena Hukum-hukum Qurban?
Hewan terkena hukum- hukum qurban dengan salah satu dari dua perkara :
1. Dengan lafadz, seperti ucapannya “ini adalah hewan sembelihanku” maksudnya dia menginformasikan bahwa dia akan berqurban dengan hewan itu pada waktu mendatang.
2. Dengan perbuatan, dan ini ada dua macam, antara lain:
a. Menyembelih hewan itu dengan niat berqurban.Maka,ketika ia menyembelih dengan niat seperti ini berlakulah hukum qurban pada hewan tersebut.
b. Membeli hewan tersebut dengan niat untuk berqurban.
Bila telah demikian keadaannya, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkenaan dengan hewan qurban tersebut.
1. Tidak boleh menggunakan hewan tersebut pada perkara yang mencegahnya/menghalangi untuk disembelih, seperti diperjualbelikan, dihibahkan, dijadikan jaminan, dan lainnya.
2. Jangan mengeksploitasi hewan tersebut, maka jangan digunakan pada usaha pertanian dan sebagainya,jangan ditunggangi, jangan diperah susunya yang bisa menguranginya atau mengurangi susu yang sedianya dibutuhkan oleh anaknya, dan jangan mencukur bulunya kecuali bila ada manfaat bagi hewan tersebut dan bulu hasil cukuran jangan dijual namun disedekahkan.
3. Bila hewan itu disembelih sebelum waktu penyembelihan, walau niatnya untuk berqurban, maka hukumnya seperti hewan yang hilang. Maksudnya harus diganti dengan yang semisalnya.
Syarat dan Adab Berkurban
Sebagaimana yang telah kita ketahui untuk unta dan sapi boleh berserikat tujuh orang, sedangkan kambing baik jenis dha’n (domba,biri-biri) ataupun ma’iiz (kambing kacang) hanya untuk satu orang.
Bagi si penyembelih qurban dan cara penyembelihannya, memiliki hukum – hukum dan adab-adab. Adapun yang berkaitan dengan orang yang menyembelih hewan qurban harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1) Pelaku penyembelihan hewan qurban adalah orang yang waras akalnya dan mumayyiz, artinya mengerti pembicaraan dan mampu merespon pertanyaan dengan jawaban yang semestinya. Maka tidak halal sembelihan orang yang gila,mabuk karena miras atau narkoba atau anak kecil yang belum mumayyiz.
2) Hendaknya si penyembelih adalah seorang muslim atau seorang ahli kitab yaitu orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada agama yahudi atau nashrani. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya : “Dan tha’am orang ahlu kitab halal bagi kalian.” Maksud tha’am disini adalah sesembelihan ahli kitab,dan ini adalah perkataan Ibnu Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Ibrahim An-Nakha’i, As-Sudy, Muqathil bin Hayyan. Dan Ibnu Katsir berkata : Ini merupakan kesepakatan para ulama bahwa sesembelihan ahli kitab halal bagi kaum muslimin. Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam makan daging kambing yang dihidangkan kepada beliau dari seorang wanita yahudi, seperti dalam riwayat Abu Dawud dan Al Hakim.
3) Hendaknya dia bertujuan menyembelih qurban karena ibadah, sebagaimana firman Allah Azza wa jalla yang artinya : “ diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala (QS. Al Maidah :3). Maka menyembelih merupakan perbuatan yang khusus yang membutuhkan niat. Apabila ia tidak berniat untuk menyembelih qurban karena Allah, maka tidak halal sembelihannya tersebut,seperti misalnya apabila ia diserang hewan tersebut kemudian memotongnya untuk membela diri, maka sembelihannya tidak halal.
4) Hendaknya hewan sembelihan tersebut tidak untuk selain Allah. Apabila sembelihan itu diperuntukkan untuk selain Allah maka tidak halal untuk dikonsumsi. Seperti menyembelih hewan ternak untuk pengagungan kepada berhala, gua , jin penunggu lembah, penghuni kubur dan sebagainya. Allah Azza Wa Jalla berfirman, yan artinya : “ diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharomkan bagimu yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah :3).
5) Tidak menyebut selain nama Alah ketika menyembelih hewan tersebut. Misalnya menyebut nama nabi,Jibril atau seseorang yang lain. Bila ia melakukannya maka seembelihannya tidak halal, walaupun disebut nama Allah berbarengan dengan nama selain Allah.
6) Menyebut nama Allah Azza Wa Jalla ketika menyembelih hewan qurban tersebut. Alloh Jalla Wa ‘Ala berfirman yang artinya : “ Maka makanlah dari binatang – binatang yang disebut nama Allah ketika menyembelih,bila kamu beriman kepada ayat-ayat-NYA. (QS. Al An’am :118). Dan Rasulullah Bersabda : “ Apa saja dari hewan yang ditumpahkan darahnya dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya maka makanlah.” (HR.Al Bukhary dan lainnya).Bila si penyembelih adalah orang yang bisu, tidak mampu bicara, maka isyarat sudah cukup baginya, Allah berfirman yang artinya : “Maka bertaqwalah kepada Allah semampu kalian. “(QS.Ath-Taghabun:16).
7) Hendaknya yang menyembelih menggunakan alat yang sangat tajam sehingga dapat mengalirkan darah. Karena Rosululloh bersabda :”Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Alloh ketika menyembelihnya maka makanlah, selama bukan menggunakan gigi atau kuku dan saya akan memberitahu kalian tentan hal itu, adapun gigi dia adalah tulang dan adapun kuku adalah alat berburu orang-orang habasyah.” (HR. Al Jama’ah). Dan ada dua tanda yang menunjukkan bahwa ruh hewan tersebut masih ada pada jasadnya :
a. Hewan itu masih bergerak
b. Mengalir dari hewan tersebut darah yang deras.
8) Mengalirkan darah disini adalah dengan menyembelihnya, bila tidak mampu untuk disembelih karena hewan tersebut mengamuk,berusaha kabur atau jatuh kedalam sumur misalnya,maka cukup dilukai pada bagian mana saja dari badannya, meskipun yang lebih utama adalah bagian badan yang cepat menghilangkan nyawanya.
Bila mampu menyembelih dengan normal, maka sembelihlah pada leher sampai dibawah rahangnya dengan memutus dua urat leher tebal yang menempel dengan kerongkongan, dan lebih sempurna bila memotong kerongkongannya, saluran nafas dan saluran makanannya.
9) Hendaklah yang menyembelih mendapat izin secara syar’i dari pemilik hewan qurban tersebut.
Disamping memenuhi syarat-syarat diatas, juga seyogyanya memperhatikan adab – adab berikut :
1. Menghadapkan hewan sembelihan ke arah qiblat ketika menyembelihnya.
2. Berlaku baik dalam menyembelih hewan qurban, yakni dengan menggunakan alat yang tajam dan melakukan pemotongan dengan kuat dan cepat.
3. Dan menyembelih onta dalam keadaan berdiri dan terikat kaki kiri depannya dan berdiri diatas tiga kaki lainnya. Adapun selain onta maka dibaringkan atas sisinya yang kiri, bila sulit dilakukan maka boleh dibaringkan diatas sisinya yang kanan. Dan disunnahkan meletakkan kakinya keleher hewan tersebut,supaya posisinya mapan untuk menyembelihnya.
4. Memotong kerongkongan dan saluran makanan sebagai tambahan atas memotong dua urat sekitar kerongkongannya.
5. Menyembunyikan pisau dari hewan qurban tersebut, ketika mengasah pisaunya jangan sampai hewan itu melihatnya. Kecuali disaat menyembelihnya.
6. Bertakbir setelah membaca basmalah. Membaca basmalah hukumnya wajib dan bertakbir hukumnya sunnah,setelah membaca بسم الله و الله اكبر (bismillahi wa Allohu akbar)dia membaca اللهم تقبل هذه عني (Allohumma taqobbal haadzihi ‘anniy). Bila yang menyembelih adalah pemiliknya, namun jika pemilik qurban mewakilkan kepada seseorang, hendaknya dia membaca …….اللهم تقبل هذه عن (Allohumma taqobbal hadzihi ’an……(disebut pemilik qurban)).
7. Hendaklah dia mewakilkan penyembelihan hewan qurbannya kepada seorang muslim.Dan tidak sah,bila dia mewakilkan kepada seorang ahli kitab, walaupun sembelihannya halal. Hal ini karena penyembelihan qurban adalah ibadah, maka tidak sah bila yang melakukannya non muslim.
Dan tak ketinggalan dari masalah qurban adalah waktu penyembelihan qurban, yaitu empat hari terdiri dari hari I’edul Adha dan tiga hari tasyrik setelahnya berdasarkan hadits shohih., Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :” Setiap hari tasyrik adalah hari penyembelihan.”(HR. Ahmad dan Baihaqi).Sama saja antara malam dan siangnya,karena ini adalah makna hari (اليوم) dalam bahasa Arab secara mutlak, dan ini adalah madzab Al Imam Asy Syafi’i Rahimahullahu.
Disyari’atkan bagi yang berqurban makan dari hewan qurbannya,menghadiahkan dan mensedekahkannya, karena Allah Azza Wa Jalla berfirman yang artinya :” Maka makanlah kalian dari sebagian daging sembelihan itu dan beri makanlah orang faqir yang tidak meminta karena merasa cukup dan menjaga harga diri dan oran faqir yang meminta. (QS. Al Hajj : 36)
Serta riwayat dari Salamah Bin Akwa’ bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :”Makanlah oleh kalian dan berilah makan serta simpanlah.”(HR. Al Bukhari)
Dan kadar pembagian daging qurban adalah dibagi menjadi tiga bagian menurut kebiasaan masyarakat, yakni 1/3 yang dia ambil, 1/3 untuk disedekahkan kepada orang miskin sebagai sedekah dan 1/3 dihadiahkan kepada orang kaya.
Sebagai nasehat, kami mengingatkan bahwa tidak boleh menjual dari bagian hewan qurban tersebut, apakah bulunya ataupun kulitnya dan sebagainya. Namun boleh dimanfaatkan, mengubah kulitnya menjadi tempat air dan sebagainya. Dan setelah menjadi tempat air pun tidak boleh dijual dan disewakan.
Beranjak dari hal ini,tidak boleh daging qurban dijadikan upah bagi tukang potong hewan qurban, namun dia menngambil dari yang lain sebagai upahnya.
Dari Ali bin Abi Tholib berkata : Rosululloh Shalallohu ‘Alaihi Wassalam menyuruh aku untuk mengurus qurban-qurbannya dan agar aku membagikan apa yang dikenakannya serta kulitnya, aku tidak boleh memberi tukang sembelih sedikitpun dari hewan qurban itu, beliau bersabda :”kami akan memberikannya dari sisi yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan perkara yang tak kalah penting, adalah tidak boleh memperuntukkan sembelihan qurban tersebut kepada orang yang telah meninggal secara khusus. Seperti yang dijelaskan Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, “Akan tetapi kami memandang bahwa memperuntukkan sembelihan qurban untuk orang yang telah meninggal secara khusus bukan termasuk ajaran Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. Sebab beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam, tidak pernah menyembelih qurban yang diperuntukkan kepada orang yang telah meninggal secara khusus. Maka Nabi saw Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menyembelih qurban untuk pamannya Hamzah bin Abdul Muthallib, padahal beliau termasuk kerabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang paling mulia. Demikian juga tidak pernah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam semasa hidupnya menyembelih qurban untuk anak-anaknya yang telah meninggal di antaranya tiga orang anak perempuan yang sudah menikah dan tiga anak laki-laki yang masih kecil.”(Ahkaamul Udhiyyah wadzakaah, hal. 4).
Jadi yang dibolehkan ialah ia berqurban untuk keluarganya secara umum baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, sebagaimana dicontohkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Akhirul kalam, tidak banyak pembahasan yang bisa kami muat di sini. Namun setidak-tidaknya kita memiliki gambaran untuk melaksanakan ibadah yang mulia ini dengan meniti tuntunan sebaik-baik manusia, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Oleh : Al-Ustadz Abu Miqdad Harits
(Salah Seorang Pengajar di Ma’had Ibnul Qoyyim Balikpapan)
Sumber -> http://www.salafybpp.com